Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella
typhi. Demam tifoid di jumpai secara luas di berbagi negara berkembang yang terutama terletak di
daerah tropis dan subtropis. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan
terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insiden 600.000 kasus
kematian tiap tahun (Riyanto, 2011).
Hingga saat ini penyakit demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara
tropis termasuk indonesia. Kejadian demam tifoid di dunia sekitar 16 juta kasus setiap tahunnya, 7
juta kasus terjadi di asia Tenggara, dengan angka kematian 600.000 kejadian demam tifoid di
indonesia sekitar 760-810 kasus per 100.000 pertahun, dengan angka kematian 3,1-10,4%
(Nasronudin, 2007).
Penyakit thypoid fever sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan seseorang
yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman dan makanan, susu dan
tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk pembiakan bakteri salmonella,
pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor
terbesar dalam penyebaran penyakit thypoid.
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam dunia
kedokteran disebut dengan Tyfoid fever, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus
bisa jadi luka dan menyebabkan pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.
Untuk itu kami menyusun presentasi kasus ini dengan judul Asuhan Keperawatan pada An.
V dengan Diagnosa Thypoid Fever di Ruang Marwah 2C RSU Haji Surabaya dengan tujuan agar
mahasiswa memahami dan mengetahui asuhan keperawatan anak pada klien dengan thypoid fever.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, kelompok tertarik untuk memahami penyakit Thypoid Fever
sehingga kelompok mengambil presentasi kasus dengan judul Asuhan Keperawatan pada An. V
dengan Diagnosa Thypoid Fever di ruang Marwah 2C RSU Haji Surabaya.

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih mendalam tentang
proses pelaksanaan Asuhan Keperawatan Thypoid Fever.
1.3.2 Tujuan Khusus
Pada tujuan khusus ini penulis mampu:
1. Melakukan pengkajian secara langsung pada pasien thypoid fever.
2. Merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada pasien thypoid fever.
3. Membuat perencanaan keperawatan pada pasien thypoid fever.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien thypoid fever.
5. Mengefaluasi keperawatan pada pasien thypoid fever.
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien thypoid fever.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Thypoid Fever


Demam tipoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
terletak di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan,
sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar hygiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella Thypi (yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari 7 hari, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Arief,M.2009).
Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh
salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan melaui kuman mulut atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii (Hidayat, A.A, 2006).
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan
gangguan kesadaran (Nursalam.2005).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A, B, C. Sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis (Sudoyo, A 2009).
Tifoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, tifoid disebut juga paratyphoid fever,
enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B dan C yang dapat menular
melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

3
2.2 Etiologi Thypoid Fever
Salmonella thypi dengan Salmonela yang lain adalah bakteri Gram negative, mempunyai
flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic
(O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polosakarida. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks
yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella thypi juga dapat
memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic. (Nanda
Nic-Noc,2013)

2.3 Manifestasi Klinis Thypoid Fever


Tanda dan gejala dari demam thypoid sebagai berikut (Nanda NIC-NOC. 2013):
1. Gejala pada anak: Inkubasi anatara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari,
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama,
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan
shock, Stupor dan koma,
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selam 2-3 hari,
5. Nyeri kepala,
6. Nyeri perut,
7. Kembung,
8. Mual muntah,
9. Diare,
10. Konstipasi,
11. Pusing,
12. Nyeri otot,
13. Batuk,
14. Epistaksis,
15. Bradikardi,
16. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepian ujung merah serta tremor),
17. Hepatomegali,
18. Splenomegali,
19. Meteroismus,
20. Gangguan kesadaran,

4
21. Delirium atau psikosis,
22. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit
demam akut dengan diseryai syok dan hipotermia.

2.4 Patofisiologi Thypoid Fever


Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus
kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama Plak Peyer) dan jaringan
limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat
pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi bakteremi primer) menuju ke organ-organ terutama
hati dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga
organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan.
Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah (bakteremi sekunder)
dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak
berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi
usus.
Pada masa bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu
proses peradangan lokal dimana kuman ini berkembang. Demam tifoid disebabkan karena
Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit
pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat
termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam (PPNI Klaten. 2009).

