Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan


manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard akut
(IMA) yang disertai elevasi segmen ST maupun penderita dengan infark miokardium
tanpa elevasi ST. SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner.
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis.12

Di Amerika Serikat setiap 1 juta pasien dirawat dirumah sakit karena angina
pektoris tak stabil; di mana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark
jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.9
Pada tahun 2005, secara global diperkirakan 7,6 juta penduduk meninggal karena
serangan jantung. Di Indonesia, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004
menunjukkan 1,3% penduduk umur >15 tahun pernah didiagnosis sakit jantung oleh
tenaga kesehatan selama hidupnya sebesar dan 0,9% yang pernah diobati. Pengalaman
sakit jantung menurut gejala (angina pectoris) dilaporkan oleh 51 per 1000 penduduk
umur >15 tahun dan 93% di antaranya tidak tercakup oleh sistem pelayanan kesehatan.
Laporan nasional Riskesdas 2007 menunjukkan proporsi kematian akibat penyakit
jantung iskemik pada populasi semua umur sebesar 5,1%. Sebesar 7,2% pernah
mengalami gejala penyakit jantung dan 13% di antaranya sudah pernah didiagnosis oleh
tenaga kesehatan.11

Page | 1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

- Nama : SATRIA I DEWA NYOMAN


- Tanggal lahir : 31 12 - 1933
- Usia : 84 tahun
- Jenis Kelamin : laki laki
- Status Perkawinan : Menikah
- Agama : Hindu
- Tanggal MRS : 14-03-2017
- Alamat : peken bajarangkan

2.2 Anamnesa (Autoanamnesis)


a. Keluhan utama : Sesak
Keluhan penyakit sekarang : pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak
sejak 1 hari yang lalu, sesak dirasakan ketika pasien melakukan aktifitas berat,
sesak membaik ketika pasien beristirahat, pasien mengeluh sesak saat tidur, sesak
membaik saat kepala dan dada ditinggikan, pasien merasa lebih baik ketika
menggunakan 2 bantal, pasien juga mengeluh sesak saat beraktifitas. Batuk tidak
ada, mual dan muntah juga tidak ada, nyeri dada tidak ada.

- Riwayat penyakit dahulu :


- Riwayat keluhan yang sama : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat hipertensi :ada
- Riwayat DM : disangkal
b. Riwayat peyakit keluarga : Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
disangkal
c. Riwayat sosial : Pernah merokok, tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak
mengkonsumsi obat-obat terlarang.

Page | 2
2.3 Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Nampak Sakit Sedang
- Kesadaraan : compos mentis
- GCS :E4V5M6
- Tanda vital : TD 100/80 mmHg, Nadi 100x/menit, RR 28x/menit, Suhu 360C
(axilla), BB 60 kg, TB 165 cm, IMT 22,03
A. Status Generalis
Kulit : Warna sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor cukup,
tidak tampak jejas trauma, tidak tampak bekas operasi.
Kepala : Simetris, normal, rambut beruban, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak tampak jejas trauma dan kelainan kongenital, tidak tampak
bekas operasi
Muka : Simetris, tidak tampak ada jejas trauma, tidak tampak ada
kelainan kongenital
Mata : Pupil bulat isokor dengan diameter 3mm/3mm Konjungtiva
anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, terdapat reflek cahaya pada kedua
mata.
Hidung : Discharge tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada, deviasi
septum tidak ada, deformitas tidak ada
Mulut/Gigi : Bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries tidak ada,
faring tidak hiperemis, tonsil T0-T0
Telinga : Simetris, discharge tidak ada, tidak ada kelainan kongenital
Pemeriksaan Leher

- Inspeksi : Deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5 2 cm H2O)

- Palpasi : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak ada pembesaran

Pemeriksaan Thorax
Cor :
- Inspeksi : simetris, iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis terlihat, lokasi di apex, kuat angkat (+)
- Perkusi :
Batas atas : ICS II PSL sinistra
Batas kanan : ICS V PSL dextra

Page | 3
Batas kiri : ICS V MCL sinistra
Batas bawah : ICS IV PCL sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, mur-mur (-).
Pulmo :
- Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan napas yang tertinggal,
tidak nampak adanya massa, tidak ada tampak adanya tanda tanda peradangan.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus dada kanan dan kiri sama.
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronki basah halus
(+) , wheezing (-)
Abdomen :
- Inspeksi : distensi tidak ada, asites tidak ada, tidak tampak adanya massa, tidak
tampak adanya tanda tanda peradangan
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut costovertebra
tidak ada.
- Palpasi : nyeri tekan (-)
o Hepar : tidak terdapat pembesaran hepar dan tidak terdapat nyeri tekan.
o Lien : tidak terdapat pembesaran lien dan tidak terdapat nyeri tekan.
o Ginjal : tidak terdapat pembesaran ginjal kanan dan kiri dan tidak terdapat
nyeri tekan, dan tidak nyeri ketok costovertebra.
Ekstermitas : Ekstermitas atas dan bawah hangat, nyeri [-], sianosis [-], jari tabuh [-]
dan bengkak [-].
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Ro Thorax, DL, BUN SC, SGOT, SGPT, EKG.

Page | 4
Pemeriksaan EKG (14-4-2017)

Interpretasi : sinus rhythm dengan 100 kali/menit, regular.

