Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi cacing adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas, terutama di negara
tropis dan berkembang seperti Amerika Serikat bagian tenggara, Afrika, Amerika Tengah,
Amerika Selatan, Asia Tenggara dan di Indonesia pun banyak dijumpai. Sebagian besar
infeksi cacing terjadi di negara berkembang beriklim tropis atau subtropis, yang merupakan
suatu kondisi lingkungan yang kondusif bagi siklus hidup cacing. Selain itu, kepadatan
penduduk yang tinggi, kemiskinan, dan sanitasi yang buruk banyak ditemukan di daerah-
daerah yang lebih memudahkan penularan penyakit ini.1,2

Infeksi cacing secara garis besar dapat di bagi menjadi 3 golongan besar, yakni
nematodes (Human nematodes, animal namatodes), trematodes, dan cestodes. Masing-
masing golongan ini memiliki siklus hidup yang berbeda-beda.3

Cutaneous larva migrans (CLM) adalah dermatosis cacing yang paling umum
ditemukan. Cutaneous larva migrans atau disebut juga dengan creeping eruption merupakan
kelainan kulit yang merupakan peradangan kulit yang disebabkan oleh penetrasi dan migrasi
larva cacing tambang ke epidermis yang berasal dari kucing dan anjing. Terbanyak
disebabkan oleh Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma
ceylanicum.2,4

Kompetensi dokter umum untuk CLM adalah 4, dokter umum harus mampu
mendiagnosis dan menatalaksana kasus CLM. Referat ini dibuat untuk menambah informasi
dan wawasan mengenai creeping eruption agar dapat menegakkan diagnosis secara tepat dan
memberikan terapi yang tepat. Dalam referat ini akan dibahas mengenai epidemiologi,
etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis creeping
eruption.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 17 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Simpang Rimbo
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Batak
Hobi : Olahraga
Tanggal Berobat : 21 Agustus 2017

Autoanamnesis
Keluhan Utama : Terdapat bintil-bintil kemerahan yang memanjang dan berkelok-
kelok dengan disertai rasa gatal sejak 2 minggu yang lalu.

Keluhan Tambahan : -
Riwayat Perjalanan Penyakit :

Sejak 2 minggu yang lalu pasien mengeluhkan timbulnya bintil-bintil


kemerahan pada kulit sekitar paha kanan yang disertai dengan rasa gatal. Pasien mengaku
awalnya bintil kemerahan muncul kecil sebesar ujung pulpen. Karena pasien merasa
sangat gatal, pasien sering menggaruk bintil tersebut.

Sejak 1 minggu yang lalu, pasien mengaku lama kelamaan bintil tersebut
semakin bertambah banyak dan bintil tersebut memanjang serta berkelok-kelok. Pasien
mengaku bintil-bintil kemerahan yang di garuk pasien, terasa panas setelah pasien
menggaruk bintil tersebut dan bintil lama kelamaan berubah warna menjadi kehitaman.
Karena rasa gatal yang sangat menganggu hingga pasien merasa sulit untuk tidur, pasien
pun berobat ke bidan dekat rumahnya. Kemudian pasien di suntik oleh bidan, akan tetapi
keluhan gatal dan bintil-bintilnya tidak berkurang maupun menghilang. Menurut
pengakuan pasien, pasien memiliki kebiasaan sering bermain volley ball disamping
rumahnya, dengan kondisi lapangan yang berpasir dan berdebu.

2
Dikarenakan keluhan yang dirasakan tidak kunjung sembuh, pasien memutuskan
untuk datang berobat ke poliklinik RSUD Raden Mattaher Jambi.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti Pasien.

Pemeriksan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 78x/i
Pernafasan : 20x/i
Suhu : Afebris
Kepala :
Bentuk : Normochepali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-).
Pupil isokor kiri kanan
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : Bibir kering (-),
dinding faring hiperemis (-)
Telinga : Normal, tanda radang (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

3
Thoraks :
Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas kedua dada Simetris, lesi kulit (-)
Palpasi : Vokal fremitus (+/+) simetris
Perkusi : Sonor dikedua paru
Auskultasi :
- Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : SN vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, tampak lesi kulit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior : akral hangat, oedem (-), sianosis (-)


Ekstermitas Inferior : akral hangat, oedem (-), sianosis (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

4
Status Dermatologis
1. Regio femoralis posterior dextra

- Papul eritematosa, multiple , miliar-lentikular, serpiginosa, regular,


sirkumskripta,diskret.
- Makula hiperpigmentasi, multiple, miliar-lentikular, irregular,
sirkumskripta, diskret.

Pemeriksaan Penunjang
1. Dermatopathologi : Bagian parasite dapat dilihat pada specimen biopsy.

Diagnosis Banding
1. Creeping Eruption
2. Skabies
3. Herpes Zooster

5
Diagnosis Kerja
Creeping Eruption

Terapi
Terapi umum
Penatalaksanaan umum yaitu dengan memberikan edukasi kepada pasien, seperti:
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
- Membersihkan serta memotong kuku.
- Mencegah garukan dan gosokan
- Mengenakan alas kaki untuk mencegah kontak langsung dengan tanah yang tercemar
kotoran binatang.
- Menghindari faktor pencetus.

Terapi khusus
a. Sistemik :
Albendazol 400 mg 1x1 tab selama 3 hari
b. Topikal
Thiabendazol topikal dengan suspensi 10% atau krim 15% yang digunakan empat kali
sehari.

Prognosis
Quo Ad vitam : Bonam
Quo Ad functionam : Bonam
Quo Ad sanationam : Bonam

Pemeriksaan Anjuran
1. Pemeriksaan Kobner
2. Histopatologi

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Cutaneous larva migrans (CLM) atau disebut juga dengan creeping eruption
merupakan kelainan kulit yang merupakan peradangan kulit yang disebabkan oleh penetrasi
dan migrasi larva cacing tambang ke epidermis yang berasal dari kucing dan anjing,
terbanyak disebabkan oleh Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma
ceylanicum. Creeping eruption secara klinis diartikan sebagai lesi yang linear atau serpiginius,
sedikit menimbul, dan kemerahan yang bermigrasi dalam pola yang tidak teratur. 2,4

Epidemiologi

CLM adalah penyakit infeksi parasit yang banyak ditemukan pada daerah tropis atau
subtropis yang hangat dan lembab terutama Amerika Serikat bagian tenggara, Afrika,
Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Tenggara dan daerah tropis lainnya. CLM endemik
di masyarakat kurang mampu di negara berkembang seperti Brazil, India, dan Hindia Barat. 2

Mayoritas kasus di AS terjadi di sepanjang pantai tenggara dan disebabkan oleh


penetrasi larva cacing tambang Ancylostoma braziliense akibat kontak langsung dengan pasir
atau tanah yang telah terkontaminasi oleh kotoran anjing dan kucing. 2

Telur cacing tambang disimpan di pasir dan tanah yang hangat, serta pada daerah
yang teduh, kemudian menetas menjadi larva yang dapat menembus kulit manusia. Pekerjaan
dan aktivitas yang berisiko adalah aktivitas yang bersentuhan langsung dengan pasir atau
tanah yang terkontaminasi dengan kotoran hewan, seperti aktivitas bermain di pasir, berjalan
tanpa alas kaki dan duduk di pantai. Sedangkan pekerjaan yang berisiko adalah tukang kebun,
tukang pipa, petani, tukang listrik, dan tukang kayu.1

7
Etiologi

Penyebab utama CLM adalah larva cacing tambang yang berasal dari kucing dan
anjing (Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma ceylanicum, dan
Strongyloides). Penyebab lain yang juga memungkinkan yaitu larva dari serangga seperti
Hypoderma dan Gasterophilus.3

Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing. Pada beberapa
kasus ditemukan Enchinococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia maxiales, dan
Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya
Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly.3

