PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih mendalam tentang
proses pelaksanaan Asuhan Keperawatan Thypoid Fever.
1.3.2 Tujuan Khusus
Pada tujuan khusus ini penulis mampu:
1. Melakukan pengkajian secara langsung pada pasien thypoid fever.
2. Merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada pasien thypoid fever.
3. Membuat perencanaan keperawatan pada pasien thypoid fever.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien thypoid fever.
5. Mengefaluasi keperawatan pada pasien thypoid fever.
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien thypoid fever.
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
3
2.2 Etiologi Thypoid Fever
Salmonella thypi dengan Salmonela yang lain adalah bakteri Gram negative, mempunyai
flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic
(O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polosakarida. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks
yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella thypi juga dapat
memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic. (Nanda
Nic-Noc,2013)
4
21. Delirium atau psikosis,
22. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit
demam akut dengan diseryai syok dan hipotermia.
5
2.5 Web Of Caution Thypoid Fever Demam tinggi, sakit kepala, pusing,
Kuman salmonella typhi pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah,
yang masuk ke saluran Masa inkubasi 4 10 hari batuk, kembung, diare, sembelit, ruam,
pencernaan dan epitaksis
Peredaran darah
Pembuluh darah limfe
(bakterimia promer)
Berkembang biak di hati dan limfa Masuk ke aliran darah (bakteremia sekunder)
Empedu Endotoksin
Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali thermoregulator di
hipotalamus
Nyeri
Nyeri Akut
Akut
Konstipasi/Diare
Konstipasi/Diare Peningkatan asam lambung
Perdarahan masif
Ketidakseimbangan
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang
kurang dari 6
dari kebutuhan
kebutuhan Anoreksia,
Anoreksia, mual,
mual, muntah
muntah
tubuh
tubuh
Komplikasi perforasi dan
perdarahan usus
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Thypoid Fever
Menurut widodo 2007 Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif
tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah
tergantung dari beberapa faktor:
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah
yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
5. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
7
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi
oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman),
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman),
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman),
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji
widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7
hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall kultur dengan
media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian,
bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu
pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM
dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan
atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam,gangguan
saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid
belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh
gambaran laboratorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu
kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan ataupositif S.Thypi
pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7
hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).
8
1. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan
perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi
pasien diawasi untuk mencegah dekubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap
perlu diperhatikan dan dijaga.
2. Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus, dan diet
bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan
keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.
b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah dengan dosis 3 x 5
ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual
lagi.
3. Pemberian Antimikroba
Obat obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid adalah:
Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah chloramphenicol dengan dosis 4 x
500 mg per hari dapat diberikan secara oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari
bebas panas.
Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman salmonella, menghambat
pertumbuhannya dengan menghambat sintesis protein. Chloramphenicol memiliki spectrum gram
negative dan positif. Efek samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis.
Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-7%),
penggunaan jangka panjang (14 hari), dan seringkali menyebabkan timbulnya karier.
Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan kloramfenikol yaitu 4 x
500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6. Komplikasi hematologi seperti
kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu.
Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral atau intravena pada
dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.
9
Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc
diberikan selama 12 jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.
Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif obat obatan golongan
ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif dibandingkan obat obatan lini
pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin, amoksisilin dan trimethoprim-sulfamethoxazole).
Fluroquinolon memiliki kemampuan untuk menembus jaringan yang baik, sehingga mampu
membunuh S. Thypi yang berada dalam stadium statis dalam monosit/makrophag dan dapat
mencapai level obat yang lebih tinggi dalam gallblader dibanding dengan obat yang lain. Obat
golongan ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas
dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat golongan fluriquinolon juga dapat
menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti toksik tifoid,
peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada wanita hamil, kloramfenikol tidak dianjurkan pada
trimester ke-3 karena menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome
pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek
teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon
(Yudhistira.W.2009).
10
2.8 Komplikasi Thypoid Fever
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu: hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal: glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang: osteomylitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
I IDENTITAS ANAK IDENTITAS ORANG TUA
Nama : An.v
Usia : 5 Thn 2 Bln 11 Hari Nama Ayah : Tn.A
Tanggal lahir : 21/07/2012 Nama Ibu : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan Ayah/Ibu : Swasta
Tanggal MRS : 01 Oktober 2017 Pendidikan Ayah/Ibu : SMA
Alamat : Surabaya Agama : Islam
Diagnose medis : S. Thyoid Fever Suku/Bangsa : Indonesia
Sumber informasi : Ibu Alamat : Surabaya
II RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat keperawatan sekarang
a. Keluhan utama
Panas
b. Riwayat penyakit saat ini
Pada tanggal 25/09/2017 Ibu pasien mengatakan, An. V mengeluh badannya panas,
kemudian ibu membawa An.V ke klinik terdekat dengan keluhan panas dan mendapat obat
panas dan antibiotic tetapi tidak ada perubahan, kemudian anak dibawa ke poli klinik haji pada
tanggal 29/09/2017 dengan keluhan sama dan tidak ada perubahan, kemudian pada tanggal
30/09/2017 jam 20.00 dengan keluhan panas dan An.v kemudian dilakukan injeksi pamol 200
mg, ceftriaxone 400 g dan pemeriksaan laboratorium dan darah lengkap dengan hasil Darah
lengkap: Hb 12,5 g/dl Lekosit 9,520 /mm3, Hematokrit 37,4%, Trombosit 246,000 mm3, Widal:
S.Typhi O Positif 1/160, S.Typhi H Positif 1/320, S.Paratyphi A-H Negatif, S.Paratyphi B-H
Negatif. anak dinyatakan typoid dan ibu memutuskan untuk rawat jalan, lalu pulang ke rumah.
Karena belum ada perubahan an. V kembali di bawa ke IGD RSUD haji pada tanggal
12
01/10/2017 jam 12:00 dengan keluhan panas 1 minggu yang lalu an. V merasa kedinginan,
pusing, tidak mau makan, mual dan mencret 5x kemudian dilakukan infus D5 1/2 NS 1300 cc/24
jam, di berikan injeksi pamol 200 g, inj.Ceftriaxone 200 mg, L.BIO 1 sachet, dan pemeriksaan
lab kemudian dokter mendiagnosa S.thypoid fever. Kemudian anak dipindah diruang Marwah
2C dengan keluhan panas.
2. Riwayat keperawatan/penyakit sebelumnya
a. Riwayat kesehatan yang lalu:
Penyakit yang pernah di derita:
Batuk/pilek, radang
Operasi
Iya, Operasi pada mata konjungtiva (pengambilan lemak susu, 2 tahun yg lalu atau tahun
2015)
Alergi
Tidak ada alergi
Status Imunisasi (Lengkap)
BCG : 2 bln DPT-3 : 4 bln
HB-0 : Campak : 9 bln
HB-1 : Polio 1 : 0 bln
HB-2 : Polio 2 : 2 bln
HB-3 : Polio 3 : 3 bln
DPT-1 : 2 bln Polio 4 : 4 bln
DPT-2 : 3 bln
13
Saat anak di sekolah, suka jajan chiki-chiki, ice cream, permen, dll.
d. Persepsi keluarga terhadap penyakit anak
Ibu px mengatakan, selalu mencuci tangan setiap akan menyuapi anaknya, dan selalu
membesihkan bahan masakan dengan air bersih, ketika keluarga ada yang sakit, ibu membelikan obat
bebas di apotik dan jika tidak ada perubahan ibu membawa ke klinik terdekat
4. Kesadaran
Compos Mentis, GCS 456
5. TTV:
Suhu : 38oC
TD : 100/60 mmHg
RR : 24 x/menit
Nadi : 120 x/menit
6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan fisik
Berat Badan Sekarang : 16, 5 kg BB Ideal = n + 9
Berat Badan Sebelum sakit : 20, 5 kg 2
Berat Badan Lahir : 2,8 kg = 16, 5 + 9 = 25,5
Tinggi Badan : 106 cm 2 2
Lingkar Kepala :- = 12, 75
Lingkar Lengan Atas :-
Lingkar Dada :-
b. Perkembangan Tiap Tahap usia anak saat : (dikaji pada anak < 2 tahun)
Berguling :- Duduk : -
Merangkak : - Berdiri : -
Berjalan :-
c. Perkembangan (sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak saat ini berdasarkan format
DDST)
Motorik Kasar: anak sudah bisa berdiri tanpa pegangan, berjalan, lari, naik tangga,
menendang bola, melompat, berdir 1 kaki.
Motorik Halus: anak sudah bisa memukul mainan dengan kedua tangan, memasukkan
14
mainan ke cangkir, menumpuk 4 mainan, menggambar garis tegak, linglar tanda
tambah, dan orang.
Bahasa: anak sudah bisa menyebutkan warna berbeda, menghitung mainan.
Personal Sosial: menyebut nama teman, memakai baju kaos, memakai baju tanpa
dibantu, bermain kartu, menyikat gigi tanpa dibantu, mengambil maknan sendiri.
d. Faktor-faktor kemungkinan yang menghambat/mengancam pertumbuhan dan perkembangan
anak (Jelaskan):
tidak ditemukan hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
e. Tahapan perkembangan Psikososial
Tahap 3 inisiatif vs kesalahan menurut Ericson: anak mampu berinteraksi dengan baik dan
anak selalu ingin tahu apa yang dilihatnya, saat anak melakukan kesalahan anak
mendengarkan nasihat orang dan hati hati dalam melakukan tindakan.
f.Tahapan perkembangan Psikoseksual
Fase phallic (Freud) anak bisa melakukan perbedaan pada pria dan wanita
15
7. Genogram (3 generasi)
Keterangan:
: Perempuan
: Laki laki
X : Meninggal
: Berhubungan darah
: Tinggal serumah
Data Obyektif:
Kulit kepala bersih, tidak ada lesi, tidak ada krepitasi
Data Obyektif:
Pemeriksaan fisik yang menunjang
Tidak terpasang kateter, tidak nyeri, tidak ada kemerahan pada genetalia, tidak ada benjolan pada
genetalia, CRT <2 detik, konjungtiva pucat, turgor kulit menurun, mukosa kering
Balance cairan keterangan : output
Output = input + 500 bak : 1500 ml/ hari
2100 = 1150 + 500 bab : 300 ml/hari
2100 = 1650 muntah : 300 ml/hari, total pengeluaran output 2100
= 1650-2100 keterangan : input
= - 450 air minum : 900ml/hari
Susu UHT : 250ml/hari
4. Pola Aktifitas
Data Subyektif:
SMRS : Ibu An. V mengatakan An. V aktif dalam bermain, melakukan kegiatan secara mandiri
seperti mandi, berpakaian , makan ,berpindah
MRS : Ibu An. V mengatakan anak hanya berbaring ditempat tidur
Data Obyektif:
Gerak bebas, tidak ada tahanan, TTV: Nadi: 120 x/menit, TD: 100/60 mmHg, Suhu: 38 oC, RR :
24x/menit
17
5. Pola Istirahat Tidur
Data Subyektif:
SMRS : An. V tidur malam selama 9 jam, mulai dari jam 21.00 sampai dengan jam 06.00, tidak
terbangun pada malam hari, kebiasaan sebelum tidur nonton TV, tidur siang selama 4 jam, mulai
13.00-17.00 WIB . suasana tidur gelap.
MRS : Ibu An, V mengatakan saat di RS lebih banyak tidur, ibu mengatakan selalu meletakkan kain
putih diatas mata karena silau
Data Obyektif:
terdapat kain putih menutupi mata
Data Obyektif:
Anak tampak lemas, tidak bersemangat dan pucat
Identitas diri
(Tidak terkaji)
Data Obyektif:
Tidak ada lesi, tidak ada kemerahan pada genetalia, tidak ada nyeri, kebersihan baik
Sumber pendukung
Orang tua dan keluarga
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Pemeriksaan refleks
Refleks: Fisiologis
Biceps triceps
Knee Achiles
19
Refleks Patologis
Babiski Oppenheim
Dekstra Sinistra
+2 +2
Chadok
Aspek sosial
Orang tua merasa cemas akan keadaan anknya. Ibu mengatakan lelah.
20
12. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Nama : An. V
Usia : 5th
Tanggal : 02/10/2017 Jam 02.00
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Patologi
DARAH LENGKAP
Hb 12.5 g/dl 10.7 14.7
Lekosit 9.520 /mm3 4.500 13.500
Hematokrit 37.7 % 33 45
TromHbosit 246.500 /mm3 180.000 550.000
SEROLOGI
WIDAL
S. TYPHI O POSITIVE NEGATIF
S. TYPHI H POSITIVE NEGATIF
S. PARATYPHI A-H NEGATIF NEGATIF
S. PARATYPHI B-H NEGATIF NEGATIF
b. Pemeriksaan Radiologi
Nama : An. V
Usia : 5th
Tanggal : 02/10/2017
Foto : tidak dilakukan pemeriksaan radiologi
Hasil Pemeriksaan
mempengaruhi pusat
thermoregulator di
hypothalamus
hypertermi
23
3.4 RENCANA KEPERAWATAN
24
3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
26
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. Penyakit pada
usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella type
A.B.C penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Cara pencegahan penyakit typoid yang dilakukan adalah cuci tangan setelah dari toilet dan
khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum
dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
4.2 Saran
Dari uraian kasus yang telah disajikan maka kami dapat memberikan saran untuk selalu
menjaga kebersih lingkungan, makanan yang dikonsumsi harus hygiene dan perlunya penyuluhan
kepada masyarakat tentang typhoid fever.
27
DAFTAR PUSTAKA
Nurafif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Soeparman. 2007. Ilmu Penyakit Dalam Edisi I, Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka FKUI.
Sudoyo, A. W., & B. Setiyohadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta:
Penerbit FKUI.
Simanjutak, C. H. 2009. Demam Tifoid, Epidemologi dan Perkembangan Penelitian. Cermin Dunia
28