Infeksi Gonore
Infeksi Gonore
1. Definisi
Gonore adalah infeksi menular seksual pada epitel dan umunya bermanifestasi
sebagai cervicitis, uretritis, proctitis, dan conjungtivitis. Bila tidak diterapi, infeksi ini
dapat menimbulkan komplikasi lokal seperti endometritis, salpingitis, TOA,
bartolinitis, peritonitis, dan perihepatitis pada pasien wanita, periuretritis dan
epididimitis pada pasien pria, dan oftalmia neonatorum pada neonatus. Gonokokemia
diseminata merupakan kejadian jarang yang bermanifestasi sebagai lesi kulit,
tenosinovitis, arthritis, dan pada kasus jarang endokarditis atau meningitis.(1,11)
2. Mikrobiologi
3. Epidemiologi
Insiden gonore telah menurun secara signifikan di AS, namun masih terdapat
325.000 kasus baru di tahun 2006. Gonore tetap menjadi masalah kesehatan
masyarakat utama di dunia, yang merupakan penyebab utama morbiditas di Negara
berkembang dan dapat berperan dalam transmisi HIV.(3,4)
Gonore terutama mengenai pasien muda, kulit berwarna, tidak menikah,
penduduk kota dengan tingkat pendidikan rendah. Jumlah kasus yang diilaporkan
mungkin hanya mewakili setengah dari jumlah kasus sebenarnya, hal ini disebabkan
kurangnya pelaporan, diterapi sendri, dan terapi nonspesifik tanpa diagnose yang
ditegakkan secara laboratorium. Jumlah kasus gonore yang dilaporkan di AS
meningkat dari 250.000 pada awal 1960 menjadi 1,01 juta pada 1978. Puncak insiden
gonore terjadi pada 1975 dengan 468 kasus / 100.000 populasi di AS. Puncak insiden
ini dipengaruhi oleh interaksi beberapa variabel, termasuk peningkatan akurasi
diagnosis, perubahan pola penggunaan kontrasepsi dan perubahan perilaku seksual.(4)
Insiden penyakit ini kemudian menurun menjadi 120 kasus per 100.000
pendudukk. Penurunan lebih lanjut pada nsiden gonore di AS pada 2 dekase terakhir
disebabkan meningkatkan penggunaan kondom sebagai usaha kesehatan masyarakat
untuk menurunkan transmisi HIV. Saat ini, attack rate di AS paling tinggi pada usia
15-19 tahun dan wanita usia 20-24 tahun. Dilihat dari etnis, insidennya tertinggi pada
Afrika Amerika dan terendah pada Asia Pasifik.(4)
Insiden gonore lebih tinggi pada Negara berkembang daripada Negara maju.
Insiden infeksi menular seksual di Negara berkembang sulit ditentukan secara tepat
karena terbatasnya pendataan dan criteria diagnosis yang bervariasi. Penelitian di
Afrika telah menunjukkan bahwa infeksi menular seksual nonulceratif seperti gonore
merupakan factor transmisi HIV.(4)
4. Pathogenesis
Protein permukaan gonokokus lainnya yang penting untuk pelekatan pada sel
epitel adalah Opacity associated protein (Opa). Opa berperan dalam adhesi
intergonokokus yang penting dalam pembentukan koloni gonokokus pada medium agar
dan pelekatannyapada berbagai sel eukariotik, termasuk PMN, varian Opa tertentu
merangsang invasi sel epitel dan efek ini berkaitan dengan kemampuan Opa untuk
mengikat CEACAM-1 yang diekspresikan limfosit T CD4 primer, menekan aktivasi dan
proliferasi limfosit. Fenomena ini dapat menjelaskan penurunan sementara limfosit CD4
pada infeksi gonokokus.(6)
C. Porin
Protein membrane luar lain termasuk H8, lipoprotein yang terdapat dalam
konsentrasi tinggi pada permukaan semua strain gonokokus dan merupakan target
diagnose berdasarkan antibody. Transferin binding protein (Tbp1 dan Tbp2) dan
laktoferin binding protein diperlukan untuk mengikat Fe dari transferin dan
laktoferin in vivo. Transferin dan Fe merangsang pelekatan Neisseria gonore dan
daapt melindungi organism dari IgA mukosa.(6)
E. Lipooligosakarida
LOS gonokokus terdiri dari lipid A dan oligosakarida inti yang tidak
memliki rantai samping antigen karbohidrat O yang dimiliki bakteri gram negative
lainnya. LOS gonokokus memiliki aktivitas endotoksik dan berperan dalam efek
sitotoksik lokal pada model tuba falopi. Karbohidrat inti LOS mengalami variasi
besar dalam berbagai stadium pertumbuhan, variasi ini menunjukkan regulasi
genetic dan ekspresi gen glikotransferase yang menentukan struktur karbohidrat
LOS. Perubahan fenotip ini dapat memepengaruhi interaksi Neisseria gonore
dengan elemen sistem imun humoral (antibody dan komplemen) dan juga
mempengaruhi pengikatan langsung organism pada fagosit professional dan non
professional.(8)
F. Faktor host
Resistensi terhadap spektinomicin yang dulu digunakan sebagai agen alternative juag
telah dilaporkan. Karena agen ini tidak berhubunagn dengan resistensi antibiotk lain,
spektinomicin dapat digunakan pada strain Neisseria gonore yang multiresisten. Namun
demikian, wabah yang ditimbulkan oleh strain yang resisten spektinomicin telah
dilaporkan di Korea dan Inggris di mana obat tersebut digunakan untuk terapi primer
gonore.
5. Diagnosis
1. Manifestasi kllinis
Epididymitis dan gonococcal prostatitis saat ini menjadi komplikasi yang tidak sering
lagi. Komplikasi local yang lain yang tidak sering lagi antaranya adalah edema pada
penis akibat dorsal lymphangitis atau thrombophlebitis, submucous inflammatory soft
infiltrasi dari urethral wall, periurethral abscess atau fistulae, inflammasi atau abscess
kelenjar Cowpers, dan seminal vesiculitis. Balanitis dapat terjadi pada pria yang tidak
melakukan sirkumsisi.
Gejala yang dapat terjadi antaranya adalah discharge yang sedikit dari vagina yang dapat
disebabkan dari servix yang terinflamasi (bukan vaginitis atau vaginosis) dan disuria
(biasanya tanpa gangguan urgensi dan frekuensi) yang terjadi pada gonococcal urethritis.
Inkubasi period pada wanita jarang dapat ditentukan dengan tepat. Namun gejala dapat
terjadi dalam jangka waktu 10 hari setelah terinfeksi dan menunjukkan gejala yang lebih
hebat berbanding infeksi chlamydial cervicitis.pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan
mucopurulent discharge (mucopus) yang keluar dari os cervical. Mucopurulent discharge
akan di swab dan warna dari discharge tersebut akan dibandingkan dengan menggunakan
swab tersebut; mucus kuning atau hijau menunjukkan mucopus.
Walau bagaimanapun hanya 35% dari wanita dengan gonococcal cervicitis yang
menghasilkan discharge mucopurulent. Oleh karena pewarnaan Grams tidak sensitive
untuk diagnose gonorrhea pada wanita, specimen harus dihantar untuk dikukturkan.
Edematous, ektopik servikal yang rapuh, dan perdarahan endocervical yang disebabkan
oleh gesekan yang sederhana biasanya dapat terjadi pada infeksi chlamydial. Urethritis
pada wanita akan memberikan gejala disuria internal, dimana hal ini sering dikelirukan
dengan cystitis.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pada gonococcal servitis adalah dyspareunia dan
lower abdominal pain akibat infeksi yang lebih dalam dan jauh. Pada keadaan tersebut
harus difikirkan akan terjadinya Pelvic Inflamatory Disease PID dan memulakan terapi
sesuai diagnose yang baru muncul ini. Infeksi ascending pada traktus genitalia yang
diikuti oleh 20% dari kasu sgonococcal cervicitis akan menyebabkan endometritis akut
yang diikuti oleh perdarahan menstrual yang abnormal, midline lower abdominal pain,
tenderness, dan dyspareunia. Penyebaran pada tuba fallopian dapat menyebabkan
salpingitis akut, dimana dapat menyebabkan gejala nyeri goyang portio cervix, tenderness
dan massa adnexal yang abnormal pada pemeriksaan pelvic. Pada kondisi ini, penderita
dapat berada dalam keadaan febris, leukocytosis dan peningkatan laju endap darah, atau
C-reactive protein level. Co-infection dengan C. trachomatis dapat meningkatkan resiko
terjadinya PID, yang mengakibatkan endometritis and salpingitis. Tubal scarring dapat
mengakibatkan terjadinya infertility, dan peningkatan angka kejadian ectopic pregnancy.
Penggunaan terapi antibiotic untuk gonococcal salpingitis (terutama pada perkembangan
massa adnexal) dapat mencegah terjadinya tubal infertility pada hamper semua kasus
kejadian. Kerosakan bilateral tubal terjadi pada hamper 20% wanita dengan massa
adnexal.
Terdapat juga wanita dengan tubal infertility tidak menunjukkan riwayat PID. Pada
wanita dengan silent salpingitis akan mengeluhkan abdominal atau pelvic discomfort
(seperti dysmenorrhea atau dyspareunia) yang akhirnya akan dikelirukan dengan
diagnose lain (seperti endometriosis). Penyebaran infeksi pada pelvis akan menyebabkan
pelvic peritonitis yang ditunjukkan dengan gejala tidak spesifik seperti mual dan muntah.
Inflamasi hebat yang terjadi akan mengakibatkan pemeriksaan fisik (speculum dan
bimanual) menjadi sangat sulit kerana penderita merasakan sangat sakit. Mukosa vaginal
menjadi kemerahan dan edematous, dan didapatkan purulent discharge yang sangat
banyak. Infeksi pada urethra dan kelenjar Skenes serta Bartholins juga sering menyertai
infeksi pada gonococcal vaginitis. Cervical erosion atau abscesses dalam nabothian cysts
juga bisa terjadi. Coexisting cervicitis dapat menyebabkan pus dalam os cervical.
Ocular Gonorrhea pada Dewasapada dewasa biasanya berakibat dari autoinoculation dari
infeksi genital. Sama seperti infeksi pada genital, manifestasi dapat berupa berat, ringan
maupun yang asymptomatik. Variasi infeksi dapt bergantung pada kemampuan host
dalam mengeliminasi kuman tu sendiri. Infeksi dapat dilihat sebagai pembengkakan
eyelid yang sangat nyata, hiperemia yang berat, dan perulent discharge yang sangat
profus. Konjungtiva yang turut terinfeksi sangat berat akhirnya dapat menyebabkan
kerosakan pada kornea dan limbus. Lytic enzymes dari cel PMN yang terinfiltasi akan
menyebabkan corneal ulceration namun jarang menyebabkan perforasi. Pewarnaan Gram
dan kultur dari purulent discharge harus dilakukan dalam menegakkan diagnosa tersebut.
Kultur genital juga harus tetap dilakukan.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis yang segera dapat dilakukan pada pria dengan infeksi gonococcal adalah
dengan temuan pewarnaan Gram`s yang dilakukan pada urethral exudates. Deteksi
intraseluler diplococci gram-negative biasanya sangat specific dan sensitive dalam
mendiagnosis gonococcal urethritis pada pria dengan gejala yang symptomatic. Namun
demikian hanya 50% sensitive dalam mendiagnosis gonococcal cervicitis pada wanita.
Samples harus dambil dengan menggunakan swab Dacron atau rayon. Bagian dari hasil
swab diinokulasikan ke plate yang telah termodifikasi dengan Thayer-Martin atau
gonococcal selective medium yang lain untuk tujuan kultur. Adalah penting untuk untuk
mempercepatkan proses kultur kerana gonococci tidak toleransi dengan keadaan kering.
PMN sel sering terdeteksi pada pewarnaan gram dari endocervixon, dan peningkatan
abnormal sebanyak 30 PMN per lapang dalam lima 1000X oilimmersion (mikroscopik)
menunjukkan adanya inflammatory discharge. Walaubagaimanapun, hal ini tidak akurasi
dalam menegakkan diagnosis
gonorrhea, dan harus tetap dilakukan kultur bacteria. Tahap sensitivitas dari kultur
tunggal endocervical dapat mencapai 80% hingga 90%.
Uji Nucleic acid probe dapat dilakukan dalam rangka menggantikan tehnik kultur dalam
mendeteksi kehadiran bakteri N. gonorrhoeae pada specimen urogenital. Namun
demikian tehnik ini kurang sensitive berbanding tehnik kultur konvensional.
6. Terapi
sekiranya didapatkan kuman gonococcus yang lain, harus dilakukan uji sensitifitas
antimikrobial. .
Gonococcal pharyngitis yang simptomatis lebih sulit diterapi berbanding infeksi pada
genital. Beberapa regimen yang telah digunakan berjaya 90% kasus kejadian. Penderita
yang tidak toleransi pada cephalosporin atau quinolones dapat diobati dengan
menggunakan spectinomycin, tapi obat ini menghasilkan hanya 52% kasus keberhasilan.
Oleh itu, mereka yang diberikan terapi spectinomycin harus dilakukan kultur pharynx
setelah 3-5 hari pemberian terapi dalam rangkai memonitor hasil keberhasilan. Infeksi
Ocular gonococcal pada anak-anak dan dewasa dapat diterapi dengan menggunakan
single dose oleh ceftriaxone dan dapat dikombinasikan dengan irigasi salin pada
konjungtiva (keduanya harus diberikan secepatnya ) dan pasien harus dilakukan
pemerikasaan slit-lamp dalam rangka mengevaluasi kondisi mata.
7. Pencegahan
Jika kondom digunakan dengan benar, hal ini akan menghasilkan proteksi yang
sangat efektif dalam menghalang terjadinya transmisi gonorrhea serta infeksi lain dari
dan ke perukaan mukosa. Apabila sudah terdiagnosa dengan infeksi gonorrhea, semua
pasangan seksual harus turut dievaluasi dan diberikan terapi secara bersamaan. Pasien
juga harus diberitahukan supaya tidak melakukan aktivitas seksual selama terapi masih
berlangsung dan gejala masih positif. Hal terpenting lain yang harus dilakukan adalah
memberikan edukasi kesehatan masyarakat, kaunseling individu, dan modifikasi perilaku.
Mereka yang sedang aktif seksual juga harus dilakukan skrining terhadap penyakit
menular seksual. Tidak ada vasin yang efektif terhadap gonorrhea pada saat ini akan
tetapi usaha untuk menguji kandidat vaksin Porin sedang berlangsung.