Anda di halaman 1dari 4

PKI Mungkir tak Tahu Diri dan Dusta

25 September 06:53

Lebih dua tahun terakhir ini (2014 s/d 2017) masyarakat dihebohkan oleh fenomena bangkitnya KGB
(Komunis Gaya Baru) alias PKI di Indonesia. Kehebohan ini bergulir sejak Joko Widodo menjabat
sebagai presiden RI ke-7 akhir 2014.

Mula-mula isu bangkitnya PKI ini terdengar sayup-sayup, lama kelamaan terdengar santer. Dimulai
munculnya di mana-mana bendera PKI juga graffiti palu godam bersilang dengan arit atau clurit, itulah
lambang PKI di Indonesia yang resmi telah dibubarkan pada 1966 disusul diterbitkannya Tap MPRS No.
XXV Tahun 1966 sebagai dasar hukum pelarangan PKI di Indonesia.

Tiba-tiba isu kebangkitan PKI itu muncul, isu itu bertahap makin nyaring. Bahkan tuduhan PKI pun
dilancarkan berbagai pihak kepada presiden Joko Widodo. Isu kebangkitan PKI pun makin meruyak
sejalan hubungan pemerintan Presiden Joko makin akrab dengan pemerintahan China, yang bagai Poros
Peking yang populer di era Erde Lama pun lahir kembali.

Keberpihakan pemerintah lebih dua tahun terakhir ini begitu kental dimulai dengan mentolerir Simposium
Hotel Aryaduta Jakarta dengan tajuk "Membedah Tragedi 1965" pada 18 April 2016 yang terang-
terangan menjadi indikasi bangkitnya PKI di Indonesia dan dengan terang-terangan pula mendesak
pemerintahan Joko Widodo agar menghapuskan Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 larangan resmi
ideologi PKI.

Mereka dalam simposium itu juga menuntut agar pemerintah meminta maaf kepada PKI seraya
menunjukkan bukti awur-awuranan bahwa PKI telah menjadi korban, fitnah, dan penganiayaan dan
seterusnya, karena itu hendaknya pemerintah harus memberikan ganti rugi secara finansial kepada
keluarga-keluarga PKI yang menjadi korban. Ditambah lagi dalam simposium itu juga memaksa
pemerintah agar memprakarsai pembongkaran makam-makam massal yang diklaim sebagai korban PKI
mencapai 500 ribu orang (bahkan disebut-sebut korban mencapai satu juta orang, red.).

Taufiq Ismail, pakar PKI, saat itu tampil dalam symposium Aryaduta itu membacakan data melalui puisi
kekejian PKI yang membantai 120 juta orang di berbagai negara dalam puisi dengan angka-angka, tapi
penampilan Taufiq Ismail dilecehkan peserta simposium dengan mengejeknya. Sungguh aneh pemerintah
melalui Lemhanas yang dipimpin Letjen (Purn) Agus Widjojo, mantan Kepala Staf Angkatan Darat
(KSAD) bagai mendukung simposium itu yang terang-terangan membela PKI. Figur Agus seolah-olah
sengaja dipilih karena Agus adalah putra Pahlawan Revolusi Mayor Jendral Sutoyo Siswomihardjo yang
menjadi korban di antara tujuh pahlawan revolusi, tapi Agus malah membela PKI.

Dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) terakhir (19/9/17), Agus menyatakan dirinyalah yang paling
pantas memiliki dendam kepada PKI karena ayahandanya menjadi korban kekejian PKI pada September
1965. Kenapa Agus Widjojo sangat pro PKI sebenarnya sejak Agus Wijoyo menjadi penasihat Ormas:
Forum Silaturahmi Anak Bangsa, Korban Konflik 1965, sejak 2003, yang membawanya terseret
perdamaian dengan anak-anak PKI dan tampaknya pendiriannya yang pro PKI itu menaikkan karier Agus
yang didukung PDIP sehingga terakhir berhasil menjabat sebagai Gubernur Lemhanas dengan Dilantik
Presiden Joko Widodo pada 15 April 2016. Dan hebatnya, tiga hari setelah dilantik menjadi Gubernur
Lemhanas pada 18 April 2016, ia mensponsoribagai langsung tancap gas-- menggelar simposium:
Membedah Tragedi 1965 yang bernuansa terang-terangan sebagai forum penghapusan jejak kekejian PKI
pada 1965 dengan melakukan Pemberontakan yang keji. Apakah pendirian Agus Widjojo ini bisa
mewakili kebenaran ?

Dipastikan tidak! Karena mewakili putra-putri pahlawan Revolusi belakangan juga ditampilkan
wawancara oleh media massa mainstream dan disebarluaskan oleh media social misalnya kesaksian anak
Mayjen DI Panjaitan yang mengutarakan kesaksiannya saat ayahandanya dibantai dengan telengas
kepalanya ditembak dan darah serta ceceran otak ayahadanya yang tumpah di halaman rumah itu diraup
dan dibasuhkan ke mukanya dengan histeris. Komentar Anak-anak Jendral Ahmad Yani juga dilontarkan
akhir-akhir ini mewakili perasaan pedih ayah mereka dibantai saat mereka masih usia kanak-kanak,
sebagaian malah sudah remaja. Tiap melintas bulan September perasaan trauma kekejaman PKI itu
muncul secara mengerikan, ujar putra laki-laki jendral Ahmad Yani.

Kenyataan pemberontakan yang sangat terang-benderang dilakukan PKI itu-- bukan hanya dilakukan
pada 30 September 1965 tapi juga pada 1926-1927 dan berserakan pembantaian oleh kader PKI dalam era
puluhan tahun di berbagai kota di Indonesia seperti di Tegal, Pekalongan, Sumatera Utara, Banyuwangi,
dan di sekitar Madiun, dan karenanya sudah berjilid-jilid buku diterbitkan, juga didirikan monumen
kekejaman PKI selain kubur yang berserakan di berbagai makam Taman Pahlawan.
Fakta ini memberikan kesaksian luar biasanamun semua itu diingkari kader PKI dengan dusta yang luar
biasa nekad dan tidak tidak tahu diri dengan mengemukakan dalih-dalih yang luar biasa keji sekeji
perbuatannya. Akibat forum dusta mereka di simposium Aryaduta 18 April 2016 secara spontan
menyadarkan kalangan anti PKI yakni umat Islam dan jajaran perwira angkatan darat bahkan sejarahwan
pun ikut dan segera menggelar simposium tandingan pada 1-2 Juni 2016 di Balai Kartini Jakarta yang
diprakarsai Forum Umat Islam (FUI), Gerakan Bela Negara (GBN) dan PPAD (Persatuan Purnawirawan
Angkatan Darat) dengan Simposium dan Apel Siaga dengan tajuk "Mengamankan Pancasila dari
Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain."

Tabloid Suara Islam melaporkan forum di di Balai Kartini dengan judul "Kemarahan Pun Meledak di
Balai Kartini." (Baca Tabloid SI Nomor 217). Acara di Balai Kartini itu menghadirkan sedikitnya 100
orang perwira tinggi AD, AL, AU dan Polri, sejumlah ormas kepemudaan dan ormas Islam yang anti
PKI, seperti FKPPI, FPI, FUI, Dewan Dakwah, HMI, PII dan ormas Islam lainnya juga Pemuda Pancasila
yang dipimpin Japto Soerjosoemarno yang hadir berorasi.

Tampak tokoh-tokoh militer, pakar sejarah dan ulama hadir menggelar pemikirannya seperti Habib Rizieq
Syihab, KH. Abdul Rasyid AS, juga KH. M. Al Khaththath yang ikut memberi sambutan bersama Letjen
Purn Kiky Syahnakri sebagai ketua panitia dan kini menjadi Ketua PPAD. Tampil sebagai keynote speech
mantan Wakil Presiden: Jendral Purn Try Sutrisno, tampil juga Menteri Pertahanan Ryamizar Ryacudu
dan Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo yang ikut memberi sambutan dukungan melawan
kebangkitan PKI.

Dalam sessi diskusi dalam beberapa gelombang selama dua hari itu menampilkan pembicara yang sangat
handal antara lain: Sessi PKI dari Aspek ideologi dengan pembicara Letjen (Purn) Sayidiman
Soerjohadiprodjo (87 th), yang tampil sangat fasih, Habib Rizieq Syihab sangat dikagumi para pakar yang
selama ini tidak pernah mendengar pidato/orasinya.

Ada Prof Dr. Sri Edi Swasosno yang ayah kandungnya dibunuh PKI di Ngawi, Madiun pada 1948.
Sebagai pembicara pada aspek sejaran ntara lain: Letjen Sintong Panjaitan, Prof Dr. Ahmad Mansur
Suryanegara dan Prof Dr Aminudin Kasdi.

Pada simposium hari kedua digelar 2 Juni 2016, tampil pembicara pada sessi Ideologi PKI pada Aspek
agama: Prof Dr. Yunahar Ilyas (Muhammadiyah), Dr. Marsudi Syuhud (NU), Ir Dewa Puthu Sukandi
(Hindu), Ignatius Suharyo (Ketua KWI), dan pada sessi Aspek Konstitusi dibedah diskusi bertajuk :
Komunisme, Marxisme, Leninisme Perspektif Konstituasi NKRI dengan pembicaca Ahli Komunis dan
Russia: Dr. Fadli Zon SS.M.Sc, yang duduk sebagai Wakil Ketua DPR-RI, Brigjen (Purn) Saafroeddin
Bahar, dan Letjen (Purn) Ahmad Rustandi SH, dan sebagai penutup tampil pembicara Jendral (Purn))
Widjojo Suyono.

Dua hari simposium ini dihadirkan pula saksi-saksi tokoh-tokoh sepuh anti PKI yang berusia dari 80 th
sampai 90 th yang datang dari daerah berbagai daerah lokasi kekejaman PKI di Jawa Tengah dan Jawa
Timur, juga ditampilkan testimoni saksi-saksi hidup kekejaman PKI 1965 dan 1948 terdiri kakek-kakek
dan nenek-nenek yang tampil di podium dengan wajah gugup dan isak tangis mengenang kebiadaban PKI
di masa lalu.

Alhasil diskusi Balai Kartini ini berhasil menangkal tekad kebangkitan PKI melalui simposium
sebelumnya di Hotel Aryaduta. Apalagi beberapa hari kemudian disusul Aksi Siaga dengan demonstrasi
massa umat Islam di Monas yang dipungkasi dialog dengan Menkopulhukam Luhut Binsar Panjaitan
yang menjanjikan PKI tidak mungkin bisa bangkit karena adanya TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 itu.
Permintaan maaf kepada PKI oleh pemerintah pun dijamin tidak mungkin dilakukan apalagi membongkar
kuburan massal PKI yang tidak pernah ada.

Geger dan isu kebangkitan PKI pun sementara menjadi reda sejak Juni 2016 itu. Tapi menjelang 30
September 2017 sekarang heboh kebangkitan PKI pun marak kembali menyusul beberapa bulan
sebelumnya Presiden Joko Widodo mengancam akan menggebuk PKI dan ia minta ditujukkan
keberadaan PKI. Ancaman itu tidak terbuktbahwa pemerintah anti PKI-- tatkala rakyat memprotes
diskusi kader PKI di Gedung LBH Jakarta pada 16-17 September 2017. Terjadi bentrok sampai dan
tindak kekerasan aparat kepolisian dengan menembakkan gas air mata, peluru karet dan water canon
bahkan beberapa orang ditangkap dan digelandang ke Polres Jakarta Pusat sebagian luka-luka dan konon
dihalang-halangi berobat oleh berbagai rumah sakit untuk dirawat.

Tuduhan bahwa polisi justru melindungi kader PKI yang tengah berdiskusi di dalam gedung LBH pun
muncul di media sosial. Polisi berdalih tidak ada acara diskusi tapi Mayjen (Pur) Kivlan Zen mengaku
memiliki intel yang ikut berada di dalam gedung LBH menyatakan diskusi PKI itu memang ada. Dari
ranah media pun muncul perdebatan sengit dipicu pula dengan rencana Panglima TNI Jendral Gatot
Nurmantyo akan menggelar nonton bareng Film Pengkhianatan G.30 S. PKI yang sejak 1998 dihentikan
tayangannya oleh televisi.
Dewan Dakwah Bantu Pengungsi Rohingya di Medan

28 September 10:09
Medan (SI Online) - Senin-Selasa, 25-26 September 2017, Tim Dewan Dakwah menemani ratusan
pengungsi Rohingya dari Negara Bagian Arakan, Myanmar (Burma), di Medan.

Selama dua hari itu, Tim yang terdiri dari personil Dewan Dakwah Sumatera Utara, Aceh, dan LAZNAS
(Lembaga Amil Zakat Nasional) Dewan Dakwah Pusat, menggelar kompetisi futsal, penyuluhan
kesehatan, pembagian sembako dan bingkisan, serta pengadaan sarana ibadah.

Pertandingan futsal pada Senin pagi hingga siang, diikuti 36 peserta dari Kamp Pelangi dan Beraspati.
Kedua kamp berada di Jalan Jamin Ginting, Kelurahan Simpang Selayang, Medan Tuntungan. Laga
olahraga dilaksanakan di lapangan futsal sewaan di dekat kamp yang biasa mereka gunakan.

Sorenya, Tim membagikan hadiah untuk semua partisipan dan pemenang laga futsal. Juga memberikan
bantuan sembako untuk 41 keluarga pengungsi di Pelangi. Anak-anak pengungsi yang berjumlah 63
bocah, pun kebagian bingkisan. Sedang para bujangan, turut tersenyum karena mendapat tambahan uang
saku.

Di hadapan pengelola kamp, tokoh pengungsi, dan perwakilan warga kamp, Dokter H Delyuzar
memberikan tips menjaga kesehatan kamp. Kamp seperti ini rawan penyakit. Harus menjaga kesehatan
pribadi, keluarga, dan lingkungan, kata Wakil Ketua Dewan Dakwah Sumatera Utara yang sebelumnya
sempat melihat-lihat kondisi pengungsian Pelangi.

Selasa esok harinya, Tim Dewan Dakwah mengunjungi kamp Beraspati, tak jauh dari Pelangi. Di sini,
Tim menyampaikan bantuan paket sembako untuk puluhan keluarga pengungsi, juga bingkisan untuk 24
anak. Para bujangan yang berjumlah 30 orang juga kebagian uang saku.

Anggota Tim dari Aceh, Daniel Rinanda, sempat menguji hafalan surat pendek anak-anak. Bagus, luar
biasa, puji vokalis nasyid Skala Banda Aceh ini setelah menyimak suara para bocah. Tak hanya hafal
konten surat, mereka juga hafal jenis surat Makkiyah atau Madaniyah, dan jumlah ayat masing-masing.
Guru ngaji mereka bagus cara mengajarnya, kata Ustadz M Rodhi, anggota Tim dari Medan.

Kamp Beraspati memiliki mushola dari tenda plastik. Alasnya berupa karpet, dilengkapi kipas angin.
Melihat belum ada fasilitas sound system, Tim Dewan Dakwah menyerahkan megaphone untuk mushola.
Zubar, salah satu penghuni kamp, langsung memanfaatkannya untuk menggemakan adzan Dhuhur.

Tim kemudian bergerak ke kamp Pasar III Jalan Padang Bulan, Medan. Bantuan diberikan untuk 18
keluarga, beberapa bujangan, dan 50-an anak-anak.
Selain dari Arakan, di kamp ini ada beberapa pengungsi dari Suriah, Iran, dan Afghanistan.

Kamp terakhir yang dikunjungi Tim Dewan Dakwah adalah Kamp Top Inn, di Jalan Flamboyan Raya,
Kel Tanjung Selamat, Kec Medan Tuntungan. Kondisi penampungan ini mirip Kamp Beraspati. Warga
tinggal di bilik-bilik yang separo berdinding tembok dan separo triplek. Kipas angin jadi sarana peredam
panas ruangan.

Barak ini dihuni hampir 20 keluarga, dengan 34 anak-anak. Senang betul para bocah mendapat hadiah es
krim yang ditraktir Tim. Seorang bocah tiga tahun yang kepalanya penuh benjol koreng, dengan lahapnya
menjilati es krim, tanpa merasakan sakit.

Muhammad Yunus, seorang pengungsi asal Arakan yang sudah enam tahun tinggal di Indonesia,
menuturkan, para pengungsi Rohingya di Medan ada yang baru tiba tahun 2016. Sebelumnya, mereka
ditampung di Aceh.

Sebagian lagi sudah tinggal di sini sejak 2011, termasuk saya, kata pria 40 tahun yang menikahi gadis
asal Makassar pada 2016.

Selain Yunus, ada beberapa pria pengungsi yang menikahi gadis Indonesia. Misalnya Zubar, yang
menjadi koordinator warga kamp Beraspati.

Selama di pengungsian, warga Rohingya ini mendapat tunjangan dari lembaga Perserikatan Bangsa
Bangsa yang mengurusi migrasi (IOM = International Organization for Migration). Besarnya, Rp 1,25
juta untuk dewasa, dan Rp 500 ribu/anak.

Di luar itu, para pengungsi berterima kasih atas bantuan Bangsa Indonesia, termasuk yang dibawakan Tim
Dewan Dakwah.
Ketua BAZNAS Resmikan Rumah Sehat di Sulteng

28 September 09:02 |
Ketua BAZNAS Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, CA membagikan kartu peserta kesehatan kepada
warga saat meresmikan Rumah Sehat BAZNAS, di Desa Siniu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi
Tengah, Rabu (27/9). (Foto: Istimewa/BAZNAS)

Sulteng (SI Online) - Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) meresmikan Rumah Sehat BAZNAS
(RSB) di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Rumah Sehat ini merupakan akses kesehatan unggulan di Sulawesi Tengah yang diperuntukan gratis bagi
kalangan warga tidak mampu (dhuafa).

Selain itu Rumah Sehat ini juga dikelola secara profesional dengan melibatkan tenaga-tenaga medis hasil
kerjasama dengan perguruan tinggi kedokteran terkemuka di Sulawesi Tengah.

RSB ini dibangun menggunakan dana infak untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik
kepada masyarakat, ujar Ketua BAZNAS Prof. Bambang Sudibyo, MBA, CA, saat meresmikan RSB
Parigi Moutong (Parimo) di Desa Siniu, Kecamatan Siniu, Kabupaten Parimo, Provinsi Sulteng, Rabu
(27/9/2017) sore.

Peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Ketua BAZNAS Prof. Dr. Bambang Sudibyo,
MBA, CA dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo.

Turut hadir dalam peresmian Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola dan Bupati Parimo Kol
(Purn) Samsurizal Tombolotutu.

Bambang mengatakan, tujuan pembangunan Rumah Sehat untuk memeratakan akses kesehatan dan
pengobatan bagi warga tak mampu. Kesehatan adalah salah satu tujuan dasar pembangunan yang
merupakan perwujudan dari Sila Kelima Pancasila, yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Turut hadir, Ketua BAZNAS Provinsi Sulteng Prof. Dr. Dahlia Syuaib, Kepala RSB Indonesia (RSBI) dr.
Meizi Fachrizal Achmad, M.Si dan Kabag Humas Pemkab Parimo, Syamsu.

Rumah Sehat senilai Rp 4,5 miliar ini, papar Bambang, memberikan pelayanan kesehatan secara cuma-
cuma kepada masyarakat. Seperti kita ketahui, kesehatan adalah nilai investasi yang sangat implikatif,
karena akan bermuara pada kebangkitan produktivitas masyarakat dalam memperbaiki kualitas
hidupnya, kata Bambang.

Dia menjelaskan, Rumah Sehat merupakan salah satu program unggulan BAZNAS sebagai lembaga
pemerintah non struktural yang salah satu tugasnya adalah pemberdayaan masyarakat dan pengentasan
kemiskinan. RSB ini merupakan proyek unggulan yang dipadukan dengan program penyaluran dana
zakat, infak dan sedekah (ZIS) BAZNAS, ucapnya.

Mantan Menteri Keuangan ini, menjelaskan, Rumah Sehat di Parigi Moutong adalah yang ke - 6 di
Indonesia yang dibangun dan dikelola BAZNAS. Sebelumnya sudah dibangun pula di Jakarta, Bantul,
Sidoarjo, Makasar dan Pangkalpinang.

Bambang menyebutkan, Rumah Sehat berukuran 853 meter ini, dibangun dua lantai di atas lahan seluas
5.000 meter persegi. Dalam setahun ke depan, RSB Parimo diproyeksikan bisa melayani rawat inap
dengan kapasitas 60 pasien.

Sementara itu, Bupati Parimo Kol (Purn) Samsurizal Tombolotutu menyambut baik program BAZNAS
yang telah merealisasikan Rumah Sehat di wilayah yang dipimpinnya.

Dalam perencanaan tata kota, kelak Rumah Sehat BAZNAS ini juga berfungsi sebagai RS rujukan dan
akan terintegrasi dengan pesantren, polsek serta dilengkapi gedung rehabilitasi narkoba.

Anda mungkin juga menyukai