Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakikat manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah semata-mata
untuk taabbudi yaitu penghambaan yang penuh dengan cara beribadah hanya karena
Allah SWT. Beribadah tanpa ilmu tiada guna dan akan sia-sia. Ada tiga komponen
yang saling berkaitan satu sama lain dan sangat urgen untuk dijaga dan diamalkan
oleh seorang hamba. Tiga komponen dasar yang menjadikan sempurnanya predikat
hamba disisi tuhannya. Tiga komponen tersebut adalah Iman, Islam, dan Ihsan.
Seseorang dikatakan beriman jikalau mereka meyakini dan membenarkan
adanya Allah taala tuhan yang maha Esa, adanya Malaikat Allah, adanya Rasul,
Kitab-kitab samawi, hari Kiamat serta adanya Qadla dan Qadar. Sedangkan
seseorang dikatakan muslim ketika ia melaksanakan kewajiban dan meninggalkan
larangan agama dan dikatakan muhsin ketika seseorang dapat merasakan manisnya
beribadah serta selalu merasa diawasi oleh Allah SWT, pada ujungnya segala yang
diperbuat lillahitaala hanya karena-Nya.
Maka dari itu, mengingat betapa pentingnya tiga komponen tersebut, makalah
ini dibuat untuk terlebih dahulu mengetahui apa itu iman, islam dan ihsan, mengetahui
rukun-rukun iman dan islam, mengetahui tingkatan-tingkatan dalam iman maupun
islam, serta korelasi antarketiga komponen tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Iman, Islam, dan Ihsan?
2. Bagaimana Rukun-rukun Iman dan Islam?
3. Bagaimana tingkatan-tingkatan dalam Iman dan Islam dan pencapaian muhsin?
4. Bagaimana Korelasi antara Iman, Islam, dan Ihsan?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan


1. Pengertian Iman
Iman adalah kepercayaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa. Syahadatain(dua
persaksian: bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah kecuali Allah dan Muhammad
adalah Rasulullah) merupakan suatu pernyataan sebagai kunci dalam memasuki
gerbang Islam. Pernyataan bahwa hanya Allah (Yang Esa) satu-satunya Tuhan yang
wajib disembah, merupakan pokok ajaran yang menjadi misi segala Nabi yang pernah
diutus oleh Allah ke bumi di sepanjang sejarah kehidupan manusia.
Ar- Raghib al-Ashfahani (ahli kamus Al-quran) mengatakan, iman didalam Al-
quran terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas dibibir saja padahal
dalam hati dan perbuatannya tidak beriman, terkadang digunakan untuk arti iman
yang hanya terbatas pada perbuatannya saja, sedang hati dan ucapannya tidak
beriman dan ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini
dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan di amalkan dalam perbuatan sehari-hari.[1]
Iman itu perkataan dan perbuatan, yaitu perkataan hati dan lisan, dan perbuatan
hati, lisan, dan anggota badan. Ia bertambah karena ketaatan dan berkurang karena
maksiat, dan orang yang beriman itu bertingkat keimanannya.
Firman Allah
...
tetapi Allah menjadikanmu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah
dalam hatimu (al-hujurat: 7)
Perkataan dan perbuatan adalah makna syahadatain (persaksian tidak ada tuhan
selain Allah dan Muhammad utusan Allah), yang seseorang tidak sah memeluk agama
Islam tanpa dua kalimat syahadat ini. Ia merupakan amalan hati dengan
mengitikadkannya dan amalan lisan dengan mengucapkannya dengan segala
konsekuensi. Allah berfirman,

dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu (al- Baqarah: 143)
Yang dimaksudkan oleh imanmu dalam ayat ini adalah shalat yang dilaksanakan
dengan menghadap ke Baitul Maqdis sebelum diciptakannya perubahan kiblat.
Di sini, shalat secara keseluruhan disebut iman, karena shalat menghimpun
perbuatan hati, lisan, dan anggota badan. Nabi Muhammad SAW juga menjadikan
jihad, ibadah lailatul qadar, puasa Ramadhan, shalat tarawih, dan shalat lima waktu
sebagai iman. Ketika beliau ditanya tentang amalan yang paling utama, beliau
menjawab, Iman kepada Allah dan rasul-Nya.
Berikut ini dalil yang menunjukkan bertambah dan berkurangnya iman

supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah
ada) (al-Fath: 4)

dan kami tambahkan kepada mereka petunjuk. (al-Kahfi: 13)
adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya (at-
Taubah: 124)[2]

2. Pengertian Islam
Secara genetik kata Islam berasal dari Bahasa Arab terambil dari kata salima
yang berarti selamat sentosa. Dari kata itu dibentuk kata aslama yang berarti
menyerah, tunduk, patuh, dan taat. Kata aslama menjadi pokok kata Islam. Sebab
itu orang yang melakukan aslama atau masuk islam dinamakan Muslim. Selanjutnya
dari kata salima juga terbentuk kata silmun dan salamun yang berarti damai.
Karenanya seorang yang menyatakan dirinya muslim adalah harus damai dengan
Allah dan dengan sesama manusia.
Penyebutan orang-orang Barat terhadap Islam sebagai Moehammedanism dan
Moehamadan, bukan saja tidak tepat tetapi salah secara prinsipil (Nasrudin Razak,
1985: 55). Istilah ini mengandung arti Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan
terhadap Muhammad, sebagaimana perkataan Kristen dan Kekristenan yang
mengadung arti pemujaan terhadap Kristus.[3]
Islam artinya penyerahan diri kepada Allah, tuhan yang Maha Kuasa, Maha
Perkasa, dan Maha Esa. Penyerahan itu diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan untuk
menerima dan melakukan apa saja perintah dan larangan-Nya. Tunduk pada aturan
dan undang-undang yang diturunkan kepada manusia melalui hamba pilihan-Nya
(para rasul). Aturan dan undang-undang yang dibuat oleh Allah itu dikenal dengan
istilah Syariah. Kadang-kadang syariah itu disebut juga din(agama). Innaddina
indallahi al-islam (sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam QS. 3:19), karena
memang agama di sisi Allah ialah penyerahan yang sesunggguhnya kepada Allah.
Maka walaupun seseorang mangaku memeluk agama Islam, kalau tidak menyerah
yang sesungguhnya kepada Allah, tidak mau mematuhi suruhan dan larangannya,
belumlah dia Islam.
Dengan memasuki Islam seseorang akan selamat, damai, dan sentosa dalam
kehidupan yang seimbang lahir dan batin, dunia dan akhirat. Islam memang
mempunyai arti (selamat, damai, dan sentosa), suatu agama yang diturunkan oleh
Allah kepada segenap nabi dan rasul-Nya. Allah jua menegaskan bahwa siapa saja
yang memeluk agama selain Islam tidak akan diterima (QS. 3:85), karena itu tentulah
para nabi membawa dan memeluk ini, karena Islam memang diperuntukkan bagi
segenap manusia. Ajaran Islam itu, oleh karenanya merata, mengatur manusia dalam
segala seginya, bukan semata mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya,
melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan
lingkungannya (alam semesta).

3. Pengertian Ihsan
Ihsan, menurut kamus berasal dari kata: ahsana-yuhsinu-ihsan berarti, baik, bagus,
kebajikan atau saleh. Menurut makna istilah, seperti dikemukakan dalam hadits nabi
di permulaan tulisan ialah: engkau menyembah Allag seakan-akan engkau melihat-
Nya, dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.[4]

B. Rukun-rukun Iman dan Islam


1. Rukun Iman
a. Iman Kepada Allah
Yakni beriman kepada rububiyyah Allah Swt, maksudnya : Allah adalah Tuhan,
Pencipta, Pemilik semesta, dan Pengatur segala urusan, Beriman
kepada uluhiyyah Allah Swt, maksudnya: Allah sajalah tuhan yang berhak di sembah,
dan semua sesembahan selain-Nya adalah batil, iman kepada Nama-Nama dan Sifat-
Sifat-Nya maksudnya: bahwasanya Allah Swt, memiliki nama-nama yang mulia, dan
sifat-sifat-Nya yang sempurna serta agung sesuai yang ada dalam Al-quran dan Sunnah
Rasul-Nya.
b. Iman Kepada Malaikat-malaikat Allah
Malaikat adalah hamba Allah yang mulia, mereka diciptakan oleh Allah untuk
beribadah kepada-Nya, serta tunduk dan patuh mentaati-Nya, Allah telah
membebankan kepada mereka berbagai tugas, Diantaranya adalah : Jibril tugasnya
menyampaikan wahyu, Mikail mengurusi hujan dan tumbuh-tumbuhan, Israfil meniup
sangsakala di hari kiamat, Izrail (malaikat maut), Raqib , Atit, mencatat amal perbutan
manusia, Malik menjaga neraka, Ridwan menjaga surga, dan malaikat-malaikat yang
lain yang hanya Allah Swt yang dapat mengetahuinya.

c. Iman Kepada Kitab-kitab Allah


Allah yang Maha Agung dan Mulia telah menurunkan kepada para Rasul-Nya
kitab-kitab, mengandung petunjuk dan kebaikan. Diantaranya: kitab taurat
diturunkan kepada Nabi Musa, Injil diturunkan kepada Nabi Isa, Zabur diturunkan
kepada Nabi Daud, Shuhuf Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, Al-quran diturunkan Allah
Swt, kepada Nabi Muhammad Saw. Allah telah menjamin untuk menjaga dan
memeliharanya, karena ia akan menjadi hujjah atas semua makhluk, sampai hari
kiamat.
d. Iman Kepada Rasul Allah
Allah telah mengutus kepada maakhluk-Nya para rasul, rasul pertama adalah Nuh
dan yang terakhir adalah Muhammad Saw, dan semua itu adalah manusia biasa, tidak
memiliki sedikitpun sifat ketuhanan, mereka adalah hamba-hamba Allah yang
dimuliakan dengan kerasulan. Dan Allah telah mengakhiri semua syariat dengan
syariat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw,yang diutus untuk seluruh manusia,
maka tidak ada nabi sesudahnya.
e. Iman Kepada Hari Akhir
Yaitu hari kiamat, tidak ada hari lagi setelahnya, ketika Allah membangkitkan
manusia dalam keadaan hidup untuk kekal ditempat yang penuh kenikmatan atau
ditempat siksaan yang amat pedih. Beriman kepada hari akhir meliputi beriman
kepada semua yang akan terjadi setelah itu, seperti kebangkitan dan hisab, kemudian
surga atau neraka.[5]

f. Iman Kepada Qadha dan Qadar


Iman kepada qada dan qadar Allah adalah salah satu sendi akidah Islam. Dalam
pembicaraan sehari-hari disingkat dengan sebutan takdir (taqdir). Berbicara tentang
takdir Allah memang bukan sesuatu yang mudah. Sebab yang kita bicarakan langsung
menyangkut kehendak Tuhan terhadap makhluk-makhluk-Nya.
Beriman kepada qada dan qadar Allah adalah rukun keenam dari rukun iman.
Sebagaimana dalam jawaban Rasulullah ketika ditanya oleh Jibril tentang iman, beliau
bersabda:
Engkau beriman krpada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir,
dan engkau beriman kepada qada-Nya, yang baik maupun yang buruk. (HR.Buhkari
dan Muslim)
Seperti yang dinyatakan dalam Al-Quran surah An-Naml [27]: 65 yang artinya
katakanlah tak seorang pun di laangit maupun di bumi yang mengetahui perkara gaib
kecuali Allah.[6]
2. Rukun Islam
a. 2 Kalimat Syahadat
Dua kalimat syahadat itu adalah laksana anak kunci yang dengannya manusia masuk
ke dalam alam keselamatan (Islam). Sebagaimana keterangan Hadits Nabi : dari
Muaz berkata, aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: barangsiapa yang akhir
katanya laa ilaaha illallaah, maka dia pasti masuk surga.
Kalimat laa ilaaha illallah tersusun dalam bentuk dimulai dengan peniadaan, yaitu
tiada tuhan, baru kemudian disusul dengan suatu penegasan : melaikan Allah!. Ini
berarti bahwa seorang muslim dalam hidupnya harus membersihkan segala macam
tuhan, kepercayaan, keyakinan, aqidah, dan lain-lain sebagainya lebih dahulu. Yang
ada dalam kalbunya hanyalah satu tuhan, satu kepercayaan, satu keyakinan dan satu
aqidah ialah hanya kepada Zat yang bernama Allah s.w.t.
b. Shalat
Allah telah mensyariatkan shalat 5 waktu setiap hari sebagai hubunganantara
seorang muslim dengan Tuhannya. Didalamnya dia bermunajat dan berdoa kepada-
Nya, disamping agar menjadi pencegah bagi muslim dari perbuatan keji dan mungkar.
Dan Alah telah menyiapkan bagi yang menunaikannya kebaikan dalam agama dan
kemantapan iman serta ganjaran, baik cepat maupun lambat. Maka dengan demikian
seorang hamba akan mendapatkan ketenangan jiwa dan kenyamanan raga yang akan
membuatnya bahagia di dunia dan akhirat.
Shalat terdiri dari :
1) Shalat wajib
a) Shalat dzuhur
b) Shalat ashar
c) Shalat magrib
d) Shalat Isya
e) Shalat subuh
2) Shalat sunnah.
a) Shalat rawatib
b) Shalat dhuha
c) Shalat tahajjud
d) Shalat witir
e) Shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan
f) Shalat 2 hari raya
g) Shalat istiharah
h) Shalat tasbih[7]
c. Puasa
Puasa adalah salah satu Rukun Islam yang mulai disyariatkan pada tahun ke II
Hijriah. Kata puasa berasal dari bahasa arab yang berarti menahan ().
Jadi, puasa menurut bahasa artinya menahan. Secara Terminologi, Puasa Adalah

(menahan dari sesuatu yang membatalkan puasa dengan niat yang khusus pada seluruh
siang harinya orang yang melakukan puasa yang berakal, dan suci dari haidl dan
nifas).
Jadi, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai
terbit fajar sampai terbenam matahari disertai niat dengan syarat dan rukun yang
telah ditentukan. Sesuai firman Allah SWT :
)187 : (...

...

Artinya : makan dan minumlah hingga nyata bagimu benang putih dari benang hitam
yaitu fajar. (QS. Al-Baqarah : 187)
Adapun hukum melakukan puasa Ramadlan adalah Wajib/Fardlu Ain, sesuai firman
Allah SWT yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu
bertaqwa. (Qs. Al-Baqarah : 183).
Macam-macam puasa:
1) Puasa wajib
a) Puasa Ramadhan
b) Puasa Nazar
c) Puasa Kafarat
2) Puasa sunnah
a) Puasa 6 hari pada bulan syawal
b) Puasa hari asyura
c) Puasa pada hari arafah
d) Puasa pada bulan syaban
e) Puasa daud
f) Puasa senin-kamis
3) Puasa makruh
a) Puasa syak
b) Puasa pada hari-hari pertengahan bulan syaban
4) Puasa haram
a) Puasa pada 2 hari raya
b) Puasa pada hari tasyrik
c) Puasa sepanjang masa
d) Puasa wishal
e) Puasa khusus hari jumat[8]

d. Zakat
Menurut bahasa, zakat berasal dari kata zakatan-yuzakki-zakka artinya tumbuh,
suci, atau berkah. Menurut istilah Zakat adalah memberikan harta dengan kadar
tertentu kepada yang berhak sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Firman Allah yang memerintahkan kewajiban zakat adalah QS. An-Nisa ayat 77:

Artinya: dirikanlah shalat dan tunaikan zakat (QS. An-Nisa :77)
Macam-macam zakat:
1) Zakat fitrah
2) Zakat Maal
a) Emas, perak dan uang
b) Harta perniagaan
c) Harta pertanian
d) Hewan trnak
e) Hasil tambang
f) Barang temuan[9]
e. Haji
Rukun Islam yang ke-5 adalah menunaikan ibadah haji. Setiap orang Islam wajib
menunaikan ibadah haji bila mampu, dan dalam seumur hidupnya hanya dilakukan
sekali. Jika seseorang tidak menunaikan ibadah haji sedangkan ia mamapu, maka ia
bukanlah termasuk orang Islam.
Pengertian haji menurut bahasa dalah artinya menyengaja. Sedangkan menurut
istilah haji adalah mengunjungi makkah (kabah) untuk mengerjakan ibadah yang
terdiri dari thawaf, saI, wuquf, dan ibadah-ibadah lain sesuai dengan ketentuan haji,
guna memenuhi perintah Allah dan mengharap keridlaan-Nya.
Ibaah haji ini merupakan bagian dari syariat bagi umat-umat dahulu, semenjak Nabi
Ibrahim. Allah telah menyuruh Nabi Ibrahim a.s membangun baitul Haram di
amkkah, agar orang-orang thawaf di sekelilingnya dan menyebut nama Allah ketika
thawaf itu.

C. Tingkatan-tingkatan dalam Iman dan Islam dan pencapaian muhsin


1. Tingkatan iman
a) tingkatan iman pertama disebut dengan ilathitsu, yaitu iman yang dimiliki oleh para
malaikat, dimana tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan tidak pula
bertambah
b) tingkatan iman kedua disebut dengan iman masum yaitu iman yang dimiliki oleh para
Nabi dan Rasul Allah WST. Dimana tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan
selalu bertambah ketika wahyu datang kepadaNya.
c) Tingkatan iman ketiga disebut dengan makbul yaitu iman yang dimiliki oleh muslim
dimana iman pada tingkatan ini selalu bertambah jika mengerjakan amal kebaikan
dan akan berkurang jika melakukan maksiat.
d) Tingkatan iman yang keempat disebut iman maohuf yaitu iamn yang dimiliki oleh ahli
bidah, yaitu iman yang ditangguhkan diaman jika berhenti melakukan bidah maka
iman akan diterima, diantaranya kaum rafidhoh, atau dukun, sihir, dan sejenisnya.
e) Tingkatan iman yang kelima disebut dengan iman mardud, yaitu iman yang ditolak,
dimana iman ini yang dimiliki oleh orang-orang musyrik, murtad, munafik, kafir, dan
sejenisnya.[10]

2. Tingatan islam
a) Islam muslim
b) Muslim, adalah sebuah kata dari bahasa Arab yang berarti orangIslam atau orang yang
patuh dan tunduk menurut perintah Allah SWT.
c) Kata Muslim berasal dari kata salima yaslamu yang berarti selamat,
sentosa atau aslama yang berarti tunduk patuh atau beragama Islam. Sehingga
orang Muslim berarti orang yang patuh, taat dan berserah diri kepada sang
penciptaNYA.
d) Dari akar kata yang sama, lahir pula kata salam atau salama yang artinya memberi
salam atau menyelamatkan. Orang yang mengucapkan salam berarti mendoakan orang
lain agar selamat.

e) Islam kaffah
Ajakan untuk menjadi mumin yang kffah didengungkan Allah melalui surat Al-
Baqarah yang 208:Hai orang-orang (yang mengaku) mumin, masuklah kalian ke dalam
Islam secarakffah, dalam arti janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan,
karena dia (setan itu) adalah musuh yang nyata bagi kalian.[1]
Pengertian harfiah dari istilah kaffah adalah keseluruhan atau totalitas (totality).
Dengan demikian, menjadi mumin yang total. Dalam ayat di atas ada dua kata
perintah udkhulu (masuklah kallian), dan yang kedua adalah kata as-silm(u) yang
merupakan sinonim sari as-salam(u) yang artinya agama islam.
Dilihat dari asbabun nuzul ayat "udkhuluu fis silmi kaaffaah", Islam kaffah
itu sebenarnya berkenaan dengan aqidah. Jangan menyembah Allah dengan
setengah-setengah; kita dituntut untuk bertauhid dengan penuh totalitas.
BerIslam secara kaffah itu artinya tidak sinkretisme: mencampurbaurkan
berbagai ajaran agama.
Di luar persoalan aqidah, Islam kaffah itu masuk pada wilayah penafsiran.
Contohnya, bagi mereka yang berpandangan bahwa Islam itu mewajibkan
bentuk dan sistem ketatanegaraan tertentu, maka ber-Islam secara kaffah
artinya mendukung dan berjuang untuk menegakkan sistem dan bentuk
ketatanegaraan tsb.
Sebaliknya, bagi mereka yang bepandangan bahwa Islam tidak mewajibkan
secara syar'i akan bentuk dan sistem ketatanegaraan tertentu, maka mereka
tidak merasa berkurang ke-kaffah-an mereka dalam ber-Islam hanya karena
tidak mendukung sistem dan bentuk ketatanegaraan tertentu.
Mereka berpandangan --sesuai dengan pemahaman mereka terhadap nash--
bahwa Islam hanya memberikan petunjuk akan prinsip-prinsip tertentu yang
dapat digunakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuk dan
sistem ketatanegaraan yang dipilih ummat tidaklah menjadi soal selama
prinsip-prinsip tersebut terpenuhi.

3. Mencapai muhsin
Allah berfirman,

dan berbuat baiklah karena sesunggunya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik. (al-Baqarah: 195)

sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang


berbuat kebaikan. (an-Nahl: 128)
Dan Rasulullah SAW bersabda:
sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu. (HR
Ahmad, Muslim, Imam Empat)
Di dalam sebuah hadits diceritakan dialog Nabi Muhammad SAW, dengan
malaikat Jibril. Jibril berkata kepada beliau,
terangkan aku tentang ihsan!
Lalu beliau menjawab,
yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau
tidak melihat-Nya, maka engkau yakin benarlah bahwa Allah melihatnu. (HR
Bukhari dan Muslim)
Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam hadits tersebut bahwa iman itu
mempunyai 2 tingkat. Tingkat yang tertinggi (pertama) ialah beribadah kepada Allah
seolah-olah engaku melihat-Nya. Ini disebut maqam (kedudukan) musyahadah, yaitu si
hamba beramal menurut tuntutan penyaksiannya kepada Allah Taala dengan
kalbunya, yaitu hatinya disinari oleh iman dan mata hatinya menembus pengetahuan
sehingga jadilah yang gaib itu seperti kenyataan. Dan inilah hakikat maqam ihsan.
Kedua, maqam muraqabah, yaitu si hamba melakukan ibadah dengan merasa diawasi
oleh Allah serta ia selalu merasa dekat dengan-Nya. Bila perasaan si hamba dalam
melakukan semua amal adalah seperti itu, dan dia beramal dengan perasaan seperti
itu, maka amalnya akan tulus karena Allah. Perasaan hati yang demikian akan
mencegahnya berpaling kepada selain Allah. Para ahli kedua maqam ini memiliki
tingkat berbeda-beda, sesuai dengan ketajaman hatinya.[11]
Adapun tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tingkat At-taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajad yang berbeda-beda.
2. Tingkat Al-bir, yaitu tingkat menengah dengan derajat yang berbeda-beda.
3. Tingkat Al-ihsan, yaitu tingkat paling atas dengan derajat yang berbeda-beda.
Tingkat taqwa
Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka
yang masuk kategori Al-muttaqin, sesuai dengan derajad ketaqwan masing-masing.
Taqwa akan menjadi sempurna dengan menjalankan semua perintah Allah dan
menjauhi serta meninggalkan segala apa yang dilarangNya, hal ini berarti
meninggalkan salah satu perintah Allah saja dapat mengakibatkan sangsi, dan
melakukan salah satu laranganNya saja adalah dosa. Dengan demikian puncak taqwa
adalah menjalankan semua perintah Allah serta menjauhi segala laranganNya.
Namun ada satu hal yang harus dipahami dengan benar, yaitu bahwa Allah Swt. Maha
mengetahui mengetahui keadaan hamba-hambaNya yang memiliki berbagai
kelemahan, yang dengan kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh
karena itu Allah membuat satu cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara bertobat dan
pengampunan. Melalui hal tersebut, Allah akan mengampuni hambaNya yang berdosa
karena kelalaiannya dari menunaikan hak-hak taqwa. Sementara itu, ketika seorang
hamba naik peringkat puncak taqwa, boleh jadi ia akan naik peringkatnya pada
peringkat bir atau ihsan. Peringkat ini disebut martabat taqwa, karena amalan-amalan
yang ada pada derajat ini membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang
dilakukannya. Adapun derajat yang paling rendah dari peringkat ini adalah derajat
dimana seseorang menjaga dirinya dari kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman
yang benar dan diterima oleh Allah Swt.
Tingkat Al-bir
Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategoi Al-abror, hal ini
sesuai dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah
sunnah serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah Swt. hal ini dilakukan
setelah mereka melakukan hal yang wajib, yakni yang ada pada peringkat At-taqwa.
Peringkat ini disebut derajat Al-bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan
perluasan pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuai sifatnya semata-mata untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan dari batasan-batasan yang
wajib serta yang di haramkanNya. Amalan-amalan ini tidak diwajibkan oleh Allah
kepada hambaNya, tetapi perintah itu bersifat anjuran, sekaligus terdapat janji pahala
didalamnya.
Akan tetapi mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam
tingkatan Al-bir, kecuali mereka telah melaksanakan peringkat yang pertama, yaitu
peringkat taqwa. Karena melaksanakan hal yang pertama menjadi syarat mutlak
untuk naik keperingkat yang selanjutnya.
Dengan demikian,barang siapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan
sedang ia tidak mengimani unsure-unsur kaidaah iman dalam ihsan, serta tidak
terhindar dari siksaan neraka , maka ia tidak dapat masuk kedalam peringkat ini. (Al-
bir). Allah Swt. telah berfirman,
Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebaikan itu adalah taqwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan
bertaqwalah kepada Allah agar kalian beruntung. (Qs. Al-baqarah: 189).
ya tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada
iman, yaitu berimanlah kamu kepada tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya tuhan
kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-
kesalahan kami dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang banyak berbuat
baik. (Al-imran: 193) .

Tingkat ihsan
Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun,
mereka adalah orang yang telah melewati tingkat pertama dan kedua (peringkat At-
taqwa dan Al-bir).
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna, maka kita akan
mendapatkan kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu : Pertama, ihsan adalah
kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keiklasan dan jujur dalam beramal.
Kedua, ihsaan adalah sensntiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat
mendekat diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu yang diridhaiNya dan
dianjurkan untuk melaksanakannya.
Untuk dapat naik kemartabat ihsan dalam segala amal , hanya bisa dicapai melalui
amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah Swt. serta
dilakukan atas dasar mencari ridha Allah Swt.

D. Korelasi antara Iman, Islam, dan Ihsan


Dimensi-dimensi Islam berawal dari sebuah hadits yang meriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim yang dimuat dalam masing-masing kitab sahihnya yang
menceritakan dialog antara Nabi Muhammad SAW dengan malaikat Jibril tentang
trilogy ajaran Ilahi:
Nabi Muhammad SAW keluar dan (berada di sekitar sahabat) seseorang datang
menghadap beliau dan bertanya: Haai Rasul Allah, apakah yang dimaksud dengan
iman? beliau menjawab: Iman adalah engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, para utusan-Nya, dan percaya kepada
kebangkitan. Laki-laki itu kemudian bertanya lagi: apakah yang dimaksud dengan
Islam? beliau menjawab: Islam adalah engaku menyembah Allah dan tidak musyrik
kepada-Nya, engkau tegakkan salat wajib, engkau tunaikan zakat wajib, dan engkau
berpuasa pada bulan Ramadhan. Laki-laki itu kemudian bertanya lagi: apakah yang
dimaksud dengan ihsan? Nabi Muhammad SAW menjawab: engkau sembah Tuhan
seakan-akan engkau melihat-Nya; apabila engaku tidak melihat-Nya, maka (engkau
berkeyakinan) bahwa Dia melihatmu(Buhkari, I, t.th: 23).
Hadits di atas memberikan ide kepada umat Islam sunni tentang rukun iman yang
enam, rukun Islam yang lima, dan penghayatan terhadap Tuhan Yang Maha hadir
dalam hidup. Sebenarnya, ketiga hal itu hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat
dipisahkan. Antara yang satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan.
Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak abash tanpa
iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa
iman, dan iman juga mustahil tanpa Islam. Dalam penelitian lebih lanjut, sering terjadi
tumpang tindih antara tiga istilah tersebut: dalam iman terdapat Islam dan ihsan;
dalam Islam terdapat iman dan ihsan, dan dalam ihsan terdapat iman dan Islam. Dari
situlah, Nurcholish Madjid (1994: 463) melihat iman, Islam, dan ihsan sebagai trilogi
ajaran Ilahi.
Ibnu Timiah menjelaskan bahwa din itu terdiri dari tiga unsure, yaitu iman, Islam, dan
ihsan. Dalam tiga unsure itu terselip makna kejenjangan (tingkatan): orang yang
memulai dengan Islam, kemudian berkembang kea rah iman, dan memuncak dalam
ihsan.
Rujukan Ibnu Taimiah dalam mengemukakan pendapatnya adalah surat al-Fathir [35]
ayat 32: kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di
antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka
sendiri; dan di antara mereka ada yang pertengahan; dan di antara mereka ada pula
yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah
Di dalam al-Quran dan terjemahnya yang diterbitkan Departemen Agama dijelaskan
sebagai berikut: pertama, orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri (fa minhum
zalim li nafsih) adalah orang-orang yang lebih banyak kesalahannya daripada
kebaikannya; kedua, orang-orang pertengahan (muqtashid) adalah orang-orang
yang antara kebaikan dengan kejelekannya berbanding; dan ketiga, orang-orang yang
lebih dulu berbuat keaikan (sabiq bi al-khairat) adalah orang-orang yang
kebaikannya amat banyak dan jarang melakukan kesalahan.
Dengan penjelasan yang agak berbeda, Ibnu Taimiah menjelaskan sebagai berikut:
pertama, orang-orang yang menerima warisan kitab suci dengan mempercayai dan
berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, namun masih melakukan perbuatan-
perbuatan zaim, adalah orang yang baru ber-islam, suatu tingkat permulaan dalam
kebenaran; kdua, orang yang menerima warisan kitab suci itu dapat berkembang
menjadi seorang mukmin, tingkat menengah, yaitu orang yang telah sedang-sedang
saja; ketiga, perjalanan mukmin itu (yang telah terbatas dari perbuatan zalim)
berkembang perbuatan kebajikannya sehingga ia menjadi pelomba (sabiq) perbuatan
kebajikannya; maka ia mencapau derajat ihsan. orang yang telah mencapai tingkat
ihsan, kata Ibnu Taimiah, akan masuk surge tanpa megalami azab.
Imam al-Syahrastani dalam kitabnya, al-milal wa al-hilal, menjelaskan bahwa islam
adalah menyerahkan diri secara lahir. Oleh akrena itu, baik mukmin maupun munafik
adalah Muslim. Sedangkan iman adalah pemebanaran terhadap Allah, para utusan-
Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan menerima qadla dan qadar. Integrasi antara
Islam dan iman adalah kesempurnaan (al-Kamal). Atas dasar penjelasan itu, al-
Syahrastani juga menunjukkan bahwa islam adala mabda (pemula); iman adalah
menengah (wasath); dan ihsan adalah kesempurnaan (al-kamal).[12]
Islam, Iman & Ihsan adalah satu kesatuan yg tidak bisa dipisahkan satu dengan
lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan tersebut
kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan
pelaksanaan rukun Islam dilakukan dangan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri
kepada Allah.
Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama
mengelompokkannya lewat 3 cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa praktek
amal lahiriyah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai perbuatan amal lahiriyah
manusia sebagai hamba Allah. Iman dipelajari melalui ilmu Tauhid (teologi) yg
menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari ihsan
sebagai tata cara beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.[13]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Menurut Awaiyatu khoirunnisa
Iman yang sebenarnya adalah hakikat yang tersusun dari: (1) pemahaman
tentang semua perkara yang dibawa oleh Rasulullah dari segi pengetahuan (2)
pembenaran terhadap semua itu dalam bentuk akidah (3)pengakuan terhadap semua
itu dalam bentuk ucapan (yaitu syahadat) (4) ketaatan terhadap semua itu dalam
bentuk cinta dan ketundukan (5) pengamalan terhadap semua itu secara lahir dan
batin (6) melaksanakan dan menyerukaan semua itu sesuai kemampuan.
Dalam iman terdapat terdapat 5 tingkatan yaitu tingkatan iman pertama disebut
denganilathitsu, tingkatan iman kedua disebut dengan iman masum, Tingkatan iman
ketiga disebut dengan makbul, Tingkatan iman yang keempat disebut iman maohuf,
Tingkatan iman yang kelima disebut dengan iman mardud.
Islam adalah engkau bersaksi tiada tuhan selain allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan
menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika telah mampu menunaikannya.

[1] Kaelany, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, PT Bumi Aksara,


Jakarta, 2005, hlm.41.
[2] Syekh Hafizh Hakimi, 200 Tanya Jawab Akidah Islam, Gema Insani Press,
Jakarta, 1998, hlm: 37-39
[3] Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam, Rajawali Pers, Jakarta,
2012, hlm: 71-72
[4] Syekh Hafizh Hakimi, 200 Tanya Jawab Akidah Islam, Gema Insani Press,
Jakarta, 1998, hlm: 193.

[5] http://serbamakalah.blogspot.com/2013/02/iman-islam-ihsan.htmlDiakses tanggal 14-03-15, 05:24 PM

[6] Didik Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam, Rajawali Pers, Jakarta,
2012, hlm: 195&205
[7] Sadullah Rauyan, Risalah, BPPMNU Banat, Kudus, 2007, hlm:

[8]Sutoyo, Fiqih, Al-Kautsar, jepara, 2007, hlm: 18-28


[9]Ibid, hlm: 44-46
[10] http://basicartikel.blogspot.com/2013/07/materi-kultum-5-tingkatan-iman-
manusia.html. Diakses tanggal 14-03-15, 05:45 PM

Syekh Hafizh Hakimi, 200 Tanya Jawab Akidah Islam, Gema Insani Press,
[11]
Jakarta, 1998, hlm: 193-195.
[12] ATang ABD. Hakim, Metodologi Studi Islam, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1999, hlm: 149-152
[13] http://www.mozaikislam.com/608/pengertian-dan-hubungan-antara-iman-
islam-dan-ihsan.htm

Anda mungkin juga menyukai