Anda di halaman 1dari 108

PENERAPAN TINDAKAN MASSASE ROLLING PUNGGUNG

TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI ASI PADA


ASUHAN KEPERAWATAN Ny.T DENGAN POST
SECTIO CAESAREA DI RUANG MAWAR 1
RUMAH SAKIT UMUM Dr. MOEWARDI
SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

KUSUMANINGRUM FITRIA TIKAWATI

NIM. P.12092

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PENERAPAN TINDAKAN MASSASE ROLLING PUNGGUNG
TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI ASI PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny.T DENGAN POST
SECTIO CAESAREA DI RUANG MAWAR 1
RUMAH SAKIT UMUM Dr. MOEWARDI
SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

KUSUMANINGRUM FITRIA TIKAWATI

NIM. P.12092

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Penelitian dengan judul Penerapan Tindakan Massase Rolling Punggung
Terhadap Peningkatan Produksi Asi Pada Ibu Post Operasi Sectio Caesarea Di
Ruang Mawar 1 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
Dalam penyusunan Karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ibu Dr. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesemapatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ibu Noor Fitriyani S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan- masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
laporan ini.
5. Ibu S.Dwi Sulisetyawati S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku penguji I yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
karya tulis ilmiah ini.
6. Ibu Intan Maharani S Batubara S.Kep., Ns, selaku penguji II yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inspirasi,

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan ................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ....................................................................... 7
1. Sectio Caesarea ............................................................... 7
2. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Dengan Post Sectio
Caesarea........................................................................... 10
3. ASI .................................................................................. 24
4. Massase Rolling Punggung ............................................ 34
B. Kerangka Teori ...................................................................... 37
C. Kerangka Konsep .................................................................. 38
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI
A. Subyek Aplikasi Riset ............................................................ 39
B. Waktu dan Tempat Penerapan Riset....................................... 39
C. Media dan Alat Penerapan Riset ............................................ 39
D. Prosedur Tindakan Massase Rolling Punggung Penerapan
Riset ....................................................................................... 40

vii
E. Alat Ukur Evaluasi Penerapan Riset ...................................... 41
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Pengkajian .............................................................................. 43
B. Analisa Data ........................................................................... 49
C. Diagnosa Keperawatan ........................................................... 51
D. Intervensi Keperawatan .......................................................... 51
E. Implementasi Keperawatan .................................................... 53
F. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 59
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................. 64
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................... 72
C. Intervensi Keperawatan .......................................................... 75
D. Implementasi Keperawatan .................................................... 81
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 87
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................. 89
B. Saran ....................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Posisi Menyusui Ibu dengan Post Sectio Caesarea ............. 33
Gambar 2.2 Posisi Menyusui Bayi Kembar............................................. 33
Gambar 2.3 Posisi Menyusui dengan ASI berlimpah .............................. 34
Gambar 2.4 Kerangka Teori..................................................................... 37
Gambar 2.5 Kerangka Konsep ................................................................. 38

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Langkah Prosedur Tindakan ................................................ 40

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Format Pendelegasian


Lampiran 2 Lembar Log Book
Lampiran 3 Lembar Konsultasi
Lampiran 4 Asuhan Keperawatan
Lampiran 5 Lembar Observasi
Lampiran 6 Jurnal Efektifitas Massase Rolling (Punggung)
Lampiran 7 Daftar Riwayat Hidup

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organitation (WHO) tahun 2008 mencatat, standar rata-

rata sectio caesarea disebuah negara adalah sekitar 5 - 15% per 1000

kelahiran di dunia, Rumah Sakit pemerintah rata-rata 11%, sementara di

Rumah Sakit swasta bisa lebih dari 30% (Gibbson, et all., 2010). Peningkatan

persalinan dengan sectio caesarea diseluruh Negara di Asia selama tahun

2007 - 2008 yaitu 110.000 per kelahiran (Kounteya, 2010). Rata - rata

persalinan dengan sectio caesaria di sembilan negara di ASIA mencapai

27%, di Amerika 32%, 35% di Amerika Latin dan 4,5% di Inggris, jumlah

kelahiran dengan Sectio Caesarea di Indonesia meningkat pada tahun 2003

menjadi 4,1% dan pada tahun 2007 menjadi 6,8% (Desmawati, 2013).

Data di Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi Surakarta mencatat dalam

kurun waktu tahun 2013 - 2014 presentase kelahiran ibu dengan sectio

caesarea mengalami penurunan, pada tahun 2013 tercatat sebanyak dari

1.496 ibu menjadi 367 ibu dengan persalinan sectio caesarea (Rekam medik

RSUD. Dr. Moewardi Surakarta, 2014).

Sectio caesarea merupakan proses persalinan melalui tindakan

pembedahan pada dinding perut dan dinding rahim. Tindakan sectio caesarea

dilakukan pada kondisi dimana saat terjadi kelainan pada ibu dan kelainan

1
2

pada janin yang menyebabkan persalinan normal tidak memungkinkan untuk

dilakukan (Sugeng, 2012).

Ibu dengan post sectio caesarea tindakan keperawatan yang perlu

dilakukan tidak hanya terkait dengan hambatan mobilisasi, nyeri, eliminasi

buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), istirahat tidur, namun juga

pada produksi air susu ibu (ASI). ASI merupakan makanan yang paling

sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur - unsur gizi yang

dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang

optimal (Desmawati, 2013).

Data UNICEF (2006) menunjukkan persentase kesadaran ibu di

Indonesia yang memberikan ASI sampai usia 4 bulan hanya 19%. Tahun

2004 - 2005 terjadi peningkatan persentase ibu yang memberikan ASI

Ekslusif dari 20,18% - 27,49% (Hikmawati, 2008). Hasil Riskesdas (2013)

menyatakan bahwa persentase proses bayi mulai mendapat ASI kurang dari

satu jam (inisiasi menyusui dini) pada anak umur 0 -23 bulan di Indonesia

pada tahun 2013 sebesar 34,5%. Sedangkan, persentase proses bayi mulai

mendapat ASI antatra 1 - 6 jam sebesar 35,2%, selain itu, persentase proses

mulai mendapat ASI antara 7 - 23 jam sebesar 3,7%, sedangkan persentase

proses mulai mendapat ASI antara 24 - 47 jam sebesar 13,0% dan persentase

proses bayi mulai mendapatkan ASI lebih dari 47 jam sebesar 13,7% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2013).

Ibu dengan post sectio caesarea seringkali sulit untuk memberikan ASI

pada bayinya pada jam pertama setelah bayi lahir. ASI bisa diberikan pada
3

bayi jika kondisi ibu baik, sehingga dapat dilakukan perawatan gabungdan

ibu dapat memberikan ASI pada bayi secara langsung (Rizki, 2013).

Pada prosedur sectio caesarea dilakukan tindakan anastesi. Hal tersebut

menyebabkan terhambatnya pengeluaran hormon oksitosin akibat anastesi

lumbal. Hormon oksitosin ini berdampak pada pengeluaran hormon prolaktin

sebagai stimulasi produksi ASI pada ibu selama menyusui (Amin, 2011).

Tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI, selain ibu

mengkonsumsi makanan yang tinggi protein, dapat juga dilakukan tindakan

massase rolling (punggung) yang dapat memberikan sensasi rileks pada ibu

dan melancarkan aliran syaraf serta saluran ASI pada kedua payudara

(Perinasia, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jaya, Rehana dan Amin (2011)

menunjukkan bahwa tindakan massase rolling (punggung) pada post sectio

caesarea di Rumah Sakit Muhammadyah Palembang terbukti efektif terhadap

peningkatan produksi ASI. Hal tersebut juga didukung oleh jurnal penelitian

Suryani (2013), peningkatan produksi ASI dapat dilihat dari berat badan bayi,

frekuensi BAK dan BAB bayi, lama tidur bayi setelah menyusu dan frekuensi

lama menyusu bayi.

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan penulis di Rumah Sakit

Umum Dr. Moewardi Surakarta di Ruang Mawar 1 pada Ny. T dengan post

sectio caesarea pasien mengatakan ASI belum keluar. Hasil pemeriksaan

payudara teraba keras, putting susu menonjol, payudara tampak membesar,

terlihat hiperpigmentasi aerola menjadi kehitaman.


4

Menindaklanjuti hasil penelitian yang dilakukan Jaya, Rehana dan

Amin (2011) berdasarkan referensi, serta hasil pengkajian yang dilakukan

penulis, maka penulis tertarik untuk melakukan tindakan Penerapan

Tindakan Massase Rolling (Punggung) terhadap Peningkatan Produksi Air

Susu Ibu (ASI) pada Asuhan Keperawatan Ny. T dengan Post Sectio

Caesarea di Ruang Mawar 1 Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi Surakarta.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulis mampu menerapkan tindakan massase rolling terhadap

peningkatan produksi ASI pada Asuhan Keperawatan Ny. T dengan post

operasi sectio caesaria di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Dr.

Moewardi Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. T

dengan Post Sectio Caesarea.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. T

dengan Post Sectio Caesarea.

c. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada Ny. T

dengan Post Sectio Caesarea

d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada Ny. T

dengan Post Sectio Caesarea

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. T dengan

Post Sectio Caesarea.


5

f. Penulis mampu menganalisa hasil penerapan tindakan massase

rolling punggung terhadap peningkatan produksi ASI pada Ny. T

dengan Post Sectio Caesarea.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil karya tulis ilmiah dalam bentuk penerapan riset ini diharapkan

dapat memberikan tambahan informasi bagi rumah sakit sebagai pemberi

layanan kesehatan masyarakat dalam menentukan kebijakan terkait

dengan upaya peningkatan produksi air susu ibu (ASI) pada ibu post

sectio caesarea. Penerapan tindakan keperawatan massase rolling

punggung diharapkan benar - benar bisa dilaksanakan.

2. Bagi Perawat

Hasil karya tulis ilmiah dalam bentuk penerapan riset ini diharapkan

dapat memberikan tambahan informasi bagi perawat dalam pemberi

asuhan keperawatan dalam upaya peningkatan produksi air susu ibu

(ASI) dengan menerapkan tindakan massase rolling punggung pada ibu

post sectio caesarea dalam meningkatkan produksi ASI.

3. Bagi Institusi

Hasil karya tulis ilmiah dalam bentuk penerapan riset ini diharapkan

dapat digunakan sebagai acuan penelitian atau penerapan hasil riset pada

pemberian Asuhan Keperawatan lebih lanjut dalam upaya peningkatan

produksi air susu ibu (ASI) pada ibu post sectio caesarea.
6

4. Bagi Penulis

Hasil karya tulis ilmiah dalam bentuk penerapan riset ini diharapkan

dapat menambah pengalaman dalam menentukan tindakan yang akan

diterapkan sebagai upaya peningkatan produksi air susu ibu (ASI) pada

ibu post sectio caesarea.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Sectio Caesarea

a. Definisi Sectio Caesarea

Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut

(Mochtar, 2011).

Menurut Sarwono (2010), sectio caesarea adalah suatu

persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada

dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan

utuh serta berat janin diatas 500 gram.

b. Jenis sectio caesarea berdasarkan waktu

Menurut Mochtar (2011) jenis sectio caesarea berdasarkan

waktu sebagai berikut :

1) Sectio caesarea primer (efektif)

Sectio sesarea primer merupakan tindakan pembedahan

yang dilakukan sejak semula telah direncanakan bahwa janin

yang akan dilahirkan secara sectio caesarea, tidak diharapkan

lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit.

7
8

2) Sectio caesarea sekunder

Sectio sesarea sekunder merupakan istilah yang awalnya

hanya mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan),

kemudian jika tidak ada kemajuan persalinan atau pertus

percobaan gagal akan dilakukan tindakan sectio caesarea.

3) Sectio caesarea ulang

Sectio sesarea ulang merupakan seorang ibu yang

memiliki riwayatpada kehamilan yang lalu pernah dilakukan

tindakan pembedahan sectio caesarea dan pada kehamilan

selanjutnya juga dilakukan tindakan sectio caesarea, atau bisa

diartikan tindakan pembedahan yang dilakukan secara berulang.

4) Sectio caesarea histerektomi

Sectio caesarea histerektomi merupakan suatu

pembedahan yang dilakukan pada saat kelahiran janin dengan

tindakan pembedahan sectio caesarea yang secara langsung

diikuti dengan tindakan histerektomi karena suatu indikasi.

5) Operasi porro

Operasi porro merupakan suatu tindakan pembedahan

yang dilakukan tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri atau

janin sudah dalam keadaan mati dan langsung dilakukan

histerektomi, misalnya pada kejadian infeksi rahim yang berat.


9

c. Indikasi dilakukannya tindakan pembedahan sectio caesarea

Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010), mengatakan

bahwa indikasi sectio caesarea dibedakan menjadi 2 yaitu :

1) Indikasi yang berasal dari ibu

Indikasi yang berasal dari ibu yaitu pada kehamilan

primigravida dengan kelainan letak janin, terdapat panggul

sempit, plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio

plasenta tingkat I - II, terjadi komplikasi kehamilan yaitu

preeklamsia-eklampsia, serta kehamilan yang disertai penyakit

seperti jantung dan diabetes militus, terdapat gangguan

perjalanan persalinan seperti kista ovarium, mioma uteri dan

sebagainya.

2) Indikasi yang berasal dari janin

Indikasi tindakan pembedahan sectio caesareatidak hanya

berasal dari ibu saja tetapi janin juga mempengaruhi dilakukan

tindakan pembedahan sectio caesarea. Indikasi tersebut antara

lain fetal distress atau gawat janin, mal presentasi dan mal

posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan

kecil, kegagagalan persalinan vakum atau forseps ektraksi.

d. Jenis - jenis operasi sectio caesarea berdasarkan sayatan.

Menurut Mochtar, 2011 jenis - jenis operasi sectio caesarea,

yaitu :
10

1) Sectio caesarea klasik (korporal).

Jenis operasi sectio caesarea klasik dilakukan dengan membuat

sayatan memanjang pada korpus uteri dengan panjang kurang

lebih 10 cm.

2) Sectio caesarea ismika (profunda)

Jenis operasi sectio caesarea ismika dilakukan dengan membuat

sayatan melintang - konkaf pada segmen bawah rahim (low

cervical transversal) sayatan dibuat kurang lebih sepanjang 10

cm.

2. Asuhan keperawatan pada ibu post sectio caesarea

Menurut Doenges (2001) tahap dalam pembentukan asuhan

keperawatan meliputi :

a. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses

keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan

bagi tahap berikutnya (Rohman dan Walid, 2012).

Data fokus yang ditemukan pada pasien post sectio caesarea

menurut doenges (2001), yaitu :

1) Pengkajian dasar data klien

Pasien biasanya dalam keadaan yang labil.

Cemas akan keadaannya saat melakukan persalinan.

Adaptasi perubahan psikologi.


11

2) Sirkulasi

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira - kira 600 -

800ml.

3) Integritas ego

Pasien dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan

sampai ketakutan, marah atau menarik diri.

4) Eliminasi

Frekuensi BAB.

5) Neurosensori

Kerusakan dan sensasi dibawah tingkat anastesia.

6) Nyeri/ketidaknyamanan

Pasien mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai

sumber misalnya: trauma bedah atau insisi, distensi kandung

kemih atau abdomen.

7) Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.

Aliran lochea sedang dan bebas bekuan berlebihan.

8) Pemeriksaan diagnostik

Urinalisi : menentukan kadar albumin

Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II

Ultrasonografi : melokalisasi plasenta; menentukan

pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin.


12

Tes stres kontraksi atau tes nonstres : mengkaji respon janin

terhadap gerakan atau stres dari pola kontraksi uterus atau pola

abnormal.

Pemantauan elektronik kontinu : memastikan status janin atau

aktivitas uterus.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Mata : konjungtiva anemis atau tidak, palpebra simetris,

sclera normal atau tidak, pupil isokor, fungsi indra

penglihatan berfungsi dengan normal..

2) Mulut : simetris, tidak ada stomatitis, menggunakan gigi

palsu atau tidak, indra pengecap masih berfungsi

normal atau tidak.

3) Payudara : simetris kanan kiri, putting susu menonjol, ASI

keluar sedikit - sedikit, aerola menghitam, tidak

ada nyeri tekan dan tidak ada masa.

4) Abdomen

a) inspeksi : terlihat luka operasi yang masih tertutup

perban, kondisi perban bersih dan tidak

berbau.

b) Palpasi : adanya nyeri tekan, tinggi fundus uteri dua jari

dibawah pusar, konsistensi keras.

c) Auskultasi : bising usus normal, peristaltik usus normal.


13

c. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon

individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau

proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan

intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat

bertanggung jawab (Rohman dan Walid, 2012).

Menurut NANDA (2014), masalah keperawatan yang muncul

pada ibu dengan post sectio caesarea, yaitu:

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

mukus dalam jumlah berlebihan.

3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.

4) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

5) Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik.

6) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan reflek

menghisap buruk.

d. Intervensi

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah

di identifikasidalam diagnosa keperawatan yang didalamnya terdapat

tujuan dan kriteria hasil yang meliputi Spesific, Measurable,

Achievable, Realistics, Time (SMART) (Rohman dan Walid, 2012).


14

Menurut Bulechek, dkk.(2013), intervensi yang munculpada

ibu dengan post sectio caesarea, sebagai berikut:

1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

mukus dalam jumlah berlebihan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan

jalan teratasi dan nafas paten dengan.

Nursing Outcomes Classification (NOC) :

a) Respiratory monitoring

b) Respiratory status : ventilation

c) Respiratory status : airway patency

Nursing Interventions Classification (NIC):

a) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, retraksi dada, pola

pernafasan, saturasi oksigen, dan penggunaan otot

diafragma.

Rasional : Mengetahui kebutuhan oksigen pasien dan

memberikan tindakan yang tepat untuk mengatasi ketidak

efektifan bersihan jalan nafas.

b) Membuka jalan nafas dengan tehnik chin lift atau jaw

thrust.

Rasional : Mengurangi sesak nafas dan mencegah terjadinya

gagal nafas pada pasien.

c) Ajarkan cara batuk efektif.

Rasional : Membuka jalan nafas dan mengeluarkan sekret.


15

d) Kolaborasi dalam pemberian tindakan suction pada pasien.

Rasionl : membuka jalan nafas dan mengeluarkan seckret

pada pasien yang tidak bisa mengeluarkan seckret dengan

mandiri.

e) Anjurkan pasien untuk mengambil nafas dalam beberapa

sebelum penyedotan nasotrakeal dan menggunakan oksigen

tambahan.

Rasional : menghindari pasien mengalami kekurangan

oksigen pada tubuh.

f) Kolaborasi dalam pemberian tindakan non farmakologi,

seperti fisioterapi dada.

Rasional : membantu memberikan tindakan lanjutan yang

tepat pada pasien.

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan nyeri dapat

hilang atau berkurang dengan.

Nursing Outcomes Classification (NOC) :

a) Pain Level

b) Pain Control

c) Comfort Level
16

Nursing Interventions Classification (NIC):

a) Lakukan penilaian secara komprehensif dari lokasi,

karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau

beratnya nyeri dan faktor pencetus.

Rasional : Menentukan kualitas nyeri yang dialami pasien

dan menentukan tindakan keperawatan yang tepat untuk

menangani nyeri.

b) Observasi isyarat nonverbal dari rasa ketidaknyamanan

terutama pada pasien yang tidak dapat berkomunikasi

secara efektif.

Rasional : Menentukan kualitas nyeri melalui ekspresi

wajah pasien agar dapat mengetahui beras nyeri yang

dialami pasien.

c) Ajarkan prinsip - prinsip managemen nyeri non farmakologi

: tehnik relaksasi nafas dalam.

Rasional : membantu mengurangi nyeri dan memberikan

kenyamanan pada pasien.

d) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

respon pasien terhadap ketidaknyamanan ( suhu lingkungan,

pencahayaan, dan kebisingan).

Rasional : Memberikan kenyamanan kepada pasien

diharapkan dapat mengalihkan perhatian kepada lingkungan

dan nyeri dapat berkurang.


17

e) Informasikan kepada pasien tentang faktor yang

meningkatkan atau memperburuk rasa nyeri.

Rasional : Memberikan informasi kepada pasien dengan

harapan pasien dapat mengatasi nyeri dan menghindari hal -

hal yang dapat menjadi faktor pencetus nyeri.

f) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri,

berapa lama akan berlangsung dan antisipasi

ketidaknyamanan sesuai prosedur.

Rasional : membantu pasien dalam melakukan

pengendalian nyeri.

g) Kolaborasi dalam pemberian managemen nyeri farmakologi

: pemberian obat analgesik.

Rasional : membantu mengurangi nyeri atau menghilangkan

nyeri.

3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.

Setelah dilakukakan tindakan keperawatan diharapkan pasien

dapat melakukan aktivitas dan latihan secara mandiri.

Nursing Outcomes Classification (NOC) :

a) Joint Movement : Active

b) Mobility Level

c) Self care : ADLs

d) Transfer performance
18

Nursing Interventions Classification (NIC):

a) Pantau tingkat mobilisasi pasien.

Rasional : mengetahui mobilisasi pasien post operasi dan

memberikan latihan yang tepat pada pasien.

b) Monitor pasien dalam penggunaan kruk atau alat bantu

berjalan lainnya.

Rasional : menghindari terjadinya perdarahan pada pasien

post operasi.

c) Pantau gerakan dan ektremitas pasien

Rasional : mengetahui pergerakan sendi pasien post

anastesi.

d) Bantu pasien melakukan ambulasi secara bertahap dan

sesuai kebutuhan.

Rasional : mencegah terjadinya perdarahan atau syok pada

pasien.

e) Anjurkan penggunaan alat bantu yang diperlukan.

Rasional : mencegah terjadinya hal - hal yang dapat

menyebabkan resiko jatuh pada pasien post anastesi.

f) Anjurkan pasien melakukan perubahan posisi.

Rasionl : menghindari adanya luka tekan pada area sendi

dan mempercepat penyembuhan luka operasi.

g) Kolaborasi dalam pemberian tindakan non farmakologi :

terapi fisik untuk latihan ambulasi.


19

Rasional : membantu dalam proses penyembuhan.

4) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak ada

tanda - tanda infeksi.

Nursing Outcomes Classification (NOC) :

a) Immune Status

b) Knowledge : infection control

c) Risk control

Nursing Interventions Classification (NIC):

a) Pantau tanda - tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

Rasional : mengetahui keadaan luka post operasi dan dapat

melakukan tindakan selanjutnya dengan tepat.

b) Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda

dan gejala infeksi.

Rasional : membantu keluarga dan pasien mengetahui tanda

lebih dini dan dapat melakukan tindakan dengan tepat.

c) Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana

menghindari infeksi.

Rasional : menghindari terjadinya infeksi dan dapat

menjaga kebersihan luka.

d) Berikan promosi kesehatan tentang asupan gizi yang tepat.

Rasional : menambah pengetahuan tentang makanan yang

dapat mempercepat penyembuhan luka.


20

e) Kolaborasi dalam pemberian tindakan farmakologi:

pemberian obat antibiotik.

Rasional : membantu mencegah terjadinya infeksi.

5) Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan konstipasi

teratasi dengan.

Nursing Outcomes Classification (NOC) :

a) Bowel elimination

b) hydration

Nursing Interventions Classification (NIC):

a) Pantau gerakan usus termasuk frekuensi, konsistensi,

bentuk, volume dan warna.

Rasional : mengetahui bissing usus pasien dan memberikan

tindakan selanjutnya dengan tepat.

b) Pantau tanda dan gejala diare, sembelit, dan impaksi.

Rasional : mencegah terjadinya diare dan dapat memberikan

penaganan segera.

c) Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi

serat.

Rasional : melancarkan pencernaan dan mencegah sembelit

pasien.

d) Anjurkan pasien untuk mencatat warna, volume,

frekuensi, dan konsistensi feses.


21

Rasional : mengetahui keadaan feses dan dapat memberikan

tindakan segera apabila feses berwarna hitam.

e) Berikan diit makanan tinggi serat

Rasional : membantu melancarkan pencernaan dan

mencegah sembelit pada pasien.

f) Berikan informasi kepada pasien atau keluarga tentang

proses pencernaan yang normal.

Rasional : menambah pengetahuan keluarga dan pasien

tentang proses pencernaan normal serta menghindari

konstipasi.

g) Kolaborasi dalam pemberian tindakan farmakologi :

pemberian obat pencahar.

Rasional : membantu melancarkan pencernaan pasien

6) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan refleks

menghisap buruk.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pemberian

ASI menjadi efektif dengan

Nursing Outcomes Classification (NOC) :

a) Breastfeding Ineffective

b) Breathing Pattern Ineffective

c) Breasfeeding Interupted
22

Nursing Interventions Classification (NIC):

a) Kaji kemampuan bayi untuk latch on dan menghisap secara

efektif.

Rasional : memgetahui kemampuan bayi dalam menghisap

payudara ibu.

b) Pantau ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi ke puting.

Rasional : membantu ibu dalam menempelkan mulut bayi

kepada payudara.

c) Pantau berat badan dan pola eliminasi bayi.

Rasional : mengetahui nutrisi yang sudah diberikan ibu

pada bayi, serta menghindari bayi mengalami dehidrasi.

d) Berikan informasi tentang laktasi dan tehnik menyusui yang

benar.

Rasional : membantu ibu dalam proses laktasi pada bayi.

e) Berikan informasi tentang keuntungan dan kerugian

pemberian ASI.

Rasional : Agar ibu lebih memilih membetrikan ASI

daripada susu formula pada bayi dan bayi tidak gamapang

sakit.

f) Kolaborasi dengan keluarga atau suami untuk memberikan

dukungan dan motivasi untuk menyusui.

Rasional : membantu ibu dalam melakukan laktasi pada

bayi selama 2 tahun.


23

e. Implementasi

Implementasi atau perencanaan adalah ralisasi tindakan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan

juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi

respons klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta

menilai data yang baru (Rohman dan Walid, 2012).

Menurut Asmadi (2008), komponen tahap implementasi

sebagai berikut:

1) Komunikasi yang efektif.

2) Kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya.

3) Kemampuan melakukan tehnik psikomotor

4) Kemampuan melakukan observasi sistematis

5) Kemampuan memberikan pendidikan kesehatan.

6) Kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi.

7) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap

asuhan keperawatan.

f. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan

perubahan keadaan pasien atau hasil yang diamati dengan tujuan dan

kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohman dan

Walid, 2012).

Menurut Asmadi (2008), pada evaluasi klien dengan post

sectio caesarea kriteria evaluasi sebagai berikut:


24

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan

menggunakan manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri (skala,

intensitas, frekuensi dan tanda nyeri), menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang.

2) Klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dan

peningkatan mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam

meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah,

memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi.

3) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan

proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan

serta penatalaksanaan, menunjukkan kemampuan untuk

mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam batas

normal, menunjukkan perilaku hidup sehat.

4) Klien mampu mengungkapkan sudah tidak sesak nafas dan

respirasi normal 16 - 24 x / menit.

5) Klien bebas dari konstipasi

6) Klien mampu memberikan ASI secara maksimal kepada bayi.

3. Air Susu Ibu (ASI)

a. Definisi ASI

Menurut Rizki (2013), ASI adalah sebuah hadiah terindah dari

seorang ibu yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara


25

ibu berupa makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan

berenergi tinggi yang mudah dicerna dan didalamnya mengandung

komposisi yang seimbang dan sempurna untuk tumbuh kembang

bayi.

b. Manfaat ASI untuk bayi

Menurut Ari (2009), manfaat pemberian ASI bagi bayi, bagi

ibu, dan bagi semua orang, yaitu:

1) Manfaat pemberian ASI bagi bayi

Manfaat pemberian ASI dapat membantu bayi dalam

memulai kehidupannya dengan baik. Kolostrum atau susu

pertama yang keluar mengandung antibodi yang kuat untuk

mencegah infeksi dan membuat bayi menjadi kuat. Penting bagi

bayi untuk segera minum ASI dalam jam pertama sesudah lahir,

kemudian setidaknya setiap 2-3 jam bayi harus disusui. ASI

mengandung campuran berbagai bahan makanan yang tepat bagi

bayi. Pemberian ASI saja tanpa makanan tambahan lain

merupakan cara terbaik untuk memberi makan bayi dalam

waktu 4-6 bulan pertama. Pemberian ASI pada umumnya harus

diberikan setidaknya 1 tahun.

2) Manfaat ASI bagi Ibu

Pemberian ASI kepada bayi setelah persalinan dapat

membantu ibu untuk memulihkan dari proses persalinannya.

Pemberian ASI selama beberapahari pertama membuat rahim


26

berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan.

Hisapan bayi saat menyusu dapat merangsang hormon oksitosin

keluar dan akan membantu kontraksi rahim. Pemberian ASI

adalah cara terbaik untuk ibu memberikan kasih sayangnya

kepada anaknya.

3) Manfaat ASI bagi semua orang

Manfaat pemberian ASI bagi semua orang yaitu ASI akan

selalu bersih dan hama yang menyebabkan infeksi pada area

payudara, pemberian ASI pun tidak memerlukan persiapan

khusus.

c. Komposisi dalam ASI

Menurut Rizki (2013), ASI memiliki komposisi yang sangat

dibutuhkan oleh bayi. Adapun beberapa komposisi ASI sebagai

berikut :

1) Protein

Protein utama yang ada dalam ASI adalah air dadih. Air

dadih merupakan air yang mudah dicerna, air dadi menjadi

kerak lembut dari mana bahan-bahan gizi yang siap diserap ke

dalam aliran darah bayi. Sebaliknya, kasein merupakan protein

utama dalam susu sapi. Ketika seorang bayi diberikan susu sapi

atau susu formula, kasein akan membentuk kerak karet yang

tidak mudah dicerna, kadang bisa memberikan distribusi


27

terjadinya konstipasi. Peran penting protein dalam ASI yaitu

untuk melindungi bayi dari penyakit dan infeksi.

2) Lemak

Lemak mengandung separuh dari kalori ASI yang

dibutuhkan bayi. Salah satu lemak yang diperlukan bagi bayi

yaitu kolesterol. Kolesterol diperlukan untuk perkembangan

system saraf otak pada bayi. Kolesterol berfungsi untuk

meningkatkan pertumbuhan lapisan khusus pada saraf selama

berkembang dan menjadi sempurna. ASI yang mengandung

cukup banyak asam lemak, juga memberikan peran penting bagi

pertumbuhan otak dan syaraf.

3) Vitamin

a) Vitamin A

ASI memiliki kandungan vitamin A dan betakaroten yang

cukup tinggi. Vitamin A berfungsi untuk kesehatan mata,

selain itu vitamin A juga mendukung pembelahan sel,

kekebalan tubuh dan pertumbuhan.

b) Vitamin D

ASI hanya sedikit mengandung vitamin D. Sehingga

dengan pemberian ASI ekslusif ditambah dengan

membiarkan bayi terpapar sinar matahari pagi, hal ini

mencegah bayi menderita penyakit tulang karena

kekurangan vitamin D.
28

c) Vitamin E

Vitamin E banyak terdapat pada ASI yang dibutuhkan bayi,

terutama pada kolostrum. Vitamin E memiliki peran penting

bagi seorang bayi, yaitu sebagai ketahanan dinding sel

darah terutama darah merah.

d) Vitamin K

Kandungan Vitamin K dalam ASI jumlahnya sangat sedikit

sehingga perlu tambahan vitamin K yang biasanya dalam

bentuk suntikan yang biasanya diberikan setelah bayi lahir.

Fungsi Vitamin K itu sendiri sebagai faktor pembekuan

darah.

e) Vitamin yang larut dalam air

Hampir semua vitamin yang larut dalam air terdapat dalam

ASI. Diantaranya vitamin B, vitamin C dan asam folat.

Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI, terapi

vitamin B6 dan B12 serta asam folat rendah, terutama pada

ibu yang kurang gizi. Sehingga ibu yang menyusui perlu

tambahan vitamin ini.

4) Mineral

Mineral dalam ASI memiliki kualitas yang lebih baik dan

mudah diserap dibandingkan dengan mineral yang terdapat

dalam susu sapi. Mineral utama yang terdapat dalam susu sapi

adalah kalsium yang berguna bagi pertumbuhan jaringan otot


29

dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah.

Walaupun kadar kalsium pada ASI lebih rendah daripada susu

sapi, namun penyerapannya lebih besar. Mineral yang cukup

tinggi dalam ASI dibandingkan susu sapi dan susu formula

adalah selenium, yang berfungsi mempercepat pertumbuhan

anak.

5) Air

Air merupakan bahan pokok terbesar dari ASI (sekitar 87%).

Air dapat membantu bayi memelihara suhu tubuh mereka.

Bahkan pada iklim yang sangat panas, ASI banyak mengandung

semua air yang dibutuhkan bayi.

6) Kartinin

Kandungan kartinin dalam ASI sangat tinggi. Kartinin berfungsi

membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk

mempertahankan metabolisme tubuh.

d. Waktu produksi ASI

Menurut Rizki (2013) tentang pengaruh waktu produksi ASI,

yaitu kelenjar payudara ibu tidaklah sama setiap waktunya, volume

pengeluaran ASI bisa juga menurun sesai waktu. Pengeluaran ASI

pada hari-hari pertama kelahiran bayi, apabila seorang bayi mampu

menghisap puting ibu dengan kuat ASI yang akan di hasilkan secara

bertahap sebanyak 10-100ml ASI. Setelah hari ke 10-14 usia bayi

produksi ASI menjadi optimal. Bayi dikatakan sehat yaitu seorang


30

bayi yang mampu mengkonsumsi ASI setiap harinya sebesar 700-

800 ml/hari. Produksi ASI akan menurun setelah 6 bulan pertama

yaitu sekitar 500-700ml, pada 6 bulan ke dua ASI akan mengalami

penurun sekitar 400-600 ml, dan akan menjadi 300-500ml pada

tahun kedua usia anak.

e. Faktor - faktor yang mempengaruhi produksi ASI

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ida (2012),

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI

Ekslusif 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiri muka kota

Depok. Faktor yang mempengaruhi produksi ASI diantaranya

sebagai berikut:

1) Makanan yang dikonsumsi ibu

Makanan yang dikonsumsi selama seorang ibu sedang

dalam menyusui tidak secara langsung mempengaruhi mutu

ataupun jumlah air susu yang dihasilkan. Di dalam tubuh

terdapat cadangan berbagai macam zat gizi yang sewaktu-waktu

bisa digunakan. Akan tetapi, jika seorang ibu tidak

mengkonsumsi makanan yang cukup zat gizi, tentu akan

menghambat kerja kelenjar yang berfungsi sebagai pembuat

ASI. Seorang ibu disarnakan untuk mengkonsumsi makanan

yang tinggi protein, seperti ikan, telur, dan kacang-kacangan.


31

2) Frekuensi menyusui

Produksi ASI akan semakin banyak apabila seorang ibu

mau menyusui anaknya sesering mungkin sesuai keinginan bayi.

Setelah menyusui bayi akan BAK.

3) Faktor ibu

Menyusui pada payudara kanan dan kiri secara bergantian

setelah payudara satu kosong sebelum pindah ke payudara

lainnya, menyusui sesering mungkin. ASI keluar sekitar

250ml/hari dalam 2 - 3 hari.

4) Umur kehamilan

Bayi yang memiliki riwayat kelahiran prematur atau bayi

yang belum cukup umur mungkin kemampuan menghisapnya

lemah sehingga mengakibatkan rangsangan menyusu berkurang

dan kebutuhan ASI yang seharusnya bisa menambah berat

badan bayi menjadi berkurang.

5) Berat Lahir

Bayi yang lahir dengan berat badan di bawah 2500 gram

biasanya lebih akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin

dan oksitosin dalam memproduksi ASI. Hal tersebut

dikarenakan bayi yang memiliki berat badan di bawah 2500

gram memiliki kemampuan menghisap ASI, frekuensi, dan lama

penyusuan yang berbeda dari bayi yang lahir dengan berat badan
32

di atas 2500 gram. Berat badan bayi akan mengalami

peningkatan 15 gr/hari.

6) Ketenteraman Jiwa dan Fikiran

Seorang ibu yang sedang dalam keadaan stress, gelisah,

kurang percaya diri, akan berpengaruh pada produksi ASI yang

dihasilkan, akan tetapi seorang ibu yang dalam kondisi tenang,

rileks, tanpa tekanan , akan memproduksi ASI secara optimal.

7) Perilaku Ibu

Seorang ibu yang memiliki kebiasaan merokok dan

mengkonsumsi alkohol dapat mempengaruhi produksi dan

merubah komposisi ASI. Karena seorang ibu yang memiliki

kebiasaan merokok dapat menyebabkan hormon prolaktin yang

seharusnya berperan dalam produksi ASI tidak bekerja secara

optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI. Sedangkan ibu

yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol dapat

menghambat pelepasan oksitosin, yaitu hormon yang berperan

dalam pengeluaran ASI, sehingga ASI yang dihasilkan hanya

sedikit.

f. Posisi pemberian ASI

Menurut Rizki (2013), yang dimaksud menyusui dengan

kondisi khusus adalah seorang ibu dengan pasca operasi sectio

caesarea, menyusui pada bayi kembar dan menyusui dengan ASI


33

yang berlimpah atau penuh. Posisi menyusui dengan kondisi khusus

dapat di terapkan sebagai berikut:

1) Posisi menyusui pasca operasi sectio caesarea

Pemberian posisi menyusui pasca operasi sectio caesarea,

ada 2 cara, yaitu : ibu dengan posisi berbaring miring dan posisi

ibu dengan football atau mengempit.

Gambar 2.1 : posisi menyusui ibu dengan post sectio

caesarea

2) Posisi menyusui dengan bayi kembar

Pemberian posisi menyusui dengan bayi kembar sama

dengan menyusui pada ibu pasca operasi sectio caesarea dengan

cara mengempit atau football, dimana kedua bayi disusui

bersamaan kiri dan kanan.

Gambar 2.2 : posisi menyusui bayi kembar


34

3) Posisi menyusui dengan ASI berlimpah

Seorang ibu yang memiliki ASI berlimpah, memancar

penuh dan alirannya deras, terdapat posisi khusus untuk

menghindari agar bayi tidak tersedak dengan cara: ibu tidur

telentang lurus, sementara bayi diatas perut ibu dalam posisi

berbaring lurus dengan kepala menghadap ke payudara, atau

bayi di tengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit

menahan kepala bayi.

Gambar 2.3 : posisi menyusui dengan ASI berlimpah

4. Massase Rolling Punggung

a. Definisi

Massage adalah terapi sentuh tertua dan yang paling populer

yang dikenal manusia. Massage meliputi seni perawatan kesehatan

dan pengobatan yang telah dipraktekkan sejak berabad abad silam

(Andrews, 2004). Masase adalah melakukan tekanan tangan pada

jaringan lunak, biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa


35

menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk meredakan

nyeri, menghasilkan relaksasi, dan atau memperbaiki sirkulasi

(Mander, 2003).

Rolling massase yaitu pemijatan pada tulang belakang (costae

5 -6 sampai scapula dengan gerakan memutar) yang dilakukan

biasanya dilakukan pada ibu-ibu setelah melahirkan yang dapat

membantu kerja hormon oksitosin dalam pengeluaran ASI,

mempercepat saraf parasimpatis menyampaikan sinyal ke otak

bagian belakang untuk merangsang kerja oksitosin dalam

mengalirkan ASI agar keluar (Desmawati, 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jaya, Rehana dan Amin

(2011), tindakan massase rolling punggung efektif dalam

peningkatan produksi ASI.

b. Manfaat tindakan massase punggung

Menurut Mulyati (2009), terapi massase bermanfaat untuk

memperbaiki sirkulasi darah, dan limfe dengan cara meningkatkan

hantaran oksigen dan zat makanan ke dalam sel tubuh, sekaligus juga

meningkatkan pengeluaran sampah metabolisme dari tubuh.

c. Kontra indikasi massase punggung

Menurut Bambang (2010) kontra indikasi pada massase

punggung sebagai berikut:

1) Dalam keadaan menderita infeksi yang khas dan penyakit

menular.
36

2) Dalam keadaan demam atau suhu tubuh lebih dari 38

derajatcelcius.

3) Dalam keadaan menderita sakit yang berat atau tubuh

memerlukan istirahat yang sempurna.

4) Dalam keadaan menderita artheroma atau artheriosclerosis.

c. Prosedur tindakan massase rolling punggung

Prosedur tindakan massase rolling punggung digunakan

dengan melakukan pemijatan melingkar menggunakan kedua ibu

jari pada area punggung untuk menstimulasi produksi ASI

(Dalimartha, 2009).
B. Pathways
37

Gambar 2.4 : Patway




C. Kerangka Konsep

Aplikasi Tindakan : Akibat : peningkatan


Massase rolling produksi ASI
punggung

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

( Amin dkk , 2011)


BAB III

METODE PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH

APLIKASI RISET

A. Subjek aplikasi riset

Subjek penerapan tindakan pada ibu post sectio caesaria 12 jam setelah

sectio caesaria pada Ny. T.

B. Waktu dan tempat aplikasi riset

Waktu untuk pengelolaan penerapan tindakan massase rolling

punggung di Ruang Mawar Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta selama 3

hari pada tanggal 13 - 15 Maret 2015 dan dilakukan setiap pagi hari selama

15 menit.

C. Alat yang digunakan aplikasi riset

Alat yang digunakan untuk penerapan tindakan massase rolling

meliputi, baby oil dan handuk (Astuti, 2013).

39
40

D. Prosedur tindakan massase rolling punggung berdasarkan aplikasi riset

A. Fase Orientasi
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan tindakan
3. Menjelaskan langkah prosedur
4. Menanyakan Kesiapan
5. Kontrak waktu

B. Fase Kerja
1. Mencuci tangan
2. Menjaga privasi klien
3. Menyiapkan alat ( handuk dan baby oil )
4. Memberikan posisi miring ke kanan atau kiri
5. Melepas pakaian atas klien
6. Mengoleskan kedua tangan dengan baby oil
Melakukan pemijatan melingkar menggunakan kedua ibu jari da
7. area punggung pada tulang (costae 5 - 6 sampai scapula dengan
gerakan memutar) selama 15 menit
8. Keringkan punggung dengan handuk kering
9. Merapikan pasien dan alat

C. Fase Terminasi
1. Evaluasi hasil
2. Rencana tindak lanjut
3. Berpamitan

Tabel 3.1 Langkah prosedur massase


41

E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset

Menurut Astuti (2013), penilaian peningkatan produksi ASI pada tanggal 13 -

15 Maret 2015 dapat diukur dengan 2 cara, yaitu:

1. Dilihat dari bayi

Penilaian yang digunakan untuk mengetahui peningkatan jumlah

ASI yang di hisap oleh bayi, yaitu:

a. frekuensi

1) BAK : pada hari pertama setelah lahir adalah 6 kali dalam 24

jam. Pada minggu pertama adalah 9 kali dan pada minggu

kedua adalah 10 kali dalam 24 jam. Urin tanpa warna atau

kuning pucat. Bayi akan BAK setelah menyusui.

2) BAB : pada hari pertama 1-2 kali dalam 24 jam dengan warna

kehitaman. Pada hari ketiga dan keempat 2 kali dalam 24 jam

berwarna kehijauan hingga kuning. Pada hari kelima dan

keenam 3-4 kali dalam 24 jam, berwarna kuning dan lembek.

b. Lama tidur bayi setelah menyusu

c. Berat Badan Bayi, tidak menurun lebih dari 10% pada minggu

pertama. Berat badan bayi akan meningkat dan berat baaan bayi

sama dengan berat badan lahir pada hari ke 10. Selanjutnya berat

badan bayi akan mengalami peningakatan 200 - 250 gram perminggu

dan akan meningkat 15 gr/harinya.


42

2. Dilihat dari ibu

Payudara ibu lembek atau lunak setelah menyusui, ibu merasa

tenang dan rileks.


BAB IV

LAPORAN KASUS

Pada bab ini penulis akan menjelaskan laporan pada Asuhan Keperawatan

Ny. T dengan Post Sectio Caesarea di Ruang Mawar 1 Rumah Sakit Dr.Moewardi

Surakarta. Pengelolaan asuhan keperawatan selama 3 hari pada tanggal 13 Maret

2015 sampai 15 Maret 2015. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi dari tindakan

keperawatan. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 12 Maret 2015 jam 22.00

WIB, dengan metode Autoanamnessa dan Alloanamnessa.

A. Pengkajian

Pasien bernama Ny. T dengan alamat rumah di Mojosongo, Surakarta.

Pasien berusia 29 tahun dengan jenis kelamin perempuan dan bekerja sebagai

wiraswasta, pasien beragama Islam dengan tingkat pendidikan Sekolah

Menengah Atas (SMA), dan status perkawinan sudah menikah.

Pengkajian dilakukan 4 jam post pembedahan sectio caesarea pada

jam 05.00 WIB, dengan keluhan utama, pasien mengatakan nyeri pada luka

bekas operasi dengan skala nyeri 6.

Pengkajian yang dilakukan pada Ny. T dengan riwayat kehamilan

persalinan lalu, pasien mengatakan persalinan anak pertama normal dengan

berat badan bayi 3250 gram. Keadaan bayi waktu lahir baik dan tidak ada

komplikasi pada saat masa nifas. Pasien mengatakan anak pertama sekarang

43
44

berusia 7 tahun. Selain itu pasien sudah memiliki pengalaman menyusui

selama 2 tahun pada anak pertama.

Pengkajian yang dilakukan pada Ny. T dengan riwayat kehamilan saat

ini, pada saat masa kehamilan Ny. T melakukan pemeriksaan secara rutin

setiap bulan sebanyak 9 kali di bidan desa. Pada trimester pertama (0-12

minggu) Ny. T melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 2 kali dengan

masalah kehamilan yaitu mual dan kadang-kadang muntah, sedangkan

pada trimester kedua (12-24 minggu) Ny. T melakukan pemeriksaan

sebanyak 3 kali tidak ada masalah dan pada trimester ketiga (24-37 minggu)

Ny. T melakukan pemeriksaan sebanyak 4 kali dalam 2 bulan terakhir tidak

ada masalah pada trimester ketiga.

Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter spesialis kandungan Ny. T

dianjurkan untuk melakukan persalinan dengan pembedahan atau sectio

caesarea dan bayi yang dikandung gemeli atau kembar dengan posisi kedua

janin melintang. Operasi dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pada jam

00.00 sampai jam 05.00 WIB. Kedua bayi Ny. T berjenis kelamin laki-laki

dengan berat badan bayi pertama 2700 gram dengan panjang 49 cm, dan bayi

kedua dengan berat badan 2000gram dengan panjang badan 49 cm. Pada

saat operasi Ny. T mengalami pendarahan 600 cc, mengalami pendarahan

saat proses persalinan

Pengkajian yang dilakukan pada Ny. T dengan riwayat ginekologi,

pasien mengatakan tidak mempunyai masalah dalam ginekologi seperti;


45

mioma, kista dan masalah ginekologi lainnya. Ny. T selama 1 tahun sudah

menggunakan alat kontrasepsi suntik yang dilakukan dalam 3 bulan sekali.

Pengkajian yang dilakukan pada Ny. T dengan data post natal, pasien

memiliki status obstetrikus Gravida2,Partus1,Abortus0 (G2 P1 A0), dengan

bayi tidak dirawat gabung, karena bayi kedua memiliki berat badan kurang

2000 gram (2500-3500 gram), dengan kondisi ibu baik dan tingkat kesadaran

compos mentis dengan Glasgow Coma Scale15 (E4 V5 M6). Selain itu Ny. T

memiliki berat badan 55kg dengan tinggi badan 150cm. Pada pemeriksaan

tanda - tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 90 x/menit dengan

irama teratur, pernafasan 20 x/menit dengan irama teratur, suhu 36,50C.

Pengkajian istirahat dan kenyamanan, pasien mengatakan hanya bisa

tidur sekitar 1-2 jam dan kadang-kadang terbangun karena merasakan nyeri

pada perut bagian bawah bekas luka operasi, selain itu pasien tampak

merintih kesakitan dengan nyeri skala 6, dannyeri dirasakan hilang timbul.

Pada tingkat mobilisasi dan latihan setelah operasi,aktivitas Ny. T di bantu

oleh keluarga seperti, melakukan mobilisasi untuk miring ke kanan kekiri

dengan perlahan - lahan dan berlatih duduk.

Pada pengkajian pola nutrisi dan cairan, asupan nutrisi Ny. T sudah

terpenuhi, Ny. T makan 3X sehari dengan jenis makanan nasi, sayur, lauk

pauk. Ny. T mampu menghabiskan makan porsi. Sedangkan asupan cairan

pada Ny. T sudah terpenuhi dengan baik, Ny. T dalam sehari minum air putih

1,5 liter per hari, tidak ada keluhan baik sebelum maupun setelah makan

dan minum.
46

Pada pengkajian keadaan mental, Ny. T terlihat senang dengan

kehadiran anak keduanya dan siap menerima anak keduanya dengan kondisi

apapun. Selain itu Ny. T juga mendapat dukungan penuh dari suami dan

orang tua. Ny. T akan berusaha meningkatkan kemampuan untuk merawat

bayinya dengan menimang, menyusui, dan mengganti popok sendiri.

Pengkajian yang dilakukan pada ekstermitas didapatkan hasil,

ekstermitas atas sebelah kanan dan kiri dengan kekuatan otot penuh dengan

skor 5 untuk Range Of Motion (ROM) kanan dan kiri aktif. Pada tangan

kanan terpasang selang infus danCapillary refil< 2 detik, tidak ada edema dan

tidak ada perubahan pada bentuk tulang. Pada ekstermitas bawah sebelah

kanan dan kiri dengan kekuatan otot penuh dengan skor 5, ROM kanan dan

kiri aktif, capilary refil < 2 detik, tidak ada edema, tidak ada varisesdan tidak

ada tanda homan.

Pengkajian yang dilakukan pada pola eliminasi, pasien mengatakan

belum bisa Buang Air Besar (BAB) setelah operasi. Sedangkan pada pola

buang air kecil (BAK) pasien terpasang kateter dengan jumlah 600 cc per

hari, urine berwarna kuning jernih, tidak ada keluhan saat berkemih.

Hasil pemeriksaan fisik pada Ny. T tanggal 13 Maret 2015 jam 13.45

WIB, sebagai berikut; tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 90 x/menit dengan

irama teratur (normal), pernafasan 20 x/menit dengan irama teratur (normal),

suhu 36,50C. Keadaan umum Ny.T baik, tingkat kesadaran composmentis

dengan GCS 15 (E4 V5 M6).


47

Pemeriksaan fisik yang dilakukan dari kepala sampai leher didapatkan

hasil, bentuk kepala Ny. T mesochepal, tidak terdapat jejas pada kulit kepala,

kulit kepala bersih, tidak ada ketombe, warna rambut hitam. Sedangkan

pemeriksaan pada mata Ny. T didapatkan hasil, palpebra tidak oedema

(bengkak), konjungtiva tidak anemis (kemerahan), sklera tidak ikterik atau

putih, pupil isokor, tidak ada gangguan pada indra penglihatan. Pemeriksaan

pada hidung Ny. T didapatkan hasil: hidung bersih, tidak ada sekret pada

hidung, tidak ada nafas cuping hidung, hidung kanan kiri simetris, tidak ada

polip dan tidak ada gangguan pada indra penciuman. Hasil pemeriksaan

pada gigi dan mulut Ny. T; gigi dan mulut bersih, tidak ada stomatitis, bibir

simetris, pada telinga didapatkan hasil telinga Ny. T bersih, tidak serumen,

simetris kanan kiri, tidak ada gangguan pada pendengaran, pada pemeriksaan

leher tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid dan tidak kaku kuduk.

Pada pemeriksaan dada yaitu, (jantung) didapatkan hasil dari inspeksi

ictus cordis tidak tampak, ictus cordis teraba di intercostae 5 mid clavicula

sinistra teraba kuat, perkusi suara pekak, intercostae kiri batas atas jantung,

intercostae 5 kiri ke bawah jantung, intercostae 4 kiri (dekat sternum) batas

kanan jantung, intercostae 4 kiri (dekat lengan) batas kiri jantung, auskultasi;

terdengar bunyi jantung I dan II murni, tidak ada bunyi tambahan pada

jantung. Pemeriksaan pada paru didapatkan hasil, bentuk dada simetris,

ekspansi dada kanan kiri sama, vokal premitus kanan kiri sama, perkusi;

terdengar sonor, auskutasi terdengar vesikuler.


48

Pada pemeriksaan payudara didapatkan hasil, payudara membesar,

putting susu menonjol, terdapat pigmentasi aerola menjadi kehitaman,

payudara teraba keras dan ASI belum keluar. Hasil pemeriksaan pada

abdomen didapatkan hasil: pada saat di inspeksi, terdapat luka bekas operasi

sectio caesarea dengan panjang 12 cm. Involusi uteri belum dapat kembali

seperti semula. Auskultasi, terdengar bising usus 12x/menit, palpasi pada

abdomen didapatkan hasil; tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, kontraksi

baik, kandung kemih kosong dan diastesis rektus abdominalis 10X9 cm, saat

di perkusi, ada nyeri di regio 8.

Pada pemeriksaan perineum dan genetalia didapatkan hasil: vagina

terdapat darah dan terpasang kateter. Sedangkan pada perineum; perineum

utuh, tidak dilakukan episiotomi pada vagina, perineum terlihat bersih dan

tidak terdapat tanda - tanda REEDA (kemerahan, bengkak, echimosis,

discharge, approximate). Lokhea rubra, ganti pembalut sehari 3 kali sekitar

300cc per hari, pada genetalia tidak terdapat hemoroid.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015

didapatkah hasil, Hemoglobin 12,1g/dl (normal:12,0 - 15,6); Hematokrit 36%

(normal: 33 - 45); Leukosit 8,9ribu/ul (normal:4,5 - 11,0); Trombosit

222ribu/ul (normal:150 - 450); Eritrosit 4,24juta/ul (normal: 4,10 - 5,10); PT

11,8detik (normal:10,0 - 15,0); APTT 37,5detik (normal:20,0 - 40,0); Gula

darah sewaktu 77mg/dl (normal:60-140); SGOT 28u/l (normal:<31); SGPT

7u/l (normal:<34); Albumin 3,0g/dl (normal:3,5-5,2); Creatinine 0,9mg/dl

(normal:0,6-1,1); Ureum 33mg/dl (normal:<50); Natrium darah 135mmol/L


49

(normal:136 - 145); Kalium darah 4,9mmol/L (normal:3.3-5.1); Chlorida

darah 106mmol/L (normal:98-106).

Pada tanggal 13 Maret 2015 Ny. T mendapatkan terapi; cairan intra

vena ecosol Ringer Laktat 20tetes per menit ( golongan; cairan koloid,

kandungan; kalsium, klorida, NaCl, natrium laktat: Fungsi farmakologi;

untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi ),

selain itu Ny. T juga mendapatkan terapi obat parenteral; injeksi ceftriaxone

2gr/24jam ( golongan; sefalosporin dengan kandungan;seftriakson, fungsi dan

farmakologi; untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen); ketorolac

30mg/8jam ( golongan; analgesik non narkotin, dengan kandungan; ketorolac

10mg/ml atau 30mg/ml, fungsi dan farmakologi; untuk penatalaksanaan

jangka pendek terhadap nyeri akut derajat sedang - berat setelah operasi);

MgSO4 4gr/8jam ( golongan; antikonvulsan dengan kandungan; magnesium

sulfat, fungsi dan farmakologi; anti kejang).

B. Analisa Data

Pada tanggal 13 Maret 2015 jam 13.45 WIB, diperoleh data subjektif;

pasien mengatakan nyeri setelah operasi, nyeri terasa seperti tersayat - sayat,

nyeri dibagian perut bawah, dengan skala 6, nyeri terasa ketika pasien

melakukan aktivitas dan dirasakan hilang timbul. Sedangkan data obyektif;

pasien tampak meringis kesakitan menahan nyeri, pasien tampak merintik

kesakitan, memegangi daerah bekas luka operasi dan terdapat luka post

sectio caesarea di perut bagian bawah di regio 8. Tekanan darah 150/90

mmHg, suhu 36,50C, nadi 90x/menit dan pernafasan 20x/menit. Berdasarkan


50

analisa data diatas, maka dapat dirumuskan diagnosa keperawatan nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera biologis.

Pada tanggal 13 Maret 2015 jam 13.55 WIB diperoleh data subyektif

pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri. Dengan

data obyektif semua aktifitas dibantu keluarga (makan minum, mandi,

toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi),

pasien tampak tidak bisa melakukan mobilitas secara mandiri, kekuatan otot

4. Berdasarkan analisa data diatas, maka dapat dirumuskan diagnosa

keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

ketahanan tubuh.

Pada tanggal 13 Maret 2015 jam 14.00 WIB diperoleh data subyektif;

pasien mengatakan air susu ibu (ASI) belum keluar ditandai dengan data

obyektif payudara teraba keras, putting susu menonjol, payudara tampak

membesar, terlihat hiperpigmentasi aerola menjadi kehitaman,tampak

putting susu tidak menempel pada langit - langit mulut bayi, tampak bayi

tidak mampu menghisap putting, berat badan bayi 2000gram, bayi BAK 1X,

BAB 1X. Berdasarkan analisa data diatas, maka dapat dirumuskan diagnosa

keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan refleks

menghisap buruk.

Pada tanggal 13 Maret 2015 jam 14.10 WIB, data subyektif pasien

mengatakan terdapat luka bekas operasi pada perut bagian bawah.

Sedangkan data objektif terdapat luka post sectio caesaria pada perut bagian

bawah regio 8 selain itu luka juga tidak terdapat tanda-tanda infeksi (rubor,
51

dolor, kalor, tumor,fungsilaesa) dengan suhu 36,50C dan Leukosit 8,9ribu/ul,

terlihat mendapatkan injeksi ceftriaxone 2 gr/24jam. Berdasarkan analisa

data di atas, maka dapat dirumuskan diagnosa keperawatan resiko infeksi

berhubungan dengan prosedur invasif.

C. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan rumusan masalah keperawatan dari hasil analisa data

diatas,maka dapat diprioritaskan diagnosa keperawatan sebagai berikut,

pertama, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Kedua, hambatan

mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketahanan tubuh. Ketiga,

ketidakefektifan permberian ASI berhubungan dengan refleks menghisap

lemah. Keempat, resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

D. Intervensi Keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil pada prioritas diagnosa keperawatan utama

adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan

nyeri akut dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil pasien tampak

rileks, pasien tidakmeringis kesakitan menahan nyeri, pasien tidak merintih

kesakitan dengan skala nyeri dari 6 menjadi 1. Berdasarkan tujuan dan

kriteria hasil tersebut penulis membuat perencanaan tindakan keperawatan

yaitu kaji karakteristik nyeri (P, Q, R,S,T), berikan posisi yang nyaman

(semifowler), ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter

untuk pemberian obat analgesik (ketorolac 30mg).


52

Tujuan dan kriteria hasil pada prioritas diagnosa keperawatan kedua

adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan

kelemahan otot teratasi dengan kriteria hasil pasien dapat melakukan

kegiatan secara mandiri, dapat berjalan, duduk, dan miring kanan kiri tanpa

bantuan orang lain (keluarga), badan sudah tidak lemas, kekuatan otot

menjadi 5. Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis dapat

membuat perencananaan tindakan keperawatan yaitu kaji kemampuan pasien

dalam melakukan mobilisasi, ajarkan pasien tentang bagaimana merubah

posisi dan melakukan mobilisasi secara bertahap, bantu pasien dalam

melakukan kegiatan dan melibatkan keluarga dalam melakukan latihan,

kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi dalam rencana aktivitas yang

akan dilakukan.

Tujuan dan kriteria hasil pada prioritas diagnosa keperawatan ketiga

adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan

pemberian Air Susu Ibu menjadi efektif, dengan kriteria hasil bayi dapat

tidur dengan pulas, bayi tidak rewel, bayi tidak kuning atau ikterik, turgor

kulit bayi baik, ASI dapat keluar dengan lancar, payudara teraba lunak,

payudara menjadi kosong dan ibu terlihat puas setelah menyusui bayinya.

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis dapat membuat

perencanaan yaitu pantau ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi ke

putting, ajarkan cara penyimpanan dan menghindari memberikan susu botol,

berikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya dan manfaat ASI bagi bayi,
53

lakukan tindakan massase rolling punggung, dan demonstrasikan cara

menyusui yang benar.

Tujuan dan kriteria hasil pada prioritas diagnosa keperawatan ke empat

adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan

tidak terjadi tanda - tanda infeksi dengan kriteria hasil tidak terdapat tanda -

tanda infeksi seperti rubor, dolor, kalor, tumor dan fungsiolaesa; suhu tubuh

dalam batas normal (36,50C - 37,50C), Leukosit dalam rentang normal (4,5 -

11,0 ribu/ul), luka bersih, tidak ada rembesan darah pada perban. Berdasarkan

tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis dapat membuat perencanaan yaitu

monitor tanda dan gejala infeksi, ajarkan cara menghindari infeksi, lakukan

perawatan luka pada area insisi, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian

obat golongan antibiotik (ceftriaxone).

E. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulispada hari jumat

tanggal 13 Maret 2015,untuk diagnosa keperawatan pertama jam 07.00 WIB

adalah mengobservasi karateristik nyeri PQRST, respon subjektif pasien

mengatakan nyeri setelah operasi, nyeri seperti tersayat - sayat, nyeri pada

perut bagian bawah dengan skala nyeri 6, nyeri terasa sewaktu - waktu;

respon objektif pasien tampak meringis kesakitan menahan nyeri, pasien

tampak menjaga area nyeri.

Jam 07.30 WIB mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, respon

subjektif pasien mengatakan merasa nyaman dan nyeri berkurang dengan

skala 5; respon objektif pasien tampak lebih rileks. Jam 07.35 WIB
54

memberikan posisi yang nyaman (semifowler), respon subjektif pasien

mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk atau semifowler;

respon objektif pasien tampak nyaman dan pasien tampak tidur setengah

duduk.

Jam 07.40 WIB mengobservasi vital sign respon objektif tekanan darah

150/90 mmHg, nadi 90x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36,50C. Jam

08.00 WIB memberikan injeksi ketorolac 30mg melalui intravena, respon

subjektif pasien mengatakan sakit saat obat masuk, respon objektif tidak

ada tanda - tanda gangguan pernafasan, tidak ada alergi.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk diagnosa

keperawatan kedua jam 08.15 WIB adalah membantu pasien dalam

melakukan kegiatan mobilitas seperti menekuk kaki kanan dan kiri,

membantu miring ke kanan dan ke kiri, respon subjektif pasien mengatakan

sudah sedikit bisa miring ke kanan dan kiri, sudah bisa menekuk kedua kaki;

respon objektif pasien tampak meringis kesakitan ketika sedang menekuk

kaki, pasien tampak menekuk kaki kanan dan kiri, pasien tampak sedikit

miring ke kanan dan ke kiri.

Jam 08.40 WIB menjelaskan tentang tujuan dan pentingnya latihan

mobilisasi, respon subjektif pasien mengatakan memahami penjelasan

perawat, respon objektif pasien tampak menganggukkan kepala tanda pasien

mengerti dan pasien tampak melatih miring ke kanan dan ke kiri. Jam 09.45

WIB mengobservasi vital sign, respon objektif tekanan data 130/80 mmHg,

nadi 88x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36,50C.


55

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk diagnosa

keperawatan ketiga jam 10.00 WIB adalahmemantau ketrampilan ibu dalam

pemberian ASI, respon subjektif pasien mengatakan ASI belum keluar;

respon objektif payudara teraba keras, putting susu menonjol, payudara

tampak membesar, tampak pori - pori pada aerola tidak membesar.

Jam 10.45 WIB melakukan massase rolling punggung selama kurang

lebih 15menit, respon subjektif pasien mengatakan merasa rileks ,respon

objektif pasien tampak rileks dan ASI sudah keluar sedikit 20 ml, Jam

11.15 WIB mengobservasi setelah dilakukan tindakan massaserolling

punggung selama kurang lebih 15 menit, respon subjektif pasien mengatakan

ASI sudah keluar sedikit, respon objektif ASI sudah keluar sedikit 20 ml,

payudara teraba sedikit lunak, terlihat putting tidak menempel pada langit -

langit mulut bayi, berat badan bayi 2200 gram, BAK 1X, BAB 2X, jumlah

skor 4.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi

diagnosa keperawatan ke empat pada jam 08.00 WIB adalah memberikan

injeksi ceftriaxone 2gr melalui intravena, respon subjektif pasien

mengatakan nyeri saat obat masuk; respon objektif tidak ada tanda - tanda

alergi. Jam 11.20 WIB mengobservasi tanda - tanda infeksi pada luka post

sectio caesaria, respon subjektif pasien mengatakan terdapat luka operasi.

Respon objektif luka tampak bersih, tidak terdapat tanda - tanda infeksi

(rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolaesa), tidak ada rembesan darah pada

perban, suhu 36,50C dan Leukosit 8,9 ribu/ul..


56

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 14

Maret 2015,untuk diagnosa keperawatan pertama jam 07.15 WIB adalah

mengobservasi vital sign, tidak didapatkan data pada respon subjektif, respon

objektif tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan 20x/menit,

suhu 36,60C. Jam 08.00 WIB memberikan injeksi ketorolac 30mg melalui

intravena, respon subjektif pasien mengatakan nyeri saat obat masuk; respon

objektif tidak ada perubahan pernafasan.

Jam 08.45 WIB memberikan posisi yang nyaman (semifower), respon

subjektif pasien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk,

respon objektif pasien tampak nyaman dan pasien tampak tidur dengan posisi

setengah duduk. Jam 09.00 WIB mengkaji karakteristik nyeri PQRST,

respon subjektif pasien mengatakan nyeri setelah operasi, nyeri dirasakan

seperti tersayat - sayat, nyeri pada abdomen bagian bawah dengan skala nyeri

5 selain itu nyeri dirasakan sewaktu - waktu atau hilang timbul.

Jam 10.00 WIB mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dengan cara

tarik nafas panjang dari hidung ditahan selama 3 detik kemudian

dihembuskan lewat mulut, respon subjektif pasien mengatakan rileks dan

nyeri sudah berkurang dengan skala nyeri 2, respon objektif pasien tampak

rileks dan pasien sudah tampak lebih nyaman.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk diagnosa

keperawatan kedua jam 10.15 WIB adalah membantu pasien dalam kegiatan

mobilitas (duduk, miring kanan dan kiri, serta berjalan), respon subjektif

pasien mengatakan sudah bisa duduk, respon objektif pasien tampak meringis
57

kesakitan ketika bangun dan ingin duduk serta tingkat mobilisasi pasien

tampak masih dibantu keluarga.

Jam 11.00 WIB memantau tingkat aktivitas pasien, respon subjektif

pasien mengatakan masih merasakan sedikit sakit bila bergerak atau

melakukan aktivitas, respon objektif pasien tampak sudah bisa duduk dengan

di bantu keluarga, pasien tampak miring ke kanan dan ke kiri tampak bantuan

orang lain (keluarga), selain itu pasien tampak sudah bisa berdiri dan berjalan

dengan perlahan - lahan.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk diagnosa

keperawatan ketiga jam 12.00 WIB adalah mengobservasi pengeluaran ASI,

respon subjektif pasien mengatakan ASI sudah keluar tetapi masih belum

lancar; respon objektif payudara teraba lunak, ASI sudah keluar serta pori -

pori pada aerola sudah sedikit membesar. Jam 12.45 melakukan massase

rolling punggung selama kurang lebih 15 menit, respon subjektif pasien

mengatakan merasa rileks; respon objektif pasien tampak rileks, ASI sudah

keluar 40 ml, berat badan bayi 2250 gram, BAB 1X, BAK 3X, jumlah skor

4 dan payudara teraba sedikit lunak.

Jam 13.15 WIB mengobservasi setelah dilakukan tindakan massase

rolling punggung selama kurang lebih 15 menit, respon subjektif pasien

mengatakan ASI sudah keluar, payudara sudah tidak terlalu kencang; respon

objektif payudara teraba lunak, ASI sudah keluar 40 ml dan merembes, bayi

BAK setelah menyusu, bayi tidur setelah menyusu, dan bayi mampu
58

menghisap putting susu ibu, putting sedikit menempel pada langit - langit

mulut bayi.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk diagnosa

keperawatan keempat jam 13.40 WIB adalah mengobservasi tanda - tanda

infeksi pada luka post sectio caesaria, respon objektif luka tampak bersih,

tidak terdapat tanda - tanda infeksi ( rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolaesa)

serta tidak ada rembesan darah pada perban, suhu 36,60C dan Leukosit 8,9

ribu/ul.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 15

Maret 2015 untuk mengatasi diagnosa keperawatan pertama jam 08.00 WIB

adalah mengkaji karakteristik nyeri PQRST, respon subjektif pasien

mengatakan nyeri setelah operasi, nyeri dirasakan seperti tersayat - sayat,

nyeri pada abdomen bagian bawah dengan skala nyeri 2 dan nyeri dirasakan

sewaktu - waktu atau hilang timbul, respon objektif pasien tampak lebih

nyaman dan rileks, sudah tidak merintih kesakitan, skala nyeri dalam rentang

ringan.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi

diagnosa keperawatan kedua jam 09.00 WIB adalah memantau tingkat

aktivitas pasien, respon subjektif pasien mengatakan sudah bisa berjalan,

duduk, dan sudah bisa miring ke kanan dan ke kiri tanpa bantuan keluarga;

respon objektif pasien tampak sudah bisa duduk, berjalan, dan miring ke

kanan dan ke kiri secara mandiri tanpa bantuan orang lain (keluarga).
59

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi

diagnosa keperawatan ketiga jam 10.00 WIB adalah melakukan perawatan

payudara, respon subjektif pasien mengatakan merasa nyaman dan rileks;

respon objektif pasien tampak rileks, ASI sudah keluar, payudara teraba

sedikit lunak, putting susu menonjol.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi

diagnosa keempat jam 10.30 WIB adalah melakukan perawatan luka pada

post sectio caesaria, respon subjektif pasien mengatakan merasa nyaman;

respon objektif luka tampak sudah kering, tidak terdapat tanda - tanda infeksi

(rubor, dolor, kalor, tumor, fungsio laesa), luka melintang dengan panjang

kurang lebih 12 cm dan luka di balut dengan perban.

F. Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tanggal 13 Maret 2015

evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan pertama pada jam 14.00 WIB adalah

Subjekif: pasien mengatakan nyeri karena setelah operasi, nyeri seperti

tersayat - sayat, nyeri dirasa pada abdomen bawah dengan skala nyeri 5 dan

terasa sewaktu -waktu atau hilang timbul. Objektif : pasien tampak meringis

menahan nyeri, pasien menjaga area nyeri, pasien terlihat tidak nyaman.

Analisa : masalah nyeri akut belum teratasi. Perencanaan dilanjutkan

meliputi : kaji karakteristik nyeri PQRST, anjurkan pasien untuk melakukan

tehnik relaksasi nafas dalam bila merasakan nyeri, berikan posisi nyaman

(semifowler), kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesik

(ketorolac).
60

Evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan kedua pada jam 14.15 WIB

adalah Subjektif : pasien mengatakan sudah bisa miring kanan kiri dan duduk.

Objetif : aktivitas Ny.T dibantu keluarga dan perawat. Analisa : masalah

hambatan mobilitas fisik sudah teratasi sebagian. Perencanaan dilanjutkan

meliputi : kaji tingkat kemampuan mobilitas pasien, bantu pasien dalam

mobilitas dan melibatkan keluarga dalam melakukan latihan mobilisasi,

pantau aktivitas pasien.

Evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan ketiga pada jam 14.45 WIB

adalah respon subjektif : pasien mengatakan ASI sudah keluar sedikit.

Objektif : payudara teraba keras, payudara bersih, ASI sudah keluar sedikit

20 ml, Berat badan bayi 2200 gram, BAK 2X, BAB 1X, jumlah skor 4,

putting tampak tidak menempel pada langit - langit mulut bayi. Analisa :

masalah ketidakefektifan pemberian ASI sudah teratasi sebagian.

Perencanaan dilakukan meliputi : kaji pengeluaran ASI, pantau kemampuan

ibu dalam pemberian ASI pada bayi, ajarkan cara melakukan perawatan

payudara, berikan massase rolling punggung, observasi pengeluaran ASI

setelah dilakukan tindakan massase rolling punggung.

Evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan keempat pada jam 15.00 WIB

adalah Objektif : terdapat luka bekas operasi, tidak terdapat tanda -tanda

infeksi (dolor, kalor, rubor, tumor, fungsio laesa), suhu tubuh 36,50C dan

leukosit 8,9ribu/ul. Analisa : masalah resiko infeksi sudah teratasi sebagian.

Perencanaan dilanjutkan meliputi : kaji tanda - tanda infeksi ( rubor, dolor,


61

kalor, tumor, fungsio laesa), kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat

antibiotik (ceftriaxone).

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tanggal 14 Maret 2015

evaluasi dari diagnosa keperawatan pertama pada jam 14.10 WIB adalah

subjekif : pasien mengatakan nyeri karena setelah operasi, nyeri seperti

tersayat - sayat, nyeri pada abdomen bagian bawah dengan skala nyeri 2 dan

nyeri terasa sewaktu - waktu atau hilang timbul. Objektif : pasien tampak

lebih rileks dan tidak merintih kesakitan. Analisa : masalah nyeri akut sudah

teratasi sebagian. Perencanaan dilanjutkan meliputi : kaji karakteristik

PQRST, anjurkan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi nafas dalam bila

merasakan nyeri dan berikan posisi yang nyaman (semifowler).

Evaluasi dari diagnosa keperawatan kedua pada jam 14.15 WIB adalah

subjekif : pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktivitas miring kanan

kiri, duduk, berlatih berjalan tetapi masih dibantu keluarga. Objektif : pasien

tampak sudah bisa miring ke kanan dan ke kiri, duduk dan berdiri dengan

bantuan orang lain (keluarga). Analisa : masalah hambatan mobiltas fisik

sudah teratasi sebagian. Perencanaan dilanjutkan meliputi : kaji tingkat

kemampuan mobilitas pasien, bantu pasien dalam mobilitas dan melibatkan

keluarga dalam latihan, serta pantau tingkat aktivitas pasien.

Evaluasi dari diagnosa keperawatan ketiga pada jam 14.20 WIB adalah

subjekif : pasien mengatakan ASI sudah keluar tetapi belum lancar. Objektif :

payudara teraba lunak, ASI sudah keluar tetapi belum lancar, ASI keluar 40

ml, berat badan bayi 2250 gram, BAB 1X, BAK 3X, jumlah skor 4, putting
62

tampak sudah menempel pada langit - langit mulut bayi. Analisa : masalah

ketidakefektifan pemberian ASI sudah teratasi sebagian. Perencanaan

dilanjutkan meliputi : kaji pengeluaran ASI, lakukan perawatan payudara,

berikan massase rolling punggung.

Evaluasi dari diagnosa keperawatan keempat pada jam 14.45 WIB

adalah subjekif : tidak didapatkan data subjektif. Objektif : terdapat luka

bekas operasi, tidak terdapat tanda -tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor,

fungsiolaesa), suhu 36,50C dan Leukosit 8,9 ribu/ul. Analisa : masalah resiko

infeksi sudah teratasi sebagian. Perencanaan dilanjutkan meliputi : kaji tanda

- tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, rumor, fungsio laesa) dan lakukan

perawatan luka pasca operasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tanggal 15 Maret 2015

evaluasi dari diagnosa keperawatan pertama pada jam 14.10 WIB adalah

subjekif : pasien mengatakan nyeri karena setelah operasi, nyeri seperti

tersayat - sayat, nyeri pada abdomen bagian bawah dengan skala nyeri 2 dan

nyeri terasa sewaktu - waktu atau hilang timbul. Objektif : pasien tampak

lebih rileks dan tidak merintih kesakitan. Analisa : masalah nyeri akut sudah

teratasi sebagian. Perencanaan dihentikan (Disharge planning) : anjurkan

pasien untuk melakukan tehnik relaksasi nafas dalam bila merasakan nyeri.

Evaluasi dari diagnosa keperawatan kedua pada jam 14.15 WIB adalah

subjekif : pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktivitas sendiri, pasien

mengatakan sudah bisa berdiri dan berjalan tanpa bantuan keluarga. Objektif

: pasien tampak sudah bisa miring ke kanan dan ke kiri, duduk dan berjalan
63

sendiri tanpa bantuan orang lain (keluarga). Analisa : masalah hambatan

mobiltas fisik sudah teratasi. Perencanaan dihentikan.

Evaluasi dari diagnosa keperawatan ketiga pada jam 14.20 WIB adalah

subjekif : pasien mengatakan ASI sudah keluar lancar. Objektif : payudara

teraba lunak, ASI sudah keluar lancar, bayi tampak tidur dengan pulas, bayi

tampak tidak rewel, bayi tidak mengalami Ikterik atau kuning, turgor kulit

bayi baik, ibu terlihat puas sudah bisa menyusui bayinya, ASI keluar 50 ml,

BAB 2X, BAK 4X, jumlah skor 4. Analisa : masalah ketidakefektifan

pemberian ASI sudah teratasi. Perencanaan dihentikan.

Evaluasi dari diagnosa keperawatan ke empat pada jam 14.35 WIB

adalah subjekif : tidak didapatkan data subjektif. Objektif : terdapat luka

bekas operasi bersih, tidak terdapat tanda -tanda infeksi (rubor, dolor, kalor,

tumor, fungsiolaesa), suhu 36,50C dan Leukosit 8,9 ribu/ul. Analisa : masalah

resiko infeksi sudah teratasi. Perencanaan dihentikan.


BAB V

PEMBAHASAN

Pada BAB ini penulis akan membahas tentang Penerapan Tindakan

Massase Rolling Punggung terhadap Peningkatan Produksi ASI pada Asuhan

Keperawatan Ny. T dengan Post Sectio Caesarea di Ruang Mawar 1 Rumah Sakit

Dr. Moewardi Surakarta.

A. Pengkajian

Hasil pengkajian yang dilakukan dengan metode Alloanamnesa dan

Autoanamnesa. Keluhan utama, Ny. T mengatakan nyeri pada luka bekas

operasi dengan skala 6, nyeri seperti tersayat - sayat, nyeri pada perut bagian

bawah, nyeri terasa sewaktu - waktu, pasien tampak meringis menahan sakit.

Hal tersebut sesuai dengan teori, bahwa pasien dengan tindakan post

pembedahan akan mengalami nyeri karena suatu reaksi yang kompleks pada

jaringan terluka. Proses pembedahan dapat menstimulasi hypersensitivitas

pada system syaraf pusat sehingga seseorang merasakan nyeri (Potter dan

Perry, 2006).

Menurut Mubarak dan Chayatin (2007), nyeri merupakan perasaan

yang tidak nyaman bersifat subjetif dan hanya orang yang mengalaminya saja

yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. Nyeri juga

dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari, sehingga pasien yang mengalami

nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin.

64
65

Pengkajian terhadap perubahan pemenuhan aktivitas yang terjadi pada pasien

sangat diperlukan untuk membantu dalam perawatan diri (Potter dan Perry,

2006). Sesuai dengan teori diatas, pada Ny.T dalam pemenuhan kebutuhan

aktivitas sehari- hari dibantu oleh keluarga.

Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan numeric scale

menurut Hayward. Nyeri dapat dikatakan hilang jika skala nyeri 0, dikatakan

nyeri ringan jika skala nyeri 1 - 3, nyeri sedang skala nyeri 4 - 6, nyeri sedang

skala nyeri 4 - 6, sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas

yang biasa dilakukan dengan skala 7 - 9, dan sangat nyeri dan tidak dapat

dikontrol 10 (Mubarak dan Chayatin, 2007). Numeric scale tidak bisa

digunakan pada anak - anak karena seorang anak menunjuk ke sejumlah

gambar untuk mendeskripsikan nyeri (Potter dan Perry, 2006). Sehingga,

penulis menggunakan numeric scale pada pasien dalam pengkajian nyeri.

Riwayat kehamilan persalinan lalu, pasien mengatakan persalinan anak

pertama normal dengan berat badan bayi 3250 gram. Keadaan bayi waktu

lahir baik dan tidak ada komplikasi pada saat lahir. Pasien mengatakan anak

pertama sekarang berusia 7 tahun. Selain itu pasien sudah memiliki

pengalaman menyusui selama 2 tahun pada anak pertama. Hal tersebut sesuai

dengan teori yang dikemukakan Hidayat (2008), dimana berat badan bayi

baru lahir normalnya 2500 - 3500 gram. Ibu dengan multipara atau kelahiran

lebih dari 1 kali memiliki risiko untuk terjadi distosia lebih besar, sehingga

ibu dengan kehamilan multipara dianjurkan untuk melakukan persalinan

dengan sectio caesaria (Supriyati, 2001 dalam Kusumawati, 2006).


66

Riwayat kehamilan saat ini, Ny. T mengatakan melakukan pemeriksaan

secara rutin setiap bulan sebanyak 9 kali di bidan desa. Kunjungan pada

trimester 1 (0 - 12 minggu) sebanyak 2X, trimester II (12 - 24 minggu)

sebanyak 3X, dan pada trimester ke III (24 - 37 minggu) sebanyak 4X.

Keluhan yang dirasakan pada trimester I Ny. T mengalami mual, muntah dan

pada trimester II dan III ibu tidak mengalami masalah.

Menurut Astuti (2012), pada trimester I (0 - 12 minggu), periode ini

merupakan periode adaptasi, respon yang muncul pada trimester pertama

adalah merasa tidak sehat (mual dan muntah), selalu memperhatikan setiap

perubahan yang terjadi pada tubuhnya, mencari tanda - tanda untuk lebih

menyakinkan bahwa dirinya sedang hamil, khawatir kehilangan bentuk tubuh,

membutuhkan penerimaan kehamilannya oleh keluarga, serta ketidakpastian

emosi dan suasana hati. Pada trimester 1 ibu akan mengalami morning

sickness, hal tersebut terjadi karena meningkatnya hormon human chorionic

gonadotropin (HCG) hormon ini merupakan hormon yang terjadi pada saat

kehamilan sehingga ketika hormon tersebut meningkat akan timbul rasa mual

(Mandasari, 2014).Pada trimester II (12 - 28 minggu), ibu sudah mulai

merasa sehat, sudah bisa menerima kehamilannya, merasakan gerakan bayi

dan merasakan kehadiran bayi sebagai seseorang di luar dirinya, merasa

terlepas dari ketidaknyamanan dan kekhawatiran, serta ketertarikan dan

aktivitas terfokus pada kehamilan, kelahiran dan persiapan peran baru. Pada

trimester III (28 - 40 minggu), periode ini ibu merasakan ketidaknyamanan

kembali timbul, merasa tidak menyenangkan ketika bayi lahir tepat waktu,
67

ibu tidak sabar menunggu kelahiran bayinya, ibu khawatir bayinya akan lahir

sewaktu-waktu dan dalam kondisi yang tidak normal, perasaan ibu semakin

ingin menyudahi kehamilannya, merasa kehilangan perhatian, tidak sabar dan

merasa resah, bermimpi dan berkhayal tentang bayinya, serta sudah mulai

aktif mempersiapkan kelahiran bayinya. Pada trimester 1 kasus yang terjadi

pada pasien sudah sesuai dengan teori tetapi pada trimester II dan III tidak

sesuai dengan teori.

Proses persalinan yang dilakukan pada Ny. T dengan sectio caesaria.

Dimana usia kehamilan Ny. T 37 minggu, namun letak bayi melintang dan

kembar berdasarkan hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG). Kasus yang

terjadi pada Ny. T sesuai dengan teori. Usia kehamilan 37 - 40 minggu sudah

dikatakan cukup bulan (Sukarni dan Wahyu, 2013).

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan

melalui suatu tindakan insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan

syarat rahim dalam keadaan utuh. Indikasi dilakukannya operasi sectio

caesaria antara lain panggul sempit, plasenta previa, disproporsi

sefalopelvik, ruptura uteri, kelainan letak, gawat janin, ketuban pecah dini

dan preeklamsia (Prawirohardjo, 2010).

Selama proses persalinan Ny. T mengalami pendarahan, jumlah darah

yang dikeluarkan selama tindakan sectio caesarea sebanyak 600 cc. Ibu post

partum kehilangan darah selama proses kelahiran dengan jumlah pengeluaran

pervaginam kira - kira 400 - 500 ml dan 600 - 800 ml untuk kelahiran dengan

pembedahan sectio caesarea, disebut perdarahan post partum. Hal tersebut


68

menandakan bahwa Ny. T mengalami pendarahan saat proses persalinan,

artinya ada kesesuaian antara kasus dengan teori diatas (Doengoes, 2001).

Pengkajian pada data post natal didapatkan hasil tekanan darah 150/90

mmHg, nadi 90 x/menit, suhu 36,50C, pernafasan 20 x/menit. Perubahan tanda

- tanda vital pada ibu post partum, setelah 2 jam pertama melahirkan

umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38 derajat

celcius, kemungkinan terjadi infeksi pada pasien. Pasca melahirkan denyut

nadi melebihi 100 kali per menit, kemungkinan terjadi infeksi atau perdarahan

post partum. Ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal, hal

tersebut dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi

istirahat, bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat,

kemungkinan ada tanda - tanda syok. Perubahan tekanan darah pada ibu post

partum merupakan tanda terjadinya perdarahan pasca persalinan dan pre

eklamsia post partum (Pitriani dan Andriyani, 2014).

Pada pemeriksaan mata Ny. T konjungtiva tidak anemis. Hal tersebut

berdasarkan teori Debora (2013), bahwa konjungtivadikatakan normal apabila

berwarna merah muda, namun jika konjungtiva berwarna pucat bisa dikatakan

pasien mengalami anemia.

Pada pemeriksaan payudara didapatkan hasil payudara tampak

membesar, puting susu tampak menonjol, terdapat hiperpigmentasi aerola,

payudara teraba keras, ASI belum keluar. Hal tersebut sesuai dengan teori, ibu

dengan post partum, aerola mamae berwarna kegelapan yang disebabkan oleh

penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya. Sedangkan bentuk puting


69

susu menonjol. Apabila putting susu pendek atau terbenam (inverted), akan

mempengaruhi pada proses laktasi (Wiji, 2013). Pada wanita berkulit terang

aerola berubah menjadi coklat selama kehamilan dan berwarna gelap setelah

melahirkan (Potter dan Perry, 2005). Sesuai dengan teori di atas, Ny. T tidak

ada masalah pada payudara.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil terdapat luka operasi

panjang12 cm di regio 8 luka jahitan bersih, tidak ada tanda infeksi pada hari

1, mobilisasi dini merupakan suatu tindakan rehabilitative (pemulihan) yang

dilakukan setelah pasien sadar dari pengaruh anastesi, mobilisasi berguna utuk

membantu dalam penyembuhan luka (Mochtar, 1998 dalam Anggorowati dan

Sudiharjani, 2012). Pada pemeriksaan auskultasi pada abdomen bising usus

10x/menit. Pemeriksaan bising usus dilakukan terkait dengan adanya

hambatan defekasi dikarenakan hambatan mobilitas fisik pada ibu post sectio

caesarea yang tehambat aktivitasnya karena luka bekas operasi (Wuryanti,

2010).

Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, setalah bayi lahir tinggi fundus

uteri 2 jari dibawah pusat berat 750 gr, satu minggu tinggi fundus uteri

pertengahan pusat sympisis berat 500 gr, dua minggu tinggi fundus uteri tak

teraba di atas sympisis berat 350 gr, enam minggu tinggi fundus uteri

bertambah kecil berat 50 - 60 gr, delapan minggu tinggi fundus uteri sebesar

normal berat 30 gr (Walyani, 2014). Kontraksi baik, menurut Wuryanti (2010)

kontaksi uterus baik dan teraba keras dengan posisi globuler (membulat).

Pemeriksaan kandung kemih perlu dilakukan, karena apabila kandung kemih


70

yang penuh dapat mengubah posisi fundus dan mengganggu kontraksi uterus

(Doenges, 2001).

Berdasarkan pemeriksaan genetalia dan perineum pada ibu post sectio

caesria didapatkan hasil lokea rubra sekitar 300 cc. Hal tersebut sesuai

dengan teori yang dikemukakan Debora (2013), wanita setelah melahirkan

pada vagina akan keluar darah dengan karateristik lokea rubra pada hari 1 - 2

berwarna merah segar dan berbau khas darah.

Pemeriksaan ektermitas pada ibu post sectio caesaria didapatkan hasil,

pada pemeriksaan ekstermitas kekuatan otot atas dan bawah penuh dengan

skor 5. Pemeriksaan tanda homan tidak dilakukan oleh penulis karena kurang

telitinya penulis dalam melakukan pengkajian. Pada ibu postpartum perlu

dilakukan pengkajian tanda homan terkait dengan kejadian tromboplebitis

yaitu inflamasi vena dengan pembentukan bekuan. Bekuan menyebabkan

inflamasi lokal dan menyumbat vena dan bekuan terlepas menjadi embolus

dan dapat bergerak ke pembuluh darah jantung dan paru yang dapat

menyumbat pembuluh tersebut (Mahdiyah, 2013). Pemeriksaan tanda homan

dilakukan dengan uji homan yaitu dengan dorsofleksi kaki ketika berdiri

tegak, kemudian menekan otot kaki vena tibialis apabila menyebabkan rasa

sakit makan tanda homan positif (Hamilton,1995). Hal tersebut sesuai dengan

teori yang dikemukakan Debora (2013), kekuatan otot normal 5 yaitu

kekuatan otot utuh dan mampu melawan gravitasi.

Pemeriksaan yang dilakukan tidak ada varises dan tidak ada edema, bila

ada padapemeriksaan edema pada ekstermitas maka dilakukan penekanan


71

pada daerah edema. Bila hasil ada cekungan, maka hal tersebut menandakan

adanya edema (Debora, 2013).

Menurut Prawirohardjo (2009), pemeriksaan laboratorium yang

dilakukan pada pasien post sectio caesarea adalah pemeriksaan Hemoglobin

dan Leukosit. Nilai Hemoglobin pasien 12,1 g/dl (normal: 12,0 - 15,6),

pemeriksaan kadar Hemoglobin penting dilakukan karena selama persalinan

anemia sering terjadi, jika Hb > 7gr maka bisa di katakan anemia berat,

anemia disebabkan karena defisiensi besi sekunder terhadap kehilangan darah

sesudah melahirkan (Wuryanti, 2010). Leukosit 8,9 ribu/ul (normal: 4,5 -

11,0) jumlah dan hitung jenis Leukosit berguna dalam memprediksi infeksi,

bila nilai Leukosit melebihi batas normal kemungkinan terjadi infeksi pada

pasien, dan pasien akan mengalami tanda-tanda infeksi seperti rubor, kalor,

dollor, tumor, fungsiolaesa (Chandranita, Fajar dkk, 2010).

Terapi yang diberikan pada Ny. T meliputi Ringer Laktat 20 tetes per

menit, ceftriaxone 2gr/24jam dan ketorolac 30mg/8jam. Ada keserasian

antara terapi yang diberikan dengan teori di bawah.

Menurut Prawirohardjo (2009), pemberian cairan Ringer Laktat pada

pasien post sectio caesarea untuk menganti cairan yang hilang pada saat

terjadi syok. Pemberian antibiotik seperti ceftriaxone berfungsi untuk

pencegahan infeksi pada pasien tanpa tanda - tanda infeksi dan gejala infeksi.

Antibiotik yang diberikan menurut aturan tertentu diharapkan memungkinkan

munculnya mikroba resisten serta dapat mengendalikan kuman - kuman pada

daerah luka bekas operasi (Muhlis dkk, 2011). Pemberian obat analgesik
72

seperti ketorolac pada pasien post sectio caesarea digunakan untuk mengatasi

rasa sakit atau atau rasa nyeri (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2012).

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian pada Ny. T didapatkan diagnosa pertama nyeri

akut berhubungan dengan agen cidera fisik, karena pada saat dilakukan

pengkajian didapatkan data subjektif, pasien mengatakan nyeri setelah

operasi, nyeri terasa seperti tersayat - sayat, nyeri dibagian perut bawah,

dengan skala 6, nyeri terasa ketika pasien melakukan aktivitas dan dirasakan

hilang timbul. Data obyektif, pasien tampak meringis kesakitan menahan

nyeri, pasien tampak merintih kesakitan, memegangi daerah bekas luka

operasi dan terdapat luka post sectio caesarea di perut bagian bawah di regio

8.

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa

(International Association for the Study of Pain), awitan yang tiba - tiba atau

lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat

diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan (NANDA, 2011).

Hal tersebut sesuai dengan batasan karakteristik nyeri, melaporkan

nyeri dengan isyarat dan melaporkan nyeri secara verbal, obyektif

mengekspresikan perubahan perilaku (misal: kegelisahan, merintih menangis,

merengek), sikap melindungi area nyeri, mengindikasi nyeri yang dapat


73

diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap tubuh melindungi,

mengalami gangguan tidur (Wilkinson, 2012).

Nyeri akut bisa mengancam proses penyembuhan pasien, maka harus

menjadi prioritas pertama perawatan, karena kemajuan fisik atau psikologis

akan terganggu selama nyeri akut masih dirasakan karena pasien

memfokuskan semua perhatiannya pada upaya untuk mengatasi nyeri (Potter

dan Perry, 2006). Hal tersebut menjadi alasan bagi penulis, masalah

keperawatan nyeri akut menjadi diagnosa keperawatan pertama.

Diagnosa keperawatan kedua yang ditemukan adalah hambatan

mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketahanan tubuh, karena saat

dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif pasien mengatakan

aktivitasnya di bantu keluarga sseperti toileting, makan, minum, berpindah..

Data obyektif pasien tampak hanya tiduran di tempat tidur dan semua

aktifitas dibantu keluarga (makan minum, mandi, toileting, berpakaian,

mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi), pasien tampak tidak bisa

melakukan mobilitas secara mandiri.

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik

tubuh satu atau lebih ekstermitas secara mandiri dan terarah (NANDA, 2012).

Hal tersebut sesuai dengan batasan karateristik hambatan mobilitas

fisik, yaitu kesulitan membolak - balik posisi, keterbatasan kemampuan

melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan kemampuan melakukan

ketrampilan motorik kasar, melambatnya pergerakan (Wilkinson, 2012).


74

Hambatan mobilitas fisik masuk dalam prioritas diagnosa keperawatan

kedua karena nyeri yang dialami pasien dengan skala 6, apabila skala nyeri

pasien dapat berangsur turun maka hambatan mobilitas fisik pasien juga akan

teratasi (Mubarak dan Chayatin, 2008).

Diagnosa keperawatan ketiga, dengan data subyektif; pasien

mengatakan air susu ibu (ASI) belum keluar ditandai dengan data obyektif

payudara teraba keras, putting susu menonjol, payudara tampak membesar,

terlihat hiperpigmentasi aerola menjadi kehitaman.

Ketidakefektifan pemberian ASI adalah ketidakpuasan atau kesulitan

ibu, bayi, atau anak menjalani proses pemberian ASI. Dengan batasan

karakteristiknya adalah refleks menghisap buruk, diskontinuitas pemberian

ASI, bayi menerima makanan tambahan dengan putting buatan (NANDA,

2014).

Ketidakefektifan pemberian ASI dapat mempengaruhi asupan nutrisi

pada bayi, menurut Abraham Maslow kebutuhan nutrisi masuk dalam

kebutuhan fisiologi yang menjadi prioritas utama. Akan tetapi pada pasien

kebutuhan nutrisi menjadi prioritas ketiga karena pasien mengalami nyeri,

sehingga penulis mengatasi nyeri terlebih dahulu agar pasien dapat

memberikan nutrisi pada bayi (Mubarak dan Chayatin, 2008).

Diagnosa keperawatan keempat, dengan data subyektif pasien

mengatakan terdapat luka bekas operasi pada perut bagian bawah. Data

objektif terdapat luka post sectio caesaria pada perut bagian bawah regio 8,

luka tidak terdapat tanda-tanda infeksi. Hasil pemeriksaan suhu 36,50C dan
75

Leukosit 8,9 ribu/ul.Berdasarkan analisa data di atas, maka dapat dirumuskan

diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Resiko infeksi adalah mengalami peningkatan risiko terserang

organisme patogenik. Hal tersebut sesuai dengan batasan karateristik, yaitu

pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat, prosedur invasif, pengetahuan

yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan patogen, trauma, kerusakan

jaringan (NANDA, 2011). Diagnosa keperawatan resiko infeksi masuk

dalam prioritas keempat karena pada pasien belum ada tanda - tanda infeksi

yang muncul, sehingga tidak bisa dijadikan prioritas pertama (Wilkinson,

2012).

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi atau rencana yang dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan

kondisi pasien, sehingga rencana tindakan dapat dilakukan dengan prinsip

ONEC, observasi yaitu melakukan observasi kepada pasien, nursing

treatment yaitu memberikan tindakan keperawatan kepada pasien, health

education yaitu memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien sehat

maupun sakit, dan kolaborasi yaitu tindakan kolaborasi kepada tenaga medis

lainnya (Rohmah dan Walid, 2012).

Penulisan tujuan dan kriteria hasil berdasarkan SMART, meliputi

spesifik yaitu dimana tujuan harus berfokus pada pasien, singkat, jelas dan

tidak menimbulkan arti ganda, measurable yaitu dimana tujuan keperawatan

harus dapat diukur, achievable yaitu tujuan harus dapat dicapai sebagai

standar mengukur respon klien terhadap tindakan asuhan keperawatan,


76

reasonable yaitu tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan, tujuan dan hasil

diharapkan singkat dan realistis, time yaitu dalam pencapaian kriteria hasil

harus mempunyai batasan waktu yang jelas (Rohmah dan Walid, 2012).

Berdasarkan prioritas diagnosa keperawatan pertama, penulis

menentukan rencana keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik. Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 X 24 jam pasien tampak rileks, pasien tidak meringis

kesakitan menahan nyeri, pasien tidak merintih kesakitan dengan skala nyeri

dari 6 menjadi 1.

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut, penulis membuat

perencanaan tindakan keperawatan yaitu kaji karakteristik nyeri (P, Q, R,S,T)

dengan rasional mengetahui karakteristik nyeri dan menentukan tindakan

yang dilakukan selanjutnya. Berikan posisi yang nyaman (semifowler) dengan

rasional memberikan kenyamanan dan mengurangi nyeri. Ajarkan tehnik

relaksasi nafas dalam dengan rasional merilekskan otot - otot dan

mengalihkan mengurangi otot. Kolaborasi dengan dokter untuk

pemberianobat analgesik (ketorolac 30mg) dengan rasional membantu

mengurangi nyeri atau menghilangkan nyeri (Nurarif, 2013).

Menurut Nursing interventions classification (NIC) (2013), intervensi

atau rencana keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.

Tujuannya setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri hilang atau

berkurang dengan kriteria hasil pain level, pain control, comfort level.

Intervensi yang dilakukan adalah lakukan penilaian secara komprehensif dari


77

lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri

dan faktor pencetus. Observasi isyarat nonverbal dari rasa ketidaknyamanan

terutama pada pasien yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Ajarkan

prinsip - prinsip managemen nyeri non farmakologi : tehnik relaksasi nafas

dalam. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon

pasien terhadap ketidaknyamanan ( suhu lingkungan, pencahayaan, dan

kebisingan). Informasikan kepada pasien tentang faktor yang meningkatkan

atau memperburuk rasa nyeri. Berikan informasi tentang nyeri, seperti

penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung dan antisipasi

ketidaknyamanan sesuai prosedur. Kolaborasi dalam pemberian managemen

nyeri farmakologi : pemberian obat analgesik.

Berdasarkan prioritas diagnosa keperawatan kedua, penulis menentukan

rencana keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan ketahanan tubuh. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan kelemahan otot teratasi dengan

kriteria hasil pasien dapat melakukan kegiatan secara mandiri, dapat berjalan,

duduk, dan miring kanan kiri tanpa bantuan orang lain (keluarga), badan

sudah tidak lemas, kekuatan otot 5 (Moorhead, dkk. 2013).

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis dapat membuat

perencananaan tindakan keperawatan yaitu kaji kemampuan pasien dalam

melakukan mobilisasi rasional mengetahui kemampuan pasien dalam

melakukan mobilisasi. Ajarkan pasien tentang bagaimana merubah posisi dan

melakukan mobilisasi secara bertahap rasional mobilitas dan menurunkan


78

komplikasi tirah baring. Bantu pasien dalam melakukan kegiatan dan

melibatkan keluarga dalam melakukan latihan rasional membantu

mempercepat penyembuhan dan mobilisasi mandiri. Kolaborasi dengan ahli

terapi fisik atau okupasi dalam rencana aktivitas yang akan dilakukan

rasionalnya membantu mempercepat mobilisasi Ny.T (Moorhead, dkk. 2013).

Menurut Nursing interventions classification (NIC) (2013), intervensi

atau rencana keperawatan hambatan mobilitas fisik. Tujuan setelah dilakukan

tindakan keperawatan diharapkan Ny.T bisa melakukan aktivitas secara

mandiri dengan kriteria hasil joint movement : active, mobility Level, self care

: ADLs, transfer performance. Intervensi yang dilakukan adalah pantau

tingkat mobilisasi pasien.Monitor pasien dalam penggunaan kruk atau alat

bantu berjalan lainnya. Pantau gerakan dan ektremitas pasien. Bantu pasien

melakukan ambulasi secara bertahap dan sesuai kebutuhan. Anjurkan

penggunaan alat bantu yang diperlukan. Anjurkan pasien melakukan

perubahan posisi. Kolaborasi dalam pemberian tindakan non farmakologi :

terapi fisik untuk latihan ambulasi.

Berdasarkan diagnosa keperawatan ketiga, ketidakefektifan pemberian

ASI berhubungan dengan refleks menghisap buruk. Tujuannya adalah setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan pemberian

Air Susu Ibu menjadi efektif, dengan kriteria hasil bayi dapat tidur dengan

pulas, bayi tidak rewel, bayi tidak kuning atau ikterik, turgor kulit bayi baik,

ASI dapat keluar dengan lancar, payudara teraba lunak, payudara menjadi
79

kosong dan ibu terlihat puas setelah menyusui bayinya (Moorhead, dkk.

2013).

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis dapat membuat

perencanaan yaitu pantau ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi ke

putting dengan rasional mengetahui ketrampilan ibu saat menyusui bayi.

Ajarkan cara penyimpanan dan menghindari memberikan susu botol dengan

rasional mencegah terjadinya kerusakan pada ASI dan menghindari

pemberian MPASI. Berikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya dan

manfaat ASI bagi bayi dengan rasional menambah pengetahuan ibu tentang

pentingnya ASI dan manfaat ASI bagi bayi. Lakukan tindakan massase

rolling punggung. Demonstrasikan cara menyusui yang benar dengan rasional

menambah pengetahuan ibu tentang cara menyusui yang benar (Moorhead,

dkk. 2013).

Menurut Nursing interventions classification (NIC) (2013), Intervensi

atau rencana keperawatan yang dilakukan untuk ketidakefektifan pemberian

ASI berhubungan dengan refleks menghisap buruk. Tujuannya setelah

dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pemberian ASI menjadi efektif

dengan kriteria hasil breastfeding ineffective, breathing pattern ineffective,

breasfeeding interupted. Intervensi yang dilakukan adalah kaji kemampuan

bayi untuk latch on dan menghisap secara efektif. Pantau ketrampilan ibu

dalam menempelkan bayi ke puting. Pantau berat badan dan pola eliminasi

bayi, memberikan informasi tentang laktasi dan tehnik menyusui yang benar.

Memberikan informasi tentang keuntungan dan kerugian pemberian asi.


80

Mengevaluasi pola menghisap atau menelan bayi. Kolaborasi dengan

keluarga atau suami untuk memberikan dukungan dan motivasi untuk

menyusui.

Berdasarkan diagnosa keperawatan keempat resiko infeksi berhubungan

dengan prosedur invasif. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3X24 jam diharapkan tidak terjadi tanda - tanda infeksi

dengan kriteria hasil tidak terdapat tanda - tanda infeksi seperti rubor, dolor,

kalor, tumor dan fungsiolaesa.Suhu tubuh dalam batas normal (36,50C -

37,50C). Leukosit dalam rentang normal (4,5 - 11,0 ribu/ul). Luka bersih.

Tidak ada rembesan darah pada perban (Moorhead, dkk. 2013).

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis dapat membuat

perencanaan yaitu monitor tanda dan gejala infeksi dengan rasional

mengetahui kondisi luka dan tanda - tanda infeksi pada luka. Ajarkan cara

menghindari infeksi dengan rasional mencegah terjadinya infeksi. Lakukan

perawatan luka pada area insisi dengan rasional menjaga luka tetap bersih dan

tidak terjadi infeksi. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat

golongan antibiotik (ceftriaxone) dengan rasional mempercepat penyembuhan

luka (Moorhead, dkk. 2013).

Menurut Nursing interventions classification (NIC) (2013), Intervensi

atau rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa resiko infeksi

berhubungan dengan prosedur invasif. Tujuannya setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan tidak ada tanda - tanda infeksi dengan kriteria hasil

immune status, knowledge : infection control, risk control. Intervensi yang


81

dilakukan adalah pantau tanda - tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala

infeksi. Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana menghindari infeksi.

Berikan promosi kesehatan tentang asupan gizi yang tepat. Kolaborasi dalam

pemberian tindakan farmakologi: pemberian obat antibiotik.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi diagnosa keperawatan pertama yang dilakukan pada

tanggal 13 - 15 Maret 2015 yaitu mengkaji karakteristik nyeri, didapatkan

hasil respon subjektif pasien mengatakan nyeri setelah operasi, nyeri seperti

tersayat - sayat, nyeri pada perut bagian bawah dengan skala nyeri 6 menjadi

2, nyeri terasa sewaktu - waktu. Respon objektif pasien tampak meringis

kesakitan menahan nyeri, pasien tampak menjaga area nyeri. Nyeri

merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi

pengalaman nyeri pada individu (Potter dan Perry, 2006).

Implementasi selanjutnya mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam,

didapatkan hasil respon subjektif pasien mengatakan lebih rileks dan respon

objektif pasien pasien tampak lebih nyaman. Relaksasi pernafasan yang

teratur dapat membantu untuk mengurangi keletihan dan ketegangan otot

yang terjadi akibat meningkatnya nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002 dalam

Widiasih, 2012).

Implementasi berikutnya memberikan posisi yang nyaman

(semifowler), didapatkan hasil respon subjektif pasien mengatakan lebih

nyaman. Respon objektif pasien tampak nyaman dengan posisi setengah


82

duduk. Kenyamanan merupakan pengalaman subjektif klien dengan cara yang

konsisten (Potter dan Perry, 2006).

Implementasi berikutnya mengobservasi vital sign, didapatkan hasil

tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 90 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu

36,50C. Nyeri akut yang dirasakan ibu post partum dapat mempengaruhi

perubahan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu (Pillitteri dkk, 2005

dalam Mahmudah, 2010). Sehingga, perlu dilakukan monitoring vital sign.

Implementasi berikutnya pemberian obat analgesik ketorolac dengan

dosis 30 mg melalui injeksi intravena sesuai advice dokter. Analgesik

berfungsi untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sampai

berat setelah prosedur pembedahan dan kontra indikasinya yaitu alergi

terhadap ketorolac, ulkus peptikum aktif, pasien yang diduga atau didiagnosis

menderita penyakit serebavaskular, distensi hemoragik (gangguan

hemostatis) antara lain gangguan koagulasi, karena ketorolac menghambat

agregasi trombosit sehingga dapat memperpanjang waktu perdarahan,

hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain, gangguan ginjal derajat sedang

- berat, hamil, persalinan, melahirkan atau menyusui (ISO, 2012).

Didapatkan hasil respon subjektif pasien mengatakan nyeri saat obat

masuk. Respon objektif pasien tampak meringis kesakitan dan tidak ada

perubahan pernafasan. Pemberian obat analgesik ketorolak dapat

menghambat sintesa prostagladin melalui penghambatan enzim siklo-

oksigenase, enzim siklooksigenase dibutuhkan untuk mensintesa suatu sensor

nesiseptik perifer yang dapat menimbulkan nyeri (Sulistyawati, 2009).


83

Implementasi diagnosa keperawatan kedua, yang dilakukan pada

tanggal 13 - 15 Maret 2015, yaitu kaji kemampuan pasien dalam melakukan

mobilisasi, didapatkan hasil respon subjektif pasien mengatakan sudah bisa

miring kanan kiri dan duduk. Respon objektif aktivitas tampak dibantu

keluarga. Mobilisasi dapat mengganggu fungsi metabolik normal antara lain

laju metabolik, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein,

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan

gangguan pencernaan (Cance dan Huether ,1994 dalam Potter dan Perry,

2006).

Implementasi berikutnya, mengajarkan pasien tentang bagaimana

merubah posisi dan melakukan mobilisasi secara bertahap, didapatkan hasil

respon subjektif pasien mengatakan sudah bisa melakukan sedikit aktivitas

secara mandiri. Respon objektif pasien tampak masih dibantu keluarga.

Mobilisasi dini pada ibu post partum dapat mempengaruhi penurunan fundus

uteri sekitar 1 - 2 cm (Prawirodiharjo, 2006 dalam Masruroh, 2001).

Implementasi terakhir, membantu pasien dalam melakukan kegiatan

dan melibatkan keluarga dalam melakukan latihan, didapatkan hasil respon

subjektif pasien mengatakan bersedia dibantu dalam melakukan latihan.

Respon objektif pasien tampak dibantu keluarga dan perawat. Meningkatkan

dan membantu dalam berjalan untuk mempertahankan atau mengembalikan

fungsi tubuh selama pengobatan dan pemulihan dari kondisi sakit atau cidera

(Wilkinson, 2012).
84

Implementasi pada diagnosa keperawatan ketiga, yang dilakukan pada

tanggal 13 - 15 Maret 2015, yaitu pantau ketrampilan ibu dalam

menempelkan bayi ke putting, didapatkan hasil respon subjektif pasien

mengatakan ASI belum keluar. Respon objektif payudara teraba keras,

putting susu menonjol, payudara tampak membesar, tampak pori - pori pada

aerola tidak membesar. Untuk mendapatkan perlekatan yang maksimal

penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu dalam

posisinya tegak lurus terhadap pangkuannya (Sulistyawati, 2009).

Implementasi selanjutnya, melakukan massase rolling punggung

selama kurang lebih 15 menit yang dilakukan 12 jam setelah post sectio

caesarea selama 2 hari pagi hari, didapatkan hasil respon subjektif pasien

mengatakan bersedia dilakukan massase rolling. Respon objektif pasien

tampak rileks dan ASI sudah keluar sedikit. Tindakan massase rolling

punggung dapat mempengaruhi pengeluaran hormon prolaktin yang

berfungsi sebagai stimulasi produksi ASI pada ibu selama menyusui.

Tindakan ini juga dapat membuat rileks pada ibu dan melancarkan aliran

syaraf serta saluran ASI pada kedua payudara (Amin, 2011).

Pemberian tindakan massase rolling punggung pada pasien post sectio

caesarea untuk meningkatkan produksi ASI, tindakan ini juga didukung oleh

jurnal penelitian Amin (2011) yang berjudul efektifitas massase rolling

(punggung) terhadap produksi ASI pada ibu post operasi sectio caesareadi

rumah sakit muhammadiah Palembang. Hasil penelitian tersebut terdapat

pengaruh peningkatan produksi ASI pada ibu dengan post sectio caesarea
85

yang dapat diukur dari frekuensi BAB dan BAK, lama tidur bayi setelah

menyusu, berat badan bayi setelah dilakukan tindakan massase rolling

punggung.

Prosedur tindakan massase rolling punggung dilakukan dengan cara

melakukan pemijatan melingkar menggunakan kedua ibu jari pada area

punggung untuk menstimulasi produksi ASI (Dalimartha, 2009). Tehnik

pemijatan pada tulang belakang (costae 5-6 sampai scapula dengan gerakan

memutar) (Desmawati, 2013).

Implementesi berikutnya, mengobservasi setelah dilakukan tindakan

massase rolling punggung selama kurang lebih 15 menit, didapatkan hasil

pasien mengatakan ASI sudah keluar sedikit, ASI sudah keluar sedikit dan

payudara teraba sedikit lunak, berat badan bayi 2200 menjadi 2250 gram,

BAB 1-2X, BAK 1-4X, jumlah skor 4. Untuk membuktikan keefektifan dari

tindakan massase rolling punggung terhadap peningkatan produksi ASI pada

ibu post sectio caesarea yang didukung oleh jurnal Amin (2011).

Implementasi berikutnya, mengobservasi pengeluaran ASI, didapatkan

hasil respon subjektif pasien mengatakan ASI sudah keluar tetapi masih

belum lancar. Respon objektif payudara teraba lunak, ASI sudah keluar serta

pori - pori pada aerola sudah sedikit membesar. Ibu dengan post sectio

caesarea ASI sedikit sulit keluar karena ibu mengalami pembiusan selama

tindakan pembedahan, tindakan pembedahan tersebut mengakibatkan

penurunan hormon estrogen yang menstimuasi pengeluran ASI (Sulistyawati,

2009).
86

Implementasi terakhir, mengajarkan cara perawatan payudara,

didapatkan hasil respon subjektif pasien mengatakan merasa nyaman setelah

melakukan perawatan payudara. Respon objektif pasien tampak rileks, ASI

sudah keluar, payudara teraba sedikit lunak, putting susu menonjol

mengajarkan cara menyusui dengan benar. Perawatan payudara sangat

penting dilakukan selama masa menyusui, karena payudara merupakan satu -

satunya penghasil ASI yang merupakan makanan pokok bayi sehingga harus

dilakukan perawatan payudara sedini mungkin (Rahmawati dan

Setyaningrum, 2009). Hal tersebut didukung oleh Astuti, 2013 bahwa

peningkatan produksi ASI bisa dilihat dari frekuensi BAK dan BAB, lama

tidur bayi setelah menyusu, dan berat badan bayi.