5
2.5 Web Of Caution Thypoid Fever Demam tinggi, sakit kepala, pusing,
Kuman salmonella typhi pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah,
yang masuk ke saluran Masa inkubasi 4 10 hari batuk, kembung, diare, sembelit, ruam,
pencernaan dan epitaksis

Kuman salmonella typhi


yang masuk ke saluran
gastrointestinal

Lolos dari asam Bakteri masuk usus halus Dimusnahkan oleh


asam lambung

Peredaran darah
Pembuluh darah limfe
(bakterimia promer)

Masuk retikulo endothelial (RES)


terutama hati dan limfa

Berkembang biak di hati dan limfa Masuk ke aliran darah (bakteremia sekunder)

Empedu Endotoksin

Rongga usus pada kelenjar Terjadi kerusakan sel


limfoid halus

Merangsang melepas zat


epirogen oleh leukosit
Pembesaran hati Pembesaran limfe

Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali thermoregulator di
hipotalamus

Lase plak peyer Penurunan/peningkatan Hipertermi


Hipertermi
mobilitas usus
Resiko
Resiko Kekurangan
Kekurangan Volume
Volume
Erosi Cairan
Cairan

Nyeri
Nyeri Akut
Akut
Konstipasi/Diare
Konstipasi/Diare Peningkatan asam lambung

Perdarahan masif
Ketidakseimbangan
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang
kurang dari 6
dari kebutuhan
kebutuhan Anoreksia,
Anoreksia, mual,
mual, muntah
muntah
tubuh
tubuh
Komplikasi perforasi dan
perdarahan usus
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Thypoid Fever
Menurut widodo 2007 Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif
tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah
tergantung dari beberapa faktor:
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah
yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
5. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada

7
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi
oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman),
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman),
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman),
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji
widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7
hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall kultur dengan
media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian,
bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu
pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM
dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan
atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam,gangguan
saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid
belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh
gambaran laboratorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu
kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan ataupositif S.Thypi
pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7
hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).

2.7 Penatalaksanaan Thypoid Fever


Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi penatalaksanaan yang meliputi:
istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (baik simptomatik maupun suportif), serta
pemberian antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang
meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.

8
1. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan
perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi
pasien diawasi untuk mencegah dekubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap
perlu diperhatikan dan dijaga.
2. Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus, dan diet
bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan
keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.
b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah dengan dosis 3 x 5
ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual
lagi.
3. Pemberian Antimikroba
Obat obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid adalah:
Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah chloramphenicol dengan dosis 4 x
500 mg per hari dapat diberikan secara oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari
bebas panas.
Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman salmonella, menghambat
pertumbuhannya dengan menghambat sintesis protein. Chloramphenicol memiliki spectrum gram
negative dan positif. Efek samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis.
Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-7%),
penggunaan jangka panjang (14 hari), dan seringkali menyebabkan timbulnya karier.
Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan kloramfenikol yaitu 4 x
500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6. Komplikasi hematologi seperti
kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu.
Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral atau intravena pada
dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.

9
Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc
diberikan selama 12 jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.
Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif obat obatan golongan
ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif dibandingkan obat obatan lini
pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin, amoksisilin dan trimethoprim-sulfamethoxazole).
Fluroquinolon memiliki kemampuan untuk menembus jaringan yang baik, sehingga mampu
membunuh S. Thypi yang berada dalam stadium statis dalam monosit/makrophag dan dapat
mencapai level obat yang lebih tinggi dalam gallblader dibanding dengan obat yang lain. Obat
golongan ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas
dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat golongan fluriquinolon juga dapat
menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti toksik tifoid,
peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada wanita hamil, kloramfenikol tidak dianjurkan pada
trimester ke-3 karena menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome
pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek
teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon
(Yudhistira.W.2009).

10
2.8 Komplikasi Thypoid Fever
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu: hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal: glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang: osteomylitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Data diambil tanggal : Senin, 02 oktober 2017


Ruangan rawat/kelas : Cempaka / 2c
No. rekam medis : 632xxx

3.1 Pengkajian
I IDENTITAS ANAK IDENTITAS ORANG TUA
Nama : An.v
Usia : 5 Thn 2 Bln 11 Hari Nama Ayah : Tn.A
Tanggal lahir : 21/07/2012 Nama Ibu : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan Ayah/Ibu : Swasta
Tanggal MRS : 01 Oktober 2017 Pendidikan Ayah/Ibu : SMA
Alamat : Surabaya Agama : Islam
Diagnose medis : S. Thyoid Fever Suku/Bangsa : Indonesia
Sumber informasi : Ibu Alamat : Surabaya
II RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat keperawatan sekarang
a. Keluhan utama
Panas
b. Riwayat penyakit saat ini
Pada tanggal 25/09/2017 Ibu pasien mengatakan, An. V mengeluh badannya panas,
kemudian ibu membawa An.V ke klinik terdekat dengan keluhan panas dan mendapat obat
panas dan antibiotic tetapi tidak ada perubahan, kemudian anak dibawa ke poli klinik haji pada
tanggal 29/09/2017 dengan keluhan sama dan tidak ada perubahan, kemudian pada tanggal
30/09/2017 jam 20.00 dengan keluhan panas dan An.v kemudian dilakukan injeksi pamol 200
mg, ceftriaxone 400 g dan pemeriksaan laboratorium dan darah lengkap dengan hasil Darah
lengkap: Hb 12,5 g/dl Lekosit 9,520 /mm3, Hematokrit 37,4%, Trombosit 246,000 mm3, Widal:
S.Typhi O Positif 1/160, S.Typhi H Positif 1/320, S.Paratyphi A-H Negatif, S.Paratyphi B-H
Negatif. anak dinyatakan typoid dan ibu memutuskan untuk rawat jalan, lalu pulang ke rumah.
Karena belum ada perubahan an. V kembali di bawa ke IGD RSUD haji pada tanggal

12
01/10/2017 jam 12:00 dengan keluhan panas 1 minggu yang lalu an. V merasa kedinginan,
pusing, tidak mau makan, mual dan mencret 5x kemudian dilakukan infus D5 1/2 NS 1300 cc/24
jam, di berikan injeksi pamol 200 g, inj.Ceftriaxone 200 mg, L.BIO 1 sachet, dan pemeriksaan
lab kemudian dokter mendiagnosa S.thypoid fever. Kemudian anak dipindah diruang Marwah
2C dengan keluhan panas.
2. Riwayat keperawatan/penyakit sebelumnya
a. Riwayat kesehatan yang lalu:
Penyakit yang pernah di derita:
Batuk/pilek, radang
Operasi
Iya, Operasi pada mata konjungtiva (pengambilan lemak susu, 2 tahun yg lalu atau tahun
2015)
Alergi
Tidak ada alergi
Status Imunisasi (Lengkap)
BCG : 2 bln DPT-3 : 4 bln
HB-0 : Campak : 9 bln
HB-1 : Polio 1 : 0 bln
HB-2 : Polio 2 : 2 bln
HB-3 : Polio 3 : 3 bln
DPT-1 : 2 bln Polio 4 : 4 bln
DPT-2 : 3 bln

Masalah Keperawatan: Hipertermi

3. Riwayat kesehatan keluarga


a. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga
Ibu pernah mengalami sakit sesak nafas
b. Lingkungan rumah dan komunitas
Ibu px mengatakan rumah disapu 4-5x/hari, ventilasi udara dibuka dari pagi hingga sore hari,
tidak ada sampah berserakan, dan lingkungan rumah sekitar bersih.
c . Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

13
Saat anak di sekolah, suka jajan chiki-chiki, ice cream, permen, dll.
d. Persepsi keluarga terhadap penyakit anak
Ibu px mengatakan, selalu mencuci tangan setiap akan menyuapi anaknya, dan selalu
membesihkan bahan masakan dengan air bersih, ketika keluarga ada yang sakit, ibu membelikan obat
bebas di apotik dan jika tidak ada perubahan ibu membawa ke klinik terdekat

