Anda di halaman 1dari 20

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan klinik dengan judul Penatalaksanaan Fisioterapi pada Gangguan ADL


Lengan dan Tungkai Sisi sinistera Akibat Hemiplegi Post Stroke NHS ini dibuat
untuk memenuhi salah satu persyaratan bahwa telah mengikuti praktek klinik
fisioterapi di RS. WAHIDIN SUDIROHUSODO.

Makassar, Juli 2008

Pembimbing Akademik

H. ANDI ASIS, SKM. FT


NIP 140 241 126

1
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit non infeksi yang berkembang saat ini adalah penyakit
atau gangguan sistem peredaran darah yang menimbulkan kerusakan pada sistem
saraf pusat dan lebih lanjut menyebabkan kelumpuhan pada sebagian anggota
badan dan wajah sehingga menurunkan kapasitas fisik dan kemampuan
fungsional pasien.

Interfensi fisioterapi dan kerjasama dengan tenaga medis dan paramedis


lainnya pada kasus-kasus seperti ini sangat dibutuhkan, baik selama pasien
dirawat di RS maupun setelah kembali di keluarganya.

Dalam hubungannya dengan penulisan laporan klinik yang berjudul


Penatalaksanaan Fsioterapi pada hemiplegi sinistera Akibat Non Hemoragik
Stroke, masalah yang timbul adalah :

1. Bagaimana proses patologi stroke sehingga dapat menimbulkan hemiplegi.


2. Penanganan fisioterapi pada pasien hemiplegi pasca stroke dengan
berbagai modalitas Fisioterapi yang ada.

Hemiplegi merupakan suatu kondisi yang ditandai adanya kelumpuhan


separuh badan, wajah, lengan, dan tungkai berupa gangguan motorik dan gerakan
ADL lainnya.

Dalam penulisan laporan klinik ini penulis akan membahas tentang


penatalaksanaan fisioterapi pada pasien hemiplegi kanan pasca stroke dengan
berbagai modalitas fisioterapi yang ada dengan tiga kali kunujungan di RS
Wahidin Sudirohusodo. Hal ini meliputi penanganan pada extremitas superior dan
inferior serta mencegah kecacatan lebih lanjut.

2
BAB II

ANATOMI FISOLOGI

A. Kortek Cerebri

Kortek cerebri yang mengatur fungsi motoris


terletak pada sulcus presentralis.Sulcus presentralis
berjalan ke anterior sejajar dengan sulkus sentralis.
Sulkus presentralis terbagi lagi menjadi sulkus presentralis superior dan
sulkus inferior. Sulkus frontalis superior dan inferior berasal dari sulkus
presentralis menuju kearah depan dan bawah serta membagi permukaan
lateral lobus frontalis menjadi tiga gyrus yang sejajar yaitu gyrus frontalis
superior, medius, dan inferior.

Pada lobus frontalis terdapat area motorik untuk gerakan volunteer,


area ini terbagi lagi yaitu untuk kaki, ankle, lutut, pinggul, badan, siku, wrist,
angan, leher, muka, lidah , lariynx, yang bekerja dari atas kebawah. Area
area ini berhubungan dengan motor cranial dan AHC, secara menyilang ke
samping yang berlawanan di daerah kortiko spinal track. Lobus parietalis
terdapat area sensorik, sensasi kinestetik terjadi akibat adanya impuls yang
ditimbulkan oleh perangsangan propioseptor diotot, tendon, dan sendi secara
tidak disadari namun sampai saraf pusat, bila mana ada kerusakan maka
rehabilitasinya sangat sulit. Lobus oksipitalis di sini terdapat area
penglihatan, informasi yang diterima mata tidak akan diproses di otak bila
area ini mengalami kerusakan. Kerusakan pada area ini akan berakibat
berkurangnya pendengaran atau hilang sama sekali.

Berkaitan dengan gangguan motorik pada stroke bagian kortek cerebri


yang dapat dipergunakan sebagai dasar referensi bagi lokalisasi proses
fisiologis dan patologis dengan memakai angka angka yang dibuat oleh

3
Broadman dengan memberikan label label pada masing masing daerah
yang dianggap berbeda dalam kortek cerebri. Pada lobus frontalis daerah
tersebut telah terbagi menjadi beberapa area diantaranya area 4 terletak pada
gyrus presentralis dan lobus precentralis merupakan daerah motorik yang
utama. Area 6 terletak pada gyrus frontalis superior dan medial merupakan
bagian sirkuit ekstrapiramidal dan premotor. Area 8 terletak pada gyrus
frontalis superior dan medial berhubungan dengan pergerakan mata dan
perubahan pupil.Area 9, 10, 11, 12 daerah asosiasi frontalis.