Implementasi pada diagnosa keempat, yang dilakukan pada tanggal 13 -

15 Maret 2015, yaitu memonitor tanda dan gejala infeksi, didapatkan hasil

respon objektif luka tampak bersih, tidak terdapat tanda - tanda infeksi (rubor,

dolor, kalor, tumor, fungsiolaesa), tidak ada rembesan darah pada perban,

suhu 36,50C dan Leukosit 8,9 ribu/ul. Mencegah dan mendeteksi dini infeksi

yang terjadi pada pasien yang berisiko terjadi infeksi (Wilkinson, 2012).

Implementasi selanjutnya, melakukan perawatan luka insisi pada luka

bekas post sectio caesarea, didapatkan hasil data subjektif pasien mengatakan

merasa nyaman setelah di ganti balut. Respon objektif luka tampak sudah

kering, tidak terdapat tanda - tanda infeksi ( rubor, dolor, kalor, tumor,

fungsio laesa), luka melintang dengan panjang kurang lebih 12 cm dan luka

di balut dengan perban. Mobilisasi dini merupakan faktor eksternal selain


87

perawatan luka, sedangkan factor internal yaitu budaya makan atau pola

konsumsi mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka dan mencegah

terjadinya infeksi (Manuaba, 2004 dalam Ratnawati dkk, 2012).

Implementasi selanjutnya, memberikan injeksi ceftriaxone 2 gr melalui

intravena, didapatkan hasil respon subjektif pasien mengatakan terasa sakit

saat obat masuk. Respon objektif tidak ada tanda - tanda alergi. Penggunaan

antibiotik memungkinkan munculnya mikroba resisten serta dapat

mengendalikan kuman - kuman pada daerah luka operasi (Muhlis dkk, 2011).

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang dilakukan penulis selama 3 X 24 jam pada tanggal 13 -

15 Maret 2015 didapatkan hasil pada diagnosa pertama nyeri akut pada Ny. T

belum teratasi karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan,

nyeri masih dirasa saat melakukan aktivitas dengan skala nyeri 5 menjadi 1

dan terasa sewaktu -waktu atau hilang timbul, perencanaan tindakan

selanjutnya dihentikan karena pasien pulang (Discharge planning).

Hasil evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 13 - 15 Maret 2015

pada diagnosa keperawatan kedua, hambatan mobilitas fisik pada Ny. T

teratasi sebagian, karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan,

pasien belum bisa melakukan aktivitas secara mandiri, aktivitas Ny. T masih

dibantu keluarga, perencanaan dihentikan karena pada pengkajian hari

terakhir masalah teratasi dan sudah sesuai dengan kriteria hasil dan tujuan

yang sudah ditetapkan.


88

Hasil evaluasi yang dilakukan penulis selama 3 X 24 jam pada diagnosa

keperawatan ketiga, ketidakefektifan pemberian ASI sudah teratasi sebagian

karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan, ASI masih keluar

sedikit, payudara masih teraba keras, berat badan bayi 2250, BAB 1X dan

BAK 3X perencanaan dihentikan karena pada pengkajian hari terakhir

masalah sudah teratasi dan sudah sesuai dengan kriteria hasil dan tujuan yang

sudah ditetapkan.

Evaluasi dari penerapan tindakan massase rolling punggung dalam

peningkatan produksi ASI mampu meningkatkan produksi ASI pada Ny. T

yang dilakukan massase rolling. Artinya penerapan tindakan yang sudah

dilakukan penulis sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amin

(2011) tentang efektifitas massase rolling punggung terhadap peningkatan

produksi ASI pada ibu post sectio caesarea, mampu meningkatkan produksi

ASI pada ibu post sectio caesarea.

Hasil evaluasi yang dilakukan penulis selama 3 X 24 jam pada tanggal

13 - 15 Maret 2015 pada diagnosa resiko infeksi sudah teratasi, karena sudah

sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan, terdapat luka bekas operasi,

tidak ada tanda - tanda infeksi, suhu tubuh 36,50C dan nilai Leukosit 8,9

ribu/ul.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. T, dari

pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan, implementasi dan evaluasi

tentang penerapan tindakan massase rolling punggung terhadap peningkatan

produksi ASI pada ibu post sectio caesarea di Ruang Mawar 1 Rumah Sakit

Umum Dr. Moewardi Surakarta,maka penulis menarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Pengkajian

Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 13 Maret 2015

didapatkan hasil antara lain data subjektif pasien mengatakan nyeri

setelah operasi sectio caesarea, nyeri terasa seperti tersayat - sayat, nyeri

dibagian perut bawah dengan skala 6, nyeri terasa ketika pasien

melakukan aktivitas dan dirasakan hilang timbul. Data objektif pasien

tampak meringis kesakitan menahan nyeri, pasien tampak merintik

kesakitan, memegangi daerah bekas luka operasi sectio caesarea, hasil

pemeriksaan tanda - tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 90

x/menit, suhu 36,50C, pernafasan 20 x/menit.

Pengkajian selanjutnya didapatkan hasil data subjektif pasien

mengatakan semua aktivitaas di bantu keluarga seperti makan, minum,

toileting, dan berpindah. Data objektif pasien tampak hanya tiduran di

89
90

tempat tidur dan semua aktifitas dibantu keluarga (makan minum, mandi,

toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi),

pasien tampak tidak bisa mobilitas secara mandiri, kekuatan otot 4

Pengkajian selanjutnya didapatkan hasil data subjektif pasien

mengatakan air susu ibu (ASI) belum keluar. Data objektif payudara

teraba keras, putting susu menonjol, payudara tampak membesar, terlihat

hiperpigmentasi aerola menjadi kehitaman.

Pengkajian selanjutnya didapatkan hasil data subjektif pasien

mengatakan terdapat luka bekas operasi di perut bawah. Data objektif

terdapat luka post sectio caesaria pada perut bagian bawah regio 8, tidak

terdapat tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsilaesa)

dengan suhu 36,50C dan leukosit 8,9 ribu/ul.

2. Diagnosa keperawatan

Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis merumuskan

diagnosa dan membuat prioritas diagnosa keperawatan yang pertama

nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Diagnosa kedua

hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketahanan

tubuh. Diagnosa ketiga ketidakefetifan pemberian ASI berhubungan

dengan refleks menghisap buruk. Diagnosa keempat resiko infeksi

berhubungan prosedur invasif.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi yang dibuat oleh penulis pada diagnosa pertama yaitu,

kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) dengan rasionalnya mengetahui


91

karakteristik nyeri dan menentukan tindakan yang dilakukan selanjutnya,

berikan posisi yang nyaman (semifowler), kenyamanan dan mengurangi

nyeri, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter

untuk pemberian obat analgesik (ketorolac 30mg).

Intervensi yang dibuat oleh penulis untuk diagnosa kedua yaitu,

kaji kemampuan pasien dalam melakukan mobilisasi, ajarkan pasien

tentang bagaimana merubah posisi dan melakukan mobilisasi secara

bertahap, bantu pasien dalam melakukan kegiatan dan melibatkan

keluarga dalam melakukan latihan, kolaborasi dengan ahli terapi fisik

atau okupasi dalam rencana aktivitas yang akan dilakukan.

Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa ketiga yaitu, pantau

ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi ke putting, ajarkan cara

penyimpanan dan menghindari memberikan susu botol, berikan

pendidikan kesehatan tentang pentingnya dan manfaat ASI bagi bayi, dan

demonstrasikan cara menyusui yang benar, berikan tindakan massase

rolling punggung yang dilakukan selama 15 menit.

Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa keempat yaitu, monitor

tanda dan gejala infeksi, ajarkan cara menghindari infeksi, lakukan

perawatan luka pada area insisi, dan kolaborasi dengan dokter untuk

pemberian obat golongan antibiotik.

4. Implementasi keperawatan

Penulis melakukan implementasi berdasarkan perencanaan yang

sudah penulis tetapkan.


92

5. Evaluasi keperawatan

Setelah penulis melakukan implementasi keperawatan, maka

penulis melakukan evaluasi keperawatan selama 3 X 24 jam didapatkan

hasil masalah keperawatan nyeri akut tidak teratasi karena pasien pulang

(Dishcharge planning), masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik

sudah teratasi, masalah keperawatan resiko infeksi sudah teratasi. Dan

masalah keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI sudah teratasi.

6. Analisa hasil penerapan massase rolling

Hasil penerapan tindakan keperawatan massase rolling punggung

yang dilakukan selama 3 hari, mampu meningkatkan produksi ASI pada

Ny. T dengan post sectio caesarea.

B. Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan

post sectio caesarea penulis memberikan masukan positif khususnya

dibidang kesehatan antara lain:

1. Bagi Pasien

Diharapkan pasien dengan post sectio caesarea dapat melakukan

perawatan dan memberikan ASI secara optimal kepada bayi. Untuk

mengatasi masalah dalam pemberian ASI pasien dapat meminta bantuan

petugas untuk melakukan tindakan massase rolling punggung.


93

2. Rumah Sakit

Post sectio caesarea merupakan masalah yang dapat menganggu proses

laktasi karena pasien dilakukan tindakan anastesi yang dapat

mempengaruhi hormon oksitosin yang dapat menghambat proses laktasi,

sehingga perawat perlu melakukan tindakan non farmakologi massase

rolling punggung untuk menstimulasi hormon oksitosin dan membuat ibu

rileks.

3. Bagi Pendidikan

Diharapkan aplikasi riset ini dapat menjadi bahan referensi bagi institusi

pendidikan tentang penerapan massase rolling punggung pada pasien

post sectio caesarea.

4. Bagi penulis

Sebaiknya dilakukan modifikasi tindakan lain seperti memodifikasi

ruangan sehingga pasien merasakan rileks. Selain itu penulis diharapakan

dapat melibatkan keluarga dalam upaya perawatan pada pasien post

sectio caesarea.
DAFTAR PUSTAKA

Allen C V . 1998 . Memahami proses keperawatan dengan pendekatan latihan .


EGC . Jakarta

Amin M, Rehana, Jaya H . 2011 . Efektifitas massase rolling (punggung)


terhadap produksi ASI pada ibu post sectio caesarea di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang. Jurnal Keperawatan.

Anggorowati dan Sudiharjani . 2012 . Mobilisasi dini dan penyembuhan luka


operasi pada ibu post sectio caesarea (SC) di Ruang Dahlia Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Salatiga. Jurnal Maternitas.

Asmadi . 2008 . Konsep dasar keperawatan . Jakarta . EGC

Astuti Puji H . 2012 . Buku ajar asuhan kebidanan ibu I . Rahma Press .
Yogyakarta

Bulechek M G, dkk . 2013 . Nursing Interventions Classification (NIC).

Chandranita I A, Fajar I B G, dkk . 2010 . ilmu kebidanan penyakit kandungan


dan KB. Edisi 2 . EGC . Jakarta

Debora O . 2013 . Proses keperawatan dan pemeriksaan fisik . Salemba Medika :


Jakarta

Desmawati . 2013. Penentu Kecepatan pengeluaran Air susu ibu (ASI) setelah
sectio caesarea. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional vol 7 no 8 : 360
364

Doengoes E M dan Moorhouse M F . 2001 . Rencana Perawatan Maternal / Bayi.


Edisi 2. EGC. Jakarta.

Herdman T H . 2012 - 2014 . Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012 - 2014 . EGC . Jakarta

Hidayat A A A . 2008 . Pengantar kesehatan ilmu anak untuk pendidikan


kebidanan . Salemba Medika . Jakarta

Hikmawati, I. 2008. Faktor - faktor risiko kegagalan pemberian ASI selama 2


bulan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Semarang

Ida. 2012. Faktor - faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI Ekslusif 6
bulan di wilayah kerja puskesmas Kemiri Muka Kota Depok tahun
2011. Tesis. Magister ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta.
Jitowiyono. S dan Kristiyanasari.W. 2012. Asuhan keperawatan Post Operasi.
Nuha Medika . Yogyakarta.

Kusuma Y . 2006 . Faktor - faktor resiko yang berpengaruh terhadap persalinan


dengan tindakan. Tesis . Program Pasca Sarjana. Semarang

Mahdiyah D . 2013 . Hubungan mobilisasi dini dengan penurunan tinggi fundus


uteri pada ibu post partum di BLUD Rumah Sakit H. Moch Ansari Saleh
Banjarmasin . Jurnal Kebidanan. Vol 11 no 11 hal : 14 - 23.

Mahmudah . 2010 . Pengaruh persalinan dengan omplikasi terhadap kemungkinan


terjadinya post partum blues di kota Semarang . Tesis . Program Magister
Ilmu Keperawatan Depok . FIK UI

Masruroh . 2010 . pengaruh senam nifas terhadap penurunan tinggi fundus uteri
pada ibu post partum. Jurnal Kebidanan.

Mochtar R. 2011. Sinopsis obstetri. Jilid 2. EGC . Jakarta.

Moorhead S, dkk . 2013 . Nursing Outcomes Classification (NOC) Measurement


of Health Outcomes.

Muhlis M , Supadmi W, Muhartati S A . 2007 . Analisis Cost Effectiviness


penggunaan seftriakson dan sefotoksin pada terapi profilaksis
apendiktomi di Rumah Sakit Pku Muhammadiah Yogyakarta . Jurnal
Ilmiah Kefarmasian. Vol 1 no 2 hal : 79 89

Natia Wiji R . 2013 . ASI dan Panduan ibu menyusui. Nuha Medika . Yogyakarta

Nugroho T. 2011. Asuhan Keperawatan. Nuha Medika . Yogyakarta.

Nurarif A M dan Kusuma H . 2013 . Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan NANDA, NIC - NOC. Jilid 1 . Media Action
Publishing . Yogyakarta

Nurarif A M dan Kusuma H . 2013 . Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan NANDA, NIC - NOC. Jilid 2 . Media Action
Publishing . Yogyakarta

Pitriani R dan Andiyani R . 2014 . Panduan lengkap asuhan kebidanan ibu nifas
normal (ASKEP III ). Deepublish . Yogyakarta

Potter dan Perry . 2006 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 . EGC .
Jakarta

Prawirohardjo S . 2009 . Ilmu kebidanan . Edisi 4 . PT bina pusataka . Jakarta


Rahmawati dan Setyaningrum . 2009 . Stimulasi refleks oksitosin terhadap
kejadian bendungan ASI pada post partum primipara . Jurnal Kebidanan
Stikes Muhammadiah Klaten.

Setyarini , Barus, Dwikan . 2003 . Perbedaan alat ganti verband antara dressing
set dan dressing trolley terhadap resiko infeksi nosokomial dalam
perawatan luka post operasi. Jurnal kesehatan Stikes Santo Borromeus.

Sri Purwanti . 2004 . Konsep penerapan ASI Ekslusif. EGC . Jakarta

Sulistyowati R . 2009 . Perbedaan pengaruh pemberian ketorolac dan


dekskeroprofen sebagai analgesik pasca bedah terhadap agresi trombosit.
Tesis . Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan program
pendidikan dokter spesialis ilmu anastesi. Semarang.

Sulisyawati A . 2009. Buku ajar asuhan kebidanan pada ibu nifas . Andi .
Yogyakarta

Suryani E dan Astuti E W . 2013 . Pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI
pada ibu post partum di BPM wilayah kabupaten Klaten . no 2. Vol 2 : 41
155

Triyono B witoyo . 2011 . Remedial massage . Nuha medika . Jakarta

Veibymiaty S, Rina K, Michael K . 2014 . Faktor - faktor yang berperan


meningkatnya angka kejadian sectio caesarea Di Rumah Sakit Umum
Daerah liun Kendage Tahuna. Ejournal Keperawatan. Vol 2 No 1. Hal 1
7

Walyani E S . 2015 . Asuhan keperawatan kegawatdaruratan Maternal dam


Neonatal . PT pustaka baru . Yogyakarta.

Widiasih . 2012 . Penurunan intensitas nyeri akibat luka post sectio caesarea
setelah dilakukan tehnik relakasasi pernafasan menggunakan aromaterapi
lavender di Rumah Sakit Al Islam Bandung.

Wilkinson J M dan Ahem N R . 2012. Diagnosa Keperawatan . Edisi 9 . Jakarta :


EGC

Wuryanti A . 2010 . Hubungan anemia dalam kehamilan dengan perdarahan post


partum karena atonia uteri di RSUD Wonogiri. KTI program studi DIV
Kebidanan Fakultas Kedokteran UNS. Surakarta

Anda mungkin juga menyukai