Di epidermis, larva Ancylostoma brazilense akan bermigrasi dan menyebabkan CLM


selama beberapa minggu sebelum larva tersebut mati. Di sisi lain, larva Ancylostoma
caninum dan Ancylostoma ceylanicum dapat melakukan penetrasi yang lebih dalam dan
menimbulkan gejala klinis yang lain seperti enteritis eosinofilik.1

Ancylostoma braziliense mempunyai dua pasang gigi yang tidak sama besarnya,
cacing jantan panjangnya 4,7-6,3 mm dan cacing betina 6,1-8,4 mm dan Ancylostoma
caninum mempunyai tiga pasang gigi, cacing jantan panjangnya kira-kira 10 mm dan cacing
betina kira-kira 14 mm, cacing betina dewasa meletakkan rata-rata 16.000 telur setiap
harinya.1

Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia


maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis
lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan catle fly. Biasanya larva ini merupakan
stadium ketiga siklus hidupnya. Nematoda hidup pada hospes, ovum terdapat pada kotoran
binatang dan karena kelembaban berubah menjadi larva yang mampu mengadakan penetrasi
ke kulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah
beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.1,3,6

Penyebab yang umum:

1. Ancylostoma braziliense
2. Ancylostoma caninum
3. Uncinaria phlebotonum

8
Penyebab yang jarang:

1. Ancylostoma ceylonicum
2. Ancylostoma tubaeforme
3. Necator amricanus
4. Strongyloides papillosus
5. Strongyloides westeri
6. Ancylostoma duondenale3

Manifestasi Klinis

Masa inkubasi :1-6 hari dari waktu terpapar sampai timbulnya gejala.

Gejala kulit berupa pruritus lokal dimulai dalam beberapa jam setelah penetrasi larva
dan timbul papul. Adanya lesi papul yang eritematosa menunjukkan bahwa larva tersebut
telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Lesi kulit CLM kemudian menjadi lesi
yang khas berupa lesi yang serpiginous, tipis, linier, meninggi, dan terdapat lesi seperti
terowongan (burrow) dengan lebar lesi 2-3 mm yang mengandung cairan serosa (gambar 1).
Muncul beberapa atau lesi yang lebih dari satu tergantung pada jumlah penetrasi larva.4,1

Gambar 1. Creeping eruption pada kaki1

Migrasi larva dimulai 4 hari setelah inokulasi, dan membentuk saluran. Cacing bisa
tetap menetap selama beberapa hari atau bahkan beberapa bulan sebelum mulai bermigrasi.
Larva akan bermigrasi 2 milimeter per hari. Larva tidak dapat menembus membran basalis
sehingga hanya terbatas pada epidermis antara stratum germinativum dan stratum corneum
dan menyebabkan reaksi inflamasi eosinofil. Kebanyakan larva tidak dapat bermigrasi lebih
jauh atau menginvasi jaringan lebih dalam, dan mati setelah beberapa hari atau bulan.4,7

9
Lesi biasanya terdapat pada area terbuka dan sering terpapar seperti ekstremitas distal
bagian bawah, bokong, alat kelamin, tangan juga di bagian tubuh di mana saja yang sering
berkontak dengan tempat larva berada. Terkadang terdapat manifestasi purulen akibat infeksi
sekunder berupa erosi dan eksoriasi akibat garukan. Jika tidak diobati, larva biasanya mati
dalam 2-8 minggu, dan terjadi resolusi lesi. Eosinofilia bisa terjadi.4,1

Larva currens (Cutaneous Strongyloidiasis) merupakan bentuk khusus dari larva


migrans. Lesi berupa papul, urtika, papulovesikel di lokasi penetrasi larva (gambar 2),
biasanya terjadi pruritus yang hebat, pada kulit di sekitar anus, bokong, paha, punggung, bahu,
dan perut. Pruritus dan erupsi akan hilang ketika larva masuki pembuluh darah dan
bermigrasi ke mukosa usus.1,5

Gambar 2. Larva Currens. Multipel, pruritus, serpiginous, inflamasi area penetrasi S.


stercoralis pada regio gluteal.1

Temuan sistemik berupa Visceral Larva Migrans (VLM). VLM tidak berhubungan
dengan CLM. Terjadi pada anak yang menelan telur cacing gelang yang berasal dari anjing
atau kucing. Larva menyebar ke organ viseral sehingga menyebabkan kejang, miokarditis,
ensefalitis, dan kelainan mata. Ditandai dengan hipereosinofilia, hepatomegali, dan
pneumonitis (sindrom Loeffler). Biasanya berhubungan dengan urtikaria.1

10
Tidak terlalu sering namun dilaporkan adanya folikulitis cacing tambang, terdiri dari
20-100 papul dan pustul folikel eosinofilik terbatas pada area khusus di tubuh, biasanya
bokong. Pasien dengan folikulitis biasanya terdapat creeping eruption juga. Lesi papul tanpa
CLM (papular larva migrans) jarang muncul. Tanda kutaneus lainnya berkaitan dengan
migrasi subkutan dari larva cacing kadang-kadang digambarkan, seperti urtikaria dan
panikulitis. Gatal dapat menjadi sangat menyakitkan dan jika tergores memungkinkan terjadi
infeksi bakteri sekunder, gatal akan berhenti setelah parasit mati.1

Patogenesis

Cacing tambang dewasa hidup di usus anjing dan kucing. Telur keluar bersama tinja
pada kondisi yang menguntungkan (lembab, hangat, dan tempat yang teduh). Setelah itu,
larva menetas dalam 1-2 hari. Larva rabditiform tumbuh di tinja dan/atau tanah, dan menjadi
larva filariform (larva stadium tiga) yang infektif setelah 5 sampai 10 hari. Larva infektif ini
dapat bertahan selama 3 sampai 4 minggu di kondisi lingkungan yang sesuai. Pada kontak
dengan pejamu hewan (anjing dan kucing), larva menembus kulit dan dibawa melalui
pembuluh darah menuju jantung dan paru-paru. Larva kemudian menembus alveoli, naik ke
bronkiolus menuju ke faring dan tertelan. Larva mencapai usus kecil, kemudian tinggal dan
tumbuh menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup dalam lumen usus kecil dan menempel di
dinding usus. Beberapa larva ditemukan di jaringan dan menjadi sumber infeksi bagi anak
anjing melalui transmammary atau transplasenta. Manusia juga dapat terinfeksi dengan cara
larva filariform menembus kulit. Pada sebagian besar spesies, larva tidak dapat berkembang
lebih lanjut di tubuh manusia dan bermigrasi tanpa tujuan di epidermis. Beberapa larva dapat
bertahan pada jaringan yang lebih dalam setelah bermigrasi di kulit.3,6

11
Gambar 3. Siklus hidup larva3

Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva
dimana larva menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit
intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya. Biasanya migrasi dimulai
dalam waktu beberapa hari. Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi
beberapa sentimeter perhari, biasanya antara stratum germinativum dan stratum korneum.
Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal. Hal ini
menginduksi reaksi inflamasi eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan
timbul gejala di kulit. Larva bermigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan
jarang menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak
mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis sampai ke
dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang disekresi larva
menyebabkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi. Meskipun larva tidak
bisa mencapai intestinum untuk melengkapi siklus hidup, larva sering kali migrasi ke paru-
paru sehingga terjadi infiltrate pada paru. Pada pasien dengan keterlibatan paru-paru

12
didapatkan larva dan eosinofil pada sputumnya. Kebanyakan larva tidak mampu menembus
lebih dalam dan mati setelah beberapa hari sampai beberapa bulan.2,1,5

Penularan terjadi karena individu berkontak dengan tanah lembab yang telah
terkontaminasi kotoran anjing, kucing atau sapi yang telah mengandung larva cacing tersebut.
Larva mengadakan penetrasi kekulit manusia dan memulai migrasinya pada epidermis bagian
bawah. Larva ini tidak dapat mengadakan penetrasi ke dermis manusia, maka tidak dapat
terjadi siklus hidup yang normal. Manusia merupakan hospes yang tidak tepat bagi larva
tersebut, sehingga larva akhirnya akan mati. Penetrasi cacing tambang tergantung pada
sekresi dari zat bioakif seperti enzim proteolitik, hyaluronidase, dan sekresi-sekresi protein
litik. Kulit manusia merupakan penghalang yang kuat terhadap patogen invasif, termasuk
cacing tambang. Larva cacing tambang mensekresi beberapa protease yang dilepaskan ketika
larva aktif, dianggap mencerna molekul-molekul besar dan jaringan kulit. Diantaranya,
Ancylostoma caninum astacin-like zinc-metalloprotease (Ac-MTP-1) telah ditemukan sebagai
produk sekret dari larva cacing tambang. Selain protease lava cacing tambang juga
memproduksi hyaluronidase yang mempunyai kemampuan untuk menghancurkan
komponen-komponen dari matriks ekstraseluler. Kombinasi dari dua anzim pencerna ini
diduga berperan dalam penetrasi cacing tambang pada kulit manusia. Larva cacing tambang
memasuki kulit manusia melewati folikel rambut dan kelenjar sebaseous. Larva tersebut
memulai migrasi dalam kulit setelah 4 hari penetrasi dan lebih aktif pada malam hari.6

Diagnosis

Diagnosis CLM biasanya ditegakkan secara klinis. Meskipun diagnosis biasanya


dibuat secara klinis, berdasarkan karakteristik lesi berupa adanya bintik merah menonjol yang
gatal kemudian menjadi memanjang dan berkelok membentuk alur di bawah kulit dan adanya
riwayat pajanan (misalnya berjalan tanpa alas kaki), biopsi kadang-kadang dilakukan untuk
mengidentifikasi larva dalam epidermis. Didalam dermis, terdapat infiltrat inflamasi yang
terdiri dari limfosit, histiosit dan eosinofil. Terkadang, eosinofil terdapat dalam epidermis dan
dalam follicles rambut.1,2

13
Karena larva jarang menembus kulit yang lebih dalam, manifestasi sistemik seperti
migratory pulmonary infiltrates dan eosinofilia perifer (sindrom Loeffler) jarang terjadi.
Temuan sistemik yang umum adalah eosinofilia sedang darah perifer. Karena pruritus hebat
dan proses penggarukan, bisa terjadi infeksi bakteri yang dapat mempersulit gambaran
klinis.2

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan laboratorim


dan biopsi. Pada pemeriksaan hematologi didapatkan eosinofilia perifer. Selain itu, pada
pemeriksaan dermatopatologi akan terlihat bagian dari parasit yang dapat dilihat pada
spesimen biopsi dari lesi.1

Folikulitis juga dapat didiagnosis secara klinis; jika tidak, biopsi kulit mungkin
diperlukan. Temuan histopatologi dapat berupa larva yang terperangkap dalam saluran folikel,
stratum corneum, atau dermis, bersama-sama dengan infiltrat inflamasi. Kerokan kulit pada
pasien dengan follikulitis dapat mengungkapkan larva hidup dan mati ketika diperiksa
dengan mikroskop cahaya dengan minyak mineral. 5

Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk lesi yang atipikal termasuk dermatitis kontak, impetigo,
tinea, skabies, dan infeksi nematoda lainnya (misalnya strongyloidiasis).2

Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan skabies, pada skabies
terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini. Bila melihat
bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada permulaan lesi berupa
papul, karena itu sering diduga insects bite. Bila invasi larva yang multipel timbul serentak,
papul lesi dini sering menyerupai herpes zooster stadium permulaan.2

14
1. Scabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var.
homini, famili Sarcoptidae, dan kelas Arachnida. Skabies dikarakteristikkan dengan lesi
papular pruritus, eksoriasi, dan terowongan (burrows). Tempat predileksi termasuk sela-sela
jari, pergelangan tangan, aksila, areola, umbilikus, perut bagian bawah, genital dan bokong.
Terowongan muncul sedikit lebih tinggi, keabu-abuan, garis berliku-liku di kulit.

Gambar 4. Scabies.2

Scabies memiliki gejala klinis seperti pruritus nocturnal, adanya terowongan


(kanalikuli) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk
garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul
atau vesikel. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Penyakit ini menyerang manusia secara
berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena
infeksi. Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan scabies. Pada scabies
terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada creeping eruption.4

15
2. Herpes Zoster

Gambar 5. Herpes zoster1

Bila invasi larva yang multiple timbul serentak papul-papul lesi dini sering
menyerupai herpes zoster stadium permulaan. Herpes zoster adalah penyakit yang yang
disebabkan infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah reaksi primer. Kadang-kadang infeksi primer
berlangsung subklinis. Frekuensi pada pria dan wanita sama, lebih sering mengenai usia
dewasa. 3

Daerah yang sering terkena adalah daerah torakal. Terdapat gejala prodromal sistemik
seperti demam, pusing, malaise. Sedangkan gejala lokal nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan
sebagainya. Disamping gejala kulit berupa papul yang timbul serentak dijumpai pembesaran
kelenjar getah bening regional. Lokalisasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat
persarafan.3

3. Insect bite
Insect bite merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh gigitan dari hewan.
Kelainan kulit disebabkan oleh masuknya zat farmakologis aktif dan sensitasi antigen dari
hewan tersebut. Dalam beberapa benit akan muncul papul persisten yang seringkali disertai
central hemmoragic punctum. Reaksi bulosa sering terjadi pada kaki anak-anak. Pada
permulaan timbulnya creeping eruption akan ditemukan papul yang menyerupai insect bite
(Gambar 7).1

16
Gambar 6. Insect bite.1

Penatalaksanaan

Meskipun penyakit ini sembuh dengan sendirinya, manusia adalah host dead-end".
Kebanyakan larva mati dan lesi sembuh dalam 2-8 minggu dan jarang hingga 2 tahun. Dalam
sebuah penelitian, 25-33% larva mati setiap 4 minggu, sedangkan 81% dari lesi menghilang
dalam 4 minggu. Beberapa bertahan selama berbulan-bulan.5,3

Nonmedikamentosa

Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak kulit langsung dengan tanah yang
tercemar tinja, memproteksi diri seperti memakai alas kaki dan memperhatikan kebersihan
dan menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang merupakan karier
cacing tambang. Pasien diusahakan tidak menggaruk lesi, cukup digosok lembut karena akan
membuat lesi baru dan berisiko mengalami infeksi sekunder.1

17
Medikamentosa

Topikal

Walaupun dapat sembuh dengan sendirinya setelah beberapa bulan tetapi rasa gatal
yang ditimbulkan sangat mengganggu dan meningkatkan resiko infeksi sekunder oleh bakteri
yang dipicu karena garukan. Thiabendazol topikal dengan suspensi 10% atau krim 15% yang
digunakan empat kali sehari, akan mengurangi pruritus dalam 3 hari, dan membuat saluran
(burrow) menjadi tidak aktif dalam 1 minggu. Metronidazole topikal juga telah dilaporkan
efektif.4

Sistemik

Hasil pemakaian albendazole atau ivermectin telah berhasil diobservasi. 400 mg dosis
oral tunggal Albendazole untuk anak >2 tahun dan dewasa menghasilkan tingkat kesembuhan
45-100%, tetapi dosis 400-800 mg / hari (pada anak-anak, 10-15mg/kgBB dengan maksimal
800mg / hari) dianjurkan selama 3-5 hari karena khasiat yang lebih konsisten (tingkat
kesembuhan 80-100%); dosis oral tunggal ivermectin 12mg (pada anak-anak, dosis tunggal
150mg/kgBB) menghasilkan tingkat kesembuhan 80-100%.2

Thiabendazole oral ternyata efektif. Dosisnya 50 mg/kgBB/hari, sehari 2 kali, diberikan


berurut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh dapat
diulangi setelah beberapa hari.2

Pilihan terapi lain adalah cryotherapy yaitu dengan menggunakan CO2 snow (dry ice)
dengan penekanan selama 45 sampai 1, dua hari berturut-turut. Penggunaan N2 liquid juga
dicobakan. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi. Karena larva biasanya
telah pindah melebihi lesi kulit yang terlihat dan lokasinya tidak dapat ditentukan, dan bila
terlalu lama dapat merusak jaringan sekitarnya sehingga krioterapi tidak disarankan.7,2,1

Prognosis

Prognosis penyakit ini biasanya baik dan merupakan penyakit self-limited, dimana
larva akan mati dan lesi membaik dalam waktu 4-8 minggu jarang hingga 2 tahun. Dalam
sebuah penelitian, 25-33% larva mati setiap 4 minggu, sedangkan 81% dari lesi menghilang
dalam 4 minggu. Beberapa bertahan selama berbulan-bulan. Dengan pengobatan progresi lesi
dan rasa gatal akan hilang dalam waktu 48 jam.3,5

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang pasien laki-laki umur 17 tahun datang dengan keluhan bintil-bintil


kemerahan yang memanjang dan berkelok-kelok dengan disertai rasa gatal sejak 2 minggu
yang lalu. Bintil terdistribusi di paha kanan bagian belakang. Pada pemeriksaan dermatologis
ditemukan gambaran lesi berupa papul eritema, serpiginous, tipis, linier, meninggi, dan
terdapat lesi seperti terowongan (burrow), gambaran klinis ini cocok dengan gambaran klinis
pada pasien creeping eruption.
Tempat predileksinya pada seluruh bagian tubuh terbuka yang sering kontak dengan
tempat larva berada seperti kaki, ektremitas bawah, bokong dan tangan, dan lain-lain. Gejala
kulit berupa pruritus lokal dimulai dalam beberapa jam setelah penetrasi larva dan timbul
papul. Adanya lesi papul yang eritematosa menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di
kulit selama beberapa jam atau hari. Lesi kulit Creeping Eruption kemudian menjadi lesi
yang khas berupa lesi yang serpiginous, tipis, linier, meninggi, dan terdapat lesi seperti
terowongan (burrow) dengan lebar lesi 2-3 mm yang mengandung cairan serosa. Muncul
beberapa atau lesi yang lebih dari satu tergantung pada jumlah penetrasi larva.
Pasien juga mengaku sering bermain volley disamping rumahnya, dimana kondisi
lapangan volley tersebut berpasir dan berdebu. Hal ini juga bisa mendukung diagnosis
dikarenakan penyebab utama dari creeping eruption ini adalah larva cacing tambang yang
berasal dari kucing dan anjing (Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan
Ancylostoma ceylanicum, dan Strongyloides). Sehingga tempat yang berpasir dan berdebu
seringkali menjadi tempat kucing dan anjing mengeluarkan kotoran yang kemungkinan besar
terdapat larva cacing tambang di area tersebut.
Untuk tatalaksana pada kasus ini sudah cocok berdasarkan teori penatalaksanaan
creeping eruption yaitu diberikan terapi sistemik berupa Albendazol 400 mg 1x1 tab selama
3 hari dikarenakan Hasil pemakaian albendazole atau ivermectin telah berhasil diobservasi.
400 mg dosis oral tunggal Albendazole untuk anak >2 tahun dan dewasa menghasilkan
tingkat kesembuhan 45-100%, tetapi dosis 400-800 mg / hari (pada anak-anak, 10-
15mg/kgBB dengan maksimal 800mg / hari) dianjurkan selama 3-5 hari karena khasiat yang
lebih konsisten (tingkat kesembuhan 80-100%); dosis oral tunggal ivermectin 12mg (pada
anak-anak, dosis tunggal 150mg/kgBB) menghasilkan tingkat kesembuhan 80-100%. Serta
edukasi untuk melakukan pencegahan dengan cara menghindari kontak kulit langsung dengan
tanah yang tercemar tinja, memproteksi diri seperti memakai alas kaki dan memperhatikan
19
kebersihan dan menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang
merupakan karier cacing tambang. Pasien diusahakan tidak menggaruk lesi, cukup digosok
lembut karena akan membuat lesi baru dan berisiko mengalami infeksi sekunder.

20
BAB V
KESIMPULAN

Cutaneous larva migrans (CLM) atau disebut juga dengan creeping eruption
merupakan kelainan kulit yang merupakan peradangan kulit yang disebabkan oleh penetrasi
dan migrasi larva cacing tambang ke epidermis yang berasal dari kucing dan anjing,
terbanyak disebabkan oleh Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma
ceylanicum.

Creeping eruption secara klinis diartikan sebagai lesi yang linear atau serpiginius,
sedikit menimbul, dan kemerahan yang bermigrasi dalam pola yang tidak teratur. Diagnosis
CLM dapat dilakukan hanya dengan melihat gejala klinisnya berupa karakteristik lesi yaitu
adanya bintik merah menonjol yang gatal kemudian menjadi memanjang dan berkelok
membentuk alur di bawah kulit dan adanya riwayat pajanan (misalnya berjalan tanpa alas
kaki).

Pengobatan topikal yang bisa diberikan adalah Thiabendazol topikal dengan suspensi
10% atau krim 15% yang digunakan empat kali sehari. Pengobatan sistemik dapat diberikan
albendazole atau ivermectin. Albendazole 400 mg dosis oral tunggal diberikan pada anak >2
tahun dan dewasa, pada anak-anak, dosis 10-15mg/kgBB, obat ini diberikan selama 3-5 hari.
Ivermectine, diberikan 12mg dosis oral tunggal pada dewasa, pada anak diberikan dosis
tunggal 150mg/kgBB. Thiabendazole oral ternyata efektif untuk mengobati CLM, dosisnya
50 mg/kgBB/hari, sehari 2 kali, diberikan berurut-turut selama 2 hari, jika belum sembuh
dapat diulangi setelah beberapa hari.

Prognosis penyakit ini biasanya baik dan merupakan penyakit self-limited, dimana
larva akan mati dan lesi membaik dalam waktu 4-8 minggu jarang hingga 2 tahun. Dalam
sebuah penelitian, 25-33% larva mati setiap 4 minggu, sedangkan 81% dari lesi menghilang
dalam 4 minggu. Beberapa bertahan selama berbulan-bulan. Dengan pengobatan progresi lesi
dan rasa gatal akan hilang dalam waktu 48 jam.

21
DAFTAR PUSTKA

1. Wolff, Klaus dan Richard Allen Johnson. 2009. Fitzpatricks; Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. United States: The McGraw-Hill Companies.
2. Bolognia, Jean L dkk (Ed.). 2008. Dermatology. Spain: Elsevier Inc. p.1278-1281.
3. Burns, Tony, dkk (Ed.). 2004. Rooks Textbook of Dermatology. Italy: Blackwell Publishing.
4. James, William D, dkk. 2011. Andrews Disease of the Skin; Clinical Dermatology. China:
Elsevier Inc.
5. Goldsmith, Lowell A., dkk (Ed.). 2012. Fitzpatricks; Dermatology in General Medicine, 8th
Edition. United States: the McGraw-Hill Companies, Inc. p.2315-2316.
6. Williamson, Angela L, dkk. 2006. Ancylostoma caninum MTP-1, an Astacin-Like
Metalloprotease Secreted by Infective Hookworm Larvae, Is Involved in Tissue Migration dalam
Infection and Immunity. Vol. 74, No. 2. p.961967.
7. Schachner, L.A., Ronald C.H. 2011. Pediatric Dermatology, 4th Edition. United States: Elsevier
Inc. p.1528-1529

22
23

Anda mungkin juga menyukai