Ro Thorax ( 14 04 2017)

Kesan : pulmo dan cor kesan normal pada proyeksi ini, atherosclerosis aortae

Page | 5
A. Pemeriksaan Kimia Darah (14 04 2017)
Tes Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
GDS 103 mg/dL 75 115 Normal
Albumin 3,62 g/dL 3,8 5,1 Menurun
Creatinine 0,85 mg/dL 0,6 1,1 Normal
Urea UV 47 mg/dL 10 50 Normal
ALT 41 U/L 0-40 Meningkat
AST 25 U/L 0-40 Normal

B. Pemeriksaan Darah Lengkap (14 04 2017)


Hematologi Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
WBC 9600 109/l 3500-10000 Normal
LYM% 9,0 % 15,0-50,0 Menurun
LYM 0,8 109/l 0,5-5,0 Normal
MID 0,7 109/l 0,1-1,5 Normal
MID% 6,1 % 2,0-15,0 Normal
GRAN 8,1 109/l 1,2-8,0 Meningkat
GRA% 84,9 % 35,0-80,0 Meningkat
RBC 5,25 jt 1012/l 3.500.000-5.500.000 Normal
HGB 13,4 g/dl 11,5-16,5 Normal
HCT 41,3 % 35,0-55,0 Normal
MCV 78,6 Fl 75,0-100,0 Normal
MCH 25,5 Pg 25,0-35,0 Normal
MCHC 32,5 g/dl 31,0-38,0 Normal
RDW% 12,7 % 11,0-16,0 Normal
RDWa 62,0 Fl 30,0-150,0 Normal
PLT 202 109/l 150.000-400.000 Normal
MPV 8,1 fl 8,0-11,0 normal
PDW 11,4 Fl 0,1-99,9 Normal
PCT 0,16 % 0,01-9,99 Normal

C. Pemeriksaan profil lipid (15 04 2017)

Tes Nilai satuan Refrensi rentang nilai Keterangan


Cholesterol total 252 mg/dl 0-200 Meningkat
Trigliseride 186 mg/ dl 0-150 Meningkat

2.5 Diagnosis Kerja


ADHF profil B ec susp. HHD
Disiplidemia

Page | 6
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di IGD Penatalaksanaan Lanjutan
- O2 4 LPM - O2 4 lpm
- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm - IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
- Furosemide 3x20 inj. iv - Furosemid 40 mg iv (2 x 20 mg
- telmisartan 1 x 50 mg iv)
- cek lipid profil 15/4/2017

2.7 Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad fungsionam : dubia

2.8 Follow Up Bangsal

14 april 2017
Keluhan : sesak
Keluhan sekarang: sesak dipicu oleh aktifitas berat, sesak membaik
ketika pasien beristirahat, pasien mengeluh sesak saat tidur, sesak
membaik saat kepala dan dada ditinggikan, pasien merasa lebih baik
ketika menggunakan 2 bantal, pasien juga mengeluh sesak saat
beraktifitas. Batuk tidak ada, mual dan muntah juga tidak ada, nyeri dada
tidak ada.
KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital : TD: 110/60 mmHg, N : 92x/menit, RR : 24x/mnt, T : 36C (axilla)
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Simetris, normal, rambut beruban, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak tampak jejas trauma dan kelainan kongenital, tidak tampak bekas
operasi
Muka : Simetris, tidak tampak ada jejas trauma, tidak tampak ada kelainan
kongenital
Mata : Pupil bulat isokor dengan diameter 3mm/3mm Konjungtiva anemis
tidak ada, sklera ikterik tidak ada, terdapat reflek cahaya pada kedua mata.
THT : DBN

Page | 7
Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5 2 cm H2O)
- Palpasi : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Thorax
Cor :
- Inspeksi : simetris, iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis teraba, lokasi di apex, kuat angkat (+)
- Perkusi :
Batas atas : ICS II PSL sinistra
Batas kanan : ICS V PSL dextra
Batas kiri : ICS IV MCL sinistra
Batas bawah : ICS IV PCL sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, mur-mur (-).
Pulmo :
Pulmo :
- Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan napas yang
tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada tampak adanya tanda
tanda peradangan.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus dada kanan dan kiri
sama.
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronki
basah halus (+) , wheezing (-)
Abdomen :
- Inspeksi : distensi tidak ada, asites tidak ada, tidak tampak adanya
massa, tidak tampak adanya tanda tanda peradangan
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut
costovertebra tidak ada.
- Palpasi : nyeri tekan (-)
o Hepar : tidak terdapat pembesaran hepar dan tidak terdapat nyeri
tekan.
o Lien : tidak terdapat pembesaran lien dan tidak terdapat nyeri

Page | 8
tekan.
o Ginjal : tidak terdapat pembesaran ginjal kanan dan kiri dan tidak
terdapat nyeri tekan, dan tidak nyeri ketok costovertebra.
Ekstermitas : Ekstermitas atas dan bawah hangat, nyeri [-], sianosis [-], jari
tabuh [-] dan bengkak [-].
Diagnosis : ADHF profil B ec. HHD
disiplidemia

Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% 8tpm
- O2 Nasal 4 lpm
- Spironolaktone 1 x 25mg iv
- Furosemid 40 mg 3 x 1 iv
- telmisartan 21x 80 mg po
Monitoring :
- TTV dan CM CK

15 april 2017
Keluhan : sesak
Keluhan sekarang: sesak membaik ketika pasien beristirahat, sesak
membaik saat kepala dan dada ditinggikan, pasien sudah bisa tidur
menggunakan 1 bantal, pasien mengeluh sering terbangun karena sesak,
pasien juga mengeluh sesak saat beraktifitas. Batuk tidak ada, mual dan
muntah tidak ada, nyeri dada tidak ada.
KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital : TD 100/50, N : 84x/menit, RR : 20x/menit, T : 36C (axilla)
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Simetris, normal, rambut beruban, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak tampak jejas trauma dan kelainan kongenital, tidak tampak bekas
operasi
Muka : Simetris, tidak tampak ada jejas trauma, tidak tampak ada kelainan
kongenital
Mata : Pupil bulat isokor dengan diameter 3mm/3mm Konjungtiva anemis
tidak ada, sklera ikterik tidak ada, terdapat reflek cahaya pada kedua mata.

Page | 9
THT : DBN
Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5 2 cm H2O)
- Palpasi : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Thorax
Cor :
- Inspeksi : simetris, iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis teraba, lokasi di apex, kuat angkat (+)
- Perkusi :
Batas atas : ICS II PSL sinistra
Batas kanan : ICS V PSL dextra
Batas kiri : ICS IV MCL sinistra
Batas bawah : ICS IV PCL sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, mur-mur (-).
Pulmo :
Pulmo :
- Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan napas yang
tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada tampak adanya tanda
tanda peradangan.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus dada kanan dan kiri
sama.
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronki
basah halus (+) , wheezing (-)
Abdomen :
- Inspeksi : distensi tidak ada, asites tidak ada, tidak tampak adanya
massa, tidak tampak adanya tanda tanda peradangan
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut
costovertebra tidak ada.
- Palpasi : nyeri tekan (-)
o Hepar : tidak terdapat pembesaran hepar dan tidak terdapat nyeri
tekan.

Page | 10
o Lien : tidak terdapat pembesaran lien dan tidak terdapat nyeri
tekan.
o Ginjal : tidak terdapat pembesaran ginjal kanan dan kiri dan tidak
terdapat nyeri tekan, dan tidak nyeri ketok costovertebra.
Ekstermitas : Ekstermitas atas dan bawah hangat, nyeri [-], sianosis [-], jari
tabuh [-] dan bengkak [-].
Diagnosis : ADHF profil B ec. HHD
disiplidemia

Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% 8tpm
- O2 Nasal 4 lpm
- Spironolaktone 1 x 25mg iv
- Furosemid 40 mg 3 x 1 iv
- telmisartan 21x 80 mg po
Monitoring :
- CM : 550 CK : 1500
- TTV

16 april 2017
Keluhan : sesak
Keluhan sekarang: sesak membaik, pasien sudah bisa tidur nyenyak tanpa
terbangun karena sesaknya di malam hari. Batuk tidak ada, mual dan
muntah juga tidak ada, nyeri dada tidak ada.
KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital : TD 110/70 mmHg, N : 80x/menit, RR : 20x/menit, T : 36C (axilla)
Kepala : Simetris, normal, rambut beruban, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak tampak jejas trauma dan kelainan kongenital, tidak tampak bekas
operasi
Muka : Simetris, tidak tampak ada jejas trauma, tidak tampak ada kelainan
kongenital
Mata : Pupil bulat isokor dengan diameter 3mm/3mm Konjungtiva anemis
tidak ada, sklera ikterik tidak ada, terdapat reflek cahaya pada kedua mata.
THT : DBN
Pemeriksaan Leher

Page | 11
- Inspeksi : Deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5 2 cm H2O)
- Palpasi : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Thorax
Cor :
- Inspeksi : simetris, iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis teraba, lokasi di apex, kuat angkat (+)
- Perkusi :
Batas atas : ICS II PSL sinistra
Batas kanan : ICS V PSL dextra
Batas kiri : ICS IV MCL sinistra
Batas bawah : ICS IV PCL sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, mur-mur (-).
Pulmo :
Pulmo :
- Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan napas yang
tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada tampak adanya tanda
tanda peradangan.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus dada kanan dan kiri
sama.
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronki
basah halus (+) , wheezing (-)
Abdomen :
- Inspeksi : distensi tidak ada, asites tidak ada, tidak tampak adanya
massa, tidak tampak adanya tanda tanda peradangan
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut
costovertebra tidak ada.
- Palpasi : nyeri tekan (-)
o Hepar : tidak terdapat pembesaran hepar dan tidak terdapat nyeri
tekan.
o Lien : tidak terdapat pembesaran lien dan tidak terdapat nyeri
tekan.

Page | 12
o Ginjal : tidak terdapat pembesaran ginjal kanan dan kiri dan tidak
terdapat nyeri tekan, dan tidak nyeri ketok costovertebra.
Ekstermitas : Ekstermitas atas dan bawah hangat, nyeri [-], sianosis
[-], jari tabuh [-] dan bengkak [-].
Diagnosis : ADHF profil B ec. HHD
disiplidemia

Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% 8tpm
- O2 Nasal 4 lpm
- Spironolaktone 1 x 25mg iv
- Furosemid 40 mg 3 x 1 iv
- telmisartan 21x 80 mg po
Monitoring :
- CM : 950 CK 3500
- TTV

17 april 2017
Keluhan : tidak ada
Keluhan sekarang : pasien sudah bisa beraktivitas sendiri, tanpa dibantu orang lain,
keluhan sesak sudah tidak ada, mual dan muntah tidak ada, nyeri dada
tidak ada, batu tidak ada.
KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital : TD 110/70 mmHg, N : 80x/menit, RR : 20x/menit, T : 36C (axilla)

Kepala : Simetris, normal, rambut beruban, distribusi merata, tidak mudah


dicabut, tidak tampak jejas trauma dan kelainan kongenital, tidak tampak bekas
operasi
Muka : Simetris, tidak tampak ada jejas trauma, tidak tampak ada kelainan
kongenital
Mata : Pupil bulat isokor dengan diameter 3mm/3mm Konjungtiva anemis
tidak ada, sklera ikterik tidak ada, terdapat reflek cahaya pada kedua mata.
THT : DBN
Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5 2 cm H2O)

Page | 13
- Palpasi : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Thorax
Cor :
- Inspeksi : simetris, iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis teraba, lokasi di apex, kuat angkat (+)
- Perkusi :
Batas atas : ICS II PSL sinistra
Batas kanan : ICS V PSL dextra
Batas kiri : ICS IV MCL sinistra
Batas bawah : ICS IV PCL sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, mur-mur (-).
Pulmo :
Pulmo :
- Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan napas yang
tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada tampak adanya tanda
tanda peradangan.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus dada kanan dan kiri
sama.
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronki
basah halus (+) , wheezing (-)
Abdomen :
- Inspeksi : distensi tidak ada, asites tidak ada, tidak tampak adanya
massa, tidak tampak adanya tanda tanda peradangan
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut
costovertebra tidak ada.
- Palpasi : nyeri tekan (-)
o Hepar : tidak terdapat pembesaran hepar dan tidak terdapat nyeri
tekan.
o Lien : tidak terdapat pembesaran lien dan tidak terdapat nyeri
tekan.
o Ginjal : tidak terdapat pembesaran ginjal kanan dan kiri dan tidak

Page | 14
terdapat nyeri tekan, dan tidak nyeri ketok costovertebra.
Ekstermitas : Ekstermitas atas dan bawah hangat, nyeri [-], sianosis [-], jari
tabuh [-] dan bengkak [-].
Diagnosis : ADHF profil B ec. HHD
disiplidemia

Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
- Spironolaktone 1 x 25mg iv
- Furosemid 40 mg 0-0
- telmisartan 1x 80 mg po
- simvastatin 20 mg
- poli cardio rawat jalan
- bisoprolol ditunda
Monitoring :
- CM : 800 CK : 2000

Page | 15
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Dekompensasi Akut pada Gagal Jantung (ADHF)

A. DEFINISI

gagal jantung akut dapat didefinisikan sebagai suatu sindroma klinis dimana
pasien memiliki beberapa gambaran antara lain gejala khas gagal jantung (sesak napas
saat aktifitas fisik atau saat istirahat, kelelahan, keletihan, pembengkakan pada tungkai)
dan tanda khas gagal jantung (takikardia, takipnea, pulmonary rales, efusi pleura,
peningkatan jugular venous pressure, edema perifer, hepatomegali) dan temuan objektif
pada abnormalitas struktur dan fungsi jantung saat istirahat (kardiomegali, bunyi jantung
ketiga, cardiac murmur, abnormalitas pada elektrokardiogram, penigkatan konsentrasi
natriuretic peptide).15

B. ETIOLOGI

Penyebab yang paling umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi
kerusakan atau hilangnya otot jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan
vaskuler dengan hipertensi, atau berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF).
Penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi
penyebab gagal jantung pada 70% dari pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar
10% dan kardiomiopati sebanyak 10%. Kardiomiopati merupakan gangguan pada
miokard dimana otot jantung secara struktur dan fungsionalnya menjadi abnormal.
Tabel 1. Penyebab umum gagal jantung oleh karena penyakit otot jantung
(penyakit miokardial)

Penyakit jantung coroner Banyak manifestasi


Hipertensi Sering dikaitkan dengan hipertrofi
ventrikel kanan.
Kardiomiopati Faktor genetic dan non genetic yang
tidak terklasifikasikan.
Obat obatan - Blocker, calcium antagonists,
antiarrhythmics, cytotoxic agent
Toksin Alkohol, cocaine, trace elements

Page | 16
(mercury, cobalt, arsenik)
Endokrin Diabetes
mellitus, hypo/hyperthyroidism,
Cushing syndrome, adrenal
insufficiency, excessive growth
hormone.
Nutrisional Defisiensi thiamine, selenium,
carnitine. Obesitas.
Infiltrative Sarcoidosis, amyloidosis,
haemochromatosis, penyakit jaringan
ikat
Lainnya Penyakit Chagas, infeksi HIV,
peripartum cardiomyopathy, gagal
ginjal tahap akhir

C. PATOFISIOLOGI
Ketidakmampuan dan kegagalan jantung memompa darah secara langsung
menciptakan suatu keadaan hipovolemik relatif yang lebih dikenal dengan arterial
underfilling. Selain itu respon terhadap faktor faktor neurohormonal (seperti sistem
saraf simpatis, renin angiotensin aldosterone system, arginine vasopressin dan
endotelin 1) menjadi teraktivasi untuk mempertahankan euvolemia yang menyebabkan
retensi cairan, vasokonstriksi, atau keduanya. Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi
aktivasi sitokin proinflamasi dan mediator mediator apoptosis miosit.

Pada pasien dengan gagal jantung, aktivasi sistem saraf simpatik mencegah
terjadinya arterial underfilling yang meningkatkan cardiac output sampai toleransi
berkembang dengan dua mekanisme. Pertama, myocardial 1 receptor terpisah dari
second messenger protein, yang mengurangi jumlah cyclic adenosine 5-monophosphate
(cAMP) yang dibentuk untuk sejumlah interaksi reseptor ligan tertentu. Kedua,
mekanisme dephosphorylation menginternalisasi 1-reseptor dalam vesikula sitoplasma
di miosit tersebut. Bahkan dengan latar belakang tingkat toleransi., katekolamin

Page | 17
meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler dan tingkat metabolisme anaerobik. Hal
ini dapat meningkatkan risiko tachyarrhythmias ventrikel dan kematian sel.

D. GEJALA KLINIS
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang sering
tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala gejala ini juga dapat
disebabkan pleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang
diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk penyakit pulmonal
termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit
untuk dibedakan secara klinis dengan gagal jantung.2
Tabel 2. Manifestasi Klinis yang umum pada gagal jantung
Gambaran Klinis Gejala Tanda
yang Dominan
Edema perifer/ Sesak napas, Edema Perifer,
kongesti kelelahan, Anoreksia peningkatan vena
jugularis, edema
pulmonal,
hepatomegaly,
asites, overload
cairan (kongesti),
kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang Crackles atau rales
berat saat istirahat pada paru-paru
bagian atas, efusi,
Takikardia, takipne

Syok kardiogenik Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang


(low output dingin pada perifer buruk, Systolic
syndrome) Blood Pressure
(SBP) < 90mmHg,
anuria atau oliguria
Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi
(gagal jantung peningkatan tekanan
hipertensif) darah, hipertrofi
ventrikel kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas, Bukti disfungsi
kelelahan ventrikel kanan,
peningkatan JVP,
edema perifer,
hepatomegaly,
kongesti usus.

Page | 18
Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated
Heart Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara
lain tertera dalam tabel berikut.
Tabel 3. Gejala dan Tanda Acute Decompensated Heart Failure
Volume Overload
- Dispneu saat melakukan kegiatan
- Orthopnea
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
- Ronchi
- Cepat kenyang
- Mual dan muntah
- Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali
- Distensi vena jugular
- Reflex hepatojugular
- Asites
- Edema perifer
Hipoperfusi
- Kelelahan
- Perubahan status mental
- Penyempitan tekanan nadi
- Hipotensi
- Ekstremitas dingin
- Perburukan fungsi ginjal

E. DIAGNOSIS
Pasien dengan gagal jantung umumnya datang di instalasi gawat darurat dengan
manifestasi klinis volume overload atau hipoperfusi atau keduanya (tabel 4). Pasien yang
datang dengan keluhan volume overload relatif mudah untuk didiadnosis. Mereka
umunya memiliki tanda dan gejala kongesti paru ( dispneu saat melakukan kegiatan),
Orthopnea, Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), dan Ronchi). Sedangkan manifestasi
cepat kenyang, mual dan muntah merupakan akibat dari edema traktus gastrointestinal
(GI). Kongesti pada hepar dan spleen atau keduanya menyebabkan Hepatosplenomegali,
hepatomegali, atau splenomegaly. Pasien juga menunjukan adanya peningkatan tekanan
vena jugular dengan atau tanpa peningkatan reflex hepatojugular. Asites dan edema
perifer juga muncul akibat akumulasi cairan pada kavitas peritoneum dan perifer.
Gagal jantung dengan hipoperfusi sulit untuk didiagonosis karena kebanyakan gejala
dan tanda tidak spesifik. Hipotensi dan perburukan fungsi ginjal merupakan tolok ukur
objektif terhadap hipoperfusi.
Kesulitan mendiagnosis gagal jantung berdasarkan gejala dan tanda memicu
berkembangnya usaha untuk mengidentifikasikan biomarker terhadap penyakit ini.

Page | 19
Pemeriksaan dengan katerisasi jantung kanan dengan menggunakan Swan Ganz Catheter
yang merupakan gold standart untuk pengukuran tekanan intrakardiak dan cardiac
output, sayangnya katerisasi jantung merupkan prosedur invasif yang mungkin
menimbulkan komlokasi nantinya. Namun pemeriksaan biomarker terhadap gagal
jantung seperti B Type Natriuretic Peptide (BNP), yaitu suatu neurohormonal yang
dilepaskan dari ventrikel jantung (miokardium) sebagai respon terhadap overload cairan
dan peningkatan ketegangan dinding (misalnya perenggangan), merupakan penunjang
dignostik untuk ADHF dan merupakan prediksi terhadap keparahan dan mortalitas yang
dikaitkan dengan gagal jantung. Jantung selain berfungsi sebagai pompa juga berfungsi
sebagai organ endokrin yang berfunsi bersama dengan sistem fisiologi lainnya untuk
mengatur volume cairan. Miokardium dalam hal ini menghasilkan natriuretic peptide,
salah satunya B Type Natriuretic Peptide , suatu hormone diuretik, natriuretic dan
bekerja menrelaksasi otot polos vascular.15,16,17

F. PENATALAKSANAAN

gagal jantung Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan adalah sebagai berikut:

1. Menurunkan kerja jantung


2. Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miocard
3. Menurunkan retensi garam dan air
4. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
5. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan
farmakologis
6. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretic diet dan
istirahat

Pelaksanaannya meliputi:

1. Tirah Baring >> Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung
kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan.
2. Pemberian diuretik >> Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk memacu ekskresi
natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon
pembatasan aktivitas, digitalis dan diet rendah natrium
3. Pemberian morphin >> Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer,
menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena dispnea
berat
4. Reduksi volume darah sirkulasi >> Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur
yang bermanfaat pada pasien dengan edema pulmonal akut karena tindakan ini dengan
segera memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral, menurunkan aliran balik vena
dan tekanan pengisian serta sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.
5. Terapi vasodilator >> Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada
penatalaksanaan gagal jantung. Obat ini berfungsi untuk memperbaiki pengosongan
Page | 20
ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat
diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
6. Terapi digitalis >> Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk meningkatkan
kontraktilitas (inotropik) jantung dan memperlambat frekuensi ventrikel serta
peningkatam efisiensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan seperti : peningkatan
curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan diuresis yang
mengeluarkan cairan dan mengurangi edema.
7. Inotropik positif
o Dopamin >> Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-adrenergik
beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan keluarnya
katekolamin dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah
jantung dan isi sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada
dosis maximal 10-20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan
meningkatkan beban kerja jantung.
o Dobutamin >> Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine
memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan
tachicardi.
8. Dukungan diet (pembatasan natrium) >> Pembatasan natrium ditujukan untuk
mencegah, mengatur, atau mengurangi edema, seperti pada hipertensiatau gagal jantung.
Dalam menentukan ukuran sumber natrium harus spesifik dan jumlahnya perlu diukur
dalam milligram.

3.2 DISIPLIDEMIA
A. Definisi

Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol


dalam darah atau trigliserid dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL
kolesterol.

B. Karakteristik Lipid
Di dalam darah kita ditemukan tiga jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserid,
dan fosfolipid. Oleh karena sifat lipid yang susah larut dalam lemak, maka perlu
dibuat bentuk yang terlarut. Untuk itu dibutuhkan suatu zat pelarut yaitu suatu
protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein atau apoprotein. Pada saat ini
dikenal sembilan jenis apoprotein yang yang diberi nama secara alfabetis yaitu
Apo A, Apo B, Apo C. dan Apo E. Senyawa lipid dengan apoprotein ini dikenal
dengan nama lipoprotein. Setiap jenis lipoprotein mempunyai Apo tersendiri.
Sebagai contoh untuk VLDL, IDL, dan LDL mengandung Apo B100, sedang Apo
B48 ditemukan pada kilomikron. Apo A1, Apo A2, dan Apo A3 ditemukan
terutama pada lipoprotein HDL dan kilomikron.
Setiap lipoprotein akan terdiri atas kolesterol (bebas atau ester), trigliserid,
fosfolipid, dan apoprotein. Lipoprotein berbentuk sferik dan mempunyai inti

Page | 21
trigliserid dan kolesterol ester dan dikelilingi oleh fosfolipid dan sedikit kolesterol
bebas. Apoprotein ditemukan pada permukaan lipoprotein.

Lipoprotein diklasifikasikan berdasarkan Iensitasnya, sebagai berikut :

1. Kilomikron : Berperan dalam transpor trigliserid dari usus halus melalui


pembuluh limfe menuju plasma
2. Very Low Density Lipoprotein (VLDL) : Secara endogen mengangkut
kolesterol dan trigliserid yang disintesis oleh sel.
3. Low Density Lipoprotein (LDL) : Merupakan alat transpor utama bagi
kolesterol dan diambil oleh reseptor-resptor LDL pada sel-sel hati dan
sel-sel perifer, jadi disini LDL berperan dalam melepaskan komponen
kolesterol untuk memenuhi kebutuhan sel.
4. High Density Lipoprotein (HDL) : berperan dalam memediasi transpor
balik kolesterol dari jaringan perifer menuju hati.
C. Pembentukan dan Transport Lipid
Metabolisme lipoprotein dapat dibagi atas tiga jalur yaitu jalur
metabolisme eksogen, jalur metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol
transport. Kedua jalur pertama berhubungan dengan metabolism kolesterol-LDL
dan trigliserid, sedang jalur reverse cholesterol transport khusus mengenai
metabolisme kolesterol-HDL.
D. Klasifikasi Dislipidemia dan Kadar Lipid Normal

