Anda di halaman 1dari 11

Keperawatan Sistem Neurobehavior 2

Keperawatan Kesehatan Jiwa pada Lansia,


Gangguan dan Terapi Kognitif yang Digunakan

Oleh Kelompok 1
1. Dini Hayati 1210321006
2. Henita Eka Putri 1210322004
3. Amalia Hasana 1210322010
4. Fitria Ananda Putri 1210322012
5. Firsha Vellya Arda 1210323006
6. Livia Tessa Surya 1210323019
7. Dwi Noviyeni 1210323034

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2014

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Proses atau keadaan menjadi tua merupakan fenomena
perkembangan manusia yang alamiah dimana secara berangsur-angsur
terjadi kemunduran dari kapasitas mental, berkurangnya minat sosial dan
menurunnya aktifitas fisik serupa dengan masa kanak-kanak, remaja,
dewasa. Menjadi tua adalah hal yang normal yang disertai pula dengan
problema yang khusus pula.
Keperawatan geriatrik adalah cabang keperawatan yang
memperhatikan pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik maupun
psikologis pada lanjut usia. Pelayanan kesehatan (khususnya perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan) memerlukan pengetahuan khusus terkait
lansia ini karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi klinis,
patogenesis, dan patofisiologis gangguan mental antara dewasa dan lansia
akan terjadi. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu
dipertimbangkan, seperti sering adanya penyakit atau kecacatan medis
penyerta, pemakaian banyak medikasi, dan peningkatan kerentanan terhadap
gangguan kognitif.
Saat ini sudah kurang lebih empat juta lansia di Amerika mengalami
gangguan kejiwaan seperti demensia, psikis, pengguna alkohol kronik, atau
kondisi lainnya. Perawat dan tenaga kesehatan profesional lainnya tentu
memiliki tanggung jawab terhadap masalah ini. Oleh karena itu, kelompok
akan membahas Konsep Kesehatan Jiwa pada Lansia, Gangguan, dan
Terapi Kognitif pada makalah kami.

2
1.2 Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas, maka didapatkanlah rumusan masalah
sebagai berikut.
a. Bagaimanakah konsep keperawatan jiwa pada lansia?
b. Bagaimanakah gangguan-gangguan psikis/ mental yang biasanya terjadi
pada lansia?
c. Bagaimakah penerapan terapi kognitif pada lansia?

1.3 Tujuan penulisan


Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
makalah ini yaitu.
a. Mengetahui bagaimana perubahan mental/ kejiwaan yang terjadi pada
lansia.
b. Mengetahui gangguan-gangguan kejiwaan yang kerap terjadi pada
lansia.
c. Mengetahui apa itu terapi kognitif.
d. Mengetahui bagaimana terapi kognitif itu diterapkan dalam penanganan
pasien gangguan mental lansia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lansia


Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti died dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi
satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Lansia adalah seseorang yang berusia lebih dari 75 tahun.

2.2 Masalah Kesehatan Jiwa Lansia


Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah
kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang
merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala
aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial,
kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah
kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang
mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai
kehidupan lansia.

4
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan
Psikogeriatri, yaitu :
a) Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin
meningkatnya usia
b) Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c) Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
1) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan
orang lain).
2) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
karena berbagai sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun,
setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup
dan lain-lain.
d) Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis)
sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan
(deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak,
misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya. Hal itu
biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling
berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga
dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia


Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan
jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga
para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),
misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin
rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara

5
berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan
fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan
suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia
agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik
maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi
kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu
mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan
bekerja secara seimbang.

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual


Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung,
gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai
operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan
kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
1) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada
lansia.
2) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
3) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
4) Pasangan hidup telah meninggal.
5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan
sebagainya.

6
3. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan
kepribadian lansia.

4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari
tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan
sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah
orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya
seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

2.4 Gangguan pada Kesehatan Jiwa Lansia


Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi,
demensia, fobia, dan gangguan terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan
usia di atas 75 tahun juga beresiko tinggi melakukan bunuh diri. Banyak
gangguan mental pada lansia dapat dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan.
a. Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat
keluarga, dan jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi
pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi gangguan
perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness, wandering,
kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan tidur, dan waham.

7
b. Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah
menurunnya konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun pagi
terlalu cepat dan sering terbangun [multiple awakenings]), nafsu makan
menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada tubuh.

c. Gangguan kecemasan
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-
kompulsif, gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan
gangguan stres pasca trauma.
Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada
yang lebih muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul
pada masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul
pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus
diperhitungkan pengaruh biopsikososial yang menghasilkan gangguan.
Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan dalam penanganannya.

2.5 Terapi Kognitif pada Keperawatan Kesehatan Jiwa Lansia


Terapi perilaku kognitif merupakan terapi andalan untuk mengobati
gangguan kecemasan pada orang dewasa muda. Namun efek terapi tersebut
hasilnya lebih rendah atau bahkan tidak mempan ketika diterapkan pada
orang lanjut usia (lansia).

Terapi bicara yang disebut terapi perilaku kognitif digunakan untuk


membantu orang dewasa untuk mengobati gangguan kecemasan sedikit
lebih baik daripada pendekatan terapi lainnya. Namun nyatanya pada lansia,
tidak seefektif jika diterapkan pada orang dewasa muda. Sementara studi
sebelumnya telah menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif bekerja
dengan baik untuk orang dewasa muda dan setengah baya. Namun,
sebelumnya belum ada banyak penelitian mengenai pengobatan gangguan
kecemasan pada lansia.

8
Terapi perilaku kognitif sering melibatkan pertemuan secara pribadi
dengan terapis dengan tujuan akhir untuk menyelesaikan proses berpikir
yang cacat yang menyebabkan gangguan tersebut. Rata-rata dalam studi,
peserta penelitian melalui 12 sesi terapi. Dibandingkan dengan jika tidak
menjalani terapi sama sekali, terapi perilaku kognitif memiliki efek sedang
untuk membantu mengobati kecemasan. Dibandingkan dengan obat atau
diskusi kelompok, terapi perilaku kognitif memiliki efek sedikit lebih baik.
Tim peneliti mencatat perbaikan atas perlakuan lainnya cukup kecil.

"Terapi mungkin bekerja lebih baik dibandingkan obat karena


berusaha untuk memperbaiki penyebab kecemasan bukan gejalanya. Jika
dapat mengatasi penyebab dari gejala kecemasan, misalnya dengan
mengubah cara berpikir mengenai sesuatu atau menafsirkan suatu hal, maka
dapat menghentikan kecemasan datang lagi di masa depan. Jika hanya
mengatasi gejala kecemasan maka suatu saat kecemasan tersebut dapat
muncul kembali. Tidak diketahui mengapa terapi tampaknya kurang efektif
pada lansia, tetapi mungkin karena terapi bicara dapat memakan waktu lebih
lama untuk lansia," kata Gould.

Terapi kognitif pada lansia antara lain :

1. Latihan kemampuan sosial meliputi : menanyakan pertanyaan,


memberikan salam, berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik diri
atau orang lain
2. Aversion therapy : therapy ini menolong menurunkan perilaku yang
tidak diinginkan tapi terus dilakukan. Terapi ini memberikan stimulasi
yang membuat cemas atau penolakan pada saat tingkah laku maladaptive
dilakukan klien.
3. Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis
tentang apa definisi perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi
terhadap perilaku itu jika dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk
perilaku yang diinginkan dan konsekuensi negative untuk perilaku yang
tidak diinginkan.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah penurunan kondisi fisik,
penurunan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial,
perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan penyakit yang didderita.
Gangguan yang paling banyak diderita pada lansia adalah gangguan
depresi, demensia, fobia, dan gangguan terkait penggunaan alkohol.
Terapi perilaku kognitif merupakan terapi andalan untuk mengobati
gangguan kecemasan. Terapi kognitif pada lansia meliputi latihan
kemampuan social (menanyakan pertanyaan, memberikan salam, berbicara
dengan suara jelas, menghindari kiritik diri atau orang lain), Aversion
therapy (therapy ini menolong menurunkan perilaku yang tidak diinginkan
tapi terus dilakukan), Contingency therapy (meliputi kontrak formal antara
klien dan terapis tentang apa definisi perilaku yang akan dirubah atau
konsekuensi terhadap perilaku itu jika dilakukan)
Perawat jiwa lansia mengkaji penyediaan perawatan pada lansia
untuk mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan
pasien.

3.2 Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada lansia tentu
perawat harus menerapkan asuhan keperawatan yang baik dan benar
berkaitan dengan penurunan fungsional pada lansia baik dari segi fisik
ataupun psikis. Oleh karena itu, penting bagi pemberi asuhan mengetahui
dengan baik konsep keperawatan jiwa lansia, gangguan, dan terapi yang
mungkin diberikan dalam mengatasi masalah mental atau kejiwaan pada
lansia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alpers, Ann. Buku Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Volume 1. EGC : Jakarta. 2006
Darpianur, Winda. 2011. Latihan Kognitif Pada Lansia. Diakses pada tanggal 15
Mei 2014, dari: http://weenbee.wordpress.com/2011/09/28/latihan-kognitif-
pada-lansia/

Fitriyanti. Lansia . diakses pada tanggal 14 mei 2014 dari


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-fitriyanti-5166-3-
bab2.pdf
Haryanto. (2009). Psikologi lansia. Diakses pada tanggal 14 mei 2014 dari
http://belajarpsikologi.com/psikologi-lansia/

Kaplan, H.I., Sadock B.J.: Sinopsis Psikiatri, Jilid II, Edisi ke-7, Binarupa Aksara,
Jakarta, 1997.
Sofa mubarok, Ahmad. (2012). Asuhan Keperawatan pada Lansia. Diakses pada
tanggal 14 mei 2014 dari
http://keperawatanprofesionalislami.blogspot.com/2012/12/asuhan-
keperawatan-jiwa-pada-lansia.html

11

Anda mungkin juga menyukai