B. Traktus Pyramidalis dan Exstrapyramidalis

Di dalam perjalanannya implus motorik dibagi menjadi dua bagian,


yaitu upper motor neuron yang menghantarkan implus dari pusat motorik di
cortex cerebri sampai batas synapsis cornu anterior medulla spinalis dan
lower motor neuron yang menghantarkan implus dari cornu anterior medulla
spinalis sampai ke otot. Dalam pembahasan upper motor neuron ini akan
disinggung tentang tractus pyramidalis, tractus extrapyramidalis serta
stimulasi tractus pyramidalis dan tractus extrapyramidalis.

1) Tractus pyramidalis

Serabut serabut saraf motoris central yang tergabung dalam suatu


berkas yang berfungsi menjalarkan implus motorik yang disadari disebut
tractus pyramidalis. Tractus ini membentuk pyramidal pada mendulla
oblongata dan karena itu dinamakan system pyramidal turun dari
kapsula interna daeri cortex cerebri. Kira kira 80 % serabut serabut ini
menyilang garis tengah dalam decussatio pyramidium untuk membentuk
tractus corticospinalis lateralis, sisanya turun sebagai tractus
corticospinalis anterior.

4
2) Tractus extrapyramidalis

Sistem tractus extrapyramidalis dapat dianggap suatu system fungsional


dengan tiga lapisan integrasi, yaitu cortical, striatal (basal ganglia) dan
tegmental (mesensephalon). Fungsi utama dari extrapyramidalis
berhubungan dengan gerak yang berkaitan, pengaturan sikap dan
integrasi otonom.(Chusid.1993). Stimulasi dari tractus pyramidalis dan
extrapyramidalis menurut John Chas pada tahun 1975, bekerja bersama
untuk memberikan pola gerakan yang berupa gerak sinergis yang benar
dan reaksi postural. Ada beberapa teori yang menjelaskan terjadinya
gerakan volunter, yaitu permulaan keinginan/ide untuk bergerak,
stimulasi dari motoneuron, perubahan atau kotrol inhibisi dari antagonis,
aktifitas dari sinergis dan otot fiksator, postur dan perubahan pola postur
untuk membuat gerakan yang diinginkan. Pada pyramidalis berfungsi
pada awal gerakan yang disusun dalam area centrocephal. Jika tractus ini
bekerja sendirian tanpa bantuan dari system extrapiramidalis, maka
gerakan yang dihasilkan akan cenderung menjadi gerakan yang tidak
beraturan. Tractus pyramidalis akan membentuk suatu gerakan yang
berarti, sedangkan tractus extrapyramidalis berpengaruh pada kumpulan
motoneuron untuk membuat gerakan yang diinginkan tanpa melibatkan
aktifitas yang tidak diinginkan.

2. Vaskularisasi otak

Penelitian kebutuhan vital jaringan otak akan oksigen dapat


dicerminkan dengan melakukan percobaan dengan menggunakan kucing,
para peneliti menemukan lesi permanen yang berat didalam cortex kucing
setelah sirkulasi darah otaknya dihentikan hampir selama 3 menit.
Diperkirakan bahwa metabolisme otak menggunakan kira kira 18% dari
total konsumsi oksigen oleh tubuh.Pada manusia, dalam suatu saat mungkin
otak mengandung kira kira 7 ml total oksigen, yang dengan kecepatan
pemakainan normal akan habis kira - kira 10 detik, oleh karena itu tidaklah

5
mengherankan kalau masa hidup jaringan SSP yang menghadapi kekurangan
oksigen cukup singkat (Chusid, 1993).Berat otak hanya 2,5 % dari berat
badan seluruhnya namun otak merupakan organ yang paling banyak
menerima darah dari jantung yaitu 20 % dari seluruh darah yang mengalir
ke seluruh bagian tubuh (Lumantobing, 2001). Pengaliran darah ke otak
dilakukan oleh dua pembuluh arteri utama yaitu sepasang arteri karotis
interna yang mengalir sekitar 70% dari keseluruhan jumlah darah otak dan
sepasang arteri vertebralis yang memberikan 30% sisanya. Arteri karotis
bercabang menjadi arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media yang
memperdarai daerah depan hemisfer cerebri, pada bagian belakang otak dan
di bagian otak dibalik lobus temporalis. Kedua bagian otak terakir ini
memperoleh darah dari arteri cerebri posterior yang berasal dari arteri
vertebralis (Chusid, 1993). Peredaran darah otak dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu :

a. Tekanan darah dikepala (perbedaan antara tekanan arterial dan


venosa pada daerah setinggi otak), tekanan darah arteri yang
penting dan menentukan rata rata 70 mmHg, dan dibawah
tekananan ini akan terjadi pengurangan sirkulasi darah yang serius.
b. Resistensi cerebrovasculer yaitu Resistensi aliran darah arteri
melewati otak dipengaruhi oleh :

1) tekanan liquor cerebrospinalis intracranial atau peningkatan


resistensi terhadap aliran darah terjadi sejajar dengan
meningginya tekanan liquor cerebrospinalis, pada tekanan
diatas 500 mm air, terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan
sampai berat.
2) Viskositas darah, sirkulasi dapat menurun lebih dari 50 % pada
polycythemia, suatu peningkatan yang nyata didalam sirkulasi
darah otak dapat terjadi pada anemia berat.
3) Keadaan pembuluh darah cerebral, terutama arteriole. Pada
keadaan patologis, blok ganglion stelata dapat mengalami

6
kegagalan untuk mempengaruhi aliran darah otak
(Chusid,1993)

7
BAB III

PATOLOGI TERAPAN

A. Pengetian
Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak. Gangguan peredaran
darah dapat berupa Iskemia, yaitu aliran darah berkurang atau terhenti pada
sebagian daerah di otak dan perdarahan yang biasanya terjadi karena dinding
pembuluh darah robek. Seperti bagian-bagian tubuh lainnya, otak
mendapatkan suplai darah dari pembuluh darah agar dapat mempertahankan
fungsinya secara normal. Gangguan peredaran darah ini mengakibatkan fungsi
otak terganggu dan bila berat dapat mengakibatkan kematian sebagian sel-sel
otak (disebut infark).
Otak membutuhkan sangat banyak oksigen. Bila suplai oksigen
terputus selama 8-10 detik sudah terjadi gangguan fungsi otak. Bila suplai
oksigen terputus lebih dari 6-8 menit, maka terjadi kerusakan otak yang tidak
dapat pulih/menetap. Faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak adalah:
keadaan pembuluh darah, keadaan darah dan keadaan jantung. Gejala utama
stroke adalah timbulnya gangguan saraf secara mendadak seperti yang telah
disebutkan di atas. Derajat keparahan bervariasi dari yang ringan sampai
berat. Gejala stroke yang mula-mula ringan saja dapat kemudian memberat
dalam beberapa jam atau hari. Itulah sebabnya gejala stroke tidak boleh
diabaikan walaupun pada awalnya ringan.
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik
fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular. Berdasarkan
etiologinya, stroke dibedakan menjadi :

8
1. Stroke perdarahan atau strok hemoragik

2. Strok iskemik atau stroke non hemoragik

Pembedaan menjadi 2 macam stroke tersebut karena antara keduanya


memang terdapat perbedaan dalam hal patologi, faktor resiko, cara
pengobatan, dan prognosisnya. Stroke non hemoragik atau yang disebut juga
strok iskemik didefinisikan secara patologis, sebagai kematian jaringan otak
karena pasokan darah yang tidak adekuat sedangkan stroke hemoragik
merupakan kematian jaringan otak di karenakan pecahnya pembuluh darah
yang mengantarkan darah ke otak.

Iskemik otak adalah kelainan gangguan suplai darah ke otak yang


membahayakan fungsi saraf tanpa memberi perubahan yang menetap.Infark
pada otak timbul karena iskemia otak yang lama dan parah dengan perubahan
fungsi dan struktur otak yang ireversible. Gangguan aliran darah otak akan
timbul perbedaan daerah jaringan otak :

a. pada daerah yang mengalami hipoksia akan timbul edema sel otak
dan bila berlangsung lebih lama, kemungkinan besar akan terjadi
infark.
b. daerah sekitar infark timbul daerah penumbra iskemik dimana sel
masih hidup tetapi tidak berfungsi.
c. daerah diluar penumbra akan timbul edema lokal atau hiperemis
berarti sel masih hidup dn berfungsi.

Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila


tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme
(vasokonstriksi). Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh
serebral akan menjadi vasodilatasi. Dengan demikian, aliran darah ke otak
tetap konstan. Walaupun terjadi penurunan tekanan darah sistemik sampai 50
mmHg, autoregulasi arteri serebral masih mampu memelihara aliran darah ke
otak tetap normal. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat
ditanggulangi oleh autoregulasi ialah 200 mmHg untuk tekanan sistolik dan
9
110-120 mmHg untuk tekanan diastolik. Ketika tekanan darah sistemik
meningkat, pembuluh serebral akan berkonstriksi. Derajat konstriksi
tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat
cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan menyebabkan
hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral. Akibatnya, diameter lumen
pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena
pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa
untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan
tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat.
Hal ini akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi
kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler
menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan
perdarahan pada otak (Hariyono, 2003 ).

B. Patofisiologi

Iskemia Otak ialah gangguan aliran darah otak (ADO) yang


membahayakan fungsi neuron tanpa perubahan yang menetap. Bila ADO
turun pada batas kritis yaitu 18 ml/100 gr otak/menit maka akan terjadi
penekanan aktivitas neural tanpa perubahan struktural dari sel. Daerah otak
dengan keadaan ini dikenal sebagai penumbra sistemik. Disini sel relatif
inaktif tapi masih viable. Pada 3 jam permulaan iskemia, akan terjadi
kenaikan kadar air dan natrium pada substansia grisea dan setelah 12-48 jam
terjadi kenaikan yang progresif dari kadar air dan natrium pada substansia
alba, sehingga memperberat edem otak dan meningkatkan tekanan
intrakranial. Bila terjadi sumbatan pembuluh darah, maka daerah sentral yang
diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemia berat
sampai infark.

Dengan bertambahnya usia, DM, hipertensi, dan merokok merupakan


faktor terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri merupakan kombinasi
dari perubahan tunika intima dengan penumpukan lemak, komposisi darah

10
maupun deposit kalsium dan disertai pula perubahan pada tunika media di
pembuluh darah besar yang menyebabkan permukaan menjadi tidak rata. Pada
saat aliran darah lambat (saat tidur), maka dapat terjadi penyumbatan
(trombosis). Untuk pembuluh darah kecil dan arteriol, terjadi penumpukan
lipohialinosis yang dapat mengakibatkan mikroinfark.

Darah merupakan suatu suspensi yang terdiri dari plasma dengan


berbagai macam sel yang terdapat di dalamnya. Dalam keadaan fisiologik,
jumlah darah yang mengalir ke otak ialah 50-60 ml/100 gram otak/menit atau
700-840 ml/menit. Faktor-faktor yang mempengaruhi ADO dibagi dalam 2
faktor yaitu :

Faktor Ekstrinsik

Diameter pembuluh darah. Resistensi vaskuler terbesar terjadi pada


pembuluh darah terkecil. Bila lumen menyempit 70%, maka akan
mengganggu ADO.
Kualitas darah/Viskositas darah. Bila hematokrit naik, maka viskositas
darah akan meningkat pula, resistensi serebrovaskuler juga naik sehingga
ADO menurun.
Eritrosit, terjadi peningkatan agregasi eritrosit dan penurunan
deformabilitas eritrosit.

Faktor intrinsik
Autoregulasi yaitu kemampuan pembuluh darah arteriol otak untuk
mempertahankan ADO meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi
otak. Autoregulasi akan berfungsi dengan baik, bila tekanan sistolik 60-
200 mmHg dan tekanan diastolik 60-120 mmHg.
Faktor Biokimiawi Karbon dioksida (CO2) Peningkatan tekanan CO2
akan menyebabkan vasodilatasi, sehingga resistensi serebral turun,
akibatnya ADO akan meningkat.

11
Oksigen (O2) Bila tekanan O2 turun kurang dari 50 mmHg akan
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi sehingga ADO meningkat dan
sebaliknya.
Pengaruh ion H+ Bila kadar ion H turun (asidosis) maka daerah iskemik
akan berubah jadi infark.
Susunan saraf otonom Rangsang sistem simpatis servikal akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak, sehingga ADO turun.

C. Tanda dan gejala klinis

Gejala neuorologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah


diotak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokalisasinya.Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri adalah
timbulnya deficit neurologic secara mendadak/sub, didahului gejala
prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran
biasanya tidak menurun.Komplikasi cacat akibat stroke berdasarkan
gangguan neurology fokal otak dapat berupa :

1. gangguan motoris, kelemahan atau kelumpuhan separo anggota


gerak, kekakuan pada satu extremitas atau separo tubuh, mulut dan
atau bibir mencong, lidah mencong, pelo, melihat dobel (diplopi),
kelopak mata sulit di buka (ptosis), gerakan tak terkendali (chorea
/ atetosis), kejangkejang (seizer), tersedak (aspirasi), tidak keluar
suara (disfoni/afoni)
2. gangguan sensoris, gangguan perasaan (deficit sensoris),
kesemutan (parestesi), rasa tebal tebal (hipertesi), tidak bisa
membedakan rabaan (anestesi), pendengaran terganggu
(tinnitus/deafness), penglihatan terganggu (gangguan visus)
3. gangguan bicara, sulit berbahasa (disfasia), tidak bisa bicara
(afasia motorik), tidak bisa memahami bicara orang (afasia
sensorik), tidak dapat mengerti apa yang dilihat (visual agnosia),

12
tidak dapat menulis (agrafia), kepandaian mundur (predemensia),
tidak dapat berhitung (acalculia), pelupa (demensia)
4. gangguan psikiatris, mudah menangis (force crying), mudah
tertawa (force laughing), depresi, bingung, gangguan otonom,
keringat, seksual, sindroma menggerutu
5. gangguan kongnitif, yaitu pasien mengalami kesulitan untuk
mengorganisasikan informasi secara efisien dan terarah, dan juga
paisen mengalami kesulitan dalam mengingat perintah yang
diberikan kepadanya (Soetedjo, 2004).

D. Komplikasi

Dari sudut pandang fisioterapi, komplikasi yang akan muncul bila


kondisi stroke ini tidak ditangani dengan baik adalah sebagai berikut :

1. Penurunan LGS, hal ini bisa disebabkan oleh ketidakaktifan,


kelumpuhan, posisi yang tidak baik, serta mobilisasi yang
kurang memadai khususnya pada stadium flaccid.
2. Subluksasi sendi bahu, terjadi karena kelayuhan otot rotator
sendi bahu pada kondisi flaccid dapat menimbulkan nyeri,
oedema, penguluran kapsul sendi.
3. Kontraktur hal ini terjadi karena program latihan terlambat dan
atau tidak teratur, adanya spastisitas yang berat, oedema
tangan.
4. Shoulder hand syndrome hal ini bisa terjadi adanya posisi yang
tidak benar, tidak ada penyanggaan pada waktu duduk atau
berdiri, kurangnya latihan LGS secara efektif.
5. Efek tirah baring lama hal ini bisa disebabkan karena posisi
tidur yang kurang tepat, tidak adanya mobilisasi dini.

13
BAB IV

STATUS KILINIK

A. Data-Data Medis Rumah Sakit


a. Diagnosa medis : Hemiplegi sinistera
b. Catatan Klinis : Medika mentosa
B. Pemeriksaan Fisioterapi
A. Anamnesis
a. Anamnesis Umum
Nama : Baso Mustari
Umur : 46 tahun
Alamat : Jl. Sidrap Raya No. 90 E
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (guru)
b. Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Lemah separuh badan bagian kiri.
Letak keluhan : sisi kiri badan
Kapan terjadi : 2 Tahun yang lalu
Riwayat penyakit : 2 tahun yang lalu pasien
mengalami kelumpuhan saat
bangun tidur. Tiba-tiba pasien
merasakan tangan dan kakinya
lemah dan tidak bisa digerakkan.
Pada awalnya pasien tidak sadar
dan dirawat di rumah pribadi
selama 3 bulan karena keadaan
pasien yang semakin
memperihatinkan maka pasien di
bawa ke RS wahidin sudirohusodo.

14
Riwayat penyakit dahulu : Pasien mengalami stroke yang
pertama kalinya.

c. Anamnesis Sistem
a. Kepala dan leher : Tidak Ada gangguan
b. Kardiovaskuler : Tidak ada gangguan
c. Respirasi : Ada gangguan
f. Musculoskeletal : Kelemahan pada ekstremitas sisi
sinistera.
d. Pemeriksaan Fisik
a) Vital Sign
Tekanan Darah : 170/90 mmHg
Denyut Nadi : 131 x/menit
Pernapasan :35 x/menit
Temperatur : 390 C

b) Inspeksi
Statis :
o Pasien dalam keadaan terbaring dan memakai ventilator
yang terpasang di hudung pasien.
o Terdapat oedema di tangan dan tungkai.
Dinamis :
o Pasien tidak dapat menggerakkan tangan dan
tungkainya.
o Pasien tidak mampu membuka mulutnya.

B. Pemeriksaan Spesifik

a. Tes sensorik
- tes tajam tumpul : terganggu
- tes rasa sakit : terganggu
- tes rasa gerak : terganggu

15
b. Tes motorik
reaksi keseimbangan sudah ada
pasien belum mampu memutar badan, duduk maupun berdiri.
Pasien belum mampu melakukan transfer/berpindah dengan
baik.
c. Tes Refleks
Biceps refleks : hipotonus
Triceps refleks : hipotonus
KPR : hipotonus
APR : hipotonus
d. Tes tonus
Ada hipertonus pd m. biceps brachii, fleksor wrist dan pada fleksor
tungkai bawah.
d. Tes ADL koordinasi
- ADL makan dan minum
- ADL berpakaian
- ADL berjalan
Hasilnya pasien tidak dapat melakukan.
e. Tes Koordinasi
a) Finger to noise : terganggu
b) Finger to finger terapis : terganggu
c) Heel to knee : terganggu
d) Heel to finger terapis : terganggu

16
f. Tes kognitif : Terganggu
g. MMT
GROUP OTOT KANAN KIRI

Fleksor Wrist 0 3

Ekstensor Wrist 0 3

Fleksor elbow 1 4

Ekstensor elbow 1 4

Supinator elbow 0 3

Pronator elbow 0 3

Fleksor Shoulder 0 4

Ekstensor Shoulder 0 4

Adduktor Shoulder 1 3

Abduktor Shoulder 1 3

Plantar Fleksor Ankle 0 4

Dorso fleksor Ankle 0 3

Fleksor Knee 1 4

Ekstensor knee 1 3

Fleksor Hip 0 3

Ekstensor Hip 0 4

Adduktor Hip 1 4

Abduktor Hip 1 4

17
C. Diagnosis Fisioterapi
Gangguan fungsional ekstremitas sisi sinistera akibat hemiplegi post
stroke HS

D. Problematik FT
Gangguan mental.
Oedema
Gangguan pernapasan.
Kelemahan otot.
E. Program Rencana Tindakan Fisioterapi

1. Tujuan

a. Support mental
b. Melancarkan jalan nafas
c. Mengurangi oedma
d. Menstimulasi kontraksi otot
e. Mencegah kontraktur
f. Mencegah komplikasi decubitus
F. Interfensi Fisioterapi
a. Infra Red Rays
Tujuan : Pree eleminary exercise
F : sekali dalam setiap hari
I : 30 cm
T : Kontak langsung
T : 15 menit

b. Breathing exercise
Tujuan : melancarkan jalan nafas
F : sekali dalam setiap hari
I : toleransi pasien
T : Appical breathing
T : 15 menit

18
c. Positioning
Tujuan : mencegah decubitus
F : sekali dalam setiap hari
I : toleransi pasien
T : posisi relaks
T : 15 menit

d. Stimulasi tonus
Tujuan : Menstimulasi munculnya kontraksi otot
F : sekali dalam setiap hari
I : toleransi pasien
T : Kontak langsung
T : 6-8 repetisi

e. Stretching
Tujuan : mencegah kontraktur
F : Setiap hari
I : penguluran maksimal
T : kontak langsung
T : 6 kali repetisi

f. Pasif ROM exercise


Tujuan : menjaga mobilitas sendi dan mengurangi oedama.
F : Setiap hari
I : toleransi pasien
T : kontak langsung
T : 6 kali repetisi

G. Prognosis
Quo ad vitam : sedang
Quo ad sanam : sedang
Quo ad fungsionam : Kurang baik
Quo ad cosmeticam : Kurang baik

19
H. Evaluasi
1. Evaluasi sesaat : Pasien nampak lelah setelah latihan
2. Evaluasi berkala :
Setelah beberapa hari, perkembangan keadaan pasien sebagai berikut ;
Belum terdapat perubahan nilai otot.
Pasien sudah mampu menggerakkan mulutnya.
Oedema agak berkurang.

I. Catatan pembimbing praktek

20

Anda mungkin juga menyukai