Klasifikasi dislipidemia :

Primer : yang tidak jelas sebabnya


sekunder : yang mempunyai penyakit dasar seperti pada sindrom
nefrotik, diabetes melitus, hipotiroidisme

Klasifikasi kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP


ATP III (2001) dalam mg/dl

Kolesterol total
< 200 Optimal
200-239 Borderline
240 Tinggi
Kolesterol LDL

Page | 22
< 100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Borderline
160-189 Tinggi
190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL
< 40 Rendah
60 Tinggi
Trigliserid
< 150 Optimal
150-199 Borderline
200-499 Tinggi
500 Sangat tinggi
Tabel 2.1. Kadar Lipid Normal menurut NCEP ATP III (2001) dalam mg/dl
E. Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Kadar Lipid

a. Faktor genetik

b. Faktor pola makan

c. Faktor obesitas

d. Faktor kebiasan merokok

e. Kurang keteraturan berolahraga.

f. Stress

F. Patofisiologi Dislipidemia

Abnormalitas lipoprotein dapat ditemukan pada individu dengan obesitas


sentral sebagai akibat dari resistensi insulin yang menyebabkan terjadinya
perubahan lipoprotein seiring dengan terjadinya peningkatan kandungan lemak
tubuh.

1. Peningkatan kadar trigliserid

Overproduksi VLDL didalam hati merupakan kelainan primer yang


ditemukan pada obesitas dan keadaan resistensi insulin. Ketidakmampuan

Page | 23
menekan produksi glukosa dihati, gangguan oksidasi dan ambilan glukosa
diotot dan ketidakmampuan jaringan adiposa menekan pelepasan asam lemak
tak jenuh (non esterified fatty acid = NEFA) merupakan konsekuensi dari
resistensi insulin didalam hati, otot dan jaringan adiposa. Keadaan ini akan
meningkatkan aliran NEFA dan glukosa kedalam hati, yang merupakan
regulator dari produksi VLDL didalam hati. Regulasi sekresi VLDL juga
ditentukan oleh kecepatan degradasi apolipoprotein B-100 (apo B-100).
ApoB-100 yang baru disintesis bersama-sama dengan endoplasmik retikulum
akan didegradasi oleh sistem ubiquitin atau proteasome atau di translokasi
menuju lumen dan bergabung kedalam prekursor-prekursor VLDL yang
miskin lipid. Selanjutnya, apoB-100 yang ada di lumen akan didegradasi atau
akan bergabung dengan lipid VLDL didalam endoplasmic reticulum. Apo B-
100 distabilisasi dan terlindung dari degradasi oleh Heat shock protein (HSP)
70. Bila tidak terjadi translokasi, maka apoB-100 akan mengalami degradasi.
Insulin merupakan hormon penting dalam memfasilitasi proses degradasi apo-
B intrasel. Jadi, pada individu dengan obesitas atau resistensi insulin,
ketidakmampuan menekan degradasi apoB-100 akan mengakibatkan
peningkatan sekresi apoB-100. Disamping peningkatan sintesis, obesitas dan
resistensi insulin juga ditandai dengan penurunan klirens lipoprotein yang
kaya trigliserid (triglyceride-rich lipoprotein = TRL) didalam sirkulasi darah .

2. Peningkatan partikel-partikel small dense LDL

Konsentrasi small dense LDL dan trigliserid puasa berkorelasi secara


positif, sebab pembentukan small dense LDL sangat tergantung dengan
metabolisme partikel-partikel VLDL.

Pada individu yang gemuk dan mengalami resistensi insulin,


peningkatan kadar VLDL dan hambatan bersihannya menyebabkan
peningkatan pertukaran antara kolesterol ester didalam LDL dan trigliserid
didalam VLDL yang dimediasi oleh cholesterol ester transfer protein (CETP).

Pertukaran ini akan menyebabkan partikel-partikel LDL kaya


trigliserid cepat mengalami lipolisis, menghasilkan partikel-partikel kecil dan
padat yaitu small dense LDL. Partikel-partikel small dense LDL cenderung
mengalami modifikasi melalui proses oksidasi dan glikasi (meningkat dengan

Page | 24
adanya peningkatan kadar glukosa darah), yang akan menyebabkan
peningkatan produksi antibodi terhadap modifikasi apoB-100 dan
pembentukan kompleks imun. Berkurangnya diameter partikel-partikel ini
akan meningkatkan kemungkinan pergerakannya menembus endotel menuju
ruang subendotel, sehingga akan memicu terjadinya inflamasi, penumpukan
leukosit dan transformasi membentuk plak aterosklerosis. Modifikasi ini akan
menyebabkan penurunan bersihan partikel-partikel small dense LDL yang
dimediasi oleh reseptor LDL .

3. Penurunan kadar HDL cholesterol

Mekanisme yang mengatur HDL tidak diketahui dengan jelas, dimana


ada beberapa mekanisme yang dapat berkontribusi dalam terjadinya
penurunan kadar HDL pada individu gemuk dengan resistensi insulin.
Sebagaimana pembentukan small dense LDL, metabolisme TRL memainkan
peranan. Berbagai studi tentang lipoprotein menunjukkan adanya hubungan
terbalik antara trigliserid VLDL dan kolesterol LDL. Gangguan lipolisis TRL
menyebabkan penurunan kadar HDL melalui penurunan transfer
apolipoprotein dan fosfolipid dari TRL ke kompartemen HDL. Disamping itu,
hambatan bersihan TRL memfasilitasi pertukaran antara ester kolesterol
didalam HDL dan trigliserid didalam VLDL yang dimediasi oleh Cholesterol
ester transfer protein (CETP).

Peningkatan aktivitas lipid di hati pada keadaan obesitas dan resistensi


insulin menghasilkan partikel-partikel HDL yang lebih kecil dan memfasilitasi
bersihan HDL. Insulin juga merangsang produksi apo A-I atau sekresi HDL
nascent oleh hati. Oleh karena itu, pada individu dengan obesitas dan
resistensi insulin, terjadi penurunan partikel-partikel HDL, terutama HDL
yang lebih besar (dibandingkan dengan HDL yang lebih kecil) dan HDL yang
mengandung apoA-I (dikenal dengan partikel-partikel LpA-I). Partikel-
partikel LpA-I lebih efektif dibandingkan dengan partikel-partikel LpA-I:A-II
dalam proses reverse cholesterol, oleh karena itu perubahan ini dianggap
bersifat lebih aterogenik.

G. Gejala Klinis Dislipidemia

Page | 25
Keadaan dislipidemia kadang-kadang tidak menimbulkan gejala, dan hanya
diketahui pada saat pemeriksaan kesehatan rutin. Tidak jarang, dislipidemia
didiagnosis pertama kali setelah pasien mengalami infark miokard atau stroke.
Benjolan-benjolan yang tidak nyeri yang disebut xanthoma dapat ditemukan pada
daerah tendon, siku dan bokong. Kelainan ini terjadi akibat endapan kolesterol
intra dan ekstra seluler.
H. Penatalaksanaan Dislipidemia

Dianjurkan agar pada semua pasien dislipidemia harus dimulai pengobatan


non-farmakologis terlebih dahulu, baru dianjurkan dengan pemberian obat
penurun lipid. Pada umumnya pengobatan non-farmakologis dilakukan selama
tiga bulan sebelum memutuskan untuk menambahkan obat penurun lipid. Pada
keadaan tertentu pengobatan non-farmakologis dapat bersamaan dengan
pemberian obat.

1. Penatalaksanaan Farmakologi

Pada saat ini dikenal sedikitnya 6 jenis obat yang dapat memperbaiki
profil lipid serum yaitu bile acid sequestran, HMG-CoA reductase inhibitor
(statin), derivate asam fibrat, asam nikotinik, ezetimibe, dan asam lemak omega-
3. Selain obat tersebut, pada saat ini telat dipasarkan obat kombinasi dua jenis
penurun lipid dalam satu tablet seperti Advicor (lofastatin dan Niaspan),
Vytorin (simvastatin dan ezetimibe).

Bile Acid Sequestrants

Terdapat tiga jenis Bile Acid Sequestrans yaitu Cholestyramin,


Colestipol, dan Colesevelam. Dosis untuk kolestiramin adalah 8-16 g/hari,
kolestipol 10-20 g/hari (keduanya dalam bentuk granul), dan 6,5 g/ hari
kolesevelam. Obat golongan resin ini dapat menurunkan kadar kolesterol-
LDL sebesar 15-30%.

HMG-CoA Reductase Inhibitor

Pada saat ini telah dipasarkan enam jenis yaitu Lovastatin,


Simvastatin, Pravastatin, Fluvastatin, Atorvastatin, dan Rosuvastatin. Obat ini
bekerja mencegah kerja enzim HMG-CoA reductase yaitu suatu enzim di hati
yang berperan pada sintesis kolesterol.

Page | 26
Derivat Asam Fibrat

Terdapat empat jenis yaitu Gemfibrozil, Bezafibrat, Ciprofibrat, Dan


Fenofibrat. Obat ini menurunkan trigliserid plasma, selain menurunkan sintesis
trigliserid di hati.

Asam Nikotinik

Obat ini diduga bekerja menghambat enzim hormon sensitif lipase di


jaringan adiposa, dengan demikian akan mengurangi jumlah asam lemak
bebas. Diketahui bahwa asam lemak bebas ada dalam darah sebagian akan
ditangkap oleh hati dan akan menjadi sumber pembentukan VLD. Dengan
menurunnya sintesis VLDL di hati, akan mengakibatkan penurunan kadar
trigliserid, dan juga kolesterol-LDL di plasma. Pemberian Asam Nikotinik
ternyata juga meningkatkan kadar kolesterol-HDL bahkan merupakan obat
yang terbaik untuk meningkatkan kolesterol-HDL. Oleh karena menurunkan
trigliserid, menurunkan kolesterol-LDL, dan meningkatkan kolesterol-HDL
maka disebut juga sebagai broad spectrum lipid lowering agent .

Ezetimib

Ezetimib tergolong obat penurun lipid yang terbaru dan bekerja


sebagai penghambat selektif penyerapan kolesterol baik yang berasal dari
makanan maupun dari asam empedu di usus halus. Pada umumnya obat ini
tidak digunakan secara tunggal, tetapi dikombinasikan dengan obat penurun
lipid lain misalnya HMG-CoA reductase inhibitor.

Asam Lemak Omega-3

Minyak ikan, kaya akan asam lemak omega-3 yaitu Asam


Eicosapentaenoic (EPA) dan Asam Docasahexaenoic (DHA). Minyak ikan
menurun sintesis VLDL. Dengan demikian dapat juga menurunkan kadar
kolesterol. Obat ini dipasarkan dalam bentuk kapsul dengan dosis yang
tergantung dari jenis Asam Lemak Omega-3. Dosis obat tergantung dari jenis
kombinasi asam lemak. Sebagai contoh Maxepa yang terdiri atas 18% Asam
Eicosapentaenoic dan 12% Asam Docasahexaenoic diberikan dengan dosis
10 kapsul sehari.

Page | 27
I. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
Penatalaksanaan non-farmakologis dikenal juga dengan nama perubahan
gaya hidup, meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas fisik, serta beberapa upaya
lain seperti hentikan merokok, menurunkan berat badan bagi mereka yang
gemuk, dan mengurangi asupan alkohol.

1. Terapi Nutrisi Medis

Selalu merupakan tahap awal penatalaksanaan seseorang dengan


dislipidemia, oleh karena itu disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli
gizi. Pada dasarnya adalah pembatasan jumlah kalori dari jumlah lemak.
Pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total tinggi dianjurkan
untuk mengurangi asupan lemak jenuh, dan meningkatkan asupan lemak
tidak jenuh rantai tunggal dan ganda (mono unsaturated fatty acid = MUFA
dan poly unsaturated fatty acid = PUFA). Pada pasien dengan kadar
trigliserid yang tinggi perlu dikurangi asupan karbohidrat, alkohol dan
lemak.

2. Aktivitas Fisik
Pada prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas
fisik sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik
bermanfaat, seperti jalan kaki, naik sepeda, berenang, dan lain-lain. Penting
sekali agar jenis olahraga disesuaikan dengan kemampuan dan kesenangan
pasien, selain itu agar berlangsung terus-menerus.
J. Komplikasi Dislipidemia

Dislipidemia merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya


aterosklerosis, yaitu suatu proses penyakit yang mengenai sirkulasi darah
koroner, serebral dan arteri perifer.

a. Penyakit Jantung Koroner

Etiologi atherosklerosis bersifat multifaktorial, namun hubungan sebab


akibat antara dislipidemia dan atherosklerosis telah dibuktikan melalui banyak
studi klinis dan percobaan-percobaan hewan. Penurunan kadar kolesterol LDL
plasma telah terbukti dapat menurunkan risiko klinis Penyakit Jantung
Koroner berulang pada pasien yang sebelumnya telah mengalami PJK ataupun

Page | 28
serangan baru pada pasien yang belum mengalami PJK. Terbukti pula tentang
sifat aterogenisitas dari LDL, yang terjadi akibat modifikasi oksidatif dari
LDL didalam arteri.

b. Stroke

Stroke adalah suatu istilah untuk menjelaskan adanya kejadian klinis


yang disebabkan karena oklusi atau perdarahan arteri yang memperdarahi
sistem saraf pusat sehingga menimbulkan kematian jaringan. Stroke
merupakan konsekuensi paling berbahaya dari penyakit pembuluh darah.
Pembentukan atheroma merupakan akar permasalahan dalam patogenesis
terjadinya stroke thrombo-embolik. Studi observasional menunjukkan bahwa
dislipidemia terutama kadar LDL kolesterol yang tinggi, HDL kolesterol
yang rendah dan kadar trigliserid yang tinggi merupakan faktor-faktor risiko
penting untuk terjadinya stroke thrombo-embolik. Studi-studi klinis terbaru
pada pasien-pasien dengan penyakit jantung koroner menunjukkan bahwa
terapi penurun lipid, terutama statin dapat menurunkan risiko terjadinya
stroke.

c. Penyakit Arteri Perifer

Penyakit Arteri Perifer merupakan manifestasi klinis dari


aterosklerosis sistemik yang paling sering terjadi, dimana lumen arteri dari
ekstremitas bawah mengalami oklusi progresif akibat adanya plak
aterosklerotik. Kadar lipoprotein yang tinggi merupakan faktor risiko
penting dalam terjadinya Penyakit Arteri Perifer.

BAB IV

Page | 29
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dalam kasus, pasien adalah seorang laki laki usia 77 tahun. Dengan berbagai
gejala klinis dan hasil dari pemeriksaan yang didapatkan, pasien datang ke IGD dengan
keluhan sesak sejak 1 hari yang lalu, sesak dirasakan ketika pasien melakukan aktifitas
berat, sesak membaik ketika pasien beristirahat, pasien mengeluh sesak saat tidur, sesak
membaik saat kepala dan dada ditinggikan, pasien merasa lebih baik ketika
menggunakan 2 bantal, pasien juga mengeluh sesak saat beraktifitas. Batuk tidak ada,
mual dan muntah juga tidak ada, nyeri dada tidak ada.
Dari pemeriksaan EKG didapatkan hasil sinus rhythm dengan 100 kali/menit,
regular. Namun pada foto thorax terlihat kesan pulmo dan cor kesan normal,
atherosclerosis aortae. Pada pasien dengan sesak pada anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan EKG didapatkan ADHF profil B ec HHD.

DAFTAR PUSTAKA

Page | 30
1. Alwi, Idrus. 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1741-1754.
2. Putranto, Bondan H. 2015. Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS Indonesia. Jakarta :
PERKI. Hal: 57-73
3. Harun, S., 2009. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1757-1764
4. Irmalita. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: PERKI. Hal: 1-
59.
5. Isselbacher, J Kurt. 2013. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13
Volume 3. Jakarta : EGC.
6. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia - 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. P : 277.
7. Price, Sylvia Anderson. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner. dalam Patofisiologi :
konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 589-590.
8. Sherwood, Lauralee. 2012. dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.
Jakarta: EGC. Hal 287-292.
9. Trisnohadi B H. 2009. Angina Pektoris Tak Stabil. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1728
10. Elsevier Ltd. Rang et al dalam Pharmacology 5E www.studentconsult.com
11. PUSLITBANG Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, DEPKES RI. Faktor Determinan Gejala Angina Pektoris pada
Masyarakat yang Belum Pernah Terdiagnosis Penyakit Jantung. Majalah Kedokteran
Indonesia, Vol. 59, No. 11, November 2009. P : 519.
12. R.A. Nawawi, Fitriani, B. Rusli, Hardjoeno. Nilai troponin T penderita sindrom
koroner akut. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol.
12, No. 3, Juli 2006: 123-126.
13. Ruz ME, Abu, Lennie TA, Riegel B, McKinley S, Doering LV, Moser DK. Evidence
that the brief symptom inventory can be used to measure anxiety quickly and reliably
in patients hospitalized for acute myocardial infarction. 2010.
14. Yanti, Suharyo Hadisaputra, Tony Suhartono. 2005. Journal Risk Factors Coronary
Heart Disease in Type 2 Diabetes Mellitus Patient.
15. Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidelines in the
Management of acute decompensated heart failure. California : 41st ASHP Midyear
Clinical Meeting; 2006 [cited 2017 March 10]. Available from
Page | 31
www.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf.
16. Lindenfeld J. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated
Heart Failure. Journal of Cardiac Failure [serial on the internet]. 2010 Jun [cited 2011
March 11]; 16 (6): [about 23 p]. Available
from http://www.heartfailureguideline.org/assets/document/2010_heart_failure_guide
line_sec_12.pdf.
17. Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al.
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2008. European Journal of Heart Failure. 2008 Aug [cited 2017 March 11]. Available
from http://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf #page=
1&view=FitH.

Page | 32

Anda mungkin juga menyukai