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

4. Kesadaran
Compos Mentis, GCS 456
5. TTV:
Suhu : 38oC
TD : 100/60 mmHg
RR : 24 x/menit
Nadi : 120 x/menit
6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan fisik
Berat Badan Sekarang : 16, 5 kg BB Ideal = n + 9
Berat Badan Sebelum sakit : 20, 5 kg 2
Berat Badan Lahir : 2,8 kg = 16, 5 + 9 = 25,5
Tinggi Badan : 106 cm 2 2
Lingkar Kepala :- = 12, 75
Lingkar Lengan Atas :-
Lingkar Dada :-
b. Perkembangan Tiap Tahap usia anak saat : (dikaji pada anak < 2 tahun)
Berguling :- Duduk : -
Merangkak : - Berdiri : -
Berjalan :-
c. Perkembangan (sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak saat ini berdasarkan format
DDST)
Motorik Kasar: anak sudah bisa berdiri tanpa pegangan, berjalan, lari, naik tangga,
menendang bola, melompat, berdir 1 kaki.
Motorik Halus: anak sudah bisa memukul mainan dengan kedua tangan, memasukkan

14
mainan ke cangkir, menumpuk 4 mainan, menggambar garis tegak, linglar tanda
tambah, dan orang.
Bahasa: anak sudah bisa menyebutkan warna berbeda, menghitung mainan.
Personal Sosial: menyebut nama teman, memakai baju kaos, memakai baju tanpa
dibantu, bermain kartu, menyikat gigi tanpa dibantu, mengambil maknan sendiri.
d. Faktor-faktor kemungkinan yang menghambat/mengancam pertumbuhan dan perkembangan
anak (Jelaskan):
tidak ditemukan hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
e. Tahapan perkembangan Psikososial
Tahap 3 inisiatif vs kesalahan menurut Ericson: anak mampu berinteraksi dengan baik dan
anak selalu ingin tahu apa yang dilihatnya, saat anak melakukan kesalahan anak
mendengarkan nasihat orang dan hati hati dalam melakukan tindakan.
f.Tahapan perkembangan Psikoseksual
Fase phallic (Freud) anak bisa melakukan perbedaan pada pria dan wanita

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

15
7. Genogram (3 generasi)
Keterangan:
: Perempuan

: Laki laki

X : Meninggal

: Berhubungan darah

: Tinggal serumah

POLA FUNGSI KESEHATAN:

1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat


Data Subyektif:
Ibu An. V mengatakan jika anak sakit terkadang dibelikan obat di apotik. Jika belum sembuh atau
tidak ada perubahan terhadap penyakitnya ,ibu membawa anak ke klinik.

Data Obyektif:
Kulit kepala bersih, tidak ada lesi, tidak ada krepitasi

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

2. Pola Nutrisi Metabolik


Data Subyektif:
SMRS : frekuensi makan 3-4 kali sehari, porsi sedang, tidak ada alergi, anak hanya mau sayur
bayam, ikan laut dan buah
MRS : frekuensi makan 3 kali sehari, habis setengah porsi, tampak penurunan nafsu makan dan
mual dn muntah 2 kali pada pagi ini, anak mendapat makanan nasi tim, buah pisang, dan kuah,
16
setiap hari An.V minum 900ml air putih, 250 susu UHT,
Data Obyektif:
Antropometri: TB : 140 cm BB: 16,5 kg
Biokimia: Hb: 12,5 mg/dl
Hematokrit : 37,7
Clinic: rambut bersih, tidak ada rontok, kulit halus, lembab, trgor kulit baik, CRT:<2 detik,
perut kembung, bising usus 24x/menit, nyeri, mukosa kering, muntah 2x, conjungtiva pucat
Diit: Nasi tim rendah serat

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3. Pola Eliminasi Alvi & Uri


Data Subyektif:
.......SMRS : BAK 4-5 kali sehari, karakteristik bak : warna kuning jernih, bau khas urin, tidak ada
penyulit saat BAB karakteristik tidak lembek, dan cair, warna khas, dan berbau khas
....MRS : 7-10 kali sehari (pagi hari malam) 150ml/sekali bak, sering merasa haus, karakteristik
bak warna kuning jernih, bau khas urin. An. V BAB 2 setiap hari ini karakteristik bab lembek cair
150 ml tidak ada penyulit saat BAB

