Anda di halaman 1dari 13

STANDAR 16

PENANGANAN PERDARAHAN DALAM KEHAMILAN PADA TRIMESTER 3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-N
YA penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Standar 16 : Penanganan Perdarahan dalam Kehami
lan pada Trimester III yang merupakan salah satu tugas dari dosen mata kuliah Mutu Layanan Kebidan
an.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan
karena terbatasnya kemampuan yang penulis miliki, karena itu penulis mohon maaf dan mengharapkan
kritik serta saran yang membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswi Kebidanan Polte
kkes kemenkes Palu.

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............ i

KATA PENGANTAR...... ii

DAFTAR ISI.... iii

I. STANDAR I6.......................................................................... ....... 1

II. MATERI

A. Plasenta Previa... 1

B. Solusio Plasenta.................................................................... ........ 9

C. Vasa Previa ......................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA... iv

STANDAR PENANGANAN KEGAWATAN OBSTETRI DAN NEONATAL

I. STANDAR 16

PENANGANAN PERDARAHAN DALAM KEHAMILAN PADA TRIMESTER III

Tujuan : Mengenali dan melakukan tindakan cepat dan tepat pada perdarahan dalam trimester 3 keha
milan.

Pernyataan Standar : Bidan mengenali secar tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta
melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.

II. MATERI PERDARAHAN DALAM KEHAMILAN PADA TRIMESTER III

A. PLASENTA PREVIA

1. Definisi
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah anak atau pl
asenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapatkan penanganan se
gera bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu sebabnya adalah plaenta previa. Perempuan hamil
yang ditengarai menderita plasenta previa harus segera dirujuk dan diangkut ke rumah sakit terdekat ta
npa melakukan periksa dalam karena perbuatan tersebut memprovokasi perdarahan berlangsung sema
kin deras dengan cepat. (Sarwono, 2009 : 495).

Pada kondisi ini, plasenta terimplantasi sebagian atau keseluruhan di uterus bagian bawah, baik di dindi
ng anterior ataupun posterior. Lokasi anterior tidak seserius lokasi posterior. Bagian bawah uterus berke
mbang dan meregang secara cepat setelah kehamilan 12 minggu. Pada minggu berikutnya, hal ini dap
at menyebabkan terpisahnya plasenta dan terjadi perdarahan. Perdarahan terjadi akibat pemutusan ant
ara trofoblas plasenta dan snius darah vena ibu. Pada beberapa kasus, perdarahan dapat dipicu oleh ko
itus. Plasenta previa menyebabkan ibu dan janin mengalami risiko tinggi dan hal ini merupakan salah sa
tu kedaruratan kebidanan. (Myles.2011:294).

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segemen bawah rahim demikian rupa sehingg
a menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. (Sarwono, 2009 : 495).

2. Klasifikasi

Derajat plasenta previa :

a. Plasenta previa tipe 1 : sebagian besar plasenta terletak di segmen atas uterus. Kelahiran per vag
ina masih dapat dilakukan. Perdarahan biasanya ringan, serta ibu dan janin tetap berada dalam kondisi
yang baik.

b. Plasenta previa tipe 2 : sebagian plasenta terletak di uterus bagian bawah dekat tulang serviks i
nternal( (palsenta previa marginal). Kelahiran per vagina dapat dilakukan, terutama jika plasenta berada
di bagian anterior. Perdarahan yang terjadi biasanya sedang meskipun kondisi ibu dan janin dapat berv
ariasi. Hipoksia janin lebih sering terjadi daripada syok maternal.

c. Plasenta previa tipe 3 : plasenta terletak di atas tulang serviks internal, tetapi bukan di tengah. P
erdarahan biasanya berat, terutama di akhir kehamilan ketika bagian bawah meregang dan serviks mul
ai mengalami penipisan dan dilatasi. Kelahiran per vagina tidak dapat dilakukan karena plasenta berada
di depan janin.

d. Plasenta previa tipe 4 : Plasenta terletak dibagian tenga di atas tulang serviks internal dan dapat
menyebabkan perdarahan hebat. Seksio sesaria perlu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan j
anin. (Myles.2011:294-295).
Klasifikasi didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pa
da waktu tertentu, meliputi :

a. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internu
m.

b. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.

c. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri intern
um.

d. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian r
upa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak lebi
h dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. (sarwono,2009:496).

Menurut Bewone, kalsifikasi plasenta previa adalah :

a. Tingkat I : lateral plasenta previa: pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke SBR, namun tidak s
ampai ke pinggir pembukaan.

b. Tingkat II : marginal plasenta previa : plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostea).

c. Tingkat III : complete plasenta previa : plasenta menutupi ostea waktu tertutup dan tidak menutu
pi bila pembukaan hampir lengkap.

d. Tingkat IV : central plasenta previa : plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir leng
kap. (Ibnu,dkk.2013:118).

3. Insiden

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 30 tahun. Jug
a lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Uterus bercacat ikut mempert
inggi angka kejadiannya. Pada beberapa RSUP dilaporkan insidennya berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9
%. Di negara maju insidennya lebih rendah yaitu kurang dari 1 % mungkin disebabkan berkurangnya pe
rempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan USG dalam obstetrik yang memungkink
an deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.

4. Etiologi

Penyebab blastokista berimplasntasi pada SBR belumlah diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebet
ulan saja blastokista menimpa desidua di daera SBR tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain
mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mu
ngkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya beka
s bedah sesar, kerokan, miomektomi dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian
atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor risiko tinggi terjadinya plasenta
previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali.

Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previ lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat k
arbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya k
ompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa me
nyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke SBR sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium ut
eri internum. ( Sarwono,2009:505).

5. Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh ka
rena telah mulai terbentuknya SBR, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui
tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi
bagian dri uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi SBR, maka plasenta yang berimplantasi disitu
sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikia
n pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta
yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yait
u dari ruangan intervilus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan SBR itu perdarahan pada p
lasenta previa betapapun pasti akan terjadi(unovoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipe
rmudah dan diperbanyak oleh karena SBR dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena el
emen otot yang dimilikinya sangat minimal dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup sempurna. (Sarwono.2009:496-497)

6. Gambaran Klinik

Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui vagin
a tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan per
tama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab y
ang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan
yang lebih banyak bahkan sepertimengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada w
aktu mulai persalinan, perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan d
iperhebat berhubung SBR tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim.
7. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita plase
nta previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan fatal.

a. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari temp
at melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu ti dak dap
at dicegah sehingga penderita menjadi anemia dan bahkan syok.

b. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada SBR dan sifat segmen yang tipis mudahlah jaringan
trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta.

c. Serviks dan SBR yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai oleh p
erdarahan yang banyak.

d. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih sering diambil t
indakan operasi dengan segala konsekuensinya.

e. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh karena tindakan termi
nasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.

f. Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan, selain masa rawatan yang
lebih lama adalah berisiko tinggi untuk solusio plasenta, SC, kelainan letak janin, perdarahan pasca pers
alinan, kematian maternal akibat perdarahan dan DIC ( Disseminated Intravascular Coagulation ).

Adapun komplikasi lain dari plasenta previa adalah :

a. Syok maternal akibat kehilangan darh dan hipovelemia.

b. Komplikasi anastesi dan operasi, yang lebih sering terjadi pada ibu yang menderita plasenta previa
mayor, dan persiapan operasi yang kurang optimal ( Lewis & Drife 2001)

c. Plasenta akreta, pada 15 % ibu yang menderita plasenta previa

d. Embolisme udara, kadang terjadi jika sinus yang berada di dasar plasenta mengalami kerusakan

e. Perdarahan pascapartum, terkadang perdarahan yang tidak terkontrol dapat terus terjadi sekalipun
telah dilakukan pemberian obat uterotonik pada saat kelahiran dan histerektomi sesaria mungkin perlu
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu

f. Kematian maternal, suatu hal yang sangat jarang terjadi pada kondisi ini (Lewis & Drife 2001)
g. Hipoksia janin dan gejala sisanya akibat pemisahan plasenta

h. Kematian janin, bergantung pada usia gestasi dan jumlah darah yeng keluar.(Myles. 2011: 297).

8. Penanganan

Penanganan plasenta previa tergantung pada : Jumlah perdarahan, kondisi ibu dan jani
n, letak plasenta dan tahap kehamilan.

a. Penatalaksanaan konservatif : Penatalaksanaan ini sesuai jika perdarahan hanya sedikit dan ibu s
erta janin berada dalam kondisi baik. Ibu harus tetap dihospitalisasi sambil beristirahat hingga perdarah
an berhenti. Pemeriksaan dengan spekulum dapat dilakukan untuk mengesampingkan penyebab inside
ntal.

Ibu yang diminta untuk tinggal di rumah sakit selama berminggu-minggu akan memiliki keb
utuhan psikologis dan sosial tertentu.Terapi okupasi dapat membantu mengurangi kebosanan yang ser
ing kali dirasakan selama hospitalisasi yang cukup lama. Kunjungan ke unit khusus ke unit perawatan ba
yi yang dapat dilakukan keluarga, dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan ibu juga dapat mem
bantu mempersiapkannya menghadapi kelahiran prematur.

Persalinan per vagina dapat dilakukan pada plasenta previa tipe 1 dan jika menungkinkan jug
a dapat dilakukan pada plasenta previa tipe 2, kecuali jika plasenta terletak tepat di atas promontorium
sakrum yang rentan terhadap tekanan kepala janin yang mengalami penurunan dan dapat menghalang
i jalan lahir.

Bidan harus menyadari bahwa sekalipun persalinan per vaginja dapat dilakukan, masih terda
pat bahaya perdarahan pascapartum. Hal ini terjadi karena plasenta terletak di bagian bawah tempat te
rdapatnya kekurangan serat otot oblik yang mengakibatkan memburuknya gerakan ligamen.

b. Penatalaksanaan aktif

Peradarahan vaginal yang parah mengharuskan dilakukannya persalinan yang segera denga
n seksio sesarea tanpa mempedulikan letak plasenta. Hal ini harus dilakukan di unit yang memiliki peral
atan yang tepat untuk bayi baru lahir, terutama bayi prematur. ( Myles. 2011: 296-297).

Penanganan di rumah : pasien dianjurkan harus istirahat di tempat tidur. Jia perdarahan banyak pasien
dianjurkan untuk tidur miring atau menggunakan bantal dibawah pinggul kanannya untuk mencapai ag
ar panggul miring dan menghindari supine hypotensive syndrome. Perdarhan hebat terjadi jika terlihat
tanda : pucat, berkeringat, gelisah, merasa haus, denyut nadi meningkat, dan tekanan darah menurun. J
ika terjadi perdarahan pada kehamilan tidak boleh melakukan pemeriksaan dalam di rumah. (Marmi,dk
k.2011:84).
9. Prognosis

Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan de
ngan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG di samping keters
ediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap y
ang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan SC atau bertempa
t tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia t
inggi berkat sosialisasi program KB menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian, b
anyak kompilkasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi
kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi SC. Karenanya kelahiran prematu
r belum seluruhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yan
g melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prema
tur 47 %. Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum
terbukti.

B. SOLUSIO PLASENTA

1. Definisi

Solusio plasenta memiliki beberapa istilah yaitu abrupsio plasenta, ablasio plasenta dan
accidental hemorrhage. Solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa bagi ibu
hamil dan janinnya.

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasent
a dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni s
ebelum anak lahir. ( Sarwono, 2009 : 503).

2. Klasifikasi

a. Solusio Plasenta Ringan : luas plasentanya tidak sampai 25 %, atau ada yang menyebutkan kurang
dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml. Tumpahan darah yang keluar te
rlihat seperti pada haid bervariasi dari sedikit sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejala perdaraha
n sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu d
an janin belum ada.
b. Solusio Plasenta Sedang : luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25 %, tetapi belum mencapai s
eparuhnya (50 %). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum mencapai 1.000 ml.
Umumnya pertumpahan darah terjadi ke luar dan ke dalam bersama-sama. Gejala dan tanda sudah jela
s seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan t
akikardi.

c. Solusio Plasenta Berat : luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50 %, dan jumlah darah yang ke
luar telah mencapai 1.000 ml atau lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi ke luar dan ke dalam bersama-
sama. Gejala dan tanda klinik jelas, keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan hampir semua ja
ninnya meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguri biasanya telah ad
a.

3. Insiden

Melihat latar belakang yang sering di anggap sebagai faktor risiko diyakini bahwa insidensi solusio plas
enta semakin menurun dengan semakin baiknya perawatan antenatal sejalan dengan semakin baiknya
perawatan antenatal sejalan dengan semakin menurunnya jumlah ibu hamil usia dan paritas tinggi dan
membaiknya kesadaran masyarakat berperilaku lebih higienes. Transportasi yang lebih mudah member
i peluang pasien cepat sampai ke tujuan sehingga keterlambatan dapat dihindari dan solusio plasenta t
idak sampai menjadi berat dan mematikan bagi janin. Dalam kepustakaan dilaporkan insidensi solusio
plasenta 1 dalam 155 sampai 1 dalam 225 persalinan (yang berarti <0,5 %) di negara-negara Eropa untu
k solusio plasenta yang tidak sampai mematikan janin. Untuk solusio yang lebih berat sampai mematika
n janin insidensinya lebih rendah 1 dalam 830 persalinan (1974-1989) dan turun menjadi 1 dalam 1.550 p
ersalinan (1988-1999). Namun insidensi solusio plasenta diyakini masih lebih tinggi di tanah air dibandin
g dengan negara maju. (Sarwono.2009:505).

4. Etiologi

Sebab yang primer dari solusio plasenta tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa keada
an patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai solusio plasenta dan dianggap s
ebagai faktor risiko.( lihat tabel).Usia ibu dan paritas yang tinggi berisiko lebih tinggi. Perbedaan suku k
elihatan berpengaruh pada risiko. (Sarwono,2009:505).

Dikemukakan oleh para ahli berdasarkan teori, akibat turunnya tekanan darah secara tib
a-tiba oleh spasme dari arteri-arteri yang menuju keruangan intervillair maka terjadillah anoksemia dari
jaringan bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, spasme hilang, darah mengalir ke dalam intervi
li, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuhnya, mudah pecah, terjadinya hematoma ya
ng lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul dibelakang plasenta disebut he
matoma retroplasenter. ( Ibnu,dkk.2013:115).

Penyebab solusio plasenta dapat dikaitkan dengan trauma langsung pada kehamilan (ja
tuh saat hamil tua, trauma langsung pada perut), ibu yang mengidap tekanan darah tinggi, kehamilan d
isertai pre-eklampsia dan eklapmsia, ibu yang mengidap penyakit ginjal. (Manuaba.2009:103).

5. Patofisiologi

Sesungguhnya solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula d
ari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat implantasinya pada de
sidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu patofisiologinya bergantung pada etiologi. P
ada trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah desidua.

Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang disebabk
an oleh iskemia dan hipoksiaq. Terdapat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat berakibat kemati
an sel karena iskemia dan hipoksia pada desidua.

a. Pada pasien dengan korioamnionitis, misalnya pada ketuban pecah prematur, terjadi pelepasan
lipopolisakarida dan endotoksin lain yang berasal dari agensia yang infeksius dan menginduksi pemben
tukan dan penumpukan sitokines, elisikanoid dan bahan-bahan oksidan lain seperti superoksida.

b. Kelainan genetik berupa defisiensi protein C dan protein S keduanya meningkatkan pembentuk
an trombosis dan dinyatakan terlibat dalam etiologi pre-eklampsia dan solusio plasenta.

c. Pada pasien dengan penyakit trombofilia dimana ada kecenderungan pembekuan berakhir den
gan pembentukan trombosis di dalam desidua basalis yang mengakibatkan iskemia dan hipoksia.

d. Keadaan hyperhomocysteinemia dapat menyebabkan kerusakan pada endotelium vaskular yang


berakhir dengan pembentukan trombosis pada vena atau menyebabkan kerusakan pada arteria spirali
s yang memasok darah ke plasenta dan menjadi sebab lain dari solusio plasnta.

e. Nikotin dan kokain keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang bisa menyebabkan iskem
ia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam lesi seperti infark, oksidatif stres, apoptosis, dan nekros
is yang kesemuanya ini berpotensi merusak hubungan uterus dengan plasenta yang berujung kepada s
olusio plasenta. (Sarwono.2009: 507).

6. Gambaran Klinik
Tanda dan gejala abrupsio plasenta bergantung pada derajat pemisahan. Sifatnya bisa r
ingan disertai nyeri punggung dan kolik yang menyeluruh, dengan aktivitas uterus yang tidak terkoordi
nasi diselengi relaksasi uterus. Perdarahan yang terjadi bisa tersembunyi atau nyata. Gejala awal abrups
io plasenta sering kali disangka sebagai tanda persalinan prematur atau palsu. Persepsi wanita tersebut
terhadap nyeri dapat melebihi proporsi yang dirasa pemeriksa, dapat terjadi peningkatan tonus uteri di
antara apa yang dirasa sebagai kontraksi, dan wanita tersebut merasakan nyeri tekan lokal atau menyel
uruh pada uterus. Pada hipertonus klasik, karakteristik rahim seperti papan dan kaku uterus hanya terja
di pada kasus abrupsio yang luas.

7. Komplikasi

Komplikasi tergantung dari luasnya plasenta dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi yang dapat terjadi ialah perdarahan, kelainan pembekuan darah, oliguria, dan gawat janin b
ahkan sampai kematian. ( Marmi,dkk.2011:79).

Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah :

a. DIC merupakan komplikasi abrupsio plasenta sedang sampai berat.

b. Perdarahan pascapartum dapat terjadi akibat Couvelaire uterus (hipertonik uterus) dan/atau DI
C. Ergometrin intravena 0,5 mg diberikan pada saat persalinan sebagai tindakan profilaktik.

c. Gagal ginjal dapat terjadi akibat hipovelemia dan perfusi yang buruk ke ginjal.

d. Nekrosis pituitari merupakan kemungkinan lain yang dapat terjadi akibat hipotensi yang lama da
n berat (disebut juga sindrom Sheehan). (Myles.2011:301).

8. Penanganan

Semua pasien yang tersangka menderita solusio plasenta harus dirawat inap di rumah sakit yan
g berfasilitas cukup. Ketika masuk segera dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk kadar Hb dan
golongan darah serta gambaran pembekuan darah dengan memeriksa waktu pembekuan, waktu protr
ombin, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen dan kadar hancuran fibrin dan hancuran fibrinoge
n dalam plasma. Pemeriksaan dengan USG berguna terutama untuk membedakannya dengan plasenta
previa dan memastikan janin masih hidup.

Manakala diagnosis belum jelas dan janin masih hidup tanpa tanda-tanda gawat janin, observas
i yang ketat dengan kesiagaan dan fasilitas yang bisa segera diaktifkan untuk intervensi jika sewaktu-wa
ktu muncul kegawatan.
Penanganan ekspektatif pada kehamilan belum genap bulan berfaedah bagi janin, tetapi umun
ya persalinan preterm tidak terhindarkan baik spontan sebagai komplikasi solusio plasenta maupun ata
s indikasi obstetrik yang timbul setelah beberapa hari dalam rawatan. Pada kasus dimana telah terjadi k
ematian janin dipilih persallinan pervaginam kecuali ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan tr
anfusi darah yang banyak atau ada indikasi obstetrik lain yang menghendaki persalinan dilakukan perab
dominan.

Pemberian oksitosin dan amniotomi adalah dua hal yang sering dilakukan pada persalinan perva
ginam. Kedua hal tersebut mempunyai rasionalitasnya masing-masing baik yang menguntungkan mau
pun yang merugikan . Kiranya keuntungan dan kerugian dari kedua metode ini masih belum ada bukti y
ang mendukung (not evidence-based). (Sarwono. 2009:512-513).

9. Prognosis

Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk bagi ibu hamil dan lebih buruk baik bagi ibu
hamil dan lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio plasenta ringan
masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan morbiditasny
a rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya
karena mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi di samping morbiditas ibu, yang lebih berat. Sol
usio plasenta berat mempunyai prognosis paling buruk baik terhadap ibu lebih-lebih terhadap janinnya
. Umumnya pada keadaan yang demikian janin telah mati dan mortalitas maternal meningkat akibat sal
ah satu komplikasi. Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga bergantung pada kecep
atan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi darah yang banyak dengan segera
dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perin
atal.

C. VASA PREVIA

Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada di dalam selaput ketuban
dan melewati oui untuk kemudian sampai ke dalam insersinya di tali pusat. Perdarahan terjadi bila selap
ut ketuban yang melewati pembukaan serviks robek atau pecah dan vaskular janin itu pun ikut terputus
. Perdarahan antepartum pada vasa previa menyebabkan angka kematian janin yang tinggi (33 % samp
ai 100 % ). (Sarwono.2009:502).

Vasa previa adalah penyilangan pembuluh darah pada mulut rahim yang berasal dari insersi
o vilamentosa plsaenta. Seperti diketahui, jenis pelekatan/penempelan tali pusat pada plasenta dalam b
entuk insersio sentralis bila tali pusat melekat tepat di tengah plasenta, insersio parasentral perlekatan t
ali pusat di sekitar bagian tengah plasenta, insersio marginal bila perlekatan tali pusatdi tepi plasenta, in
sersio vilamentosa bila tali pusat melekat di luar plasenta, sehingga pembuluh darahnya berada di selap
ut plasenta sebelum mencapai tali pusat.

Bila pembuluh darah sebelum mencapai tali pusat menyilang mulut rahim disebut vasa previ
a (vasa pembuluh darah, previa menyilang). Keadaan ini berbahaya saat ketuban pecah dan pembuluh
darah dapat pecah, serta mengeluarkan darah yang berasal langsung dari sirkulasi janin. Pecahnya vasa
previa pada pembukaan kecil dan disertai perdarahan sebagian besar fatal karena janin langsung kehila
ngan darhnya. Sedangkan ibunya tidak mengalami gangguan apapun. Untunglah kejadian ini jarang. Bi
la kebetula diduga terdapat vasa previa, satu-satunya jalan untuk menyelamatkan janin adalah melaku
kan persalinan dengan seksio sesarea. (Manuaba,dkk.2009:104).

Faktor risiko antara lain pada plasenta bilobata, plasenta suksenturiata, plasenta letak rendah
, kehamilan pada fertilisasi in vitro dan kehamilan ganda terutama triplet. Semua keadaan ini berpeluan
g lebih besar bahwa vaskular janin dalam selaput ketuban melewati ostium uteri. Secara teknis keadaan
ini dimungkinkan pada dua situasi yaitu pada insersio velamentosa dan plasenta suksenturiata. (Sarwon
o.2009:502).

DAFTAR PUSTAKA

Varney, Helen,dkk.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta:EGC

Prawirohardjo Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo(YB
PSP)

Fraser Diane M,dkk.2011. Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC

Pranoto Ibnu,dkk.2013. Patologi Kebidanan.Yogyakarta: Fitramaya

Manuaba Chandranita,dkk.2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:EGC

Marmi,dkk.2011. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar

wiwin S. indayani di 06.36

Anda mungkin juga menyukai