Anda di halaman 1dari 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Makanan Pendamping Asi (MP-ASI)

a. Pengertian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah

makanan yang diberikan pada bayi yang berumur 6 bulan,

berperan penting untuk pertumbuhan, perkembangan, dan

kesehatan, daya tahan tubuh bayi(Krisnatuti, 2005).

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah

makanan atau minuman yang mengandung zat gizi diberikan

kepada bayi untuk memenuhi kebutuhan asupan gizinya

dalam proses tumbuh kembangnya (Utami, 2006).

Makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah

makanan atau minuman yang mengandung sumber zat - zat

gizi, yang diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan

untuk memenuhi kebutuhan asupan gizi selain dari air susu

ibu (ASI) (DepKes RI, 2006).

Menurut Chomaria (2014) Makanan Pendamping Asi

(MP-ASI) merupakan peralihan asupan gizi yang dari bentuk

cair susu menuju ke makanan yang semi padat seperti bubur.

b. Tujuan pemberian MP-ASI

Air Susu Ibu (ASI) hanya mampu mencukupi

kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan untuk kebutuhan gizinya


setelah itu, produksi Air Susu Ibu (ASI) semakin menurun

sedangkan kebutuhan asupan gizi bayi semakin meningkat

seiring dengan bertambahnya umur dan berat badan bayi.

Tujuan pemberian MP-ASI (Soenarno, 2007) sebagai berikut

a. Melengkapi zat-zat gizi yang kurang dalam ASI.

b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk bermacam-

macam makanan dariberbagai rasa dan tekstur.

c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah

dan menelan.

d. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang

mengandung kadar energi yang tinggi.

Pada saat seorang bayi tumbuh berkembang dan

menjadi lebih aktif akan dipastikan dimana ASI saja tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Dengan

demikian, makanan tambahan diberikan untuk mengisi

menyeimbangkan antara kebutuhan nutrisi pada anak dengan

jumlah yang didapatkan dari Makanan Penamping ASI (MP-

ASI) (WHO ,2003) ini berarti :

1. Makanan tambahan diperlukan untuk mengisi

ketidakseimbangan asupan energi.

2. Jumlah makanan yang dibutuhkan meningkat seiring

bertambahnya usia anak.

3. Jika ketidakseimbangan ini tidak dipenuhi anak akan


berhenti pertumbuhannya atau tumbuh menjadi lambat.

Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah

energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi. Pemberian MP-

ASI bermanfaat untuk mencapai pertumbuhan dan

perkembangan yang optimal, menghindari terjadinya

kekurangan zat gizi baik makro atau mikro, memelihara

kesehatan, mencegah penyakit dan mempercepat pemulihan

bila sakit, membantu perkembangan jasmani, rohani,

psikomotor, mendidik kebiasaan yang baik tentang makanan

dan memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan

pada bayi. Pemberian MP-ASI juga bermanfaat untuk

menyesuaikan kemampuan alat pencernaaan dalam

menerima makanan tambahan dan merupakan salah satu

proses pendidikan dimana bayi belajar untuk mengunyah

dan menelan makanan padat, serta membiasakan selera dan

rasa baru sebagai masa peralihan dari ASI ke makanan

keluarga. Otot dan saraf di dalam mulut bayi setelah

berumur 6 bulan sudah berkembang untuk mengunyah,

menggigit, dan menelan makanan dengan baik, mulai

tumbuh gigi, senang memasukkan sesuatu ke dalam

mulutnya dan berminat terhadap rasa yang baru. Sistem

percernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima

MP-ASI. Enzim pemecah protein seperti asam lambung,


pepsin, lipase, enzim amilase dan sebagainya juga telah

diproduksi sempurna pada saat bayi berumur 6 bulan.

United Nations Childrens Fund (UNICEF) dalam Global

Strategy for Infant and Young Child Feeding

merekomendasikan 4 hal penting yang harus dilakukan pada

bayi yaitu sebagai berikut :

a. Memberikan ASI kepada bayi segera dalam waktu 30

menit setelah bayi lahir.

b. Memberikan hanya ASI saja atau pemberian ASI secara

eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan

c. Memberikan MP-ASI sejak bayi berusia 6 bulan sampai

24 bulan.

d. Meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24

bulan atau lebih.

c. Manfaat MP-ASI

Air Susu Ibu (ASI) hanya mampu mencukupi kebutuhan

bayi sampai usia 0-6 bulan. Setelah itu, produksi ASI

semakin berkurang, sedangkan kebutuhan gizi bayi semakin

meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat

badan bayi. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang

normal dapat diketahui dengan cara melihat kondisi

pertambahan berat badan anak. Apabila setelah usia 4-6

bulan, berat badan seorang anak tidak mengalami

peningkatan, menunjukkan bahwa kebutuhan energi dan zat-


zat gizi tidak terpenuhi. Hal ini dapat disebabkan asupan

makanan bayi hanya mengandalkan ASI saja atau pemberian

makanan tambahan kurang memenuhi syarat. Di samping

itu, faktor terjadinya infeksi pada saluran pencernan

memberikan pengaruh yang cukup besar (Krisnatuti dan

Yenrina, 2000).

Menurut Indiarti (2008) manfaat makanan pendamping ASI

adalah :

a. Untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik

psikomotor, otak dan kognitif anak yang semakin

meningkat.

b. Untuk melatih keterampilan mengunyah dan menelan

pada anak.

c. Untuk belajar mengembangkan kemampuan menerima

berbagai rasa dan struktur makanan

d. Syarat Pemberian MP-ASI

Menurut Krisnatuti dan Yenrina (2000), makanan

pendamping ASI yang baik harus memenuhi beberapa

syarat, yaitu :

a. Memiliki nilai energi dan kandungan protein tinggi.

b. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta

mengandung vitamin dan mineral yang cocok.

c. Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik.

d. Harganya relatif murah.


e. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahanbahan yang

tersedia secara ideal.

f. Bersifat padat gizi.

g. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar

dicerna dalam jumlah sedikit.Kandungan serat kasar

yang terlalu banyak justru akan menggangu pencernaan

bayi.

e. Dampak Memberikan MP-ASI Terlalu Dini

a. Risiko Jangka Pendek

1) Pengenalan makanan selain ASI kepada diet bayi

akan menurunkan frekuensi dan intensitas

pengisapan bayi, yang merupakan risiko untuk

terjadinya penurunan produksi ASI.

2) Pengenalan serealia dan sayur-sayuran tertentu dapat

mempengaruhi penyerapan zat besi dari ASI

sehingga menyebabkan defisiensi zat besi dan

anemia pada bayi.

3) Resiko diare meningkat karena makanan tambahan

tidak sebersih ASI.

4) Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI

sering encer, buburnya berkuah atau berupa sup

karena mudah dimakan oleh bayi. Makanan ini

memang membuat lambung penuh, tetapi memberi

nutrient lebih sedikit daripada ASI sehingga


kebutuhan nutrisi anak tidak terpenuhi.

5) Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih

sedikit, sehingga resiko infeksi meningkat.

6) Anak akan minum ASI lebih sedikit, sehingga akan

lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

7) Invaginasi atau Intususeptio yaitu istilah yang

digunakan bagi Defluk atau kolik usus, ditandai

dengan kerewelan atau tangisan yang terus menerus

pada bayi karena adanya kram di dalam usus.

b. Risiko Jangka Pendek

1) Obesitas

Kelebihan dalam memberikan makanan adalah risiko

utama dari pemberian makanan yang terlalu dini

pada bayi. Konsekuensi pada usia-usia selanjutnya

adalah terjadi kelebihan berat badan ataupun

kebiasaan makan yang tidak sehat

2) Hipertensi

Kandungan natrium dalam ASI yang cukup rendah (

15 mg/100 ml). Namun, masukan dari diet bayi dapat

meningkatkan drastis jika makanan telah dikenalkan.

Konsekuensi di kemudian hari akan menyebabkan

kebiasaan makan yang memudahkan terjadinya

hipertensi.

3) Arteriosklerosis
Pemberian makanan pada bayi tanpa memperhatikan

diet yang mengandung tinggi energi dan kaya akan

kolesterol serta lemak jenuh, sebaliknya kandungan

lemak tak jenuh yang rendah dapat menyebabkan

terjadinya arteriosklerosis dan penyakit jantung

iskemik

4) Alergi Makanan

Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada

umur yang dini dapat menyebabkan alergi terhadap

makanan. Manifestasi alergi secara klinis meliputi

gangguan gastrointestinal, dermatologis, dan

gangguan pernapasan, dan sampai terjadi syok

anafilaktik (Cox, 2006).

Memberi makanan tambahan terlalu cepat atau dini menurut

WHO (2006) akan berakibat :

a) Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan saat

ini, dan makanan tersebut dapat menggantikan ASI. Jika

makanan diberikan, anak akan minum ASI lebih sedikit

sehingga ASI yang diproduksi sedikit.

b) Resiko infeksi meningkat.

c) Resiko diare meningkat karena makanan yang dikonsumsi

tidak sebersih ASI.

d) Ibu mempunyai resiko lebih tinggi untuk hamil kembali jika

jarang menyusui.
f. Tanda - Tanda Bayi Sudah Siap Di Berikan MP-ASI

Menurut Almatsier, 2001 :

a) Mempunyai kontrol yang baik terhadap kepala dan

leher.

b) Sudah bisa duduk sendiri.

c) Menunjukkan ketertarikan terhadap makanan.

d) Lidah tetap di dalam saat sendok dimasukkan ke dalam

mulutnya.

e) Terbiasa pada tekstur dan makanan baru.

f) Menggapai makanan atau benda lain, meraih dan

memasukkannya ke dalam mulut.

g) Memindahkan sendok dari satu tangan ke tangan yang

lainnya.

h) Bila sudah kenyang, bisa menunjukkannya dengan cara

memalingkan kepala atau dengan menutup mulut rapat-

rapat.

Menurut WHO, 2003 ciri - ciri bayi sudah siap di berikan

makanan tambahan adalah sebagai berikut:

1) Dapat mengendalikan lidahnya lebih baik.

2) Mulai melakukan gerakan mengunyah ke atas dan ke

bawah.

3) Suka memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya.

4) Berminat terhadap rasa yang baru.

5) Pada usia ini juga sistem pencernaan sudah cukup


matang untuk mencerna berbagai makanan.

g. Dampak Memberikan MP-ASI Terlambat

MP-ASI harus mulai diberikan ketika bayi tidak lagi

mendapat cukup energi dan nutrient dari ASI saja. Untuk

kebanyakan bayi, makanan tambahan mulai diberikan pada

usia 6 bulan. Pada usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi

cukup berkembang untuk memamah. Sebelum usia 4 bulan,

bayi akan mendorong makanan keluar dari mulutnya karena

mereka belum bisa mengendalikan gerakan lidahnya dengan

baik (WHO, 2013).

Alasan MP-ASI diberikan pada usia 6 bulan, (Diah, 2006) :

a) ASI adalah salah satu makanan dan minuman yang

dibutuhkan oleh bayi sampai berumur 6 bulan.

b) Menunda makanan padat sampai bayi berumur 6 bulan

dapat menghindarkan dari berbagai risiko penyakit.

c) Menunda pemberian makanan padat memberikan

kesempatan pada sistem pencernaan bayi untuk

berkembang menjadi lebih matang.

d) Menunda pemberian makanan padat memberikan

kesempatan pada bayi agar sistem yang dibutuhkan

untuk mencerna makanan padat dapat berkembang

dengan baik.

e) Menunda pemberian makanan padat mengurangi risiko

alergi makanan.
f) Menunda pemberian makanan padat membantu

melindungi bayi dari anemia karena kekurangan zat

besi.

g) Menunda pemberian makanan padat membantu

melindungi bayi dari risiko terjadinya obesitas di masa

datang.

h) Menunda pemberian makanan padat membantu para

ibu untuk menjaga kesedian ASI.

i) Menunda pemberian makanan padat membantu jarak

pada kelahiran bayi.

j) Menunda pemberian makanan padat membuat

pemberiannya menjadi lebih mudah.

h. Jenis MP-ASI

Jenis makanan pendamping ASI yang diberikan oleh

menurut WHO, 2003 adalah sebagai berikut :

a) Bubur atau sup dari makanan pokok (serealia, umbi-

umbian dan buah-buahan yang bertepung).

b) Kacang-kacangan (kacang merah, kacang polong dan

kacang hijau).

c) Sumber makanan hewani (makanan dari hewan).

d) Sayuran berdaun hijau dan buah-buahan.

e) Minyak, lemak, dan gula.

i. Kebutuhan Gizi Anak Usia 0 - 24 Bulan


Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang

diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada

umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan

oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi

badan. Kebutuhan energi dan protein bayi dan balita relatif

besar jika dibandingkan dengan orang dewasa sebab pada

usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Tidak ada

perbedaan yang signifikan antara anak perempuan dan laki-

laki dalam hal kebutuhan energi dan protein. Kecukupan

akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia,

namun untuk protein, angka kebutuhannya bergantung pada

mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah

angka kebutuhannya. Mutu protein bergantung pada susunan

asam amino yang membentuknya, terutama asam amino

esensial.

Tabel 2.1. Jumlah Kebutuhan Zat Gizi yang Dianjurkan untuk Anak
Indonesia

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004

Konsumsi pangan anak bayi dan balita harus cukup dan

seimbang karena anak balita sedang mengalami proses

pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Kebutuhan gizi

bayi usia 6-12 bulan adalah 650 kkal dan 16 gram protein.

Kandungan gizi ASI adalah 400 kkal dan 10 gram protein,

maka kebutuhan tambahan yang diperoleh dari MP-ASI

adalah 250 kkal dan 6 gram protein. Kebutuhan gizi bayi

usia 1224 bulan adalah sekitar 850 kkal dan 20 gram

protein. Kandungan gizi ASI adalah sekitar 350 kkal dan 8


gram protein, maka kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI

adalah sekitar 500 kkal dan 12 gram protein. Karbohidrat

diperlukan sebagai sumber energi dan sekitar 60-70% energi

total dianjurkan berasal dari karbohidrat.

MP-ASI hendaknya mengandung protein bermutu tinggi

dengan jumlah yang mencukupi. Bahan makanan hewani

seperti telur, daging, susu dan ikan mengandung protein

yang lebih tinggi dibandingkan bahan makanan nabati

seperti kacang-kacangan dan biji-bijian. Semakin bertambah

usia bayi maka protein yang dibutuhkan semakin meningkat.

Setelah menginjak usia satu tahun bayi membutuhkan

protein sekitar dua kali lipat pada masa sebelumnya. MP-

ASI yang baik harus menyediakan energi yang cukup tinggi.

Hal ini dapat tercapai dengan melakukan penambahan

lemak dan gula. Lemak dapat diberikan sampai

kandungannya dapat menyediakan energi sebanyak 25%.

Lemak nabati dan asam lemak tak jenuh baik untuk

diberikan pada bayi. Lemak merupakan sumber energi

dengan konsentrasi tinggi. Lemak berfungsi sebagai sumber

asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan K, serta

memberi rasa gurih dan sedap pada makanan. Vitamin yang

dibutuhkan terdiri dari vitamin yang larut dalam lemak dan

vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam

lemak adalah vitamin A, D, E, dan K, sedangkan yang larut


dalam air adalah vitamin C, B1, Riboflavin, Niasin, B6, B12,

asam folat, dan vitamin lain yang tergolong vitamin B

kompleks. Mineral dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

gizi bayi. Unsur Fe (besi) dan I (iodium) merupakan 2 jenis

mineral bayi yang jarang terpenuhi sehingga mengakibatkan

anemia dan gondok. Setelah bayi berumur 6 bulan, bayi

harus mulai diberikan makanan yang mengandung zat besi

(sereal, daging, sayuran hijau), yang dapat menjamin asupan

zat besi yang mencukupi untuk pertumbuhan yang sehat.

Jenis mineral lainnya yang dibutuhkan bayi seperti kalsium,

fosfor dan seng.

Pada umumnya bayi yang baru lahir mempunyai jadwal

makan yang tidak teratur, bayi bisa makan sebanyak 6-12

kali atau lebih dalam 24 jam tanpa jadwal yang teratur.

Menyusui bayi dapat dilakukan setiap 3 jam alasannya

karena lambung bayi akan kosong dalam waktu 3 jam

sehabis menyusui. Sejalan dengan bertambahnya usia, jarak

antara waktu menyusui menjadi lebih lama, karena kapasitas

lambungnya membesar dan produksi susu ibu meningkat.

j. Pola Pemberian MP - ASI

Pola pemberian MP-ASI harus disesuaikan dengan tahap

perkembangan dan pertumbuhan bayi dan anak usia 6-24

bulan. Pengenalan dan pemberian MP-ASI dilakukan secara

bertahap baik jenis, tekstur, frekuensi maupun jumlahnya.


Pemberian MP-ASI harus memperhatikan kesiapan bayi

antara lain keterampilan mengecap dan mengunyah serta

penerimaan rasa dan bau serta kemampuan pencernaan bayi

atau anak. MP-ASI pertama sebaiknya adalah golongan

beras dan serealia karena berdaya alergi rendah. Secara

berangsur-angsur diperkenalkan sayuran yang dikukus dan

dihaluskan, buah yang dihaluskan. Jika bayi dapat menerima

dengan baik maka dapat diberikan sumber protein (tahu,

tempe, daging ayam, hati ayam atau daging sapi) yang

dikukus dan dihaluskan. Setelah bayi mampu

mengkoordinasikan lidahnya dengan baik secara bertahap

bubur dibuat lebih kental (dikurangi campuran airnya),

kemudian menjadi lebih kasar (disaring) dengan tambahan

bahan lain yang dicincang halus kemudian dicincang kasar

dan akhirnya bayi siap menerima makanan yang dikonsumsi

keluarga.

Bentuk MP-ASI yang diberikan kepada balita disesuaikan

dengan umur seperti yang tampak pada tabel berikut :

Tabel 2.2. Pola Pemberian MP ASI pada Balita

Sumber :

Kementrian Kesehatan RI, 2011


Menurut Depkes tahun 2009 dalam Buku Kesehatan Ibu

dan Anak, pemberian makanan pada bayi dan anak umur 0-

24 bulan yang baik dan benar adalah sebagai berikut :

1) Umur 0-6 bulan

Berikan ASI sesering mungkin setiap kali bayi

menginginkan sedikitnya 8 kalisehari. Jangan berikan

makanan atau minuman lain selain ASI (ASI eksklusif).

2) Umur 6-8 bulan

ASI tetap diberikan dan mulai dikenalkan MP-ASI

dalam bentuk lumat dimulai dari bubur susu sampai

bubur tim lunak, diberikan 2 kali sehari dan jumlahnya

disesuaikan dengan umur bayi. Makanan selingan

diberikan 2 kali sehari di antara waktu makan seperti

bubur kacang hijau, biskuit, pisang, nagasari dan

sebagainya serta buah-buahan seperti air jeruk manis

atau air tomat saring.

3) Umur 9-12 bulan

ASI tetap diberikan dan dapat mulai diberikan MP-ASI

yang lebih padat contohnya bubur nasi, nasi tim dan

nasi lembek sebanyak 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan

malam dengan jumlah kira-kira gelas ukuran 250 cc.

Beri makanan selingan 2 kali sehari di antara waktu

makan seperti bubur kacang hijau, biskuit, pisang,

nagasari dan sebagainya serta buah-buahan seperti air


jeruk manis atau air tomat saring. Berikan finger food.

4) Umur 12-24 bulan

Pemberian ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun.

Mulai umur 1 tahun dapat diberikan makanan orang

dewasa berupa nasi lembek 3 kali sehari masingmasin

1/3 piring dewasa ditambah telur, ayam, ikan, tempe,

tahu, daging sapi,wortel, bayam atau kacang hijau.

Makanan selingan serta buah atau perasan buah

diberikan 2 kali sehari.

Tabel 2.4. Jadwal Pemberian Makanan Balita Usia 0-24 Bulan

(Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia/ IDAI)


k. Penilaian Konsumsi Makanan

Penilaian konsumsi makanan dimaksudkan untuk

mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan

bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah

tangga dan perorangan, serta faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap konsumsi makanan tersebut. Beberapa metode

pengukuran konsumsi makanan untuk individu antara lain :


a) Metode food recall 24 jam

Metode ini dilakukan dengan menanyakan jenis dan

jumlah bahan makanan yang dikonsumsi responden pada

periode 24 jam yang lalu. Dimulai sejak bangun pagi

sampai istirahat malam hari. Metode ini cenderung

bersifat kualitatif sehingga jumlah konsumsi makanan

individu ditanyakan secara teliti. Metode ini digunakan

untuk mengatur rata-rata konsumsi pangan dan zat gizi

pada kelompok besar. Daya ingat responden dan

kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara sangat

menentukan keberhasilan metode recall 24 jam ini.

b) Metode estimated food records

Metode ini digunakan untuk mencatat jumlah yang

dikonsumsi. Responden diminta mencatat semua yang

dimakan dan diminum setiap kali sebelum makan.

Menimbang dalam ukuran berat pada periode tertentu,

termasuk cara persiapan dan pengelolaan makanan.

Metode ini dapat memberikan informasi konsumsi yang

mendekati sebenarnya tentang jumlah energi dan zat gizi

yang dikonsumsi oleh individu.

c) Metode penimbangan makanan (food weighing)

Responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh

makanan yang dikonsumsi selama 1 hari. Penimbangan

makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari


tergantung dati tujuan, dana penelitian, dan tenaga yang

tersedia.

d) Metode riwayat makanan

Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan

gambaran pola kunsumsi berdasarkan pengamatan dalam

waktu yang cukup lama (bisa 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun).

Metode ini terdiri dari 3 komponen yaitu : wawancara,

frekuensi jumlah bahan makanan, pencatatan konsumsi.

e) Metode frekuensi makanan (food frequensi)

Metode ini untuk memperoleh data tentang frekuensi

konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi

selama periode tertentu. Meliputi hari, minggu, bulan,

atau tahun, sehingga diperoleh gambaran pola konsumsi

makanan secara kualitatif. Kuesioner frekuensi makanan

memuat tentang daftar bahan makanan dan frekuensi

penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu.

2. Status Kesehatan

Menurut UU No.23 Tahun 1992 Kesehatan adalah keadaan

sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap

orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

Menurut pernyataan dari Organisasi Kesehatan Sedunia

(WHO), kesehatan adalah keadaan fisik, mental dan

kesejahteraan sosial secara lengkap dan bukan hanya sekedar


tidak mengidap penyakit atau kelemahan. Sehat merupakan suatu

keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial, sehingga

tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.

Mengandung 3 karakteristik :

a. Merefleksikan perhatian pada individu sebagai

manusia.

b. Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal

dan eksternal.

c. Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan

produktif.

Menurut UU No.23 Tahun 1992 Kesehatan adalah keadaan

sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap

orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

Kesehatan bersifat menyeluruh dan mengandung empat

aspek. Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam

kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:

1) Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan

mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang

secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh

berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.

2) Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni

pikiran, emosional, dan spiritual.

a. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan

pikiran.
b. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang

untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut,

gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.

c. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam

mengekspresikan rasa syukur, pujian,kepercayaan dan

sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni

Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual

dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan

perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana

seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan

agama yang dianutnya.

3) Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu

berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara

baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan,

status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling

toleran dan menghargai.

4) Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang

(dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang

menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap

hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi

mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia

lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak

berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang

berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai


kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti,

misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan

kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan

lainnya bagi usia lanjut.

Kesehatan perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini,

karena kesehatan merupakan gambaran kesejahteraan dan

kekuatan suatu bangsa yang tercemin dari kesehatan suatu

keluarga. Kesehatan perlu diupayakan secara terus menerus

dalam keluarga sehingga tercapai status kesehatan yang

diharapkan.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa

kesehatan adalah keadaan dimana manusia dan lingkungan

tidak ada gangguan keseimbangan, maka seseorang dapat

dikatakan sehat secara rohani, jasmani maupun sosial. Seorang

anak dapat dikatakan sehat apabila mempunyai kriteria

perkembangan dan pertumbuhan yang sesuai (sunarti,1994)

1) Kesehatan Fisik (badan, jasmani)

Kesehatan fisik yaitu terwujud apabila sesorang tidak merasa dan

mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara

objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal

atau tidak mengalami gangguan untuk mengetahui kesehatan fisik

biasanya dengan melihat berat dan tinggi badan. (dahlan 2012)

a. Pengertian Status Gizi


Status gizi adalah Status gizi status kesehatan yang

dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan

masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar 2010).

Menutut Almatsier (2006) Status gizi adalah suatu ukuran

mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari

makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di

dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu

status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih.

Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan

antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan

zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari

tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Status gizi adalah

keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan

dan penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi gizi

tubuh, umumnya membawa ke status gizi memuaskan.

Sebaiknya jika kekurangan atau kelebihan zat gizi esensial

dalam makanan untuk jangka waktu yang lama disebut gizi

salah. Manifestasi gizi salah dapat berupa gizi kurang dan

gizi lebih (Supariasa, 2002).

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan

nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan

tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai

status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara

kebutuhan dan masukan nutrient (Beck dalam creasoft,


2008).

b. Klasifikasi Status Gizi

Dalam menentukan status gizi balita harus ada ukuran

baku yang sering disebut reference. Pengukuran baku

antropomentri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah

WHO-NCHS. Menurut Harvard dalam Supariasa 2002,

klasifikasi status gizi dapat dibedakan menjadi empat yaitu:

1) Gizi lebih (Over weight)

Gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi

dalam jumlah berlebihan sehingga menimbulkan efek

toksis atau membahayakan (Almatsier, 2005).

Kelebihan berat badan pada balita terjadi karena

ketidakmampuan antara energi yang masuk dengan

keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit olahraga

atau keduanya. Kelebihan berat badan anak tidak boleh

diturunkan, karena penyusutan berat akan sekaligus

menghilangkan zat gizi yang diperlukan untuk

pertumbuhan (Arisman, 2007).

2) Gizi baik (well nourished)

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila

tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan

secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan

fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan

kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin


(Almatsier, 2006).

3) Gizi kurang (under weight)

Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami

kekurangan satu atau lebih zat-zat esensial (Almatsier,

2006)

4) Gizi buruk (severe PCM)

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang

dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan

lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata.

Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat

dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurng Energi

Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang

banyak dijumpai pada balita (Lusa, 2009).

c. Penilaian Status Gizi

Penentuan status gizi seseorang atau kelompok populasi

dilakukan dengan interpretasi informasi dari hasil beberapa

metode penilaian status gizi yaitu: penilaian konsumsi

makanan, antropometri, laboratorium/biokimia dan klinis

(Gibson, 2005).

1) Antropometri

Antropometri dapat dilakukan dengan beberapa macam

pengukuran yaitu pengukuran berat badan (BB), tinggi

badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA).

Pengukuran BB, TB dan LILA sesuai dengan umur


adalah yang paling sering digunakan untuk survey

sedangkan untuk perorangan, keluarga, pengukuran BB

dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling

dikenal (Supariasa, 2002). Melalui pengukuran

antropometri, status gizi anak dapat ditentukan apakah

anak tersebut tergolong status gizi baik, kurang atau

buruk. Hal tersebut diperoleh dengan membandingkan

berat badan dan tinggi badan hasil pengukuran dengan

suatu standar internasional yang dikeluarkan oleh

WHO. Status gizi tidak hanya diketahui dengan

mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara

sendiri-sendiri, tetapi juga merupakan kombinasi antara

ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna

sendiri-sendiri (Supariasa, 2002).

Untuk mengetahui apakah berat badan dan tinggi

badan normal, lebih rendah atau lebih tinggi dari yang

seharusnya, dilakukan perbandingan dengan suatu

standard internasional yang ditetapkan oleh WHO

(Soekirman, 2000).Di dalam ilmu gizi status gizi tidak

hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai

dengan umur (U) secara sendiri-sendiri, tetapi juga

dalam bentuk indikator yang dapat merupakan

kombinasi antara ketiganya, sebagai berikut :

1) Indikator BB/U
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status

gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah.

Kelebihan indikator BB/U adalah Dapat dengan

mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat

umum; Sensitif untuk melihat perubahan status

gizi dalam jangka waktu pendek; dan Dapat

mendeteksi kegemukan. Sedangkan kelemahan

indikator BB/U adalah interpretasi status gizi

dapat keliru apabila terdapat pembengkakan atau

oedem; data umur yang akurat sering sulit

diperoleh terutama di Negara-negara yang sedang

berkembang; kesalahan pada saat pengukuran

karena pakaian anak yang tidak dilepas/ dikoreksi

dan anak bergerak terus; masalah social budaya

setempat yang mempengaruhi orangtua untuk

tidak mau menimbang anaknya karena dianggap

seperti barang dagangan (Soekirman, 2000).

2) Indikator TB/U

Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa

lalu. Adapun kelebihan indikator TB/U adalah

dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizi

masa lampau: dapat dijadikan indikator keadaan

social ekonomi penduduk. Sedangkan

kekurangannya adalah kesulitan dalam melakukan


pengukuran panjang badan pada kelompok usia

balita; tidak dapat menggambarkan keadaan gizi

saat kini; memerlukan data umur yang akurat yang

sering sulit diperoleh di negara-negara

berkembang; kesalahan sering dijumpai pada

pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan

oleh petugas non-profesional.

3) Indikator BB/TB

Indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif

dan spesifik status gizi saat ini. Berat badan

berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya

dalam keadaan normal perkembangan berat badan

akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada

percepatan tertentu.Adapu kelebihan indikator

BB/TB adalah independen terhadap umur dan ras;

dapat menilai status kurus dan gemuk; dan

keadaan marasmus atau KEP berat lain.Sedangkan

kelemahannya adalah kesalahan pada saat

pengukuran karena pakaian anak yang tidak

dilepas /dikoreksi dan anak bergerak terus;

masalah social budaya setempat yang

mempengaruhi orangtua untuk tidak mau

menimbang anaknya karena dianggap seperti

barang dagangan; kesulitan dalam melakukan


pengukuran panjang atau tinggi badan pada

kelompok usia balita; kesalahan sering dijumpai

pada pembacaan skala ukur, terutama bila

dilakukan oleh petugas non-profesional; tidak

dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut

pendek, normal dan jangkung (Soekirman, 2000).

4) Indikator IMT/U

Indikator yang paling baik untuk mengukur keadaan status gizi yang

menggambarkan keadaan status gizi masa lalu dan masa kini karena berat

badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan

normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi

badan dengan kecepatan tertentu. Indeks ini tidak menimbulkan kesan

underestimate pada anak yang overweight dan obese serta kesan berlebihan

pada anak gizi kurang.(WHO, 2007) Panduan tata laksana penderita KEP

(Depkes, 2000) menyebutkan bahwa gizi buruk diartikan sebagai keadaan

kekurangan gizi yang sangat parah yang ditandai dengan berat badan

menurut umur kurang dari 60 % median pada baku WHO-NCHS atau

terdapat tanda-tanda klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan

marasmikkwashiorkor. Agar penentuan klasifikasi dan penyebutan status

gizi menjadi seragam dan tidak berbeda maka Menteri KesehatanRI

mengeluarkan keputusan nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang

Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak . Keluarnya SK tersebut

mempermudah analisis data status gizi yang dihasilkan baik untuk

perbandingan, kecenderungan maupun analisis hubungan (Depkes, 2010).


Menurut SK tersebut penentuan gizi status gizi tidak lagi menggunakan

persen terhadap median, melainkan nilai Z-score pada baku WHO-NCHS.

Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan

Indeks *

INDEKS KATEGORI AMBANG BATAS


STATUS GIZI (Z-SCORE)
Berat badan menurut Umur Gizi Buruk < -3 SD
(BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai < -2 SD
Anak Umur 0-60 bulan Gizi Baik -2 SD sampai 2 SD
Panjang Badan menurut Gizi Lebih > 2 SD
Umur Sangat pendek < -3 SD
(PB/U)atau Tinggi Badan Pendek -3 SD sampai < -2 SD
menurut Umur (TB/U) Normal -2 SD sampai 2 SD
Anak Umur 0-60 bulan Tinggi > 2 SD
Berat badan menurut Sangat Kurus < -3 SD
Panjang Kurus -3 SD sampai < -2 SD
Badan (BB/PB) atau Normal -2 SD sampai 2 SD
Berat badan menurut Tinggi Gemuk > 2 SD
Badan (BB/TB) Sangat kurus < -3 SD
Anak Umur 0-60 bulan Kurus -3 SD sampai < -2 SD
Indeks Masa Tubuh Normal -2 SD sampai 2 SD
menurut Gemuk > 2 SD
Umur ( IMT/U ) Anak Sangat kurus < -3 SD
Umur 0- Kurus -3 SD sampai < -2 SD
60 bulan Normal -2 SD sampai 2 SD
Indeks Masa Tubuh Gemuk > 2 SD
menurut
Umur ( IMT/U ) Anak
Umur 5

*) Sumber : SK Menkes 1995/Menkes/SK/XII/2010.

2) Klinis

Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan

yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan

gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti

kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-

organ yang dekat dengan permukaaan tubuh seperti

kelenjar tiroid. Penggunaan untuk survei klinis secara

cepat (Supariasa, 2002).

3) Biokimia

Pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratories

yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh

yang digunakan anatara lain: darah, urine, tinja dan


juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

Penggunaan untuk suatu peringatan bahwa

kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang

lebih parah lagi (Supariasa, 2002).

4) Biofisik

Penentuan status gizi dengan melihat kemampuan

fungsi dan melihat perubahan struktur jaringan.

Penggunaan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta

senja epidemic (epidemic of night blindness)

(Supariasa, 2002).

5) Survei Konsumsi Makanan

Metode penentuan gizi secara tidak langsung dengan

melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

Penggunaan dengan pengumpulan data konsumsi

makanan dapat memberikan gambaran tentang

konsumsi barbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga

dan individu (Supariasa, 2002).Metode pengukuran

konsumsi makanan digunakan untuk mendapatkan data

konsumsi makanan tingkat individu. Ada beberapa

metode pengukuran konsumsi makanan, yaitu sebagai

berikut :

a) Recall 24 jam (24 Hour Recall)

Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan

jumlah makanan serta minuman yang telah


dikonsumsi dalam 24 jam yang lalu. Recall

dilakukan pada saat wawancara dilakukan dan

mundur ke belakang sampai 24 jam penuh.

Wawancara menggunakan formulir recall harus

dilakukan oleh petugas yang telah terlatih. Data

yang didapatkan dari hasil recall lebihbersifat

kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif

maka perlu ditanyakan penggunaan URT (Ukuran

Rumah Tangga). Sebaiknya recall dilakukan

minimal dua kali dengan tidak berturut-turut.

Recall yang dilakukan sebanyak satu kali kurang

dapat menggambarkan kebiasaan makan seseorang

(Supariasa, 2001).

b) Food Record Food record

Merupakan catatan responden mengenai jenis dan

jumlah makanan dan minuman dalam satu periode

waktu, biasanya 1 sampai 7 hari dan dapat

dikuantifikasikan dengan estimasi menggunakan

ukuran rumah tangga (estimated food record) atau

menimbang (weighed food record) (Hartriyanti

dan Triyanti, 2007).

c) Food Frequency Questionnaire (FFQ)

FFQ merupakan metode pengukuran konsumsi


makanan dengan menggunakan kuesioner untuk

memperoleh data mengenai frekuensi seseorang

dalam mengonsumi makanan dan minuman.

Frekuensi konsumsi dapat dilakukan selama

periode tertentu, misalnya harian, mingguan,

bulanan maupun tahunan. Kuesioner terdiri dari

daftar jenis makanan dan minuman (Supariasa,

2001).

d) Penimbangan makanan (Food Weighing)

Metode penimbangan makanan dilakukan dengan

cara menimbang makanan disertai dengan

mencatat seluruh makanan dan minuman yang

dikonsumsi responden selama satu hari. Persiapan

pembuatan makanan, penjelasan mengenai bahan-

bahan yang digunakan dan merk makanan (jika

ada) sebaiknya harus diketahui (Gibson, 2005).

e) Metode Riwayat Makan

Metode riwayat makan dilakukan untuk

menghitung asupan makanan yang selalu dimakan

dan pola makan seseorang dalam waktu yang

relatif lama, misalnya satu minggu, satu bulan,

maupun satu tahun. Metode ini terdiri dari 3

komponen, yaitu wawancara recall 24 jam,

memeriksa kebenaran recall 24 jam dengan


menggunakan kuesioner berdasarkan frekuensi

konsumsi sejumlah makanan, dan konsumsi

makanan selama tiga hari, termasuk porsi makanan

(Gibson, 2005).

6) Statistic Vital

Dengan menganalisis data beberapa statistik

kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,

angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu

dan data lainya yang berhubungan dengan gizi.

Penggunaan sebagai bahan indikator tidak langsung

pengukuran status gizi masyarakat (Supariasa, 2002).

d. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Suatu penyakit timbul akibat interaksi berbagai faktor

baik internal maupun eksternal. Dalam epidemiologi di

kenal dengan istilah trias epidemiologi (Host, Agen dan

Enviroment) yang berperan dalam terjadinya penyakit dan

masalah kesehatan lainnya. Timbulnya penyakit berkaitan

gangguan interaksi beberapa faktor penjamu, agen, dan

lingkungan (Bustan, 2006)

Menurut Unicef (1998) gizi kurang pada anak balita

disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian

diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, penyebab tidak

langsung, pokok masalah dan akar masalah.

DIAGRAM UNICEF!
1) Umur

Kebutuhan energi individu disesuaikan dengan umur,

jenis kelamin, dan tingkat aktivitas. Jika kebutuhan

energi (zat tenaga) terpenuhi dengan baik maka dapat

meningkatkan produktivitas kerja, sehingga membuat

seseorang lebih semangat dalam melakukan pekerjaan.

Apabila kekurangan energi maka produktivitas kerja

seseorang akan menurun, dimana seseorang akan malas

bekerja dan cenderung untuk bekerja lebih lamban.

Semakin bertambahnya umur akan semakin meningkat

pula kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. Zat tenaga

dibutuhkan untuk mendukung meningkatnya dan

semakin beragamnya kegiatan fisik (Apriadji, 1986).

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang turut

mempengaruhi kebutuhan gizi seseorang. Perempuan

lebih banyak mengandung lemak tubuhnya yang berarti

lebih banyak jaringan tidak aktif dalam tubuhnya,

meskipun memiliki berat badan yang sama dengan laki

- laki. Energi minimal yang di perlukan sepuluh persen

lebih rendah dari pada laki - laki (Kartasapoetra dan

Marsetyo, 2008). kebutuhan zat gizi anak laki - laki

berbeda dengan anak perempuan karena anak laki - laki

memiliki aktivitas yang lebih tinggi (Departemen Gizi


dan Kesehatan Mayarakat, 2007)

3) Keadaan infeksi

Ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus

dan parasit) dengan kejadian malnutrisi. Ditekankan

bahwa terjadi interaksi yang sinergis antara malnutrisi

dengan penyakit infeksi (Supariasa, 2002). Penyakit

infeksi akan menyebabkan gangguan gizi melalui

beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan

melalui muntah-muntah dan diare. Selain itu penyakit

infeksi seperti infeksi saluran pernapasan dapat juga

menurunkan nafsu makan (Arisman, 2004). Mekanisme

patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara

sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan

asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan,

menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan

pada saat sakit, peningkatan kehilangan cairan/zat gizi

akibat penyakit diare, mual/muntah dan perdarahan

terus menerus serta meningkatnya kebutuhan baik dari

peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit yang

terdapat dalam tubuh (Supariasa, 2002).

4) Frekuensi Makan

Frekuensi konsumsi makanan dapat menggambarkan

berapa banyak makanan yang dikonsumsi seseorang.

Konsumsi makanan oleh keluarga bergantung pada


jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan,

distribusi dalam keluarga. Hal ini bergantung pada

pendapatan, agama, adat kebiasaan, dan tingkat

pendidikan. Dinegara Indonesia yang jumlah

pendapatan penduduk sebagian rendah adalah golongan

rendah dan menengah akan berdampak pada

pemenuhan bahan makanan terutama makanan yang

bergizi (Almatsier, 2005). Pengukuran konsumsi makan

sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang

dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk

mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang

dapat menyebabkan malnutrisi (Supariasa, 2002).

Kurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi baik secara

kualitas maupun kuantitas dapat menurunkan status gizi.

Anak yang makanannya tidak cukup maka daya tahan

tubuhnya akan melemah dan mudah terserang infeksi

(Ernawati, 2006)

5) Asupan Energi

Asupan energi sangat mempengaruhu status gizi, jika

suatu asupan zat gizi kurang, akan berakibat terjadinya

defisiensi zat gizi tersebut. Hal ini juga terjadi pada

kekurangan konsumsi energi dalam waktu yang cukup

lama, akan berakibat pada terjadinya kurang gizi atau

gizi buruk (Sudiarti & Utari, 2007) Energi merupakan

asupan utama yang sangant diperlukan oleh tubuh.


Kebutuhan energi yang tidak tercukupi dapat

menyebabkan protein, vitamin, dan mineral tidak dapat

digunakan secara efektif. Untuk beberapa fungsi

metabolisme tubuh, kebutuhan energi dipengaruhi oleh

BMR (Basal Metabolic Rate), kecepatan pertumbuhan,

komposisi tubuh dan aktivitas fisik (Krummel &

Etherton, 1996). Energi yang diperlukan oleh tubuh

berasal dari energi kimia yang terdapat dalam makanan

yang dikonsumsi. Energi diukur dalam satuan kalori.

Energi yang berasal dari protein menghasilkan 4

kkal/gram, lemak 9 kkal/gram, dan karbohidrat 4kkal/

gram (Baliwati, 2004).

6) Pengaruh Budaya

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh

budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab

penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam

hal sikap terhadap makanan, masih terdapat pantangan,

tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan

konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi

makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya

penyakit, terutama penyakit infeksi saluran pencernaan.

Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah

anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan

gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang


rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan.

Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para

petani masih menggunakan teknologi yang bersifat

tradisional (Supariasa, 2002).

7) Penyediaan Pangan

Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui

produksi produksi pangan dalam menghasilkan bahan

makanan pokok, lauk pauk, sayur-mayur dan buah-

buahan. Merupakan program untuk menambah nutrisi

pada balita ini biasanya diperoleh saat mengikuti

posyandu. Adapun pemberin tambahan makanan

tersebut berupa makanan pengganti ASI yang biasa

didapat dari puskesmas setempat (Almatsier, 2005).

Penyebab masalah gizi yang pokok di tempat paling

sedikit dua pertiga dunia adalah kurang cukupnya pangan

untuk pertumbuhan normal, kesehatan, dan kegiatan

normal. Kurang cukupnya pangan berkaitan dengan

ketersediaan pangan dalam keluarga. Tidak tersedianya

pangan dalam keluarga yang terjadi terus menerus akan

menyebabkan terjadinya penyakit kurang gizi (Ernawati,

2006)

8) Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan

terhadap pelayanan kesehatan dasar. Anak balita sulit

dijangkau oleh berbagai kegiatan perbaikan gizi dan


kesehatan lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke

tempat berkumpul yang ditentukan tanpa diantar

(Sediaoetama, 2000 dalam Ernawati, 2006). Beberapa

aspek pelayanan kesehatan dasar yang berkaitan dengan

status gizi anak antara lain: imunisasi, pertolongan

persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan

anak, serta sarana kesehatan seperti posyandu,

puskesmas, rumah sakit, praktek bidan dan dokter.

Makin tinggi jangkauan masyarakat terhadap sarana

pelayanan kesehatan dasar tersebut di atas, makin kecil

risiko terjadinya penyakit gizi kurang (Ernawati, 2006)

9) Hygiene dan Sanitasi Lingkungan

Hal ini bergantung pada kebersihan lingkungan atau

ada tidaknya penyakit yang berpengaruh zat-zat gizi

oleh tubuh. Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan

ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis

lantai rumah serta kebersihan peralatan makan pada

setiap keluarga. Makin tersedia air bersih untuk

kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena

penyakit kurang gizi (Soekirman, 2000). Higienitas

makanan adalah Tindakan nyata dari ibu anak balita

dalam kebersihan dalam mengelola bahan makanan,

penyimpanan sampai penyajian makanan balita (Santosa,

2004)

10) Jumlah Anggota Keluarga


Seandainya anggota keluarga bertambah, maka pangan

untuk setiap anak berkurang. Usia 1 -6 tahun

merupakan masa yang paling rawan. Kurang energi

protein berat akan sedikit dijumpai pada keluarga yang

jumlah anggota keluarganya lebih kecil (Winarno 1990

dalam Ernawati 2006).

11) Pendapatan

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi status gizi(Gunanti, 2005). Besarnya

gaji yang di peroleh terkadang tidak sesuai dengan

banyaknya jenis pekerjaan yang di lakukan.pendapatan

seseorang akan menentukan kemampuan orang untuk

memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah

yang di perlukan tubuh. Apabila makanan yang

dikonsumsi tidak mencukupi kebutuahan tubuh maka

akan terjadi perubahan status gizi pada seseorang. Ada

dua aspek kunci dalam yang berhubungan antara

pendapatan dengan pola konsumsi makan, yaitu

pengeluaran makan dan tipe makanan yang di

konsumsi. Apabila seseorang pendapatan yang tinggi

maka dia dapat memenuhi kebutuhan akan makanannya

(Gesissler, 2005)

12) Pendidikan

Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan


informasi tentang gizi. Masyarakat dengan pendidikan

yang rendah akan lebih mempertahankan tradisi-tradisi

yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit

menerima informasi baru di bidang Gizi. Selain itu

tingkat pendidikan juga ikut menentukan mudah

tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan

semakin mudah dia menyerap informasi yang diterima

termasuk pendidikan dan informasi gizi yang mana

dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan akan

tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat (Handayani

1994 dalam Ernawati 2006). Tingkat pendidikan yang

lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat

untuk menyerap informasi dan menginplementasikannya

dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya

dalam hal kesehatan dan perbaikan gizi. Tingkat

pendidikan dapat disederhanakan menjadi pendidikan

tinggi (tamat SMA- lulusan PT) dan pendidikan rendah

(tamat SD tamat SMP). Hal ini sesuai dengan kebijakan

pemerintah untuk daerah wajib belajar 12 tahun (Nuh,

2013)

13) Pengetahuan Tentang Gizi

Pengetahuan tentang kadar gizi dalam berbagai bahan

makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga

dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang


harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya

tinggi (Soekanto 2002 dalam Yusrizal 2008).

Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi berakibat pada

rendahnya anggaran untuk belanja pangan dan mutu

serta keanekaragaman makanan yang kurang. Keluarga

lebih banyak membeli barang karena pengaruh

kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan

gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu

menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan

sehari-hari (Winarno 1990 dalam Ernawati 2006)

e. Angka Kecukupan Gizi

Angka kecukupan gizi yang di anjurkan merupakan suatu

ukuran kecukupan rata - rata zat gizi setiap hari untuk semua

orang yang di seusaikan dengan semua golongan umur, jenis

kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, untuk mencapai

tingkat kesehatan yang optimal dan mencegah terjadinya

defisiensi zat gizi (Depkes RI, 2005) Angka Kecukupan

Energi (AKE) merupakan rata - rata tingkat konsumsi energi

denagn panagan seimbang yang di sesuaikan dengan dengan

semua golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas

fisik. Angka Kecukupan Protein (AKP) merupakan rata -

rata jumlah konsumsi protein untuk menyeimbangkan agar

tercapai semua populasi orang sehat sesuai dengan semua

golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas fisik.


Kecukupan karbohidrat sesuai dengan pola pangan yang

baik berkisar antara 50% - 65% total energi, sedang

kecukupan lemak berkisar 20% - 30% total energi

(Hardinsyah dan Tambunan, 2004).

Anda mungkin juga menyukai