Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HORTIKULTURA
ACARA II
PEMBUATAN SELAI BUAH

Disusun Oleh :
Nama : Santi Wilujeng
NIM : H1916024
Kelas :A

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
ACARA II
PEMBUATAN SELAI BUAH

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) adalah sejenis tumbuhan tropis
yang berkembang dan lahir pada negara-negara, seperti Brasil, Bolivia,
dan Paraguay. Tumbuhan ini termasuk dalam familia nanas-nanasan
(Famili Bromeliaceae). Nama 'nanas' berasal dari sebutan orang Tupi
untuk buah ini: anana, yang bermakna "buah yang sangat baik". Beberapa
hewan yang dapat menjadi penyerbuk, salah satunya adalah Burung
penghisap madu (hummingbird), meskipun berbagai serangga juga
memiliki peran yang sama.
Kebiasaan menikmati buah bagus untuk dipertahankan, sebab buah
merupakan kompenen yang mampu menyehatkan tubuh. Buah nanas
sebagai salah satu buah yang sangat digemari pada kalangan masyarakat
luas dari dalam Negara sendiri maupun luar Negeri. Rasa yang tidak
pernah terlupakan pada bagaian buah nanas, yaitu berasa manis dengan
sedikit asam. Warna kuning cerah dalam isinya yang menjadi kemudahan
pencarian dimanapun buah tersebut berada. Secara fisik luarnya tampak
buah yang bersisik agak tajam, tetapi kenyataan isinya yang mudah
dikenali, dan menjadi kegemaran tersendiri bagi penikmat.
Selai merupakan produk awetan yang dibuat dengan memasak
hancuran buah yang dicampur gula dengan atau tanpa penambahan air.
Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat dibuat dari
campuran 45 bagian berat buah (cacah buah) dan 55 bagian berat gula.
Selai yang baik harus berwarna cerah, jernih, kenyal seperti agar-agar
tetapi tidak terlalu keras, serta mempunyai rasa buah asli. Kriteria
kematangan buah yang dapat digunakan untuk membuat selai adalah buah
yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk.
Nanas mangandung sejumlah gula, pektin, dan asam. Nanas cocok
dalam memenuhi syarat karakteristik produk pembentuk selai karena
mengandung senyawa pektin. Nanas memiliki kadar air 85,3 g/100 g
bahan dan kandungan pektin 0,06-0,16 g/100 g bahan. Selain pektin,
kompenen yang juga mempengaruhi kualitas selai buah antara lain gula,
asam dan ekstrak buah itu sendiri. Untuk menghasilkan pembentukan gel
yang baik diperlukan keempat kompenen tersebut secara tepat yang baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka, pada praktikum acara II
ini akan dilaksanakan percobaan pembuatan selasi berbahan dasar nanas
untuk kemudian diuji karakteristik sensori nya oleh panelis.

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimana proses pembuatan selai buah?
b. Bagaimana pengaruh tingkat kematangan buah dan gula terhadap
kualitas selai buah?

3. Tujuan
Tujuan Praktikum Teknologi Hortikultura Acara V ini adalah
sebagai berikut:
a. Mengetahui proses pembuatan selai buah
b. Mengetahui pengaruh tingkat kematangan buah dan gula terhadap
kualitas selai buah

B. TINJAUAN PUSTAKA
Pengawetan buah dapat dilakukan dengan persiapan buah dan gula yang
dikalengkan atau ditutup untuk waktu yang lama. Selai merupakan produk
yang dibuat dari seluruh baguan buah yang dipotong dan diblender. Buah
kemudian dipanaskan dengan air dan gula untuk mengaktifkan pektin dalam
buah. Campuran kemudian diletakkan pada wadah. Persiapan pengawetan
buah juga menambahkan pektin alami atau buatan sebagai agen pengejel
walaupun telah menggunakan gula dan madu. Penggunaan pektin buatan
sering dilakukan karena buah nanas memiliki pektin alami yang rendah
sehingga mempengaruhi sifat tekstur akhir selai (Sucharitha dkk, 2012).
Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat dibuat
dari campuran 45 bagian berat buah dan 55 bagian berat gula dengan
komponen asam pH 3,10 - 3,46, pektin 0,75% - 1,5%, dan kadar gula 60% -
65%. Selai disukai banyak orang karena rasanya yang manis dan dapat
dikonsumsi oleh semua golongan umur. Pembuatan selai dapat di ambil dari
buah dan kulit buah yang memiliki pektin. Kadar pektin 1% sudah dapat
membentuk gel dengan kekerasan yang cukup baik (Setyaningsih dkk., 2009).
Nanas (Ananas comosus), tanaman tropis dengan bagian yang
dapatdimakan terdiri dari buah yang menyatu, memiliki kemiripan nama
dengan pohon cemara, merupakan tanaman yang paling penting dalam
ekonomi, yang termasuk dalam familia Bromeliaceae. Nanas mungkin
dibudidayakan dari pemotongan mahkota buah, biasanya berbunga pada 20-
24 bulan dan berbuah dalam enam bulan berikutnya. Nanas dapat dikonsumsi
segar, kalengan, dijus, dan ditemukan di berbagai macam makanan penutup,
salad buah, selai, yoghurt, es krim, permen, dan sebagai pelengkap hidangan
daging (Debnath, 2012).
Tanaman nanas (Ananas comosus L.) berasal dari daratan Amerika
Selatan. Tanaman ini terutama tumbuh di sekitar khatulistiwa antara 25 o
LU/LS. Produksi optimal terjadi di daerah bercurah hujan 1000-1500
mm/tahun. Segala jenis tanah cocok untuk ditanami nanas, asalkan
drainasenya baik dan pH tanah berkisar antara 5-6,5. Di Indonesia, daerah
penghasil buah nanas yang penting adalah Palembang, Riau, Jambi, Bogor,
Subang, Pandeglang, Tasikmalaya, Kutai, dan Pasir. Bagian buah nanas yang
dapat dimakan mengandung air 85%, protein 0,4%, gula 14%, lemak 0,1%,
serat 0,5%. Buah nanas mengandung vitamin A dan B1 (Fachruddin, 2000).
Selai adalah produk yang diformulasikan dari kandungan buah minimal
40% dan kadar padatan terlarut akhir 45 Brix. Beberapa aditif seperti asam
sitrat, agen pembentuk gel dan pektin dapat ditambahkan. Dalam pembuatan
selai konvensional, semua bahan dicampur dalam proporsi yang telah
ditentukan dan campuran terkonsentrasi dengan menerapkan perlakuan panas
pada tekanan normal atau dikurangi untuk mencapai kadar padatan terlarut
akhir (Oyeyinka et al., 2011). Selai atau jam adalah makanan yang dibuat dari
buah-buahan dengan penambahan gula atau dekstrosa sehingga menghasilkan
makanan awet dengan kandungan total padatan terlarut minimal 65%.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan selai antara lain
pengaruh panas dan konsentrasi gula pada proses pemasakan serta
keseimbangan proporsi gula, pektin, dan asam (Sundari dan Komari, 2010).
Selai merupakan jenis makanan olahan yang berasal dari sari buah atau
buah-buahan yang sudah dihancurkan, ditambah gula dan dimasak sampai
mengental. Gula merupakan zat yang dapat larutdalam air, jumlah kadar
padatan terlarut produk selai nanas menurut SNI 01-3746-1995 minimal 65 %
b/b (Badan Standardisasi Nasional, 1995). Jika dilihat kadar gula sebagai
kadar padatan terlarut maka produkselai nanas yang masih memenuhi standar
dalam daging buah berubah dari 1-2 % ketika masih hijau dan menjadi 15-20
% pada saat matang, dan kadar gula terlarut meningkat dari 1 menjadi 20 %.
Selai dari buah nanas hijau penuh mempunyai kadar vitamin C paling tinggi,
dibandingkan dengan selai dari buah nanas kuning penuh dan selai yang
berasal daribuah nanas kuning 50 % dan hijau 50 % (Syahrumsyah, 2010).
Untuk mendapatkan tekstur selai yang baik dengan viskositas tetap diperlukan
pektin, gula, dan asam dalam jumlah yang tepat. Gel yang terbentuk dari
pektin dan gula memberi tekstur yang kuat. SNI (1995) mensyaratkan kadar
pektin maksimum 0,7% pada produk selai dari buah-buahan (Ginting dkk.,
2007).
Pektin dapat terdispersi pada sirup gula berkonsentrasi tinggi ketika
padatan terlarut kurang dari 30% dan dapat dipercepat dengan pemanasan dan
pengadukan. Pada konsentrasi gula tinggi, pektin tidak terlarut sempurna.
Rasio viskositas hingga elastisitas pektin dipengaruhi oleh derajat esterifikasi,
pH dan tipe pektin. Pektin yang memiliki derajat esterifikasi yang rendah akan
terlarut dengan baik. Peningkatan pH dan kekuatan ion dapat menurunkan
viskositas larutan pektin. pH campuran yang rendah akan susah untuk
ditangani. Shear stress selai nanas bergantung pada shear rate, suhu dan
waktu yang spesifik. Kematangan buah menjadi penting, karena buah yang
terlalu matang akan kehilangan struktur dengan mudah selama perebusan dan
berkurang flavornya (Javanmard dan Endan, 2010).
Jam atau selai dibuat dengan cara memasak hancuran daging buah
bersama sejumlah gula hingga diperoleh konsistensi yang cukup kental untuk
dapat mengikat jaringan buah pada porsi yang diinginkan. Biasanya
komposisi bahan berisi atas 45% hancuran buah dan 55% gula. Bila dilihat
dengan refraktometer, kandungan padata total terlarut dalam produk akhir
tidak boleh kurang dari 68,5%. Produk jam biasanya dikemas dalam botol
gelas (Rukmana, 2011).
Proses pembuatan selai nanas dilakukan dengan mencuci buah nanas
kemudian dikupas hingga bersih. Selanjutnya, dipotong menjadi beberapa
bagian dan diblender. Setelah didapatkan bubur buah, kemudian ditambah
gula dan dimasak serta diaduk hingga mengental. Pada akhir pemanasan
dilakukan uji kecukupan panas dengan spoon test, yaitu dengan mengambil
selai dengan sendok dan jatuhkan dari atas wajan, jika jatuhnya terputus-
putus atau tidak mengucur, maka selai dianggap sudah masak (Santoso,
1998).
Asam organik pada buah nanas matang meliputi asam sitrat, asam malat,
asam askorbat dan asam dehidroaskorbat. Pada buah nanas yang telah matang
memiliki kadar total asam askorbat yang rendah pada bagian yang dapat
dimakan (sari dan ampas buah). Tingkat asam askorbat lebih tinggi pada
bagian kulit buah karena mendukung sifat fungsi antioksidan. Kandungan
asam bebas meningkat dari bagian bawah ke bagian atas buah dan meningkat
dari bagian tengah ke bagian luar buah. Kandungan tinggi galaktosa
menunjukkan adanya rhamnose yang mengarah pada tingginya kandungan
polisakarida pektin. Pektin ini memungkinan tingginya kuantitas percabangan
dengan arabinogalaktan netral dan arabinoxilan (Cordenunsi dkk, 2010).
C. METODE PENELITIAN
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Praktikum hortikulturan acara 2 Selai Buah dilaksanakan di
Laboratorium Rekayasa dan Pengolahan Pangan dan Laboratorium
Inderawi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
dilaksanakan pada hari Selasa, 17 Oktober 2017 pukul 15.00-17.00 WIB.

2. Alat dan Bahan


a. Alat
a) Baskom
b) Borang uji organoleptik
c) Kompor
d) Label
e) Neraca
f) Parut
g) Piringkecil
h) Pisau
i) Sendok
j) Spatula
k) Wajan
l) Stopwatch
b. Bahan
a) Buah Nanas matang
b) Buah Nanas mengkal
c) Gulapasir
d) Cmc
3. Cara Kerja

Nanas

Pengupasan dan Trimming

Pencucian

Nanas bersih

Penimbangan

Penghancuran

Bubur buah

Gula Pemasakan

Pendinginan

Selai buah

Pengujian organoleptik

Gambar 2.1 Flowchart Pembuatan Selai Buah Nanas

4. RancanganPenelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengandua faktor yaitu kematangan buah dan komposisi
gula pasir. Rancangan percobaan selai buah dapat dilihat pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1 Rancangan Percobaan Selai Buah
Kode Tingkat Kematangan Buah Komposisi Gula Pasir

F1 Nanas matang 300 gr 150 gr


F2 Nanas matang 300 gr 225 gr
Nanas matang 150 gr) +
F3 150 gr
Nanas mengkal 150 gr
Nanas matang 150 gr
F4 225 gr
Nanas mengkal 150 gr
F5 Nanas mengkal 300 gr 150 gr
F6 Nanas mengkal 300 gr 225 gr
Sumber: Laporan Sementara

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 2.2 Hasil Uji Kesukaan Selai Buah
Parameter
Sampel
Warna Aroma Rasa Daya Oles Overall
746 3,68b 3,35c 4,08c 3,92c 3,92d
a
457 1,96 2,40ab 2,24 a
1,32a 1,80a
653 2,28a 2,24a 2,64ab 1,48a 2,00ab
a
235 2,48 2,54ab 2,68 ab
1,44a 2,24b
932 4,24c 3,36c 3,88c 4,28d 4,12d
b
784 3,24 2,84ab 3,00 b
2,48b 2,92c
Sumber : Laporan Sementara

Keterangan :
746 : Nanas matang 300 gr + gula 150 gr
457 : Nanas matang 300 gr + gula 225 gr
653 : Nanas mengkal 150 gr + nanas matang 150 gr + gula 150 gr
235 : Nanas mengkal 150 gr + nanas matang 150 gr + gula 225 gr
932 : Nanas mengkal 300 gr + gula 150 gr
784 : Nanas mengkal 300 gr + gula 225 gr

Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat dibuat
dari campuran 45 bagian berat buah dan 55 bagian berat gula dengan
komponen asam pH 3,10 - 3,46, pektin 0,75% - 1,5%, dan kadar gula 60% -
65% (Setyaningsih dkk., 2009). Selai adalah produk yang diformulasikan dari
kandungan buah minimal 40% dan kadar padatan terlarut akhir 45 Brix.
Beberapa aditif seperti asam sitrat, agen pembentuk gel dan pektin dapat
ditambahkan. Dalam pembuatan selai konvensional, semua bahan dicampur
dalam proporsi yang telah ditentukan dan campuran terkonsentrasi dengan
menerapkan perlakuan panas pada tekanan normal atau dikurangi untuk
mencapai kadar padatan terlarut akhir (Oyeyinka et al., 2011). Selai atau jam
adalah makanan yang dibuat dari buah-buahan dengan penambahan gula atau
dekstrosa sehingga menghasilkan makanan awet dengan kandungan total
padatan terlarut minimal 65% (Sundari dan Komari, 2010).
Selai merupakan jenis makanan olahan yang berasal dari sari buah atau
buah-buahan yang sudah dihancurkan, ditambah gula dan dimasak sampai
mengental. Salah satu standar SNI selai adalah ketentuan jumlah kadar
padatan terlarut. Gula merupakan zat yang dapat larut dalam air, jumlah kadar
padatan terlarut produk selai nanas menurut SNI 01-3746-1995 minimal 65 %
b/b (Badan Standardisasi Nasional, 1995). Untuk mendapatkan tekstur selai
yang baik dengan viskositas tetap diperlukan pektin, gula, dan asam dalam
jumlah yang tepat. Gel yang terbentuk dari pektin dan gula memberi tekstur
yang kuat. SNI (1995) mensyaratkan kadar pektin maksimum 0,7% pada
produk selai dari buah-buahan (Ginting dkk., 2007).
Jam atau selai dibuat dengan cara memasak hancuran daging buah
bersama sejumlah gula hingga diperoleh konsistensi yang cukup kental untuk
dapat mengikat jaringan buah pada porsi yang diinginkan. Biasanya
komposisi bahan berisi atas 45% hancuran buah dan 55% gula. Bila dilihat
dengan refraktometer, kandungan padata total terlarut dalam produk akhir
tidak boleh kurang dari 68,5%. Produk jam biasanya dikemas dalam botol
gelas (Rukmana, 2011).
Selai merupakan produk yang dibuat dari seluruh bagian buah yang
dipotong dan diblender. Buah kemudian dipanaskan dengan air dan gula
untuk mengaktifkan pektin dalam buah. Campuran kemudian diletakkan pada
wadah. Persiapan pengawetan buah juga menambahkan pektin alami atau
buatan sebagai agen pengejel walaupun telah menggunakan gula dan madu.
Penggunaan pektin buatan sering dilakukan karena buah nanas memiliki
pektin alami yang rendah sehingga mempengaruhi sifat tekstur akhir selai
(Sucharitha dkk, 2012).
Proses pembuatan selai nanas dilakukan dengan mencuci buah nanas
kemudian dikupas hingga bersih. Selanjutnya, dipotong menjadi beberapa
bagian dan diblender. Setelah didapatkan bubur buah, kemudian ditambah
gula dan dimasak serta diaduk hingga mengental. Pada akhir pemanasan
dilakukan uji kecukupan panas dengan spoon test, yaitu dengan mengambil
selai dengan sendok dan jatuhkan dari atas wajan, jika jatuhnya terputus-
putus atau tidak mengucur, maka selai dianggap sudah masak (Santoso,
1998).
Uji organoleptis selai nanas yang digunakan adalah uji kesukaan scoring
dengan parameter uji warna, aroma, rasa, daya oles dan overall. Uji dilakukan
dengan menggunakan sebanyak 25 orang panelis. Hasil uji organoleptik dapat
dilihat pada tabel 2.2.
1. Warna
Pada parameter warna, sampel 937 berbeda nyata dengan seluruh
sampel lain. Sampel 457, 653 dan 235 tidak berbeda nyata namun berbeda
nyata dengan sampel 746, 937 dan 784. Sampel 746 dan 784 tidak berbeda
nyata namun berbeda nyata dengan sampel lainnya. Sampel 932 (300 gram
nanas mengkal+150 gram gula) adalah sampel yang paling disukai dan
sampel 457 (300 gram nanas matang+225 gram gula) adalah sampel yang
paling tidak disukai.
Warna selai nanas yang disukai konsumen adalah yang sama
dengan buah asalnya, yaitu kuning keemasan dan tidak gelap. Secara teori,
untuk mendapatkan warna selai yang bagus maka dipakai buah yang sudah
masak (Koswara, 2010) karena pada saat pematangan buah akan terjadi
perubahan warna kulit yang tadinya hijau menjadi kuning (Dwiari, 2008).
Namun pada praktium, sampel 932 yang terbuat dari nanas mengkal
mempunyai nilai tertinggi. Hal tersebut dikarenakan proses pemasakan
yang kurang tepat sehingga terjadi perusakan warna selai. Pemasakan yang
berlebihan dapat menyebabkan penguapan asam, pemecahan pektin, serta
kerusakan cita rasa dan warna (Sabari, 2006). Selain itu, warna yang tidak
sempurna ini disebabkan oleh proses pencampuran gula yang dilakukan di
awal. Gula tidak ditambahkan di awal karena adanya pemanasan akan
menyebabkan terjadinya browning karena waktu pemasakan terlalu lama.
Seharusnya gula ditambahkan ke dalam puree dengan cara bertahap, tidak
secara langsung dilakukan pencampuran di awal pemanasan (Winarno,
2004). Pemasakan menyangkut waktu pemasakan, suhu pemasakan dan
cara pengadukan.
Penambahan gula yang banyak dan pemanasan yang terlalu lama
juga menyebabkan terbentuknya kristal gula. Kristal gula tersebut dapat
menyebabkan warna selai menjadi pucat bahkan terdapat bagian yang
berwarna putih karena terbentuk gula di permukaan. Kondisi tersebut juga
dapat menyebabkan reaksi karamelisasi sehingga selai menjadi berwarna
gelap. Selain faktor pemanasan, perubahan warna selai juga dipengaruhi
reaksi pencoklatan enzimatis. Buah setelah dikupas akan berubah warna
menjadi coklat atau kehitaman. Hal ini disebabkan oleh reaksi kimia dari
asam pada buah dengan udara yang dikenal dengan reaksi pencoklatan
(browning enzimatis) (Dwiari, 2008).
2. Aroma
Pada parameter aroma, sampel 457, 235 dan 784 tidak berbeda
nyata namun berbeda nyata dengan sampel 746, 653 dan 932. Sampel 746
dan 932 tidak berbeda nyata namun berbeda nyata dengan sampel 457,
653, 235 dan 784. Sampel 653 berbeda nyata dengan seluruh sampel
lainnya. Sampel 932 (300 gram nanas mengkal+150 gram gula) adalah
sampel yang paling disukai dan sampel 653 (150 gram nanas mengkal+150
gram nanas matang+150 gram gula) adalah sampel yang paling tidak
disukai.
Aroma selai yang disukai konsumen adalah aroma yang sama
dengan buah asalnya. Untuk mendapatkan aroma dipakai buah yang sudah
masak (Koswara, 2010). Namun pada praktium, sampel 932 yang terbuat
dari nanas mengkal mempunyai nilai tertinggi. Hal tersebut dikarenakan
proses pemasakan dan komposisi gula yang kurang tepat sehingga
mengubah aroma selai. Komposisi gula yang tidak seimbang dengan
pemasakan berlebih dapat menyebabkan aroma khas nanas bercampur
dengan aroma gula yang seperti gula pasir hampir menjadi aroma karamel
sehingga panelis tidak menyukainya atau.
3. Rasa
Pada parameter rasa, sampel 746 dan 932 tidak berbeda nyata
namun berbeda nyata dengan sampel 457, 653, 235 dan 784. Sampel 457
berbeda nyata dengan seluruh sampel. Sampel 653 dan 235 tidak berbeda
nyata namun berbeda nyata dengan sampel 746, 457, 932 dan 784. Sampel
746 (300 gram nanas matang+150 gram gula) adalah sampel yang paling
disukai dan sampel 457 (300 gram nanas matang+225 gram gula) adalah
sampel yang paling tidak disukai.
Rasa selai yang disukai konsumen adalah rasa selai yang manis dan
khas rasa buah asalnya. Untuk mendapatkan rasa buah dipakai buah yang
sudah masak (Koswara, 2010). Namun pada praktium, sampel 746 yang
terbuat dari nanas matang mempunyai nilai tertinggi, maka hal ini
menunjukkan hasil praktikum sesuai teori. Penambahan gula yang berlebih
juga dapat mempengaruhi rasa selai karena kristal yang terbentuk lebih
mengarah pada rasa gula pasir atau karamel dibanding rasa selai.
4. Daya Oles
Pada parameter daya oles, sampel 746, 932 dan 784 berbeda nyata
dengan seluruh sampel. Sampel 457, 653, dan 235 tidak berbeda nyata
namun berbeda nyata dengan 392, 932 dan 784. Sampel 932 (300 gram
nanas mengkal+150 gram gula) adalah sampel yang paling disukai dan
sampel 457 (300 gram nanas matang+225 gram gula) adalah sampel yang
paling tidak disukai.
Untuk mendapatkan sumber pektin digunakan buah yang tua tapi
belum masak. Pektin ialah senyawa karbohidrat yang berguna untuk
membentuk gel (bentuk seperti bubur sangat kental) jika bereaksi dengan
gula dan asam (Koswara, 2010). Dengan pektin yang sesuai maka akan
didapat selai dengan tektur yang disukai konsumen, yaitu konsisten,
lembut, tidak mengalami sineresis dan krisralisasi (Dwiari, 2008). Selai
yang lembut akan mudah menempel pada roti sehingga mudah dioleskan,
sedangkan selai yang keras tidak mudah mengoles dan menempelnya pada
roti. Pada praktium, sampel 363 yang terbuat dari nanas mengkal
mempunyai nilai tertinggi. Hal tersebut telah sesuai dengan teori.
5. Overall
Pada parameter overall, sampel 784 berbeda nyata dengan seluruh
sampel lain. Sampel 746 dan 932 tidak berbeda nyata namun berbeda
nyata dengan sampel 457,653, 235 dan 784. Sampel 457 berbeda nyata
dengan seluruh sampel. Sampel 653 berbeda nyata dengan seluruh sampel
lainnya. Sampel 932 (300 gram nanas mengkal+150 gram gula) adalah
sampel yang paling disukai dan sampel 457 (300 gram nanas matang +225
gram gula) adalah sampel yang paling tidak disukai. Selai yang bermutu
baik mempunyai ciri-ciri tertentu, yakni konsisten, warna cemerlang,
distribusi buah merata, tekstur lembut, flavor buah alami, tidak mengalami
sineresis (keluarnya air dari gel) dan kristalisasi selama penyimpanan
(Dwiari, 2008). Untuk membuat selai yang baik digunakan campuran buah
yang sudah tua (tapi belum masak) dan buah yang sudah masak dengan
perbandingan yang sama (Koswara, 2010). Namun pada praktium, sampel
932 yang terbuat dari nanas mengkal mempunyai nilai tertinggi. Hal
tersebut dikarenakan proses pemasakan yang kurang tepat sehingga terjadi
perusakan kualias selai.
Buah yang dapat digunakan untuk membuat selai atau jeli adalah
buah yang masak tetapi tidak terlalu matang dan tidak ada tanda-tanda
busuk. Buah yang masih muda tidak dapat digunakan untuk pembuatan
selai atau jeli karena masih banyak mengandung zat pati (karbohidrat) dan
kandungan pektinnya rendah (Esti dan Agus Sediadi, 2000). Penambahan
gula berperngaruh pada parameter warna selai. Jika penambahan gula
terlalu banyak dan diiringi dengan lamanya pemasakan maka akan
mengakibatkan perubahan warna selai nanas menjadi kuning kecoklatan
karena terjadi reaksi browning non-enzimatis (karamelisasi) yang
disebabkan kerusakan gula reduksi akibat proses pemanasan. Selain itu
dalam pembuatan selai gula berperanan penting sebab berkaitan dengan
pembentukan gel pektin di dalamnya. Gula yang ditambahkan pada proses
ini akan berpengaruh terhadap keseimbangan pektin-air yang ada, juga
menghilangkan kemantapan pektin. Pektin akan mengalami penggumpalan
dan membentuk serabut halus, struktur ini mampu menahan cairan. Kadar
pektin dalam jumlah yang banyak dapat menentukan tingkat kontinuitas
dan kepadatan serabut-serabut yang terbentuk (HR, 2011). Gula juga
termasuk pengawet dalam pembuatan aneka ragam produk-produk
makanan, termasuk pada selai buah ini (Ropiani, 2006).
Asam organik pada buah nanas matang meliputi asam sitrat, asam
malat, asam askorbat dan asam dehidroaskorbat. Pada buah nanas yang
telah matang memiliki kadar total asam askorbat yang rendah pada bagian
yang dapat dimakan (sari dan ampas buah). Tingkat asam askorbat lebih
tinggi pada bagian kulit buah karena mendukung sifat fungsi antioksidan.
Kandungan asam bebas meningkat dari bagian bawah ke bagian atas buah
dan meningkat dari bagian tengah ke bagian luar buah. Kandungan tinggi
galaktosa menunjukkan adanya rhamnose yang mengarah pada tingginya
kandungan polisakarida pektin. Pektin ini memungkinan tingginya
kuantitas percabangan dengan arabinogalaktan netral dan arabinoxilan
(Cordenunsi dkk, 2010).
Untuk memperoleh selai dengan aroma baik sebaiknya digunakan
buah dengan tingkat kematangan yang tinggi (matang). Pengolahan selai
buah dapat juga menggunakan campuran buah setengah matang dengan
buah yang benar-benar matang. Buah setengah matang akan memberi
pektin dan asam yang cukup yang dapat memperbaiki konsistensi selai
yang dihasilkan, sedangkan buah yang matang penuh akan memberikan
aroma yang diinginkan. Tingkat keasaman buah juga penting karena asam
akan menarik sari pektin dari buah. Perpaduan gula, asam, dan pektin
inilah yang karena dipanaskan membentuk jalinan (matriks) sehingga jeli,
selai, dan produk olahan buah yang lain menjadi kental atau pekat (Dwiari
dkk, 2008).
Untuk mendapatkan sumber pektin digunakan buah yang tua tapi
belum masak, sedangkan untuk mendapatkan cita rasa (aroma dan rasa
buah) dipakai buah yang sudah masak. karena dikehendaki dua-duanya
(pektin dan cita rasa), maka untuk membuat selai dan jelly yang baik
digunakan campuran buah yang sudah tua (tapi belum masak) dan buah
yang sudah masak dengan perbandingan yang sama. Formula yang
digunakan sebaiknya mempunyai perbandingan buah:gula = 45:55.
Kecukupan pemasakan diuji dengan cara mengambil selai dengan sendok
dan jatuhkan dari atas wajan, jika jatuhnya terputus-putus atau tidak
mengucur, maka selai dianggap sudah masak (Koswara, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas reologi selai antara lain
adalah suhu dan viskositas, shear rate, komposisi buah, gula, asam sitrat,
pektin, pH dan waktu. Pada selai buah, viskositas akan menurun dengan
kenaikan suhu yang berhubungan dengan waktu. Pada selai yang
menganduung gel seperti pektin sebagai agen pengental maka termasuk
fluida non-Newtonian sehingga permodelan shear rate dapat dihitung.
Komposisi buah berbeda-beda, kandungan yang mempengaruhi pada
pembuatan selai adalah gula, pektin dan asam organik seperti asam sitrat.
Pada produk yang memiliki padatan terlarut tinggi dapat meningkatkan
umur simpan. Produk buah yang memiliki kandungan tinggi akan serat
atau pektin membutuhkan tambahan pektin yang sedikit. Buah dengan
pektin tinggi akan susah ditangani karena protopektin terkestrak. Gelasi
pektin dipengaruhi oleh keasaman, subtansi total padatan terlarut dan
kandungan kalsium. Penggunaan persentase gula yang tinggi sangat
penting dikarenakan potensi gula untuk rekristalisasi. Sukrosa refinasi
telah diketahui bagus sebagai tambahan pada selai karena memiliki
kecenderungan rekristalisasi yang rendah. Sukrosa sebagian diinversi
menjadi glukosa dan fruktosa pada proses ketika pH rendah, hal ini yang
mengurangi kecenderungan gula membentuk kristal. Pektin dapat
terdispersi pada sirup gula berkonsentrasi tinggi ketika padatan terlarut
kurang dari 30% dan dapat dipercepat dengan pemanasan dan pengadukan.
Pada konsentrasi gula tinggi, pektin tidak terlarut sempurna. Rasio
viskositas hingga elastisitas pektin dipengaruhi oleh derajat esterifikasi,
pH dan tipe pektin. Pektin yang memiliki derajat esterifikasi yang rendah
akan terlarut dengan baik. Peningkatan pH dan kekuatan ion dapat
menurunkan viskositas larutan pektin. pH campuran yang rendah akan
susah untuk ditangani. Shear stress selai nanas bergantung pada shear
rate, suhu dan waktu yang spesifik. Kematangan buah menjadi penting,
karena buah yang terlalu matang akan kehilangan struktur dengan mudah
selama perebusan dan berkurang flavornya (Javanmard dan Endan, 2010).

E. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
a. Proses pembuatan selai nanas dilakukan dengan mencuci buah nanas
kemudian dikupas hingga bersih. Selanjutnya, dipotong menjadi
beberapa bagian dan diblender. Setelah didapatkan bubur buah,
kemudian ditambah gula dan dimasak serta diaduk hingga mengental.
Pada akhir pemanasan dilakukan uji kecukupan panas dengan spoon
test, yaitu dengan mengambil selai dengan sendok dan jatuhkan dari
atas wajan, jika jatuhnya terputus-putus atau tidak mengucur, maka
selai dianggap sudah masak.
b. Buah yang dapat digunakan untuk membuat selai atau jeli adalah buah
yang masak tetapi tidak terlalu matang dan tidak ada tanda-tanda
busuk. Buah yang masih muda tidak dapat digunakan untuk
pembuatan selai atau jeli karena masih banyak mengandung zat pati
(karbohidrat) dan kandungan pektinnya rendah (Esti dan Agus
Sediadi, 2000). Penambahan gula berperngaruh pada parameter warna
selai. Jika penambahan gula terlalu banyak dan diiringi dengan
lamanya pemasakan maka akan mengakibatkan perubahan warna selai
nanas menjadi kuning kecoklatan karena terjadi reaksi browning non-
enzimatis (karamelisasi) yang disebabkan kerusakan gula reduksi
akibat proses pemanasan

2. Saran
a. Saran yang dapat diberikan untuk praktikum selanjutanya pada acara
ini adalah penggunaan konsentrasi pada berbagai larutan disesuaikan
dengan referensi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Cordenunsi, B., Saura-Calixto, F., Diaz-Rubio, M.E., Zuleta, A., Tin, M.A,
Buckeridge, M.S., Silva, G.B., Carpio, C., Giuntini, E.B., Menezes, E.W.
dan Lajolo, F. 2010. Carbohydrate Composition of Ripe Pineapple (cv.
perola) and the Glycemic Response in Humans. Cinc. Tecnol. Aliment.,
Campinas, 30(1): 282-288, jan-mar

Debnath, Prasenjit dan Prasanta, Dey. 2012. A Survey on Pineapple and Its
Medicinal Value. Scholars Academic Journal of Pharmacy (SAJP) Volume-
1, Issue-1.

Dwiari, S.R., Asadayanti, D.D., Nurhayati, Sofyaningsih, M., Yudhanti, S.F.A.R.


dan Yoga, I.B.K.W. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta

Esti dan Agus Sediadi. 2000. Teknologi Pengolahan Pangan Selai dan Jeli Buah.
Jakarta

Fachruddin, Lisdiana. 2000. Teknologi Tepat Guna Membuat Aneka Selai.


Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Ginting, Erliana, Nila Prasetiaswati, dan Yudi Widodo. 2007. Peningkatan Daya
Guna dan Nilai Tambah Ubi Jalar Berukuran Kecil melalui Pengolahan
Menjadi Saos dan Selai. Jurnal Iptek Tanaman Pangan Vol. 2, No. 1, 2007

Javanmard, M. dan Endan, J. 2010. A Survey on Rheological Properties of Fruit


Jams. International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol.
1, No. 1, June, ISSN: 2010-0221.

Koswara, Sutrisno. 2010. Tekno Pangan dan Agroindustri. IPB. Bogor

Oyeyinka, S. A., et al. 2011. Selected Quality Attributes of Jam Produced from
Osmo-Dehydrated Cashew Apple. Journal of Food Technology 9 (1) : 27-31,
2011.
Rukmana, Rahman. 2011. Bertanam Buah-buahan di Pekarangan. Kanisius.
Yogyakarta

Santoso, H.B.,1998. Selai Nanas. Kanisius. Jakarta

Setyaningsih, Endang, Eni Purwani dan Dwi Sarbini. 2009. Perbedaan Kadar
Kalsium, Albumin dan Daya Terima pada Selai Cakar Ayam dan Kulit
Pisang dengan Variasi Perbandingan Kulit Pisang yang Berbeda. Jurnal
Kesehatan Vol. 2, No. 1, Juni 2009, Hal. 27-37.

SNI 01-3746-1995

Sucharitha, K.V., Beulah, A.M. dan Sahitya, C. 2012. Development and


Standardization of Ber-Pineapple Jam. International Journal of Food,
Agriculture and Veterinary Sciences ISSN: 2277-209X, Vol. 2 (3)
September-December, pp.126-130/Sucharitha et al.

Sundari, Dian dan Komari. 2010. Formulasi Selai Pisang Raja Bulu dengan
Tempe dan Daya Simpannya. Jurnal PGM 33 (1) : 93-101, 2010.

Syahrumsyah, Wiwit, dan Novitasari. 2010. Pengaruh Penambahan Karboksil


Metil Selulosa (CMC) dan Tingkat Kematangan Buah Nanas terhadap Mutu
Selai Nanas. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian.,
Universitas Mulawarman : Samarinda

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai