Anda di halaman 1dari 7

TETANUS

- Definisi
Tetanus adalah penyakit akut yang ditandai oleh kekakuan otot dan spasme, yang
diakibatkan oleh toksin dari Clostridium tetani. Tetanus merupakan penyakit yang bisa
mengenai banyak orang, tidak mempedulikan umur maupun jenis kelamin. Ada beberapa
batasan mengenai penyakit tetanus, khususnya pada neonatus dan maternal . Tetanus pada
neonatus dan maternal , biasanya berhubungan erat dengan higiene serta sanitasi saat proses
melahirkan.
Tetanus didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot yang
mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot menyeluruh
tanpa penyebab lain, dan terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya. Neonatal
tetanus didefinisikan sebagai suatu penyakit yang terjadi pada anak yang memiliki
kemampuan normal untuk menyusu dan menangis pada 2 hari pertama kehidupannya tapi
kehilangan kemampuan ini antara hari ke 3-28 serta menjadi kaku dan spasme. Maternal
tetanus didefinisikan sebagai tetanus yang terjadi saat kehamilan sampai 6 minggu setelah
selesai kehamilan (baik dengan kelahiran maupun abortus).

- Epidemiologi
Pada negara maju angka kejadian penyakit tetanus kecil, karena angka cakupan
imunisasi sudah cukup baik. Namun pada negara yang sedang berkembang, tetanus, masih
merupakan masalah kesehatan publik yang sangat besar. Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per
tahun di seluruh dunia, dengan angka kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta angka
kematian 300.000-500.000 pertahun. Sebagian besar kasus pada negara berkembang adalah
tetanus neonatorum, namun angka kejadian tetanus pada dewasa juga cukup tinggi . Hal ini
mungkin dikarenakan program imunisasi yang tidak adekuat.
Data epidemiologi yang bisa dipercaya, mengenai kejadian tetanus di dunia, sulit
untuk didapatkan. Hal ini dikarenakan tidak dilaporkannya semua kejadian tetanus, pada
sebuah penelitian di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak hampir 25% kejadian tetanus tidak
dilaporkan. Angka kejadian tetanus di Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun 1997-2000
di Indonesia, angka kejadian tetanus 1,6-1,8 per 10.000 kelahiran hidup, dengan angka
kematian akibat tetanus neonatorum sebesar 7,9%.

- Etiologi
Clostridium tetani adalah basillus anaerobik bakteri Gram positif anaerob yang
ditenriukan di tanah dan kotoran binatang. Berbentuk batang dan memproduksi spora,
memberikan gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat.
C.tetani merupakan bakteri yang motile karena memiliki flagella, dimana menurut
antigen flagella nya, dibagi menjadi 11 strain. Namun ke sebelas strain tersebut memproduksi
neurotoksin yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen
desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora C.tetani dapat bertahan dari air
mendidih selama beberapa menit (meski hancur dengan autoclave pada suhu 121 C selama
15-20 menit) Gambar 1).

Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika menempati
tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan melepaskan toksin tetanus.
Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat mengakibatkan penyakit tetanus (dosis
letal minimum adalah 2,5 ng/kg) Faktor risiko dari tetanus adalah luka terbuka yang sering
dalam keadaan anaerob, cocok untuk berkembang biak bakteri C.tetani.

- Patogenesis
Clostridium tetani memerlukan tekanan oksigen yang rendah untuk berkembang biak
dan bermultiplikasi . Pada keadaan dimana jaringan sehat kaya oksigen, pertumbuhan dan
multiplikasi tidak terjadi dan spora dihilangkan oleh fagosit. C.tetani memproduksi 2 toksin,
tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan patogenesis penyakit .
Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin yang
mengakibatkan manifestasi dari penyakit tersebut. Toksin ini ditransportasikan secara intra
axonal menuju nuklei motorik dari saraf pusat. Sekuensi asam amino dari tetanospasmin ini
identik dengan toksin yang dihasilkan Clostridium botulism, namun pada C.botulism, toksin
tidak ditransportasikan ke susunan saraf pusat sehingga memiliki gejala klinis yang berbeda.
Tetanospasmin masuk ke susunan saraf melalui otot dimana terdapat suasana
anaerobic yang memungkinkan C.tetani untuk hidup dan memproduksi toksin. Lalu setelah
masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan ditransportasikan secara retrograde menuju saraf
presinaptik, dimana toksin tersebut bekerja. Toksin tersebut akan menghambat pelepasan
transmitter inhibisi dan secara efektif menghambat inhibisi sinyal interneuron. Tapi
khususnya toksin tersebut menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid (GABA)
yang spesifik menginhibisi neuron motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak
teregulasi dari sistem saraf motorik. Selain sistem saraf motorik, sistem saraf otonomik juga
terganggu.

- Gambaran dan Tanda Klinis


Setelah luka terkontaminasi dengan C.tetani, terdapat masa inkubasi selama beberapa
hari (7-10 hari) sebelum gejala pertama muncul . Gejala yang pertama kali muncul adalah
trismus atau rahang yang terkunci. Tetanus memiliki gejala klinik yang luas dan beragam.
Namun dapat dibagi menjadi 4 tipe secara klinik, yaitu:
1. Tetanus Generalized
Tetanus yang paling sering dijumpai . Gejalanya adalah, trismus, kekakuan otot maseter,
punggung serta bahu. Gejala lain, juga bisa didapatkan antara lain opistotonus, posisi
dekortikasi, serta ekstensi dari ekstremitas bawah
2. Localized
Gejalanya meliputi kekakuan dari daerah dimana terdapat luka (hanya sebatas daerah
terdapat luka) , biasanya ringan, bertahan beberapa bulan, dan sembuh dengan sendirinya.
Pasien kadang mengalami kelemahan, kekakuan serta nyeri pada daerah yang terkena
tetanus localized.
3. Cephalic
Tetanus cephalic meliputi gangguan pada otot yang diperantarai oleh susunan saraf
perifer bagian bawah. Biasa terjadi setelah kecelakaan pada daerah wajah dan leher.
Sering gejalanya agak membingungkan, seperti disfagia, trisnnus dan focal cranial
neuropathy. Namun dengan perjalanan penyakit dapat timbul parese wajah, disfagia serta
gangguan pada otot ekstraokular. Pada beberapa kasus tetanus cephalic mengakibatkan
tetanus ophthalmologic, supranuclear oculomotor palsy serta sindroma Horner.
4. Neonatal.
Tetanus neonatal , biasa terjadi karena proses kebersihan saat melahirkan tidak bersih.
Biasa terjadi pada minggu kedua kehidupan, ditandai oleh kelemahan dan
ketidakmampuan menyusu, kadang disertai opistotonus
Variasi gambaran klinik ini hanya menunjukkan tempat dimana toksin tersebut
bekerja, bukan bagaimana toksin tersebut bekerja. Pada tetanus sering juga disertai gangguan
otonomik berupa tekanan darah yang labil (takikardia maupun bradikardia), peningkatan
respirasi serta juga hiperpireksia.

- Diagnosis
Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya dengan berdasarkan anamnesis serta
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan kultur C.tetani pada luka hanya merupakan penunjang
diagnosis. Menurut WHO, adanya trismus, atau risus sardonikus atau spasme otot yang nyeri
serta biasanya didahului oleh riwayat trauma sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.

- Tata Laksana
Manajemen penanganan tetanus secara umum adalah suportif. Strategi utamanya
adalah menghambat pelepasan toksin, untuk menetralkan toksin yang belum terikat,
meminimalkan efek dari toksin dengan mempertahankan jalan napas yang adekuat.
Penanganan umum, sebisa mungkin tempat perawatan pasien tetanus dipisahkan, sebaiknya
ditempatkan pada ruangan khusus. Ruangan yang tenang serta terlindungi dari stimulasi taktil
dan suara. Luka yang merupakan sumber infeksi sebaiknya segera dibersihkan.
o Imunoterapi
Jika memungkinkan berikan tetanus immunoglobulin manusia (TIG) 500 unit secara IM
atau IV (tergantung sediaan) sesegera mungkin. Pemberian equine antitoksin juga bisa
untuk menginaktifkan toksin. Pemberian 10.000-20.000 U equine antitoksin dosistunggal
secara intramuskular sudah cukup, namun hati-hati reaksi anafilaktoid.
o Antibiotik
Pilihan antibiotik adalah metronidazole 500 mg setiap 6 jam (baik secara IV maupun
secara oral) selama 7 hari. Alternatif lain adalah Penicillin G 100.000-200.000
lU/kgBB/hari secara intravena, terbagi 2-4 dosis. Tetrasiklin, makrolid, klindamisin,
sefalosporin serta kotrimoksasole juga cukup efektif.
o Pengontrolan spasme otot
Benzodiazepin lebih disukai . Diazepam dapat ditingkatkan dititrasi perlahan 5 mg atau
lorazepam 2 mg, sampai tercapai kontrol spasme tanpa sedasi maupun depresi napas yang
berlebihan (maksimal 600 mg/hari). Pada anak, dosis dapat dimulai dari 0,1-0,2 mg/kg
berat badan, dinaikkan sampai tercapai kontrol spasme yang baik. Magnesium sulfat
bersama dengan benzodiazepin dapat digunakan untuk mengontrol spasme dan gangguan
autonomik dengan dosis loading 5 gram (75mg/kgBB) secara intravena, dilanjutkan
dengan dosis 2-3 gram/jam sampai spasme terkontrol. Untuk mencegah overdosis
diperlukan monitor reflek patelan Jika reflek patelar menghilang maka dosis obat harus
diturunkan. Obat lain yang dapat digunakan adalah klorpromasin (50-150 mg secara
intramuskular tiap 4-6 jam pada dewasa, atau 4-12 mg IM , tiap 4-6 jam pada anak-anak)
o Kontrol gangguan autonomik
Magnesium sulfat seperti diatas, penggunaan beta bloker, seperti propranolol, saat ini
kurang direkomendasikan karena berhubungan dengan kematian. Penggunaan labetalol
(penghambat reseptor adrenergik alfa dan beta) secara parenteral direkomendasikan pada
pasien tetanus dengan kelainan otonom yang menonjol.
o Kontrol jalan napas
Pada tetanus, kita harus benar-benar memonitor pernapasan, karena obat-obatan yang
digunakan dapat menyebabkan depresi napas, serta kemungkinan spasme laring tidak bisa
disingkirkan. Penggunaan ventilator mekanik dapat dipertimbangkan, khususnya bila
terjadi spasme, dan trakeostomi juga dapat dilakukan bila terjadi spasme karena
ditakutkan terjadi spasme laring saat pemasangan pipa endotrakeal.
o Pemberian cairan dan nutrisi
Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat membantu dalam proses penyembuhan
tetanus.

- Pencegahan
Tetanus dicegah dengan penanganan luka yang baik dan imunisasi. Rekomendasi
WHO tentang imunisasi tetanus adalah 3 dosis awal saat infan, booster pertama saat umur 4-7
serta 12-15 tahun dan booster terakhir saat dewasa. Di Amerika, CDC merekomendasikan
booster tambahan saat umur 14-16 bulan disertai booster tiap l0 tahun.
Pada orang dewasa yang menerima imunisasi saat masih anak-anak, namun tidak
mendapat booster, direkomendasikan menerima dosis imunisasi 2 kali dengan selang 4
minggu. Rekomendasi WHO, menganjurkan pemberian imunisasi pada wanita hamil yang
sebelumnya belum pernah diimuninsasi, 2 dosis dengan selang 4 minggu tiap dosisnya. Hal
tersebut untuk mencegah tetanus maternal dan neonatal

- Prognosis
Perjalanan penyakit tetanus yang cepat, menandakan prognosa yang jelek. Selain itu
umur dan tanda-tanda vital juga menunjukkan prognosis dari penyakit tetanus.

- Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas, sehingga
pada tetanus yang berat, terkadang memerlukan bantuan ventilator Kejang yang berlangsung
terus menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang panjang, serta
rhabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut. Salah satu komplikasi yang agak
sulit ditangani adalah gangguan otonom, karena pelepasan katekolamin yang tidak terkontrol.
Gangguan otonom ini meliputi hipertensi dan takikardi yang kadang berubah menjadi
hipotensi dan bradikardia. Pasien dengan tetanus juga berisiko terkena infeksi nosokomial ,
karena masa perawatan yang rata-rata agak lama. Kebutuhan nutrisi sering kurang memadai .
Pada kasus dengan spasme abdomen yang cukup berat, pemasangan kateter vena sentral
untuk nutrisi dapat dipertimbangkan, namun cara ini sulit dilakukan pada negara
berkembang. Pada negara kita, kita menggunakan terapi cairan untuk memperbaiki status gizi
dan kebutuhan hidrasi pasien.
Sumber : Ismanoe G. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV. Jakarta: Interna
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai