Anda di halaman 1dari 9

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM

MENEMUKAN RUMUS BARISAN ARITMATIKA BERBANTUAN ALAT


PERAGA SEDERHANA

Muhammad Iqbal
Prodi Magister Pendidikan Matematika, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Email: m.iqbal.aceh91@gmail.com

Abstrak. Kemajuan pengetahuan dan teknologi di dunia yang semakin berkembang menuntut
pendidikan Indionesia agar mengarah untuk menjadi lebih baik. Tujuan dari belajar
matematika adalah agar siswa mempunyai kemampuan dalam menalar permasalahan-
permasalahan yang ada dalam matematika, sehingga dengan penalaran matematika siswa
dapat memanipulasi masalah matematika dan menyusunnya dalam bentuk bukti, gagasan dan
pernyataan matematika. Belajar matematika di perlukan adanya benda konkrit, sehingga
sesuatu yang abstrak dalam matematika dapat di pahami dengan baik oleh siswa dengan
menggunakan panca indera. Model discovery learning dapat merangsang siswa untuk aktif
mencari dan meneliti masalah matematika serta mampu mengemukakan gagasan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis siswa dalam menemukan
rumus barisan aritmatika melalui model pembelajaran discovery learning dengan berbantuan
alat peraga sederhana di kelas IX SMP Negeri Banda Aceh. Subyek dalam penelitian
sebanyak 22 siswa. Analisis data yang digunakan berupa pedoman penskoran kemampuan
penalaran matematis. Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan di kelas menunjukkan bahwa
kemampuan matematis siswa dalam menemukan rumus barisan aritmatika berada pada
kategori baik. Skor tertinggi terlihat pada indikator kemampuan penalaran matematis pada
menarik kesimpulan dari pernyataan dan melakukan perhitungan dengan benar. Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa model discovery learning dapat diterapkan dalam
menemukan rumus barisan aritmatika dengan berbantuan alat peraga sederhana.

Kata Kunci: Penalaran matematis, barisan aritmatika, discovery learning, alat peraga
sederhana

1. Pendahuluan
Perkembangan dunia pada ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut Indonesia untuk
berkembang dengan inovasi-inovasi baru dalam mengimbangi ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin pesat. Dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pembelajaran menyebutkan bahwa setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban
menyusun perangkat pembelajaran secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk aktif, serta
memberikan ruang lingkup kreatif dan mandiri sesuai dengan bakat, minat dan potensi yang
dimiliki peserta didik.1 Dengan demikian, satuan pendidikan perlu melakukan perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran dengan
strategi yang sesuai kebutuhan dengan tujuan untuk meningkatkan ketercapaian kompetensi
lulusan.

Adapun salah satu tujuan dari mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa
memiliki kemampuan dalam menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
memanipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika. Oleh karena itu, siswa di tuntut untuk memiliki kemampuan
penalaran matematis dalam menyelesaikan persoalan matematika.

1 Kemendikbud, Permendikbud No. 65 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. (Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. 2013).
Pada dasarnya dalam menyelesaikan soal matematika diperlukan adanya kemampuan
penalaran, sehingga melalui penalaran siswa dapat melihat bahwa masalah dalam matematika
merupakan kajian yang masuk akal. Dengan demikian, siswa merasa yakin bahwa persoalan
matematika itu dapat di pahami, di pikirkan dan di buktikan dengan argument yang logis.

Kenyataan yang di hadapi bahwa proses pembelajaran matematika di anggap sulit oleh siswa,
dengan demikian prestasi belajar siswa masih rendah. Dalam TIMSS 2011 disebutkan bahwa
dimensi penilaian pada TIMSS meliputi dua dimensi, yaitu dimensi konten dan dimensi kognitif
yang masing-masing terdiri dari beberapa domain. Untuk penilaian terhadap siswa SMP, dimensi
konten matematika sejalan dengan kurikulum yaitu domain bilangan, pengukuran, geometri,
aljabar, data dan perubahan. Sedangkan dimensi kognitif meliputi tiga domain, yaitu pengetahuan
(knowing), penerapan (applying) dan penalaran (reasoning) dengan persentase masing-masing
berturut-turut adalah 35%, 40%, dan 25%.2

Rendahnya hasil belajar siswa, salah satunya pada materi barisan dan deret. Barisan dan deret
merupakan salah satu materi yang di ajarkan pada kelas IX di Kurikulum 2013 semester ganjil.
Namun pada proses pembelajaran, siswa sering mengalami kesulitan dalam materi barisan dan
deret, salah satunya adalah materi barisan geometri, khususnya pada penentuan rasio dan barisan
geometri.3 Selain itu, siswa masih banyak yang keliru dalam menentukan suku ke-n dari suatu
barisan.

Untuk mengatasi rendahnya hasil belajar siswa dalam memahami materi barisan aritmatika,
salah satunya dengan menggunakan alat peraga. Pada dasarnya siswa belajar matematika melalui
benda yang konkrit, sehingga dalam memahami konsep abstrak matematika diperlukan benda
konkrit sebagai perantaranya. Dengan demikian konsep abstrak yang dipahami melalui benda
konkrit akan melekat dalam jangka waktu yang lama.

Penggunaan alat peraga dapat membantu menanamkan dan mengembangkan konsep-konsep


dalam matematika. Dengan menggunakan alat peraga, sesuatu yang abstrak dapat di tampilkan
dalam bentuk model yang konkrit sehingga dapat di rasakan oleh panca indera siswa dalam
memahaminya.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah Bagaimana kemampuan penalaran matematis siswa dalam menemukan
rumus barisan aritmatika melalui model discovery learning di kelas IX SMP Negeri 18 Banda
Aceh?

2. Tinjauan Pustaka

Kemampuan Penalaran Matematis


Matematika merupakan ilmu yang di peroleh dengan cara bernalar, hal ini bukan berarti
disiplin ilmu lain dalam memperoleh hasilnya tidak menggunakan penalaran, namun dalam bidang
matematika lebih menekankan penalaran dalam memperoleh hasil. 4 Adapun untuk disiplin ilmu
yang tidak ada hubungan dengan matematika, dalam memperoleh hasilnya lebih di dapatkan
berdasarkan pengamatan atau observasi.

Dalam kamus KBBI penalaran berarti pemikiran atau cara berpikir logis. Penalaran dalam
matematis merupakan cara berpikir logis tentang objek matematika yang di lakukan secara logis
untuk membuat suatu generalisasi dan akhirnya menarik suatu kesimpulan. Hal ini sesuai dengan

2 Mullis, I.V.S., et al. TIMSS Mathematics Framework. (Chesnut Hills: Boston College. 2009)

3 Hardiyanti, Analisis Kesulitan Siswa Kelas IX SMP dalam Menyelesaikan Soal Pada Materi Barisan dan Deret.
Prosiding: Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I), (Universitas Muhammadiyah
Surakarta. ISSN: 2502-65261. 2016)

4 Eman Suherman, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA. 2001)
yang di ungkapkan oleh Brodie menyatakan bahwa mathematical reasoning is reasoning about
and with the object of mathematic. 5 Maksudnya bahwa penalaran matematis adalah penalaran
tentang objek matematika. Objek matematika yang dipelajari dalam matematika, seperti aljabar,
geometri, statistika dan sebagainya.

Pada hakikatnya matematika merupakan suatu ilmu yang menggunakan penalaran deduktif
dan abstrak, sehingga hasil karyanya hanya ada dalam pikiran manusia. Penalaran matematis
digunakan untuk menentukan benar atau tidaknya sebuah argumen matematika. Dengan demikian,
kemampuan penalaran matematis dapat memilih apa yang penting dan yang tidak penting dalam
menyelesaikan masalah serta dapat menjelaskan penyelesaian dari masalah tersebut.

Secara garis besar, penalaran dibagi menjadi dua, yaitu

a. Penalaran induktif

Penalaran induktif adalah kemampuan seseorang dalam menarik kesimpulan yang bersifat
umum melalui pernyataan yang bersifat khusus. Penalaran induktif terjadi saat proses berpikir
yang berusaha menghubungkan fakta-fakta khusus yang diketahui menuju pada kesimpulan yang
bersifat umum.6

Secara umum, langkah-langkah penalaran induktif yang digunakan dalam matematika


sebagai berikut :

1) Mengamati pola-pola yang terjadi


2) Membuat dugaan (konjektur) tentang pola umum yang mugkin berlaku
3) Membuat generalisasi
4) Membuktikan generalisasi secara deduktif

b. Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif penalaran dari hal yang umum ke hal yang khusus. Penalaran deduktif
selalu pasti, bahwa jika aturan atau asumsi awalnya adalah benar, maka kesimpulannya juga benar.
Dengan menggunakan penalaran deduktif, maka diperoleh informasi lebih banyak daripada
penalaran induktif, sehingga keterangan yang dapat di tarik kesimpulan tanpa perlu memeriksanya
secara langsung. Penalaran deduktif juga dapat menentukan apakah penalaran hanya berlaku pada
kasus-kasus tertentu maupun pada kasus yang lebih umum.7

Indikator Penalaran Matematis


Siswa dapat dikatakan mampu menggunakan penalaran matematis dengan baik, jika siswa
tersebut mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, serta menjelaskan gagasan dari pernyataan
matematika. Meningkatnya kemampuan penalaran matematis siswa dapat terlihat dari indikator
penalaran matematis. Adapun indikator penalaran matematis berupa:

a. Menjelaskan pernyataan matematika melalui lisan, tulisan, gambar, sketsa atau diagram
b. Mengajukan dugaan (conjectures)
c. Melakukan manipulasi matematika
d. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa
solusi
e. Menarik kesimpulan dari pernyataan

5 K. Brodie, Teaching Mathematical Reasoning in Secondary School Classroom, (Newyork: Springer. 2010)

6 Adji, dkk., Konsep Dasar Matematika. (Bandung: UPI Press. 2006)

7 Yani Ramdani, Pengembangan Instrumen dan Bahan Ajar untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Penalaran,
dan Koneksi Matematis dalam Konsep Integral. (Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 13 No 1. 2012)
f. Memeriksa keshahihan suatu argument
g. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.8

Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini tidak mengambil semua indikator
yang telah disebutkan, melainkan hanya empat indikator, yaitu
a. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram
b. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa
solusi
c. Menarik kesimpulan dari pernyataan
d. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi

Model Discovery Learning


Model discovery learning adalah suatu model yang dapat disusun oleh guru dalam proses
belajar mengajar, sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sehingga melalui model ini
siswa akan mampu mengembangkan rasa ingin tahunya, dan keberanian berpartisipasi dalam
proses belajar mengajar.9 Dalam proses pembelajaran, guru tidak menyajikan materi pembelajaran
secara keseluruhan. Peran guru hanya sebagai motivator dan fasilitator, sehingga memberikan
peluang kepada siswa untuk mencari dan menemukan sendiri dalam memecahkan masalah.

Penggunaan model discovery learning, siswa dapat melakukan berbagai aktivitas, di


antaranya yaitu melakukan pengamatan, penyelidikan, percobaan, membandingkan hasil temuan
dengan temuan yang lainnya, mengajukan pertanyaan serta mencari solusi dari jawaban
pertanyaan tersebut.

Roestiyah mengungkapkan bahwa tujuan dari model discovery learning, agar siswa
terangsang oleh tugas, dan aktif mencari serta meneliti pemecahan masalah itu sendiri, mencari
sumber dan belajar bersama di dalam kelompok. 10 Selain itu, dengan adanya model discovery
learning diharapkan juga siswa mampu mengemukakan pendapatnya, menumbuhkan sikap
obyektif, jujur, ras ingin tahu, terbuka dan lain sebagainya.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning


Dalam menerapkan model discovery learning, ada beberapa langkah yang harus
diperhatikan, di antaranya

a. Stimulation (Pemberian Rangsangan)


Pada tahap ini, guru memberikan suatu masalah, sehingga pada awalnya siswa menjadi
kebingungan, namun guru tidak menggenaralisasikan. Pada saat itu, guru mengajukan pertanyaan
dan menganjurkan membaca buku untuk mengarahkan siswa dalam memecahkan masalah.

b. Problem Statement (Identifikasi Masalah)

Pada tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah
sebanyak mungkin yang relevan dengan pembelajaran, kemudian guru menyuruh memilih salah
satu dari masalah untuk dirumuskan hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
Dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah, maka siswa akan
terlatih untuk menemukan masalah.

8 Fadjar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah disajikan dalam diklat
instruktur/Pengembang Matematika SMA Yogyakarta (Jenjang Dasar PPPG Matematika. 2004)

9 Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: PT Intermasa. 2002)

10 Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, Cet. V. (Jakarta: PT Rhineka Cipta. 1998)


c. Data Collection (Pengumpulan Data)
Pada tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak mungkin yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
telah di rumuskan. Dengan demikian siswa di berikan kesempatan mengumpulkan informasi
dengan membaca literature, mengamati objek, melakukan uji coba terhadap masalah dan
sebagainya, sehingga secara tidak sengaja siswa telah menghubungkan masalah dengan
pengatahuan yang dimiliki.

d. Data Processing (Pengolahan Data)


Setelah mengumpulkan beberapa informasi, kemudian data diolah, diacak, diklasifikasikan,
bahkan jika perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
Data processing ini berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi, sehingga dari
generaliasasi ini siswa mendapatkan pengetahuan baru tentang jawaban dari masalah.

e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan untuk membuktikan hipotesis yang telah di
rumuskan serta di hubungkan dengan hasil data processing. Jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan konsep melalui contoh nyata dalam kehidupan siswa, maka akan
terbentuk pola pikir siswa yang baik dan kreatif.

f. Generalization (Menarik Kesimpulan)


Pada tahap ini terjadi proses penarikan kesimpulan yang di jadikan sebagai prinsip umum
dan berlaku untuk semua masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.11

Alat Peraga
Alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan
membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien. 12 Alat peraga
merupakan media pembelajaran dari jenis audio-visual, karena melibatkan indera penglihatan dan
pendengaran. Alat peraga mempunyai peranan penting dalam pembelajaran, sehingga dengan
adanya alat peraga diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada siswa dan juga dapat
membantu guru agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif.

Alat peraga yang digunakan terbagi ke dalam 2 jenis, yaitu alat peraga benda asli dan benda
tiruan. Hal yang perlu di ingat bahwa tidak semua materi dalam matematika menggunakan alat
peraga, sehingga jika penggunaan alat peraga yang tidak sesuai dengan materi akan membuat
siswa menjadi bingung.

Adapun alat peraga yang digunakan pada materi barisan aritmatika yaitu potongan spons
yang berukuran kecil.

Gambar 1. Alat peraga sederhana (potongan spons)

11 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004)

12 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2002)
Kegunaan dari alat peraga sederhana tersebut yaitu

a. Untuk menunjukkan barisan aritmatika dengan beda antar sukunya adalah sama,
b. Mempermudah siswa dalam memahami konsep barisan aritmatika
c. Siswa dapat menemukan suku ke-n dalam barisan aritmatika

Cara menggunakan alat peraga tersebut dengan menempelkan potongan spons tersebut ke
atas karton yang disediakan hingga membentuk sebuah barisan, kemudian tempelkan potongan
spons tersebut pada barisan lainnya hingga mempunyai selisih yang sama antar barisan
berdasarkan kasus-kasus tertentu.

3. Metode
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis siswa
dalam menemukan rumus barisan aritmatika. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan data
berupa catatan refleksi diri selama proses pembelajaran berlangsung. Data ini diperoleh melalui
catatan guru berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada kelas IX, data kemampuan penalaran
disesuaikan dengan rekaman video dan catatan pengamat. Oleh karena itu instrument yang
digunakan adalah lembar refleksi guru. Analisis menggunakan kriteria pedoman penskoran
kemampuan penalaran matematis berdasarkan indikatornya. Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa kelas IX di SMP Negeri 18 Banda Aceh berjumlah 22 siswa. Pemilihan sekolah tersebut
karena atas pertimbangan bahwa tidak ada kelas unggul dan kelas inti, sehingga kemampuan
matematika relatif sama

4. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan maka analisis untuk kemampuan penalaran
matematis siswa diperoleh pada saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan analisis
kriteria pedoman penskoran kemampan penalaran matematis yang berdasarkan indikator. Siswa
yang diamati sebanyak 22 orang. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa
tentang hal-hal yang menarik maupun kesan-kesan yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran.
Adapun pedoman penskoran kemampuan penalaran matematis berdasarkan indikator yaitu

Tabel 1. Kriteria Penskoran Penalaran Matematis Berdasarkan Indikator


Indikator Penalaran
Respon terhadap masalah Skor
Matematis
1. Tidak ada jawaban 0
2. Tidak menyajikan pernyataan matematika baik secara
tertulis, gambar, ataupun diagram dan melakukan 1
perhitungan tetapi salah
3. Tidak menyajikan pernyataan matematika baik secara
Menyajikan pernyataan
tertulis, gambar, ataupun diagram tetapi melakukan 2
matematika secara lisan,
perhitungan dengan benar
tertulis, gambar, dan
4. Menyajikan pernyataan matematika baik secara tertulis,
diagram
gambar, ataupun diagram dan melakukan perhitungan 3
tetapi salah
5. Menyajikan pernyataan matematika baik secara tertulis,
gambar, ataupun diagram dan melakukan perhitungan 4
dengan benar
Menarik kesimpulan, 1. Tidak ada jawaban 0
menyusun bukti, 2. Tidak menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan
memberikan alasan atau alasan atau bukti terhadap beberapa solusi dan melakukan 1
bukti terhadap beberapa perhitungan tetapi salah
solusi 3. Tidak menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan 2
alasan atau bukti terhadap beberapa solusi dan melakukan
perhitungan dengan benar
4. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan
alasan atau bukti terhadap beberapa solusi dan melakukan 3
perhitungan tetapi salah
5. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan
alasan atau bukti terhadap beberapa solusi dan melakukan 4
perhitungan dengan benar
1. Tidak ada jawaban 0
2. Tidak menarik kesimpulan dari pernyataan dan
1
melakukan perhitungan tetapi salah
3. Tidak menarik kesimpulan dari pernyataan dan
Menarik kesimpulan dari 2
melakukan perhitungan dengan benar
pernyataan
4. Menarik kesimpulan dari pernyataan dan melakukan
3
perhitungan tetapi salah
5. Menarik kesimpulan dari pernyataan dan melakukan
4
perhitungan dengan benar
1. Tidak ada jawaban 0
2. Tidak menentukan pola atau sifat dari gejala matematis
untuk membuat generalisasi dan memberikan perhitungan 1
tetapi salah
3. Tidak menentukan pola atau sifat dari gejala matematis
Menentukan pola atau
untuk membuat generalisasi dan memberikan perhitungan 2
sifat dari gejala
dengan benar
matematis untuk
4. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi
membuat generalisasi dan memberikan perhitungan tetapi 3
salah
5. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi dan memberikan perhitungan 4
dengan benar

Tabel 2. Indeks Kategori


Nilai (%) Kategori
81 100 Sangat Baik
61 80 Baik
41 60 Cukup
21 40 Buruk
0 20 Sangat Buruk

Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan bantuan alat peraga di kelas IX


SMP Negeri 18 Banda Aceh diperoleh hasil sebagai berikut

Tabel 3. Hasil respon terhadap masalah berdasarkan indikator penalaran matematis


Respon terhadap masalah berdasarkan indikator penalaran matematis Skor
Menyajikan pernyataan matematika baik secara tertulis, gambar, ataupun diagram
75%
dan melakukan perhitungan tetapi salah
Tidak menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
50%
beberapa solusi dan melakukan perhitungan dengan benar
Menarik kesimpulan dari pernyataan dan melakukan perhitungan dengan benar 100%
Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi dan
75%
memberikan perhitungan tetapi salah

Dari tabel di atas terlihat bahwa kemampuan penalaran matematis siswa pada pembelajaran
dengan menggunakan alat peraga sederhana pada menemukan rumus barisan aritmatika
memperoleh skor 75%. Dalam hal ini indikator pada menarik kesimpulan dari pernyataan
memperoleh skor tertinggi, yaitu siswa bisa menarik kesimpulan dan melakukan perhitungan
dengan benar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiadi yang menyatakan
bahwa adanya peningkatan kemampuan penalaran matematis pada siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan probing-prompting lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional. Selain itu pada penelitian yang sama di peroleh adanya peningkatan
kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
probing-prompting lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa
yang memperoleh pembelajaran konvensional, ditinjau dari kategori kemampuan awal matematis
tinggi, sedang, rendah.13

5. Kesimpulan
Kemampuan penalaran matematis siswa pada materi barisan aritmatika melalui model
discovery learning pada indikator penalaran matematis yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan
memperoleh hasil 100%, namun pada semua indikator yang di nilai memperoleh hasil 75%.
Berdasarkan pada uji coba yang dilakukan di kelas siswa bisa menemukan rumus barisan
aritmatika dengan menggunakan bantuan alat peraga sederhana.

Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kemampuan penalaran matematis
siswa melalui pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika dengan model discovery learning
secara signifikan mencapai kategori baik. Hasil penelitian ini sangat sesuai untuk digunakan
sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Belajar penemuan dengan
berbantuan alat peraga menambah keyakinan siswa terhadap kemampuannya untuk dapat
menyelesaikan masalah matematika, khususnya bagi siswa kelompok rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Adji, N., dkk., (2006). Konsep Dasar Matematika. Bandung: UPI Press.
Brodie, K. (2010). Teaching Mathematical Reasoning in Secondary School Classroom, Newyork:
Springer.
Hardiyanti, (2016). Analisis Kesulitan Siswa Kelas IX SMP dalam Menyelesaikan Soal Pada
Materi Barisan dan Deret. Prosiding: Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan
Pembelajarannya (KNPMP I), Universitas Muhammadiyah Surakarta. ISSN: 2502-65261.
Kemendikbud. (2013). Permendikbud No. 65 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Mullis, I.V.S., et al. (2009). TIMSS Mathematics Framework. Chesnut Hills: Boston College
Nurdin, Syafrudin. (2002). Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta: PT Intermasa.
Ramdani, Yani. (2012). Pengembangan Instrumen dan Bahan Ajar untuk Meningkatkan
Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Koneksi Matematis dalam Konsep Integral.
Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 13 No 1.
Roestiyah N.K. (1998). Strategi Belajar Mengajar, Cet. V. Jakarta: PT Rhineka Cipta.
Setiadi, Agung (2013). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa
Sekolah Menengah Atas melalui Pendekatan Probing-Prompting. Tesis. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia

13 Setiadi, Agung,Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas
melalui Pendekatan Probing-Prompting. Tesis. (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. 2013)
Shadiq, Fadjar. (2004) Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah disajikan dalam
diklat instruktur/Pengembang Matematika SMA Yogyakarta: Jenjang Dasar PPPG
Matematika
Sudjana, Nana. (2002). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Suherman, E., dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA.
Syah, Muhibbin. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai