Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam era Modernisasi kemajuan dibidang tekhnologi trasnportasi dan
semakin berkembangnya mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya,
menyebabkan kecelakaan yang terjadi semakin meningkat serta angka
kematian semakin tinggi. Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah
diakibatkan trauma abdomen. Kecelakaan laulintas merupakan penyebab
kematian 75 % trauma tumpul abdomen, sedangkan penyebab lainnya adalah
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari tempat ketinggian,
sedangkan akibat dari penganiayaan ini disebabkan oleh karena senjata tajam
dan peluru. Oleh karena hal tersebut diatas akan mengakibatkan kerusakan dan
menimbulkan robekan dari organ organ dalam rongga abdomen atau
mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen yang berakibat
kematian. Di Rumah Sakit data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi.
Dalam kasus ini Waktu adalah nyawa dimana dibutuhkan suatu
penanganan yang professional yaitu cepat, tepat, cermat dan akurat, baik di
tempat kejadian ( pre hospital ), transportasi sampai tindakan definitif di
rumah sakit.
Tindakan definitif dengan jalan pembedahan sangatlah penting
dilakukan, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama antara pasien, keluarga
pihak dokter maupun perawat sebagai mitra kerja ataupun merupakan Team
Work dalam melaksanakan tindakan pembedahan sekaligus memberikan
Asuhan Keperawatan. Perawat merupakan ujung tombak dan berperan aktif
dalam memberikan pelayanan membantu klien mengatasi permasalahan yang
dirasakan baik dari aspek psikologis maupun aspek fisiologi secara
komprehensif. Mengingat kurangnya pengetahuan dan pengertian klien
maupun keluarga tentang penyakit atau sebab dan akibat dari trauma dan
alasan tindakan therapy pembedahan yang dilakukan, oleh karena itu
sangatlah diperlukan informasi yang adequat. Dengan demikian klien dan
keluarga akan kooperatif dan tingkat kecemasan berkurang.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada kien
dengan trauma abdomen.
1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien trauma abdomen.

1.3.2 Khusus
1. Mengetahui dan Memahami Pengertian Trauma Abdomen.
2. Mengetahui dan Memahami Etiologi Trauma Abdomen.
3. Mengetahui dan Memahami Klasifikasi Trauma Abdomen.
4. Mengetahui dan Memahami Pathofisiologi Trauma Abdomen.
5. Mengetahui dan Memahami Manifestasi Trauma Abdomen.
6. Mengetahui dan Memahami Pemeriksaan Trauma Abdomen.
7. Mengetahui dan Memahami Penatalaksanaan Trauma Abdomen.
8. Mengetahui dan Memahami Komplikasi Trauma Abdomen.
9. Mengetahui dan Memahami Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma


tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja,
(Smeltzer, 2001).

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan
atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan
lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI,
1995).

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen


yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ
(Sjamsuhidayat, 1997).

2.2 Etiologi

Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh


dari ketinggian.
Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah, sebagai berikut :
1. Penyebab trauma penetrasi (Trauma tembus).
Luka akibat terkena tembakan
Luka akibat tikaman benda tajam
Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi (Trauma tumpul).
Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
Hancur (tertabrak mobil)
Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
2.3 Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
A. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen
tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis
atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
B. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma
penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga
terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth &
Brunner (2002) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya
cedera pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan
diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
2.5 Pathofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang
ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi
jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh
juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari
jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada
keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk
menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan
benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa
mekanisme :
Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior
dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat
menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
2.5 Manifestasi Klinis
Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang dapat muncul pada pasien
dengan trauma abdomen :
1. Laserasi, memar,ekimosis
2. Hipotensi
3. Tidak adanya bising usus
4. Hemoperitoneum
5. Mual dan muntah
6. Adanya tanda Bruit (bunyi abnormal pada auskultasi pembuluh darah,
biasanya pada arteri karotis)
7. Nyeri
8. Perdarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Khas adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
limfa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada
perdarahan retroperitoneal
14. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada
fraktur pelvis
15. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran
kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya
trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara
bebas retro perineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan
gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma
pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dari dada
3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,
alkohol, cedera otak)
5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum
tulang belakang)
6) Patah tulang pelvis
b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Hamil
2) Pernah operasi abdominal
3) Operator tidak berpengalaman
4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro peritoneum.
Pemeriksaan khusus
a. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih
dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100200 ml larutan NaCl 0.9% selama
5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung
sumber penyebabnya.
c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-
sigmoidoskopi.
2.7 Penatalaksanaan
1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi
kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani,
penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban
tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan teknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala
dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara lihat dengar rasakan tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas
dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam
RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
A. Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) :
1) Stop makanan dan minuman
2) Imobilisasi
3) Kirim kerumah sakit.
B. Penetrasi (trauma tajam)
1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga
tidak memperparah luka.
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban
steril.
4) Imobilisasi pasien.
5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7) Kirim ke rumah sakit.
2. Hospital
A. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen,
seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya
secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini
sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
1) Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan
adanya udara intra peritonium. Serta rontgen abdomen sambil
tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retro peritoneum.
2) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
3) Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
4) Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada :
a) Fraktur pelvis
b) Traumanon penetrasi
B. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit :
1) Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk
pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan
laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium,
glukosa, amilase.
2) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior
dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada
penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk
mengetahui udara ekstraluminal di retro peritoneum atau udara
bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi
segera.
3) Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum,
kolon ascendens atau decendens dan dubur.
2.8 Komplikasi
Dibawah ini merupakan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari trauma
abdomen :
1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
2. Lambat : infeksi
3. Trombosis Vena
4. Emboli Pulmonar
5. Stress Ulserasi dan perdarahan
6. Pneumonia
7. Tekanan ulserasi
8. Atelektasis
9. Sepsis

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Dasar pemeriksaan fisik head to toe harus dilakukan dengan singkat
tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar
menurut Brunner & Suddart (2001), adalah :
1. Aktifitas / istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala,nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dala keseimbangan
cedera (trauma).
2. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku / kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami
gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara,vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
statusmental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi
yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit. infeksi tidak terjadi / terkontrol.
5. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
1) Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan nyeri hilang.
2) Kriteria hasil :
a. Grimace (-)
b. Skala nyeri menjadi 3
c. TTV dalam batas normal : TD :110/70-130/90 MmHg, nadi : 60-80
X/menit, RR : 16-24 X/menit, suhu : 36,5-37,50C
d. Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol
e. Menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individu.
f. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat
3) Rencana keperawatan :
a. Kaji karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien.
b. Beri posisi semi fowler.
Rasional: mengurngi kontraksi abdomen
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan
perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
e. Managemant lingkungan yang nyaman
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa
nyaman klien
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
1) Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan pasien dapat bergerak bebas
2) Kriteria hasil : Mempertahankan mobilitas optimal
3) Rencana keperawatan :
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
Rasional: identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
Rasional: meminimalisir pergerakan kien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
Rasional: melatih otot-otot klien
d. Bantu kebutuhan pasien
Rasional: membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional: terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
1) Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2) Kriteria hasil :
a. tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
3) Rencana keperawatan:
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui tingkat kerusakan kulit klien
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
Rasional : mengkaji resiko terjadinya infeksi
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : mengontrol tanda-tanda infeksi
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional : membantu proses penyembuhan luka dan menjaha agar
luka kering dan bersih
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
Rasional : memperbaiki keutuhan integritas kulit secara cepat
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional : menjaga luka agar tidak terpapar mikroorganisme
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : membunuh mikroba penyebab infeksi

4. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,


perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit. infeksi tidak terjadi / terkontrol.
1) Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan infeksi tidak terjadi / terkontrol
2) Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
3) Rencana keperawatan:
a. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : menjaga agar luka bersih dan kering
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter,
drainase luka
Rasional : mencegah terjadi infeksi lebih lanjut
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
Rasional : memberikan data penunjang tentang resiko infeksi
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : membunuh mikroorganisme penyebab infeksi.
5. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
1) Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan Terjadi keseimbangan volume cairan.
2) Kriteria hasil : Kebutuhan cairan terpenuhi
3) Rencana keperawatan :
a. Kaji tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin.
Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infuse
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi
tubuh.
e. Kolaborasi Tranfusi darah
Rasional: menggantikan darah yang keluar.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja,
(Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi
dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI, 1995).

4.2 Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan mahasiswa
keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan
awal, serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Trauma
Abdomen.

Anda mungkin juga menyukai