Anda di halaman 1dari 67

Laporan Akhir

Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun


2003

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR PETA vi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan dan Sasaran 3
1.3 Deskripsi Pekerjaan 5
1.4 Hasil Yang Diharapkan 7
1.5 Sistematika Pembahasan 7

BAB II TINJAUAN KEBIJAKSANAAN DAN RENCANA TATA


RUANG WILAYAH
2.1 Kebijaksanaan Umum Perencanaan Tata Ruang 9
2.1.1 Fungsi dan Peran Wilayah 9
2.1.2 Keseimbangan Ekologi Kota 10
2.1.3 Kebijaksanaan Optimasi Pemanfaatan Ruang Kota 12
2.2 Rencana Struktur Tata Ruang 13
2.2.1 Rencana Fungsional Kota Blitar 13
2.2.2 Rencana Struktur Pusat Pelayanan 14
2.3 Rencana Pemanfaatan Ruang Kota 15
2.4 Rencana Sistem Transportasi 20
2.5 Rencana Sistem Utama Jaringan Utilitas Drainase 25

BAB III DESKRIPSI WILAYAH STUDI


3.1 Kondisi Sistem Drainase 26
3.2 Kondisi Saluran Drainase 30

ii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

3.2.1 Sistem Drainase Eksisting Kota 30


3.2.2 Tipe Saluran 33
3.2.3 Tipe Konstruksi 33
3.2.4 Dimensi Saluran 42
3.3 Kondisi Hidrologi 43
3.3.1 Curah Hujan Rata-rata 43
3.4 Daerah Genangan Air 46

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI SALURAN DRAINASE


4.1 Analisa Hidrologi 50
4.1.1 Curah Hujan Rata-rata (R) 51
4.1.2 Perhitungan Curah Hujan Rancangan 51
4.1.3 Time Concentration Analysis (Tc) 52
4.1.4 Penentuan Intensitas Curah Hujan (I) 53
4.1.5 Prakiraan Debit Banjir (Qt) 53
4.2 Analisa Hidrolika 64
4.2.6 Kapasitas Maksimum Saluran Drainase (Q) 64
4.2.7 Evaluasi Kapasitas Saluran Drainase 74
4.3 Penanggulangan Masalah 83

BAB V KESIMPULAN DAN ARAHAN PENANGANAN


5.1 Umum 92
5.2 Arahan Penanganan Saluran 93
5.3 Alternatif Penanganan Tambahan 106
5.4 Pelestarian Hutan Kota 109
5.5 Master Plan Drainase Kota Blitar 110
5.5.1 Rencana Sistem Drainase Kota Blitar 110
5.5.2 Rekomendasi 111
5.5.3 Tahapan Pelaksanaan 112

LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Panjang, Lebar dan Keadaan Saluran Drainase Kota Blitar 30
Tabel 3.2 Kondisi Permasalahan Saluran Drainase Kota Blitar 34
Tabel 3.3 Data Curah Hujan Rata-rata Per Tahun 44
Tabel 3.4 Daerah Genangan Air 48
Tabel 4.1 Perkiraan Jumlah Penduduk Kota Blitar 55
Tabel 4.2 Perkiraan Kepadatan Penduduk Kota Blitar 56
Tabel 4.3 Debit Air Hujan dan Air Buangan Rumah Tangga 58
Tabel 4.4 Nilai Kapasitas Maksimum Saluran Drainase 65
Tabel 4.5a Evaluasi Kapasitas Saluran Terhadap Debit Banjir Rencana
(Saluran Sebelah Kiri) 75
Tabel 4.5b Evaluasi Kapasitas Saluran Terhadap Debit Banjir Rencana
(Saluran Sebelah Kanan) 79
Tabel 5.1 Arahan Penanganan Pembuatan Saluran Drainase Baru 94
Tabel 5.2 Arahan Penanganan Perubahan Dimensi Saluran 95
Tabel 5.3 Arahan Penanganan Normalisasi Saluran 100
Tabel 5.4 Arahan Penanganan Pembuatan Saluran Pintas 101
Tabel 5.5 Arahan Penanganan Pembuatan Bangunan Penunjang 101
Tabel 5.4 Arahan Perubahan Fungsi Saluran Drainase 102
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Jl. Melati Jl. Sedap Malam 84


Gambar 2 : Jl. Merdeka Jl. Anggrek Jl. Mastrip 85
Gambar 3 : Jl. Jati Jl. Widuri Jl. Delima 86
Gambar 4 : Terminal Bus - Jl. Palem 87
Gambar 5 : Jl. A. Yani Jl. Enggano 88
Gambar 6 : Jl. Madura Jl. Kalimantan 89
Gambar 7 : Jl. Letjen Suprapto Jl. Palem 90
Gambar 8 : Jl. Wahidin Jl. Kartini Jl. Anjasmoro 91
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

DAFTAR PETA

Peta Wilayah Perencanaan 6


Peta Jaringan Jalan Eksisting 24
Peta Jaringan Drainase Eksisting 29
Peta Stasiun Amatan 45
Peta Daerah Genangan 49
Peta Penyebaran Catchment Area 113
Peta Rencana Sistem Drainase 114
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tujuan
dan Sasaran Deskripsi
Pekerjaan Hasil Yang
Diharapkan

Sistematika Pembahasan

1.1 LATAR BELAKANG

Dengan semakin berkurangnya daerah terbuka di kawasan perkotaan

yang dapat difungsikan sebagai lahan peresapan air dan didukung pula

oleh menurunnya kondisi saluran drainase baik kapasitas, sistem operasi

maupun pengelolaannya telah menyebabkan timbulnya berbagai masalah

di sektor drainase. Apalagi dengan penurunan permukaan tanah secara

tidak langsung akan menimbulkan penambahan beban pada sektor

drainase.

Demikian halnya dengan kondisi di Kota Blitar dalam beberapa tahun

terakhir mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan

vii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

dinamika masyarakatnya dan kewenangan yang diberikan pada

pemerintah Kota Blitar untuk membangun kotanya secara mandiri.

Perkembangan dan pertumbuhan Kota Blitar membawa dampak ke

seluruh kota, sehingga diperlukan penataan dan perencanaan secara

menyeluruh bahkan agar diperoleh kondisi kota yang optimal maka

diperlukan rencana terperinci, dan salah satunya adalah penyusunan

Master Plan Drainase Kota Blitar.

Kebutuhan akan prasarana wilayah di Kota Blitar yang semakin meningkat

seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang sampai tahun 2003

mencapai 128,216 jiwa yang berdampak pada berkurangnya lahan

kosong/resapan air sebagai lahan terbangun, pada dasarnya sangat

membutuhkan penanganan yang lebih intensif dari pihak pemerintah

kota. Bentuk penanganan tidak hanya dalam bentuk penanganan

konstruksi bangunan namun lebih dari itu, salah satunya adalah faktor

perencanaan dimana faktor perencanaan merupakan faktor urgensi dan

mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkat keberhasilan

system

prasarana yang akan diterapkan. Seperti halnya berbagai problema yang

sering dialami oleh kota-kota besar di Indonesia, terjadinya banjir dan

longsor menunjukkan kekurangcermatan proses perencanaan yang

dilakukan.

viii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Kota Blitar mempunyai luas 3.257,83 Ha dengan letak geografis pada

ketinggian 150 - 200 mdpl dan berada pada lokasi hulu, mempunyai

resiko yang besar dalam menimbulkan banjir/genangan air bagi kota-kota

yang berada disekitarnya maupun pada daerah-daerah yang mempunyai

relief cekungan di Kota Blitar. Apalagi kondisi klimatologi Kota Blitar yang

cenderung bercurah hujan tinggi (mencapai 1226,86 mm/th)

menyebabkan Kota Blitar harus mempunyai system saluran pembuangan

air (drainase) yang memadai.

Selain kondisi diatas yang melatarbelakangi perlunya disusun Master Plan

Drainase, ada beberapa hal yang secara spesifik menyebabkan

disusunnya master plan ini yaitu :

- Masih kurang jelasnya komponen-komponen system drainase yang ada

sebagai konsekuensi pengalihan fungsi system irigasi;

- Kurang atau tidak layaknya dimensi saluran drainase saat ini;

- Kurangnya perawatan / perbaikan komponen system drainase yang

ada;

- Kurangnya sumber daya manusia untuk perawatan.

1.2 TUJUAN DAN SASARAN

Penyusunan Master Plan Drainase Kota Blitar bertujuan untuk memberikan

landasan dan pedoman bagi pembangunan dan pengembangan jaringan

ix
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

drainase yang terpadu serta sebagai landasan bagi proses analisa

penyusunan master plan secara lebih sempurna baik dalam tahap

pengumpulan data, pengolahan data maupun pemanfaatan data.

Sedangkan sasaran yang harus dilaksanakan untuk menyusun master plan

drainase sebagaimana yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Peninjauan kembali terhadap kebijakan dan rencana pembangunan

Kota Blitar yang terkait dengan pengembangan dan pembangunan

saluran pembuangan air (drainase);

2. Pengidentifikasian kondisi wilayah perencanaan terhadap aspek fisik

dan sosial dengan menekankan proses identifikasi terhadap kondisi

prasarana drainase (up dating data).

3. Penentuan konsep-konsep pelaksanaan studi mulai dari pendekatan

yang digunakan, variabel amatan yang akan dikaji, metodologi yang

akan dipakai sampai pada proses aplikasi metode untuk menganalisis

variable amatan.

4. Penyusunan rencana tindak terkait dengan penentuan tim pelaksana

studi, jadwal pelaksanaan studi, sistem pelaksanaan kerja tim dan

urutan prioritas penyusunan master plan.

5. Pengumpulan beberapa dokumen awal berupa data-data primer yang

berguna sebagai petunjuk proses pelaksanaan survey baik primer

maupun sekunder.

x
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

1.3 DESKRIPSI PEKERJAAN

Pelaksanaan kegiatan penyusunan Master Plan Drainase Kota Blitar tetap

mengacu pada TOR yang yang ada. Studi tersebut dilaksanakan di Kota

Blitar dengan batas-batas administratif adalah:

Sebelah Utara : Kec. Nglegok dan Kec. Garum, Kabupaten Blitar

Sebelah Selatan : Kec. Sanankulon, Kabupaten Blitar

Sebelah Barat : Kec. Sanankulon dan Kec. Nglegok, Kabupaten Blitar

Sebelah Timur : Kec. Kanigoro, Kabupaten Blitar

Orientasi wilayah perencanaan dapat dilihat pada peta


berikut.

Pelaksanaan studi dititikberatkan pada penanganan masalah sistem

drainase dan pengembangan jaringan drainase terpadu. Adapun kawasan

yang menjadi orientasi utama yaitu pada:

a. Kawasan banjir/genangan air

b. Kawasan buangan air domestik dan non

domestik c. Kawasan strategis

Untuk mengatasi permasalahan di tersebut, laporan akhir yang merupakan

tahap perencanaan akan membahas tentang: (1) kajian terhadap

kebijakan, karakteristik wilayah studi, dan hasil analisa; (2) perencanaan

dan pengembangan saluran; (3) penentuan bentuk dan tipikal saluran

yang tepat.

xi
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Peta wilayah perencanaan

xii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

1.4 HASIL YANG DIHARAPKAN

1. Penentuan alternative penanganan terhadap saluran yang bermasalah.

Penentuan alternative penanganan ditekankan terhadap lokasi

genangan dan saluran yang mempunyai debit dibawah kapasitas

maksimum.

2. Perencanaan Sistem Drainase.

Perencanaan system saluran merupakian perencanaan terhadap rute

dan tata letak saluran sesuai dengan kondisi topografi/kontur daerah

setempat.

1.5 SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Laporan Akhir Penyusunan Master Plan Drainase Kota Blitar

disusun dengan sistematika sebagai berikut :

1. Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang diperlukannya penyusunan master plan,

tujuan dan sasaran penyusunan, deskripsi kegiatan yang akan

dilaksanakan, metodologi dan sistematika pembahasan.

xiii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

2. Tinjauan Kebijaksanaan dan Rencana Tata Ruang Wilayah

Merupakan tinjauan terhadap kebijakan dan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Blitar terkait dengan arahan pembangunan jaringan

drainase di Kota Blitar.

3. Deskripsi Wilayah Studi

Berisi tentang kondisi dan permasalahan sistem drainase pada wilayah

studi, sistem pengaliran dan saluran drainase

4. Analisa dan Evaluasi Saluran Drainase

Berisi tentang analisis kebutuhan sistem drainase, analisis teknis terkait

dengan analisa hidrologi dan hidrolika, evaluasi kapasitas saluran, dan

penyelesaian masalah terjadinya genangan air.

5. Kesimpulan dan Arahan Penanganan

Berisi tentang kesimpulan dari analisa dan evaluasi data-data serta

arahan penanganan permasalahan saluran drainase dibawah kapasitas

maksimum, arahan penanganan pada lokasi genangan serta rencana

sistem drainase Kota Blitar.

xiv
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Berisi tentang arahan penanganan permasalahan saluran drainase

dibawah kapasitas maksimum, arahan penanganan pada lokasi

genangan serta rencana pengembangan saluran termasuk penentuan

tipikal/model saluran yang ideal.

6. Rencana Pengembangan Sistem Drainase

Berisi tentang rencana pengembangan system drainase Kota Blitar

meliputi rencana pengambangan saluran termasuk penentuan

tipikal/model saluran yang ideal.

xv
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

BAB 2
TINJAUAN KEBIJAKSANAAN DAN
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
Kebijaksanaan Umum Perencanaan Tata
Ruang
Rencana Struktur Tata Ruang
Rencana Pemanfaatan Ruang Kota
Rencana Sistem Transportasi
Rencana Sistem Utama Utilitas
Drainase

2.1 KEBIJAKSANAAN UMUM PERENCANAAN TATA RUANG

Dalam rangka penyusunan Master Plan Drainase Kota Blitar, maka

pelaksanaan studi ini diupayakan agar dapat mempertimbangkan

beberapa aspek kebijaksanaan yang terkait dengan fungsi dan peran

wilayah, khususnya keseimbangan ekologi dan optimasi ruang yang

meliputi :

2.1.1 Fungsi dan Peran Wilayah

Kota Blitar yang terletak pada Satuan Wilayah Pengembangan (SWP)

Kediri dan sekitarnya ditujukan pada kegiatan perdagangan (koleksi dan

distribusi), jasa komersil, keuangan, industri pengolahan dan pelayanan

umum lainnya. Kota Blitar mempunyai peran penting bagi Jawa Timur, hal

ini dapat dilihat dari sumbengan yang diberikan terhadap Produk

xvi
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003
Domestik

xvii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur, yaitu sebesar 0,43 % pada periode

Tahun 1993 1997. Kedudukan seperti ini sangat memberikan

keuntungan yang besar bagi Kota Blitar dalam lingkup regional serta

adanya potensi-potensi yang dimiliki menyebabkan peran Kota Blitar akan

semakin penting bagi Jawa Timur, terutama dalam sektor industri,

perhubungan dan perdagangan, hotel dan restoran.

2.1.2 Keseimbangan Ekologi Kota

Kota Blitar yang berperan dalam skala regional maupun nasional

mempunyai tingkat perkembangan kota yang sangat tinggi dengan

terjadinya berbagai perubahan guna lahan dari kawasan non terbangun

ke kawasan terbangun. Bila hal ini berlangsung secara terus menerus

maka akan mengakibatkan berkurangnya ketersediaan lahan non

terbangun dan akan berdampak pada terganggunya keseimbangan

ekologis serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Kebijaksanaan

yang dilakukakan dalam upaya menjaga keseimbangan ekologi Kota Blitar

adalah dengan memantapkan fungsi kawasan perlindungan yang telah

ditetapkan, baik yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan setempat,

kawasan lindung perlindungan bawahannya dan kawasan rawan bencana.

Dengan menjaga keserasian antara pengembangan secara optimal

kawasan budidaya dengan memperhatikan fungsi lindung serta

mendasarkan pola pembangunan yang berpedoman pada prinsip Lestari,

Optimal, Serasi dan

xvii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Seimbang (LOSS). Untuk itu diharapkan pembangunan berkembang sesuai

dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Maka arahan

pengendalian pembangunan yang perlu dilakukan antara lain :

1. Pengendalian akan kemungkinan adanya dampak pengembangan

kawasan industri terhadap pengembangan kawasan budidaya dan non

budidaya.

2. Pengendalian kegiatan industri yang dapat mengundang pemusatan

pemukiman baru.

3. Pengendalian kegiatan pemukiman yang dapat mengundang

pemusatan pemukiman baru di sekitar kawasan pengembangan jalan

arteri.

4. Pengendalian terhadap penggunaan lahan pertanian ke non


pertanian.

5. Kawasan yang mempunyai fungsi sebagai kawasan lindung harus

dikembangkan sebagai jalur hijau kota, kawasan penyangga, penyedia

oksigen dan sebagai kawasan pembatas lahan konservasi.

6. Kawasan dengan topografi beragam diperlukan kebijaksanaan

perencanaan sebagai berikut:

a. Pada kawasan terbangun kota, harus disediakan ruang terbuka

hijau (RTH) dengan ketentuan:

Kawasan berkepadatan tinggi minimum disediakan area 10%;

Kawasan berkepadatan sedang minimum disediakan area 15%;

Kawasan berkepadatan rendah minimum disediakan area 20%.

xviiixviii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

b. Harus mempertimbangkan besaran koefisien dasar bangunan (KDB)

dan koefisien lantai bangunan (KLB) sesuai dengan sifat dan

penggunaan tanah.

c. Menyediakan sumur resapan air untuk menampung buangan air

hujan dari saluran darinase.

7. Ruang terbuka hijau diluar kawasan terbangun harus dicadangkan

minimum 30% dari luas total wilayah.

8. Untuk kawasan industri, harus disediakan RTH dengan ketentuan KDB

maksimal 50% dan sisanya untuk sirkulasi dan RTH dengan jenis

tanaman yang mampu berfungsi sebagai zona penyangga.

2.1.3 Kebijaksanaan Optimasi Pemanfaatan Ruang Kota

Sesuai dengan karakteristik Kota Blitar, maka kegiatan di kawasan

perkotaan cenderung lebih intensif dibandingkan dengan kawasan

disekitarnya, sehingga diperlukan kebijaksanaan optimasi pemanfaatan

lahan kota di Kota Blitar adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan lahan untuk kegiatan permukiman, industri dan

perdagangan tidak diarahkan pada lahan-lahan produktif/subur

khususnya lahan pertanian.

2. Pengendalian peruntukan lahan pada kawasan pusat-pusat kota,

terutama disepanjang jalan arteri/kolektor primer dan kota-kota kecil

yang sedang tumbuh pesat.

xixxix
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

3. Kebijaksanaan pemanfaatan lahan perkotaan berpedoman kepada

arahan kebijaksanaan Rencana Tata Ruang yang telah disusun.

2.2 RENCANA STRUKTUR TATA RUANG

Peninjauan terhadap rencana struktur Kota Blitar bertujuan untuk

mengetahui kegiatan-kegiatan kota secara efektif, efisien, serasi dan

merata agar nantinya penetapan rencana pembangunan dan

pengembangan sistem drainase di Kota Blitar dapat sesuai dengan

karakteristik wilayah dan pola kegiatan yang ada.

2.2.1 Rencana struktur fungsional Kota Blitar

Rencana struktur fungsional Kota Blitar sangat berhubungan erat dengan

peran dan fungsi Kota Blitar yang akan dikembangkan secara umum

mempunyai fungsi utama sebagai berikut :

Sebagai pusat kegiatan yang membentuk suatu wilayah pelayanan

tertentu

Sebagai simpul jasa perhubungan yang mencakup kegiatan

pengumpulan, produksi maupun pemasaran

Sebagai tempat fungsi tertentu yang didasarkan pada suatu kegiatan

dominan.

xxxx
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

2.2.2 Rencana Struktur Pusat Pelayanan

Struktur pelayanan di Kota Blitar direncanakan sesuai dengan penempatan

kegiatan-kegiatan fugsional kota dengan menetapkan pusat kota dan

BWK, meliputi :

1. BWK I

Merupakan kawasan pusat kota dengan kegiatan utamanya pada

bidang perumahan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, perdagangan

dan jasa, perkantoran, terminal lokal, Stasiun KA, jalur hijau.

2. BWK II

Kegiatan utamanya pada bidang perumahan, pendidikan, kesehatan,

peribadatan, perdagangan dan jasa, perkantoran, konservasi.

3. BWK III

Kegiatan utamanya pada bidang perumahan, pendidikan, peribadatan,

perdagangan dan jasa, terminal, olah raga, industri kecil, konservasi.

4. BWK IV

Kegiatan utamanya pada bidang perumahan, pendidikan, kesehatan,

peribadatan, perdagangan dan jasa, konservasi.

xxixxi
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

2.3 RENCANA PEMANFAATAN RUANG KOTA

Pembahasan mengenai pemanfaatan ruang kota pada perencanaan

drainase di Kota Blitar digunakan untuk menentukan sistem, jenis, dan

design konstruksi secara tepat agar dapat sesuai dengan peruntukan

lahan dan arahan pengembangan Kota Blitar dimasa yang akan datang.

Dalam hal ini tinjauan terhadap rencana pemanfaatan ruang kota

diorientasikan pada sektor-sektor strategis dan potensial untuk

mendukung percepatan pembangunan. Sektor-sektor tersebut terdiri dari

pengembangan sektor kawasan lindung, pertanian tanaman pangan,

perikanan, peternakan, pariwisata, permukiman, perindustrian,

perdagangan dan jasa, fasilitas umum dan utilitas umum serta sektor

khusus.

a. Kawasan Lindung

Secara umum pengembangan kawasan lindung adalah untuk

mencegah timbulnya berbagai kerusakan fungsi lingkungan hidup serta

mengamankan dari kemungkinan terjadinya intervensi penggunaan ke

bukan kawasan lindung. Sasaran penetapan kawasan lindung di Kota

Blitar adalah meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air dan

iklim (fungsi hidrologis). Kawasan-kawasan yang termasuk kawasan

lindung adalah kawasan yang memberikan perlindungan kawasan

xxii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

bawahnya, kawasan perlindungan setempat, kawasan cagar budaya

dan kawasan rawan bencana.

b. Kawasan Pertanian Tanaman Pangan

Penggunaan tanah untuk pertanian tanaman pangan di Kota Blitar

selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,28

% per tahun dari luas lahan yang ada. Dalam buku Repelitada target

luas lahan sawah irigasi teknis sampai tahun 2000 sebesar 986 Ha.

c. Kawasan Perikanan

Kawasan ini dialih fungsikan ke lahan terbangun maka

pengembangannya perlu diarahkan secara ketat dan terkendali.

Sehingga kawasan ini tidak diperluas lagi tapi pengembangannya

dioptimalkan ke arah luas lahan yang ada dengan tetap menjaga

fungsi perlindungan terhadap keberadaan daerah tersebut sebagai

daerah resapan air dan sumber air bersih.

d. Kawasan Peternakan

Pengembangan kawasan peternakan diarahkan pada areal peternakan

yang telah berkembang saat ini, yaitu di kawasan Selatan wilayah Kota

Blitar.

e. Kawasan Pariwisata

Terkait dengan penanganan sistem drainase, Kota Blitar yang

diarahkan pengembangannya sebagai kota wisata harus didukung oleh

penyediaan prasarana sistem drainase yang sangat memadai. Upaya

xxiiixxiii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

ini didasarkan atas pertimbangan berbagai konsep dalam

mempertahankan citra kota sebagai kota yang bebas banjir.

Beberapa lokasi yang menjadi arahan pengembangan pariwisata yang

harus mendapatkan perhatian khusus adalah:

Kawasan wisata makam Bung Karno yang terletak di Kelurahan

Bondogerit Kecamatan Sanan Wetan, telah mempunyai lingkup

pelayanan regional.

Kawasan wisata Tirtojati sebagai wisata alam yang terletak di

Kelurahan Bendo Kecamatan Kepanjen Kidul.

Kawasan wisata lainnya sebagai fasilitas perkotaan seperti kolam

renang, taman-taman, dsb.

f. Kawasan Permukiman

Penyediaan perumahan di Kota Blitar termasuk di dalamnya

sarana/prasarana sosial ekonomi, bagi penduduk dengan kegiatan

usaha non pertanian (pemerintahan, perdagangan dan jasa lainnya).

Kriteria yang digunakan dalam penetapan kawasan permukiman

perkotaan adalah :

Dominasi penggunaan lahan adalah permukiman perkotaan.

Memperhitungkan kecenderungan perkembangan pembangunan

kelompok permukiman baru.

Memperhitungkan daya tampung perkembangan penduduk dan

sarana/prasarana yang dibutuhkan

xxivxxiv
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Menghindari sawah irigasi teknis.

Prioritas pengembangan lahan permukiman pada lahan dengan

produktivitas rendah. Penataan ruang dan pengendalian selanjutnya

disesuaikan dengan arahan rencana tata ruang kota yang ada. Upaya

lain yang perlu dilakukan adalah penyediaan sarana/prasarana kota

melalui P3KT, KIP, dsb. Program intensifikasi permukiman perkotaan

dengan penyelenggaraan Land Re-adjustment (penataan ruang

permukiman), peremajaan pemukiman melalui pemugaran

pemukiman.

g. Kawasan Perindustrian

Pengembangan kawasan industri di Kota Blitar diarahkan pada

pengembangan atau pembentukan zona industri serta pengembangan

sentra-sentra kegiatan industri kecil di setiap wilayah kecamatan di

Kota Blitar.

h. Kawasan Perdagangan & Jasa

Pengembangan kawasan perdagangan berdasarkan skala pelayanan

masing-masing kegiatan :

1. Pengaturan letak kegiatan usaha perdagangan dengan skala

pelayanan regional terletak di jaringan jalan yang mempunyai

fungsi primer atau mengelompok pada satu lokasi pusat

perdagangan/grosir.

xxvxxv
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

2. Untuk Kegiatan perdagangan dengan skala pelayanan sub regional

terletak pada sisi jaringan jalan sekunder dengan memperhatikan

sempadan dan fungsi pemanfaatan ruang yang ditetapkan pada

peta rencana kawasan budidaya dan non budidaya.

3. Kegiatan perdagangan dengan skala pelayanan lokal terletak di

kawasan permukiman memperhatikan sempadan bangunan agar

tidak mengambil badan jalan ataupun mengganggu aksesibilitas

masyarakat.

Pengembangan fasilitas jasa berada pada kawasan yang

mempunyai kemudahan untuk di akses oleh masyarakat yang

kecenderungannya berada pada kawasan yang terkonsentrasi

kegiatan perdagangan. Pada kawasan tertentu dan kawasan

permukiman pada umumnya menyatu dengan kawasan untuk

kegiatan perdagangan dan jasa serta permukiman.

i. Fasilitas dan Utilitas Umum

Pengembangan fasilitas dan utilitas umum berkembang menurut skala

pelayanan, dengan anggapan bahwa titik penilaian kebutuhan pada

keadaan atau jumlah penduduk yang akan dilayani serta

memperhatikan jangkauan pelayanan dan aksesbilitas dalam

penempatan fasilitas dan utilitas umum.

xxvixxvi
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

j. Kawasan Khusus

Pengembangan kawasan khusus yang dimaksud adalah pada kawasan

terminal regional dan sekitarnya. Dimana pada sekitar kawasan

terminal nantinya akan berkembang kegiatan perdagangan dan jasa

sehingga perlu pengaturan lebih lanjut. Aksesbilitas ke lokasi ataupun

keluar dari lokasi terminal diupayakan dalam radius 200 meter agar

kegiatan lainnya tidak sampai terganggu dan diharuskan mempunyai

lahan parkir tersendiri.

2.4 RENCANA SISTEM TRANSPORTASI

Berdasarkan rencana struktur tata ruang Kota Blitar, rencana pemanfaatan

ruang, dan PP No. 26 Tahun 1985 tentang jalan, serta Undang-undang

No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan maka arahan sistem jaringan jalan Kota

Blitar adalah:

1. Jaringan Jalan Primer yaitu jaringan jalan yang fungsi utamanya :

Menghubungkan simpul jasa distribusi fungsi primer.

Melayani transportasi antar regional dan nasional.

Menghubungkan secara menerus kota-kota Orde I, II, III dan kota

orde dibawahnya.

Menghubungkan kota orde I antar satuan wilayah pembangunan

(SWP).

xxvii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Memiliki ROW (Right of Way) : 40 meter.

Berdasarkan fungsi utama rencana struktur ruang Kota Blitar terutama

pada pusat pelayanan kota yaitu :

a. Kolektor Primer yang menghubungkan ibukota Kota Blitar dengan

IKK lainnya di Kota Blitar.

b. Jalan Lokal Primer yang menghubungkan kota-kota IKK dengan

pusat desa.

2. Jaringan Jalan Sekunder yaitu jaringan jalan yang mempunyai fungsi :

Menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer,

sekunder I, sekunder II, sekunder III dan seterusnya sampai

perumahan.

Melayani jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota.

Memiliki ROW : 10 15 meter.

Berdasarkan rencana struktur ruang Kota Blitar terutama pada pusat

pelayanan kota yaitu :

a. Jalan Arteri Sekunder melayani jasa distribusi untuk masyarakat

dalam kota sebagai perpanjangan dari jalan arteri primer.

b. Jalan Kolektor Sekunder yaitu melayani jasa distribusi untuk

masyarakat di dalam kota IKK sebagai jalan kolektor primer.

c. Jalan Lokal Sekunder ditetapkan untuk melayani jasa distribusi

untuk masyarakat di dalam kota IKKI maupun desa.

xxviiixxviii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Untuk rencana dimensi jalan yang meliputi Damaja, Damija, dan Dawasja

pada setiap ruas jalan di Kota Blitar didasarkan pada rencana sistim

jaringan jalan atau fungsi jalan-jalan yang telah ditetapkan. Adapun

pengertian dan daerah yang termasuk Damaja, Damija, Dawasja, pada

setiap ruas jalan di Kota Blitar berdasarkan PP No. 26 Tahun 1985

adalah sebagai berikut :

Damaja (Daerah Manfaat Jalan) yaitu merupakan ruang sepanjang

jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas

tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan. Dan yang termasuk

ruang Damaja ini meliputi perkerasan jalan jalur pemisah, bahu jalan,

saluran tepi jalan, trotoar lereng, ambang pengaman, timbunan dan

galian gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya.

Damija (Daerah Milik Jalan) yaitu merupakan ruang sepanjang jalan

yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Ruang Damija ini termasuk ruang

Damaja, dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalulintas

dikemudian serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan.

Dawasja (Daerah Pengawasan Jalan) yaitu merupakan ruang

sepanjang jalan diluar Damija yang dibatasi oleh lebar dan tinggi

tertentu, yang ditetapkan oleh pembina jalan dan diperuntukkan bagi

pandangan bebas pengemudi dan pengamanan kontruksi jalan.

xxixxxixxxix
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Secara operasional pengembangan dimensi jalan di Kota Blitar ini lebih

ditekankan pada daerah milik jalan (Damija) untuk mengantisipasi

pelebaran jalan dimasa mendatang.

Adapun peta jaringan jalan eksisting Kota Blitar dapat dilihat pada peta

berikut ini.

xxxxxx
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

2.5 RENCANA SISTEM UTAMA UTILITAS DRAINASE

Fungsi utama jaringan drainase adalah bangunan pengumpul air baik dari

air hujan serta limpahan hasil kegiatan penduduk sehari-hari dan berakhir

di laut. Jaringan drainase dalam penamaannya dibedakan atas jaringan

dengan fungsi primer berupa jaringan sungai sebagai obyek pembawa ke

laut, sedangkan drainase sekunder adalah bangunan dengan bantaran

ataupun draianse alam yang mempunyai fungsi utama sebagai

penampung limpahan air hujan dan kegiatan penduduk.

Pengembangan sistem drainase meliputi saluran sistem pembuangan air

hujan dan rumah tangga. Saluran utama yang digunakan adalah sungai

beserta anak sungai yang ada, baik untuk pembuangan air hujan maupun

buangan rumah tangga non limbah.

Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program pengembangan

sistem drainase adalah :

Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara kebersihan

yang berakibat pada terganggunya pengelolaan saluran.

Masih adanya ketidak jelasan status saluran drainase di berbagai

lokasi.

Terbatasnya master plan drainase di setiap kota.

xxxixxxi
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

BAB 3
DESKRIPSI WILAYAH STUDI
Kondisi Sistem Drainase
Kondisi Saluran Drainase
Kondisi Hidrologi
Daerah Genangan Air

3.1 KONDISI SISTEM DRAINASE

Secara umum sistem drainase di Kota Blitar masih menggunakan sistem

drainase gabungan (mix drain) dimana pembuangan air limbah/air kotor

dan air hujan disalurkan melalui satu saluran. Hal tersebut disebabkan

karena terbatasnya lahan untuk saluran drainase. Sistem drainase

gabungan memiliki beberapa kekurangan, yaitu dalam perencanaannya

menggunakan debit maksimum antara air limbah domestik dan air hujan

maka seringkali dalam musim kemarau dimana intensitas hujan sangat

kecil maka air limbah saja yang melintas saluran. Sehingga dengan debit

yang rendah ini tentu saja saluran drainase rata-rata cukup landai,

mengingat keadaan topografi Kota Blitar datar. Maka hal tersebut

memungkinkan terjadi sedimentasi pada dasar saluran, dimana hal

tersebut sangat mempengaruhi kapasitas saluran pembuangan.

xxxii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Pembagian daerah peresapan air (catchment area) sistem drainase

nantinya akan mengikuti pembagian daerah berdasarkan atas : (i) daerah

pengaliran sungai (DPS) dan (ii) batas wilayah administratif. Pembagian

daerah berdasarkan wilayah DPS memiliki keakuratan yang lebih tinggi

dibanding dengan batas wilayah administratif, karena perencanaan sistem

aliran air akan mengalami kesulitan jika pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan batas administratif.

Saat ini Kota Blitar memiliki tiga DPS, yaitu DPS Lahar, DPS Cari dan DPS

Sumber Nanas. Dasar penentuan tiap DPS berdasarkan pada topografi

dimana DPS diambil dari daerah tertinggi serta luas pengaliran yang ada

memungkinkan aliran dari saluran induk masuk ke sungai terdekat.

Sesuai dengan keadaan topografi Kota Blitar yang terletak pada daerah

pegunungan/dataran tinggi dengan ketinggian rata-rata 150 - 200 mdpl

serta kemiringan medan yang bervariasi antara 0-2%, secara tidak

langsung akan mempengaruhi penanganan sistem drainase di Kota

Blitar dan sekitarnya.

Ditinjau dari kondisi fisik kota yang merupakan dataran rendah dengan

aliran utama berupa sungai, maka saluran yang terdapat di Kota Blitar

dapat dibagi menjadi 2 (dua) saluran yaitu drainase makro dan

drainase mikro.

xxxiiixxxiii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Wilayah drainase makro meliputi:

- Daerah pengaliran Sungai Lahar yang melayani tangkapan air hujan di

Blitar Utara, Blitar Tengah dan Blitar Barat;

- Daerah pengaliran Sungai Cari yang melayani tangkapan air hujan di

Blitar Utara, Tengah dan Blitar Selatan.

- Daerah pengaliran Sungai Nanas yang melayani tangkapan air hujan

di Blitar Utara dan Blitar Timur.

- Saluran irigasi primer yang melayani tangkapan air hujan di Blitar

Utara dan Blitar Barat.

Sedangkan sistem drainase mikro berkembang dengan dua pola yaitu

saluran drainase tertutup dan saluran drainase terbuka. Jaringan drainase

Kota Blitar dapat digambarkan dalam peta jaringan drainase berikut ini.

xxxivxxxiv
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Peta Jaringan Drainase

xxxvxxxv
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

3.2 KONDISI SALURAN DRAINASE

3.2.1 SISTEM DRAINASE EKSISTING KOTA BLITAR

Drainase merupakan saluran yang berada pada sisi kiri maupun kanan

badan jalan yang berfungsi untuk mengalirkan air dari hulu ke hilir dan

juga untuk mengurangi genangan air akibat air hujan yang berada pada

jalan.

Tabel berikut menunjukkan panjang, lebar, dan keadaan saluran drainase

yang terdapat di Kota Blitar.

Tabel 3.1
Panjang, Lebar, dan Keadaan Saluran Drainase Kota Blitar

Panjang
No Nama Jalan Lebar Saluran Keadaan Saluran
Saluran
(m) Kanan Kiri Tertutup Terbuka
(m) (m)

1 Anjasmoro 960 0,7 0,7 960 -


2 Anggrek 986 0,7 0,7 986 -
3 Arum Dalu 140 0,6 - 140 -
4 Akhmad Khasan 500 0,7 - - 500
5 AMD Manunggal II 170 0,7 - - 170
6 Akasia 292 0,7 - - 292
7 Bali 2.900 0,6 0,6 2900 -
8 Bali Gg I dan II 586 0,4 0,4 - 586
9 Borobudur 1.200 0,6 0,6 400 800
10 Bakung 1.560 0,6 0,6 - 1.560
11 Bungur 318 0,3 0,3 - 318
12 Bengawan Solo 600 0,7 0,7 - 600
13 Barito 796 0,6 0,6 796 -
14 Bromo 180 - 1 - 180
15 Brigjen Katamso 1.600 0,7 0,7 - 1.600
16 Brantas 680 0,6 0,6 680 -
17 Bogowonto 720 0,6 - - 720
18 Beringin 324 0,3 - - 324
19 Ciliwung 2.500 0,7 0,7 2.500 -
20 Cemara 2.506 0,7 0,7 1.900 606
21 Cemara Gg I 574 0,3 0,3 - 574
22 Cemara Gg II 700 0,3 0,3 - 700
23 Cemara Gg III 280 0,3 0,3 - 280
24 Cemara Gg IV 700 0,3 0,3 - 700
25 Cemara Gg V 584 0,3 0,3 - 584

xxxvixxxvi
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Panjang
No Nama Jalan Lebar Saluran Keadaan Saluran
Saluran
(m) Kanan (m) Kiri Tertutup Terbuka
(m)
26 Cemara Gg VI 600 0,3 0,3 - 600
27 Cemara Gg VII 1.022 0,3 0,3 - 1.022
28 Cemara Gg VIII 1.570 0,3 0,3 - 1.570
29 Cemara Gg XI 402 0,3 0,3 - 402
30 Cemara Gg X 300 0,3 0,3 - 300
31 Cokroaminoto 394 0,7 0,7 394 -
32 Cepaka 770 0,7 0,7 770 -
33 Citarum 900 0,7 0,7 600 300
34 Dr.Cipto 644 0,7 0,7 644 -
35 Dahlia 200 0,3 0,3 200 -
36 Diponegoro 1.266 1 0,6 966 300
37 Dr.Ismail 268 0,6 0,6 - 286
38 Dr.Sutomo 1.900 0,7 0,7 1990 -
39 Dr.Wahidin 2.304 1 0,7 2.104 200
40 Dieng 920 0,6 0,6 - 920
41 Delima 1.450 0,7 - - 1450
42 Durian 700 0,6 - - 700
43 Dimora 825 0,7 - - 825
44 Enggano 350 0,3 - - 350
45 Gebang Gg I 320 - 0,3 - 320
46 Halir 400 0,6 - - 400
47 Hasanuddin 1.058 0,3 0,7 658 400
48 Imam Bonjol 2.400 0,7 0,7 2.400 -
49 Irian 450 - 0,3 - 450
50 Jawa / TGP 1.078 0,7 0,7 1.078 -
51 Jend. A.Yani 3.000 0,7 0,7 3.000 -
52 Jend. A.Yani Gg.II 90 - 0,3 - 90
53 JakGung Suprapto 500 0,7 1 500 -
54 Jend. Sudirman 418 0,7 0,7 418 -
55 Jati 2.886 0,7 0,7 - 2886
56 Kelud 1.460 0,7 0,7 1.460 -
57 Kalimantan 3.060 0,7 0,7 3.060 -
58 Kenari 4.466 1 0,7 - -
59 Kerantil 684 0,6 0,6 684 -
60 Kenanga 414 0,6 0,6 414 -
61 Kiprah 1.280 0,7 0,7 - 1.280
62 Kacapiring 1.736 1 0,6 868 868
63 Kemuning 200 0,6 - - 200
64 Kawi 476 0,3 0,3 - 476
65 Kalimas 1.600 - 0,7 - 1.600
66 Kali Porong 1.840 0,6 - - 1.840
67 Klampis 460 - 0,6 - 460
68 Kalicari 450 1 - - 450
69 Kasan Subari 500 0,6 - - 500
70 Kyai Suradin 500 0,5 - - 500
71 Kapuas 1.666 0,6 1 - 1.666
72 Lawu 950 0,6 0,6 950 -
73 Slamet Riyadi 3.500 0,7 0,7 1.750 1.750
74 Letjen Suparman 2.500 0,7 0,7 2.500 -
75 Letjen Suprapto 3.000 0,7 0,7 500 2.500
76 Mawar 1.050 0,7 0,7 1.050 -
77 Mayang 658 0,6 0,6 658 -
78 Masjid 954 0,6 0,6 954 -
79 Mayjen Sungkono 1.350 0,7 0,7 1.350 -
80 Merdeka 2.336 0,7 0,7 2.336 -
81 Merdeka Gg.I 71 - 0,3 - 71
82 Merapi 400 - 0,7 400 -

xxxvii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Panjang
No Nama Jalan Lebar Saluran Keadaan Saluran
Saluran
(m) Kanan (m) Kiri Tertutup Terbuka
(m)
83 Menur 144 0,6 0,6 144 -
84 Melati 2.002 0,7 0,7 2.002 -
85 Mastrip 1.682 0,7 0,7 1.200 482
86 Musi 560 0,6 0,6 560 -
87 Muradi 950 0,6 0,6 - 950
88 Mojopahit 1.600 0,6 0,6 - 1.600
89 DI.Panjaitan 1.700 0,7 - - 1.700
90 Madura 390 0,6 - - 390
91 MT.Haryono 1.100 0,6 0,6 300 800
92 Mujari 500 0,6 - - 500
93 Mendut 251 0,6 0,6 - 251
94 Mendut Barat 189 0,6 0,6 - 189
95 Nias 1.640 0,6 0,6 - 1.640
96 Pahlawan 1.850 0,7 0,7 1.850 -
97 Pramuka 269 0,7 0,7 - 269
98 Pemandian 2.100 0,7 0,7 2.100 -
99 Patitmura 720 0,7 0,7 - 720
100 Prambanan 770 0,3 0,3 - 770
101 Palem 1.154 2 0,6 8454 300
102 Pandan 400 0,6 0,6 - 400
103 Pamenang 910 0,6 0,6 - 910
104 RA.Kartini 976 0,7 0,7 976 -
105 Raung 202 - 0,7 202 -
106 Riau 300 0,6 0,6 - 300
107 Sedap Malam 160 - 1 - 160
108 Semeru 280 0,6 0,6 280 -
109 Sudanco Supriyadi 930 0,7 0,7 930 -
110 Seruni 544 0,7 0,7 544 -
111 Sumatra 1.400 2 0,6 300 1.100
112 Sulawesi / TGP 738 0,7 0,7 738 -
113 Sultan agung 1.500 0,6 0,6 1.500 -
114 Sri Gading 682 0,3 0,3 - 682
115 Sumba 1.200 0,6 0,6 - 1.200
116 Serayu 640 0,7 0,7 - 640
117 Smtri Brojonegoro 220 0,3 0,3 - 220
118 Sunanto 370 0,3 0,3 - 370
119 Simpang Mawar 276 - 0,5 276 -
120 Sawunggaling 750 0,6 - - 750
121 Suryat 1.065 0,6 0,6 - 1.065
122 Sudarmo 250 - 0,5 - 250
123 Tanjung 2.400 0,7 0,7 2.400 -
124 Timor 1.888 0,6 0,6 - 1.888
125 Teuku Umar 408 0,3 0,3 - 408
126 Tidar 384 0,6 0,6 - 384
127 Terate 308 0,7 0,7 308 -
128 Tengger 300 0,7 0,7 - 300
129 Turi 2.054 0,7 0,6 500 -
130 Turi Gg.I 278 0,3 0,3 - 278
131 Turi Gg.II 260 0,3 0,3 - 260
132 Turi Gg.III 990 0,3 0,3 - 990
133 Veteran 2.080 0,7 0,7 2.080 -
134 WR.Supratman 1.804 0,6 0,6 1.804 -
135 Wilis 530 0,7 0,7 - 530
136 Widuri 1.500 0,7 0,7 - 1.500
137 Lekso 165 0,35 0,35 - 165
138 Singolodro 460 0,35 0,35 - 460
Sumber : Hasil Survey Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun 2003

xxxviiixxxviii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

3.2.2 Tipe Saluran

Tipe saluran yang ada terdiri dari saluran tertutup dan terbuka. Secara

umum kondisi drainase di Kota Blitar terutama pada saluran drainase

tertutup, sebagian besar sudah cukup tua. Kondisi bangunannya banyak

mengalami penurunan kualitas seperti terjadinya penyumbatan dan tidak

berfungsinya manhole sebagai street inlet. Keadaan ini sangat

mengkhawatirkan bagi penduduk dan pengguna jalan apabila terjadi

genangan air akibat peningkatan intensitas curah hujan.

Saluran drainase tertutup umumnya merupakan terdapat pada kawasan

perumahan dan pusat kota. Sedangkan drainase terbuka yang sebagian

besar merupakan upaya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah

kota bersama dengan masyarakat setempat, telah tersedia di sisi kanan

kiri jalan, walaupun beberapa ruas jalan masih ada yang belum dilengkapi

dengan saluran.

3.2.3 Tipe Konstruksi

Konstruksi saluran drainase di Kota Blitar menggunakan konstruksi beton

buis , batu kali dan batu bata. Dari hasil survey pada masing-masing

saluran drainase diketahui sebagian besar konstruksi saluran drainase

xxxixxxxixxxxix
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

menggunakan beton buis dan batu kali. Adapun kondisi saluran drainase

dan permasalahannya dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2

xl
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

3.2.4 Dimensi Saluran

Dimensi saluran yang telah dibangun sangat beraneka ragam. Mulai dari

bentuk silinder (lingkaran), persegi empat, trapesium, sampai pada

bentuk setengah lingkaran.

1. Bentuk Trapesium

Saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya saluran yang

terbuat dari tanah dan pasangan (semen). Saluran ini membutuhkan

ruang yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air hujan, limbah

rumah tangga maupun irigasi.

2. Bentuk Empat Persegi Panjang

Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang tidak banyak

membutuhkan ruang. Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini,

saluran harus dari pasangan atau dari beton. Bentuk saluran ini

sedemikian hingga berfungsi sebagai saluran air hujan, limbah rumah

tangga dan air irigasi

3. Bentuk Setengah Lingkaran

Saluran drainase bentuk ini berupa saluran yang terbuat dari pasangan

atau kombinasi pasangan dan pipa beton. Bentuk dasar saluran yang

bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan atau limbah. Bentuk

saluran setengah lingkaran merupakan penampang hidrolis yang paling

baik dibandingkan penampang saluran lainnya. Bentuk saluran ini

xli
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

berfungsi sebagai saluran air hujan, limbah rumah tangga dan

memudahkan kelancaran pengaliran air buangan.

4. Bentuk Lingkaran atau


Silinder

Saluran drainase bentuk ini berupa saluran yang terbuat dari beton

(buis), saluran ini biasa dipakai untuk gorong-gorong. Bentuk

dasar yang bulat akan memudahkan pengaliran dan berfungsi

untuk meneruskan air buangan yang melintas di bawah jalan raya,

trotoar dan lain sebagainya.

3.3 KONDISI HIDROLOGI

3.3.1 Curah Hujan Rata-rata

Stasiun pengamatan curah hujan di Kota Blitar terdapat pada empat

wilayah, yaitu Stasiun Rembang, Ngadirejo, Kepanjen Lor dan Stasiun

Bendogerit. Dari data-data masing stasiun dapat diketahui curah hujan

rata-rata tahunan di Kota Blitar selama tahun 1987 2002 sebesar 15,4

mm/tahun. Curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 1999

sebesar 19,9 mm/th dan terendah pada tahun 1997 sebesar 8,2 mm/th.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.3 dan peta Daerah Stasiun

Amatan berikut.

xlii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

PETA STASIUN AMATAN

xliii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

3.4 DAERAH GENANGAN AIR

Timbulnya genangan air merupakan masalah yang sering dihadapi pada

waktu musim hujan. Meskipun sifatnya hanya sesaat antara 10-30 menit,

masalah genangan air mempunyai dampak yang sangat besar bagi

kelangsungan aktivitas kota.

Lokasi timbulnya genangan di Kota Blitar berdasarkan pengamatan dapat

dilihat pada tabel 3.4.

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

beberapa daerah yang dulu tercatat sebagai daerah genangan sekarang

sudah tidak terjadi genangan lagi, akan tetapi beberapa daerah masih

mengalami genangan dan ada pula daerah baru yang menderita

genangan. Pada tabel 3.4 dapat dilihat permasalahan genangan dan

stabilitas pada ruas jalan.

Dari survey pengamatan yang telah dilakukan diguga penyebab genangan

adalah :

- Dimensi saluran yang tidak mencukupi.

- Sistem drainase yang kurang bagus.

- Letak saluran atau tanggul saluran lebih tinggi dari bahu jalan.

- Adanya penyumbatan saluran oleh sampah.

xliv
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

- Sedimentasi dari material-material yang terbawa air seperti

pasir,tanah dan lumpur yang mengakibatkan penyumbatan.

- Adanya sistem drainase yang digunakan pula untuk pembagian air

atau untuk irigasi.

- Berada pada daerah cekungan yang mengakibatkan air tidak dapat

mengalir.

Jadi dapat disimpulkan bahwa genangan eksisting yang terjadi disebabkan

oleh hal-hal tersebut diatas.

xlv
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

BAB 4
ANALISA DAN EVALUASI
SALURAN DRAINASE
Analisa Hidrologi Analisa
Hidrolika Penanggulangan
Masalah

4.1 ANALISA HIDROLOGI

Proses analisa hidrologi pada dasarnya merupakan proses pengolahan data curah

hujan, data luas dan bentuk daerah pengaliran (catchment area), data

kemiringan lahan/beda tinggi, dan data tata guna lahan yang kesemuanya

mempunyai arahan untuk mengetahui besarnya curah hujan rata-rata,

koefisien pengaliran, waktu konsentrasi, intensitas curah hujan, dan debit

banjir rencana. Sehingga melalui analisis ini dapat dilakukan juga proses

evaluasi terhadap saluran drainase yang ada.

4.1.1 Curah Hujan Rata-rata (R)

Curah hujan yang diperlukan untuk mengetahui besarnya debit banjir di

Kota Blitar adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang

xlvi
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

bersangkutan yang dinyatakan dalam satuan mm. Perhitungan curah

hujan rata-rata dilakukan dengan menggunakan cara Poligon Thiessen,

hal ini disebabkan penyebaran stasiun penakar hujan yang menyebar

sehingga dengan cara ini diharapkan dapat memberikan hasil analisis yang

lebih baik apabila terjadi kesalahan pendataan curah hujan.

Penentuan curah hujan rata-rata daerah mengambil data dari stasiun

pengamatan hujan yang tersebar pada 4 (empat) stasiun pengamatan,

yiatu : Rembang, Ngadirejo, Kepanjen Lor dan Bondogerit dengan periode

pengamatan selama 16 (enam belas) tahun dari tahun 1987 sampai 2002.

Selama kurun waktu 16 tahun, Kota Blitar memiliki curah hujan rata-rata

pertahun sebesar 15,4 mm/th. Tabel dan grafik curah hujan rata-rata

dapat dilihat pada tabel 3.3 pada bab 3.

4.1.2 Perhitungan Curah Hujan Rancangan

Dalam perhitungan curah hujan rancangan menggunakan Rata-rata

Aljabar untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan pencatatan curah hujan

akibat lokasi stsiun yang penakar hujan yang terletak menyebar merata.

Rumus yang digunakan adalah :

Log X = Log X + G. Si

xlvii
Laporan Akhir
Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun
2003

Dimana :

Log X = Logaritma curah hujan rancangan

Log X = Logaritma rerata curah hujan

G = Konstanta

S = Standart deviasi

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Rata-rata Aljabar

dapat diketahui curah hujan rata-rata rancangan sampai 5 tahun

mendatang sebesar 18,39 mm/th.

4.1.3 Time Concentration Analysis (Tc)

Penentuan waktu konsentrasi dipengaruhi oleh faktor-


faktor:

a. Luas daerah pengaliran (A)

b. Panjang saluran (L)

c. Kemiringan dasar saluran (S)

d. Debit dan kecepatan aliran (V)

Rumus yang digunakan untuk menentukan Tc


adalah:

L 0,77
Tc = 0,0195 ( ) (menit)
S
Tc = Waktu konsentrasi

L = Panjang saluran

V = Kecepatan perambatan (kecepatan aliran yang


diijinkan sesuai jenis bahan pembentuk saluran)

S = Kemiringan rata-rata

xlviiixlviiixlviiixlviii
Hasil perhitungan waktu konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

xlixxlixxlix
4.1.4 Penentuan Intensitas Curah Hujan (I)

Intensitas curah hujan merupakan jumlah hujan yang dinyatakan dalam

tingginya kapasitas/volume air hujan tiap satuan waktu. Besarnya

intensitas hujan berubah-ubah tergantung lamanya curah hujan dan

frekuensi kejadiannya.

Penentuan nilai intensitas curah hujan (I) menggunakan rumus:

R 24 2 / 3
I = ..mm/jam
24 tc

dimana :

R = curah hujan rancangan setempat (mm)


Tc = time of concentration (jam)
I = intensitas hujan (mm/jam)

Hasil yang diperoleh per kawasan genangan air dapat dilihat pada tabel

4.3.

4.1.5 Prakiraan Debit Banjir (Qs)

Perhitungan debit saluran drainase merupakan gabungan dari debit air

hujan dan debit domestik. Penggunaan kedua debit ini dikarenakan guna

lahan yang sangat padat yang secara tidak langsung akan menambah

volume air buangan pada drainase kota.

l
A. Perhitungan Debit Air Hujan (Qa)

Debit air hujan didasarkan pada limpasan air hujan yang terjadi dan

tingkat aliran puncak dengan variable amatan yang diorientasikan

pada intensitas hujan selama waktu konsentrasi dan luas daerah

pengaliran.

Rumus yang digunakan untuk menentukan debit air hujan adalah:

Qa = 0,278 . C . I . A

Dimana:

3
Qa = debit air hujan maks. (m /dtk)

C = koefisien run off

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

2
A = luas daerah pengaliran (Km )

Perhitungan Debit Air Hujan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

B. Perhitungan Debit Domestik (Qd)

Perhitungan Pertambahan Penduduk

Perhitungan pertumbuhan penduduk digunakan untuk menghitung

beberapa besar jumlah air buangan yang akan ditampung masing-masing

saluran. Penghitungan pertumbuhan penduduk digunakan untuk

menghitung resapan jumlah air buangan yang akan ditampung masing-

masing saluran. Untuk lingkungan daerah studi perhitungan jumlah


penduduk diproyeksikan pendekatan perhitungan Metode Pertumbuhan

Eksponensial.

Perhitungan proyeksi jumlah penduduk dan kepadatan jumlah penduduk

Kota Blitar sampai 10 tahun mendatang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1

Perkiraan Jumlah Penduduk Kota Blitar


Tahun 2003 2013

Jumlah Penduduk
No Tahun
(Jiwa)
1. 2003 128.216
2. 2004 130.804
3. 2005 133.443
4. 2006 136.136
5. 2007 138.883
6. 2008 141.686
7. 2009 144.545
8. 2010 147.462
9. 2011 150.437
10. 2012 153.473
11. 2013 156.570
Sumber : Hasil Analisa

lii
Tabel 4.2

Perkiraan Kepadatan Penduduk Kota Blitar


Tahun 2003 2013

Kepadatan
No Tahun Penduduk
(Jiwa/Ha)

1. 2003 39

2. 2004 40

3. 2005 41

4. 2006 42

5. 2007 43

6. 2008 43

7. 2009 44

8. 2010 45

9. 2011 46

10. 2012 47

11. 2013 48

Sumber : Hasil Analisa

Debit Domestik

Debit air kotor yang merupakan aliran buangan rumah tangga dianalisa

dengan menggunakan rumus:

Qd = 100 liter/jiwa/hari x 70% x Kepadatan Penduduk x A

liii
Perhitungan Debit Domestik pada kawasan-kawasan genangan dapat

dilihat pada tabel 4.3.

Debit banjir (Qs) yang diperoleh merupakan hasil dari penjumlahan debit

air hujan (Qa) dengan debit domestik (Qd). Perhitungan debit banjir hasil

analisa dapat dilihat pada Tabel 4.3.

liv
4.2 ANALISA HIDROLIKA

4.2.1 Kapasitas Maksimum Saluran Drainase (Qp)

Asumsi yang digunakan untuk perhitungan kapasitas maksimum

saluran menggunakan rumus manning yang kemudian dimasukkkan

kedalam rumus debit. Sehingga kapasitas maksimum saluran drainase

dihitung berdasarkan data dimensi saluran yang diambil secara

langsung (data primer) maupun data sekunder.

Hasil Perhitungan kapasitas maksimum saluran drainase per kawasan jalan

dapat dilihat pada Tabel 4.4.

lv
4.2.2 Evaluasi Kapasitas Saluran Drainase

Evaluasi kapasitas saluran drainase dilakukan dengan cara

membandingkan/mencari selisih antara kapasitas saluran eksisting dengan

besarnya debit rancangan untuk mengetahui besarnya kemampuan

saluran dalam menampung air buangan yang masuk. Selain itu dapat juga

digunakan sebagai pedoman perencanaan dan pembangunan saluran

drainase dimasa yang akan datang.

Hasil perhitungan evaluasi kapasitas saluran dapat dilihat pada tabel 4.5a

dan tabel 4.5b.

lvi
4.3 PENANGGULANGAN MASALAH

Timbulnya masalah genangan air yang terdapat di kawasan Kota Blitar

pada umumnya disebabkan oleh konsentrasi arah aliran yang terpusat,

kapasitas saluran yang tidak memenuhi, sedimentasi lumpur dan sampah.

Untuk menanggulangi permasalahan genangan tersebut secara teknis

dilakukan pendekatan alternatif penanganan antara lain :

1. Pembuatan saluran baru

2. Perubahan dimensi saluran

3. Perubahan kemiringan saluran

4. Normalisasi saluran

5. Pembuatan sudetan / saluran pintas

6. Penataan kembali arah aliran

7. Penataan kembali sistem jaringan drainase

Berdasarkan hasil survey dengan melakukan pengamatan pada waktu

hujan sampai selesai hujan, ditemukan 8 (delapan) titik spot rawan

genangan seperti yang terlihat pada gambar 1 sampai dengan gambar 8

berikut ini.

lvii
BAB 5
KESIMPULAN DAN ARAHAN
PENANGANAN
Umum
Arahan Penanganan Saluran Drainase
Alternatif Penanganan Tambahan
Pelestarian Hutan Kota
Master Plan Drainase Kota Blitar

5.1 UMUM

Perencanaan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase

perkotaan sebagai prasarana yang dilandaskan pada konsep

pembangunan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain

berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air, yang prinsipnya

adalah mengendalikan air hujan supaya lebih meresap kedalam tanah dan

tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan, antara lain dengan

membuat bangunan resapan buatan, penataan lansekap dan pelestarian

hutan kota.

lviiilviiilviii
5.2 Arahan Penanganan Saluran Drainase

Dari hasil perhitungan evaluasi debit banjir dan kapasitas saluran drainase

Kota Blitar bahwa sebagian saluran drainase tidak mampu menampung

debit rencana dengan kala ulang 5 (lima) tahun. Dengan keadaan yang

demikian, sistem drainase yang ada sekarang perlu diadakan penanganan

perbaikan yang memadai agar genangan yang lebih parah lagi dapat

dicegah. Adapun penanganannya secara teknis dan non teknis.

Di dalam rencana penanganan perbaikan, prinsip dasar yang dipakai

adalah mempertahankan saluran-saluran drainase yang sudah ada dengan

jalan mengevaluasi kapasitas saluran. Jika tidak memungkinkan, alternatif

penanganan diarahkan dengan jalan merubah dimensi atau ukuran

saluran drainase yang sudah ada sesuai dengan debit rencana,

pembuatan bangunan penunjang saluran drainase dan pembuatan

sudetan. Sedangkan pada ruas jalan yang dibangun saluran baru

sebaiknya menggunakan tipe saluran terbuka, agar memudahkan

pemeliharaan saluran.

Dari alternatif-alternatif diatas, alternatif terbaik yang setidaknya dapat

dilaksanakan adalah melalui proses pengkajian terhadap kondisi saluran

drainase terkait dengan aspek teknik dan aspek non teknis. Arahan

lixlix
penanganan permasalahan saluran drainase di Kota Blitar dapat dilihat

pada tabel 5.1 5.6.

lxlx
ALTERNATIF PENANGANAN TAMBAHAN

Disamping penangananpenanganan di atas, dapat juga perlu

dipertimbangkan alternatif lain yang mungkin dapat dilaksanakan.

Alternatif tersebut memang tidak langsung mengatasi genangan teoritis

maupun genangan eksisting yang terjadi, tetapi untuk jangka panjang

dapat mengurangi limpasan yang terjadi. Alternatif-alternatif ini sebagai

arahan penanganan pemecahan masalah yang memerlukan penelitian

lebih lanjut untuk memperoleh alternatif mana yang sesuai dengan kondisi

permasalahan pada setiap kawasan.

Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan, seperti


:

1. Pembuatan Sumur Resapan

Semakin banyak lahan kota yang digunakan sebagai perumahan,

perkantoran dan faslitas umum, memungkinkan air limpasan

permukaan semakin tinggi dan saluran-saluran drainase tidak

mencukupi.

Dengan adanya sumur resapan dapat mengurangi limpasan

permukaan yang ada dan mengakibatkan berkurangnya debit yang

akan ditampung saluran drainase. Selain itu sumur resapan juga

dapat meninggikan permukaan air tanah. sehingga ditinjau dari

kandungan air tanah adalah sangat menguntungkan jika daerah Kota

Blitar yang

lxilxi
relatif mempunyai tinggi permukaan air tanah relatif dalam

menggunakan sumur resapan.

Terdapat beberapa macam peresapan air hujan, yaitu :

Genangan Terbuka

Metode ini dilakukan dengan mengalirkan air hujan ke suatu

kolam buatan pada kawasan pemukiman. Karena metode ini

menggunakan suatu kolam terbuka, maka kurang sesuai dengan

kondisi Kota Blitar, hal ini disebabkan selain memerlukan lahan

yang luas juga resiko pencemaran akibat sampah.

Resapan Tertutup

Prinsipnya adalah dengan menampung air hujan ke suatu

reservoir tertutup. Terdapat dua macam resapan tertutup, yaitu

pipa porus dan selokan tetutup. Metode pipa porus pada

prinsipnya mengalirkan air hujan ke suatu pipa porus yang

ditanam secara horizontal di halaman. Sedangkan selokan tertutup

prinsipnya sama dengan pipa porus hanya penampang

melintangnya yang berbeda, kalau pipa porus berbentuk bulat,

sedangkan selokan tertutup berbentuk segiempat atau trapesium.

Untuk lebih jelasnya gambar kedua metode tersebut dapat dilihat

pada gambar berikut ini :

lxii
Gambar
Pipa Porus dan Selokan Tertutup

Permukaan
Tanah

m.a.t

Pipa Porus

Sumur Resapan

Sumur resapan adalah sumur gali yang berfungsi untuk

menampung air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah agar

dapat meresap ke dalam tanah. Penerapan sumur gali pada

daerah pemukiman dapat dilakukan secara individu atau kolektif,

tergantung dari segi teknis dan ekonomis.

Konstruksi yang digunakan sumur resapan, pada prinsipnya

adalah direncanakan agar mampu untuk menampung dan

meresapkan debit air hujan yang diperhitungkan. Oleh karena itu,

keliling tebing sumur diberi perlindungan pasangan batu bata,

batu kosong atau tanpa diberi pelindung yang perlu diperhatikan

dalam penempatan sumur resapan adalah jarak antar sumur,

karena akan saling mempengaruhi ketinggian permukaan air di

dalam sumur.

lxiiilxiiilxiii
Gambar

Sumur Resapan

Talang

Peluap

Buis Beton
H

5.3 PELESTARIAN HUTAN KOTA

Air yang jatuh di permukaan bumi, selain dialirkan sebagai limpasan permukaan

juga meresap ke dalam tanah. Jumlah peresapan dan limpasan yang terjadi

terutama tergantung dari jenis lapisan permukaan. Sehubungan dengan konsep

tersebut, kondisi daerah studi yang terus mengalami perkembangan mempunyai

kecenderungan peningkatan lahan terbangun yang sangat pesat. Sehingga

dapat mengakibatkan besarnya limpasan permukaan.

lxivlxivlxiv
Dengan adanya hutan kota, hujan yang turun sebagian besar ditahan oleh tajuk

daun. Secara umum luasan ideal yang diperlukan untuk hutan kota ini adalah

30

% dari luas wilayah.

Pada saat ini Kota Blitar hanya memiliki satu hutan kota yang terletak di

kawasan pusat kota wilayah Kecamatan Kepanjen Kidul. Jadi untuk

mengantisipasi

masalah banjir pada masa mendatang perlu dikembangkan kawasan hutan

kota sebagai kawasan resapan air. Untuk itu perlu diadakan studi khusus

mengenai hutan kota terkait dengan rencana tata guna lahan kota dan

kemampuan resapan air suatu kawasan.

5.4 MASTER PLAN DRAINASE KOTA BLITAR

5.4.1 Rencana Sistem Drainase Kota Blitar

Seperti yang telah dijabarkan dalam pembahasan sebelum ini, maka hasil-

hasil rencana tersebut diintepretasikan ke dalam peta-peta berikut ini :

1. Peta Rencana Penyebaran Catchment Area;

2. Peta Rencana Jaringan Drainase meliputi :

a. Arah Aliran dan Fungsi Saluran;

b. Pembangunan Saluran Baru;

c. Perubahan Dimensi Saluran;

d. Normalisasi Saluran;

e. Pembuatan Saluran Pintas;

lxvlxvlxv
f. Pembangunan Inlet Datar, Tegak dan Bak Kontrol.

Peta-peta tersebut dapat dilihat pada bagian akhir bab ini.

5.4.2 Rekomendasi

Berdasarkan survey lapangan (primer), fakta dan analisa (sekunder

), maka dapat direkomendasikan :

1. Pada saluran drainase dan irigasi terjadi perubahan pola arah aliran,

sehingga tidak terjadi fokus atau konsentrasi aliran pada saluran

tertentu, pola arah aliran mengikuti aliran alamiah atau saluran

kolektor

2. Penataan kembali sistem jaringan irigasi yang melintasi Kota Blitar,

diantaranya di perempatan Jl. Wahidin Jl. Anjasmoro Jl. RA Kartini,

Jl. Kalicari, Jl. Madura dan Jl. Tanjung.

3. Penambahan dan penempatan bangunan penunjang / utilitas drainase

(inlet tegak datar, manhole, bak control, trashrack, bangunan

terjunan, gorong-gorong / sudetan dan grill).

4. Sistem air buangan terpisah dengan sistem irigasi.

5. Pendimensian ulang pada saluran yang mengalami overflow dan

saluran baru (khususnya pada daerah yang mengalami perubahan tata

guna lahan).

6. Pengerukan sedimentasi, sampah dan normalisasi saluran drainase.

7. Merubah sistem jaringan drainase eksisting.

lxvilxvilxvi
8. Mempertahankan kawasan hutan kota yang ada sebagai kawasan

resapan air.

5.4.3 Tahapan Pelaksanaan

Penyusunan tahapan penanganan sistem drainase Kota Blitar berdasarkan

hasil analisa dan penentuan prioritas penanganan sistem drainase. Urutan

prioritas penanganan sistem drainase Kota Blitar sebaiknya dimulai dari

daerah hulu (Blitar Utara) yang mengarah ke wilayah tengah dan selatan.

Adapun pentahapan yang dimaksud sesuai dengan prioritas

penanganannya adalah :

1. Pemisahan fungsi saluran pembuangan (drainase) dengan saluran

irigasi, khususnya saluran irigasi yang melintasi Kota Blitar;

2. Pembuatan bangunan penunjang;

3. Pembuatan sudetan atau saluran pintas;

4. Normalisasi saluran;

5. Perubahan dimensi dan kemiringan saluran;

6. Pembuatan saluran baru pada ruas jalan yang belum terdapat saluran

drainase.

7. Perubahan fungsi saluran.

lxvii

Anda mungkin juga menyukai