Data Obyektif:
Pemeriksaan fisik yang menunjang
Tidak terpasang kateter, tidak nyeri, tidak ada kemerahan pada genetalia, tidak ada benjolan pada
genetalia, CRT <2 detik, konjungtiva pucat, turgor kulit menurun, mukosa kering
Balance cairan keterangan : output
Output = input + 500 bak : 1500 ml/ hari
2100 = 1150 + 500 bab : 300 ml/hari
2100 = 1650 muntah : 300 ml/hari, total pengeluaran output 2100
= 1650-2100 keterangan : input
= - 450 air minum : 900ml/hari
Susu UHT : 250ml/hari

Masalah Keperawatan : Kekurangan Volume Cairan

4. Pola Aktifitas
Data Subyektif:
SMRS : Ibu An. V mengatakan An. V aktif dalam bermain, melakukan kegiatan secara mandiri
seperti mandi, berpakaian , makan ,berpindah
MRS : Ibu An. V mengatakan anak hanya berbaring ditempat tidur

Data Obyektif:
Gerak bebas, tidak ada tahanan, TTV: Nadi: 120 x/menit, TD: 100/60 mmHg, Suhu: 38 oC, RR :
24x/menit

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

17
5. Pola Istirahat Tidur
Data Subyektif:
SMRS : An. V tidur malam selama 9 jam, mulai dari jam 21.00 sampai dengan jam 06.00, tidak
terbangun pada malam hari, kebiasaan sebelum tidur nonton TV, tidur siang selama 4 jam, mulai
13.00-17.00 WIB . suasana tidur gelap.
MRS : Ibu An, V mengatakan saat di RS lebih banyak tidur, ibu mengatakan selalu meletakkan kain
putih diatas mata karena silau

Data Obyektif:
terdapat kain putih menutupi mata

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

6. Pola Persepsi kognitif


Data Subyektif:
SMRS : Ibu An. V mengatakan tidak ada gangguan penglihatan, pandangan, pendengaran
MRS : An, V mengatakan merasa bosan dengan keadaannya saat ini

Data Obyektif:
Anak tampak lemas, tidak bersemangat dan pucat

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

7. Pola Konsep diri


Gambaran diri
An. V berjenis kelamin perempuan, usia 5 tahun
Harga diri
(Tidak terkaji)
Ideal diri
(Tidak terkaji)
Peran diri
(Tidak terkaji)

Identitas diri
(Tidak terkaji)

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8. Pola hubungan peran

Persepsi klien tantang pola hubungan


Ibu An. V mengatakan An, V terkadang bergantung pada orang tuanya dan anak sangat dekat
dengan ibunya

Persepsi klien tentang peran dan tanggung jawab


18
Pasien belum mengerti tentang peran dan tanggung jawab

9. Pola Reproduksi Seksual


Data Subyektif:
An. V berjenis kelamin perempuan, umur 5 tahun

Data Obyektif:
Tidak ada lesi, tidak ada kemerahan pada genetalia, tidak ada nyeri, kebersihan baik

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

10. Mekanisme Koping

Kemampuan mengendalian stress


An. V mengatakan bosan dan ingin segera pulang

Sumber pendukung
Orang tua dan keluarga
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

11. Pola tata nilai dan kepercayaan


Ibu anak V mengatakan anak V beragama islam mengikuti kedua orang tuanya

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

Pemeriksaan refleks

Refleks: Fisiologis

Dekstra sinistra dekstra sinistra


+5 +5 +5 +5

Biceps triceps

Dekstra sinistra dekstra sinistra


+2 +2 +2 +2

Knee Achiles

19
Refleks Patologis

Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra


+2 +2 +2 +2

Babiski Oppenheim

Dekstra Sinistra
+2 +2

Chadok

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

Aspek sosial

A. Ekspresi Efek dan emosi : senang Sedih Menangis

Cemas Marah Diam


Takut Lain : tidak rewel

B. Hubungan dengan keluarga: akrab kurang akrab

C. Dampak hispitalisasi bagi anak:


Anak dalam tahap putus asa, yang ditandai dengan: An. V mengatakan merasa takut saat
pertama kali masuk RS dan anak merasa bosan. ketika bosan anak tidur terkadang main HP.

D. Dampak hospitalisasi pada orang tua :

Orang tua merasa cemas akan keadaan anknya. Ibu mengatakan lelah.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

20
12. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Nama : An. V
Usia : 5th
Tanggal : 02/10/2017 Jam 02.00
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Patologi
DARAH LENGKAP
Hb 12.5 g/dl 10.7 14.7
Lekosit 9.520 /mm3 4.500 13.500
Hematokrit 37.7 % 33 45
TromHbosit 246.500 /mm3 180.000 550.000
SEROLOGI
WIDAL
S. TYPHI O POSITIVE NEGATIF
S. TYPHI H POSITIVE NEGATIF
S. PARATYPHI A-H NEGATIF NEGATIF
S. PARATYPHI B-H NEGATIF NEGATIF

b. Pemeriksaan Radiologi
Nama : An. V
Usia : 5th
Tanggal : 02/10/2017
Foto : tidak dilakukan pemeriksaan radiologi
Hasil Pemeriksaan

13. Terapi dan Diet


Diet : telur, tahu, nasi kasar, dan buah
Terapi : Ceftriaxone 2 x 400mg
Parasetamol K/P
Antrain 200 gr
Lacto B 2x1
3.2 ANALISA DATA
21
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS: kuman salmonella typhi Hipertermi
Ibu An. V mengatakan badan masuk ke saluran
anaknya summer sejak gastrointestinal
kemarin
DO: bakteri masuk ke usus halus
Pasien tampak lemas, kulit dan menyebar melalui aliran
terasa hangat, mukosa bibir darah
kering, TTV: S: 38C, TD :
100/60 mmHg terjadi endotoksin dan
kerusakan sel

mempengaruhi pusat
thermoregulator di
hypothalamus

hypertermi

DS: hipoperistaltik Defisit volume cairan


Ibu pasien mengatakan An. V
badannya lemas, sering mual dan muntah
mengeluh haus
DO: anoreksia
Pasien tampak lemah, konjung
tiva pucat, nadi terasa lemah,
turgor kulit menurun, mukosa Defisit volume cairan
kering, tekanan darah
100/60mmHg

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipetermi b.d proses perjalanan penyakit
22
2. Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Cairan Aktif

23
3.4 RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Hipertermi b/d proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 1. Obesrvasi vital sign
perjalanan penyakit Jam diharapkan masalah teratsi dengan kriteria 2. Anjurkan keluarga untuk memberikan kompres
hasil: dengan rapid sponge
1. Tanda tanda vital dalam batas normal Suhu 3. Anjurkan memberikan intake yang adekuat
tubuh (36,5 - 37) 4. Anjurkan keluarga untuk memberikan baju yang
2. Menunjukkan hidrasi yang baik = tipis dan menyerap keringat
2400cc/hari 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
3. Pasien menunjukan status kenyamanan fisik antipiretik
baik
4. Tidak ada tanda tanda keparahan infeksi
Kekurangan Volume Cairan Setelah dilakukan tindakan keparwatan selama 1x24 1. Monitor tanda- tanda vital
b/d Kehilangan Volume Jam diharapkan masalah teratasi dengan kriteria 2. Berikan cairan rehidrasi oral atau cairan dingin
Cairan Aktif hasil: lain
1. Menunjukkan hidrasi yang baik = 3. Longarkan pakaian pasien
2400cc/hari 4. Berikan kompres dingin pada lipatan ketiak dan
2. Tidak terjadi keparahan hipotensi selakangan
3. Pasien menunjukan tidak terjadi keparahan 5. Monitoring intake dan output
mual dan muntah 6. Monitoring urin output
4. Nafsu makan kembali meningkat Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
5. Keseimbangan elektrolit kembali normal cairan parenteral melalui IV

24
3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tanggal/Jam Implementasi Tanggal/Jam Evaluasi TTD


2/10/2017 1. Mengobservasi tanda-tanda vital 3/10/2017 S : Ibu an. V mengatakan sudah tidak
o
J. 08.00 S : 38 C J. 06.00 panas
TD : 100/60 mmhg O : S: 36.7oC Nadi: 120x/menit RR:
RR : 24x/menit 20x/menit TD : 100/60
2. Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi Hasil intake input dan output
Mulut kering, turgor kulit kering, CRT < 2 Output = input + 500
detik,, bising usus: 24x/menit. 2100 = 1150 + 500
08.20 3. Menganjurkan memakai pakaian tipis 2100 = 1650
4. Menganjurkan untuk kompres air hangat = 1650-2100
dengan rapid sponge (aryanti, 2016) = - 450
08.30 5. Memberikan health edukasi tentang ekstra A : Masalah hipertemi dan
minum kekurangan volume cairan teratasi
6. Memberikan edukasi tentang sanitasi sebagian
makanan (wiwin, 2011) P : Intervensi di lanjutkan
08.35 7. Mengobservasi intake dan output. 1. Observasi vital sign
8. Mengkolaborasikan dengan tim medis 2. Observasi balance cairan
tentang pemberian terapi ceftriaxone input dan output
11.30 9. Berkolaborasi dengan tim medis untuk 3. Terapi diberikan sesuai advice
pemberian terapi antrain 200 gr dokter
14.00 10. Memberikan cairan parenteral: D5 NS
1300cc/24 Jam
16.00 11. Berkolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian paracetamol (bila suhu badan
18.00 >37)
20.00 12. Memberikan terapi L bio
13. Mengkolaborasikan dengan tim medis
23.00 tentang pemberian terapi ceftriaxone 2x400
gr
05.00 14. Memberikan cairan parenteral: D5 NS
06.00 1300cc/24 Jam
15. Memberikan terapi L bio
16. Mengobservasi tanda tanda vital
25
3/10/2017 4/10/2017 S : Ibu pasien mengatakan an. V
o
J. 08.00 1. Melakukan observasi TTV: S: 38 C J. 07.00 tidak panas
Nadi: 120x/menit O : keadaan umum baik, Mukosa
RR: 22x/menit bibir lembab, turgor kulit lembab,
TD : 103/70 CRT < 2 detik, konjungtiva merah
muda. Balance cairan 350. Suhu
08.05 2. Kolaborasikan dengan tim medis tentang 36.oC
pemberian terapi obat parasetamol A : Masalah Hipertermi teratasi
08.10 3. Menganjurkan memakai pakaian tipis masalah kekurangan volume cairan
4. Menganjurkan untuk kompres air hangat teratasi sebagian
dengan rapid sponge (aryanti, 2016) P : Lanjutkan intervensi
5. Memberikan health edukasi tentang ekstra 1. Observasi TTV
minum 2. Anjurkan minum banyak
12.00 6. Melakukan observasi vital sign S: 37,4 3. Memberikan health education
sanitasi makanan
14.00 7. Menganti cairan infuse D5 NS 4. Observasi intake output
8. Melakukan observasi vital sign : 5. Observasi tanda dehidrasi
S : 38 oC, nadi 120 x/menit 6. Memberikan cairan parenteral
14.10 9. Melakukan kolaborasi dengan petugas medis sesuai advis dokter
pemberian terapi parasetamol
18.00 10. Memberikan terapi obat Lacto bio pada
pasien
11. Melakukan observasi TTV : S : 37,3 oC, N :
20.00 120 x/menit
12. Melakukan observasi TTV : S : 36,8 oC, N :
05.00 125x/menit
06.00 13. Memberikan terapi Lacto Bio kepada pasien
14. Melakukan vital sign : S: 36oC, N :
120x/menit
15.

26
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. Penyakit pada
usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella type
A.B.C penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Cara pencegahan penyakit typoid yang dilakukan adalah cuci tangan setelah dari toilet dan
khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum
dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.

4.2 Saran
Dari uraian kasus yang telah disajikan maka kami dapat memberikan saran untuk selalu
menjaga kebersih lingkungan, makanan yang dikonsumsi harus hygiene dan perlunya penyuluhan
kepada masyarakat tentang typhoid fever.

27
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selecta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Nurafif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta: EGC.

Soeparman. 2007. Ilmu Penyakit Dalam Edisi I, Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka FKUI.

Sudoyo, A. W., & B. Setiyohadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta:

Penerbit FKUI.

Simanjutak, C. H. 2009. Demam Tifoid, Epidemologi dan Perkembangan Penelitian. Cermin Dunia

Kedokteran No. 83.

Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI.

28

Anda mungkin juga menyukai