Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Ankylosing spondylitis (AS) adalah gangguan inflamasi multisistem kronis


terutama melibatkan sendi sacroiliaka (SI) dan aksial. Manifestasi klinis lainnya
termasuk artritis perifer, entesitis, dan keterlibatan organ ekstra-artikular. Nama lain
dari ankylosing spondylitis adalah spondilitis rheumatoid (Amerika) , rhizomegalique
spondyloarthrite (Perancis) , penyakit eponyms Marie-Strmpell, penyakit von
Bechterew.1
Spondylosis mempengaruhi 0,1-1,0 % dari populasi dunia. Penyakit ini
menyerang pada pria di banding wanita sebanyak 3:1. Onset dimulainya penyakit
dimulai pada usia dewasa muda sampai usia awal dewasa. Sementara pada usia lebih
dari 45 tahun jarang ditemukan2.1,2
Etiologi Ankylosing spondylitis tidak dipahami sepenuhnya; Namun, terdapat
kecenderungan genetik berhubungan langsung dengan gen HLA-B27. Peran yang
tepat dari HLA-B27 dalam mempercepat AS masih belum diketahui., Namun,
diyakini bahwa HLA-B27 bisa menyerupai atau bertindak sebagai reseptor untuk
antigen, seperti bakteri. 1,2
Diagnosis Ankylosing Spondylitis umumnya dibuat dengan menggabungkan
kriteria klinis nyeri punggung, inflamasi dan enthesitis atau arthritis dengan temuan
radiologis. Diagnosis dini sangat penting karena terapi medis dan fisik dini dapat
meningkatkan hasil fungsional. Seperti penyakit kronis, edukasi pasien sangat penting
untuk membiasakan pasien dengan gejala dan pengobatan penyakit. Penanganan
Ankylosing spondylitis melibatkan farmakologis, terapi fisik, dan bedah.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 Anatomi
Tulang belakang (vertebra) terdari dari 33 tulang: 7 buah tulang cervical, 12
buah tulang thoracal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral dan 4 tulang
coccygeus. Tulang cervical, thoracal dan lumbal membentuk columna vertebralis,
sedangkan tulang sacral dan coccygeus satu sama lain menyatu membentuk dua
tulang yaitu tulang sacrum dan coccygeus. Discus intervertebralis merupakan
penghubung antara dua corpus vertebra.3,4

Gambar 2.1
Gambar 2.2

Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang


belakang dan memungkinkan mobilitas vertebra.Fungsi columna vertebralis adalah
menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang secara mekanik sebenarnya
melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara seimbang tetap tegak.3

2
Vertebra cervical, thoracal, lumbal bila diperhatikan satu dengan yang lainnya
ada perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih lanjut tulang
tersebut mempunyai bentuk yang sama. Corpus vertebra merupakan struktur yang
terbesar karena mengingat fungsinya sebagai penyangga berat badan.3

Gambar 2.3

Prosesus transversus terletak pada ke dua sisi corpus vertebra, merupakan


tempat melekatnya otot-otot punggung. Sedikit ke arah atas dan bawah dari prosesus
transversus terdapat fasies artikularis vertebra dengan vertebra yang lainnya. Arah
permukaan facet join mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan
permukaan facet join.3
Pada daerah lumbal facet terletak pada bidang vertical sagital memungkinkan
gerakan fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis

3
lumbalis (hiperekstensi lubal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan
kelateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan
(lordosis dikurangi) kedua facet saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke
lateral berputar.3
Bagian lain dari vertebrae, adalah lamina dan predikel yang membentuk
arkus tulang vertebra, yang berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosesus spinosus
merupakan bagian posterior dan vertebra yang bila diraba terasa sebagai tonjolan,
berfungsi tempat melekatnya otot-otot punggung. Diantara dua buah tulang vertebra
terdapat discus intervertebralis yang berfungsi sebagai bentalan atau shock
absorbers bila vertebra bergerak.3
Discus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik
yang membungkus nucleus pulposus, suatu cairan gel kolloid yang mengandung
mukopolisakarida. Fungsi mekanik discus intervertebralis mirip dengan balon yang
diisi air yang diletakkan diantara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi
yang merata bekerja pada vertebrae maka tekanan itu akan disalurkan secara merata
ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain,
nucleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi
lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra
seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi.3

4
Gambar 2.4

Gambar 2.5

Karena proses penuaan pada discus intervebralis, maka kadar cairan dan
elastisitas discus akan menurun. Keadaan ini mengakibatkan ruang discus

5
intervebralis makin menyempit, facet join makin merapat, kemampuan kerja discus
menjadi makin buruk, annulus menjadi lebih rapuh.3
Akibat proses penuaan ini mengakibatkan seorang individu menjadi rentan
mengidap nyeri punggung bawah. Gaya yang bekerja pada discus intervebralis akan
makin bertambah setiap individu tersebut melakukan gerakan membungkuk, gerakan
yang berulang-ulang setiap hari yang hanya bekerja pada satu sisi discus
intervebralis, akan menimbulkan robekan kecil pada annulus fibrosus, tanpa rasa
nyeri dan tanpa gejala prodromal. Keadaan demikian merupakan locus minoris
resistensi atau titik lemah untuk terjadinya HNP (Hernia Nukleus Pulposus). Sebagai
contoh, dengan gerakan yang sederhana seperti membungkuk memungut surat kabar
di lantai dapat menimbulkan herniasi discus. Ligamentum spinalis berjalan
longitudinal sepanjang tulang vertebra. Ligamentum ini berfungsi membatasi gerak
pada arah tertentu dan mencegah robekan.3
Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamentum
posterior. Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus
vertebrae, besar dan kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae
yang satu dengan yang lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian
posterior corpus vertebrae, yang juga turut membentuk permukaan anterior canalis
spinalis. Ligamentum tersebut melekat sepanjang columna vertebralis, sampai di
daerah lumbal yaitu setinggi L 1, secara progresif mengecil, maka ketika mencapai L
5 sacrum ligamentum tersebut tinggal sebagian lebarnya, yang secara fungsional
potensiil mengalami kerusakan. Ligamentum yang mengecil ini secara fisiologis
merupakan titik lemah dimana gaya statistik bekerja dan dimana gerakan spinal yang
terbesar terjadi, disitulah mudah terjadi cidera kinetik.3

6
7
Gambar 2.6

Otot punggung bawah dikelompokkan sesuai dengan fungsi gerakannya. Otot


yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif
mengekstensikan vertebrae lumbalis adalah : M. quadratus lumborum, M.
sacrospinalis, M. intertransversarii dan M. interspinalis. Otot fleksor lumbalis adalah
muskulus abdominalis mencakup : M. obliqus eksternus abdominis, M. internus
abdominis, M. transversalis abdominis dan M. rectus abdominis, M. psoas mayor dan
M. psoas minor. Otot latero fleksi lumbalis adalah M. quadratus lumborum, M. psoas
mayor dan minor, kelompok M. abdominis dan M. intertransversarii. Jadi dengan
melihat fungsi otot di atas otot punggung di bawah berfungsi menggerakkan
punggung bawah dan membantu mempertahankan posisi tubuh berdiri.4

8
Gambar 2.7

Gambar 2.8

Medulla spinalis dilindungi oleh vertebrae. Radix saraf keluar melalui canalis
spinalis, menyilang discus intervertebralis di atas foramen intervertebralis.Ketika
keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua yaitu ramus anterior
dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut mempersarafi face t.
Akibat berdekatnya struktur tulang vertebrae dengan radix saraf cenderung rentan
terjadinya gesekan dan jebakan radix saraf tersebut. Semua ligamen, otot, tulang dan
facet join adalah struktur tubuh yang sensitive terhadap rangsangan nyeri, karena
struktur persarafan sensoris.4

9
Gambar 2.9
Kecuali ligament flavum, discus intervertebralis dan Ligamentum
interspinosum;karena tidak dirawat oleh saraf sensoris. Dengan demikian semua
proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti tekanan dan tarikan dapat
menimbulkan keluhan nyeri. Nyeri punggung bawah sering berasal dari ligamentum
longitudinalis anterior atau posterior yang mengalami iritasi. Nyeri artikuler pada
punggung bawah berasal dari facies artikularis vertebrae beserta kapsul
persendiannya yang sangat peka terhadap nyeri. Nyeri yang berasal dari otot dapat
terjadi oleh karena : aktivitas motor neuron, ischemia muscular dan peregangan
miofasial pada waktu otot berkontraksi kuat.4
Tulang belakang mempunyai tiga lengkungan fisiologis yaitu lordosis
servikalis, kyphosis thorakalis dan lordosis lumbalis. Bila dilihat dari samping dalam
posisi tegak ketiga lengkungan fisiologis ini disebut posture atau sikap. Posture yang
baik adalah posture tidak memerlukan tenaga, tidak melelahkan, tidak menimbulkan

10
nyeri, yang dapat dipertahankan untuk jangka waktu tertentu dan secara estetis
memberikan penampilan yang dapat diterima. Disini terjadi keseimbangan antara
kerja ligamen dan torus minimal otot.3
Secara keseluruhan posture dipengaruhi oleh keadaan anatomi, suku bangsa,
latar belakang kebudayaan, lingkungan pekerjaan, sex dan keadaan psikis seseorang.
Sudut lumbosakral adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan os. sakrum dengan
garis horizontal. Normal besar sudut lumbosakral (sudut Ferguson) 30 derajat. Rotasi
pelvis ke atas memperkecil sudut lumbosakral sedangkan rotasi pelvis ke bawah
memperbesar sudut lumbosakralis. 3
Bila seseorang membungkuk untuk mencoba menyentuh lantai dengan jari
tangan tanpa fleksi lutut, selain fleksi dari lumbal harus dibantu dengan rotasi dari
pelvis dan sendi cocsae. Perbandingan antara rotasi pelvis dan fleksi lumbal disebut
ritme lumbal-pelvis. Secara singkat punggung bawah merupakan suatu struktur yang
kompleks; dimana tulang vertebrae, discus intervertebralis, ligamen dan otot akan
akan bekerjasama membuat manusia tegak, memungkinkan terjadinya gerakan dan
stabilitas. Vertebrae lumbalis berfungsi menahan tekanan gaya static dan gaya kinetik
(dinamik) yang sangat besar maka dari itu cenderung terkena ruda paksa dan cedera.3

2.2 Histologi

11
Gambar 2.10

Tulang adalah jaringan ikat kaku, keras dan berbentuk tetap. Matrix terdiri
dari komponen organik dan anorganik. Komponen organik merupakan kumpulan
kristal-kristal kalsium hidroksiapatit yang terdiri dari kalsium dan fosfor yang
banyak. Sedangkan komponen anorganik berisi kolagen tipe I. Matrix
ektravaskulernya telah mengandung kalsium sehingga menutup jalanya sekresi sel
didalamnya. Akan tetapi, pertukaran zat antara osteosit dan kapiler darah tetap bisa
berjalan karena adanya komusikasi melalui kanalikuli. Periosteum melapisi bagian
luar tulang, sedangkan endosteum melapisi bagian dalam tulang.5

12
Gambar 2.11
Penampang sistem harverst

Sel-sel Tulang :

Sel osteoprogenitor
Merupakan embrionik sel mesenkim, sehingga menjaga kemampuan mitosis
(sangat berpotensi untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas). Berada pada
bagian dalam periosteum, lapisan saluran harvest, dan di dalam endosteum.5

Osteoblas
Terbentuk dari sel osteorogenitor yang telah berdiferensiasi. Tumbuh dibawah
pengaruh Bone Morphogenic Protein (BMP) dan Transforming Growth Factor
. Osteoblas juga berperan dalam sistesis komponen organik dari matrix
(Kolagen tipe I, Peptioglikan, dan glikoprotein). Mengalami proses aposisi
tulang yaitu komponen matrix disekresi pada permukaan sel yang berkontak
dengan matrix tulang yang lebih tua, dan lapisan matrix baru (namun belum
terkapur), yang disebut osteoid, diantara lapisan osteoblas dan tulang yang
baru dibentuk.5

13
Gambar 2.12

Osteosit
Merupakan sel tulang yang telah dewasa. Di dapat dari osteoblas yang
berdeferensiasi. Terdapat didalam lakuna yang terletak diantara lamela-lamela
matrix. Jumlahnya 20.000 30.000 /mm3. Sel-sel ini secara aktif terlibat
untuk mempertahankan matrix tulang dan kematianya diikuti oleh resorpsi
matrix tersebut.5

Osteoklas
Berinti banyak. Memiliki peranan penting dalam proses resorpsi tulang.
Berasal dari penggabungan sel-sel sumsum tulang. Osteoklas mensekresi
kolagenase dan enzim lain sehingga memudahkan pencernaan kolagen
setempat dan melarutkan kristal gram kalsium. Aktifitasnya dipengaruhi oleh
hormon sitokinin. Osteoklas memiliki reseptor untuk kalsitokinin, yakni suatu
hormon tiroid, tetapi bukan untuk hormon paratiroid. Akan tetapi osteoblas
memiliki reseptor untuk hormon paratiroid dan begitu teraktivasi oleh hormon

14
ini, osteoblas akan memperoduksi suatu sitokin yang merupakan faktor
perangsang osteoklas.5

Tulang Rawan ( Kartilago )



Kartilago Hyalin
Matrixnya terdiri dari kolagen tipe II, proteoglikan, glikoprotein, dan
ekstrasellular fluid. Berwarna coklat kebiru-biruan, semi tembus cahaya, dan
lunak. Terletak di hidung, laring, akhir dari tulang rusuk, dan cincin trakea dan
bronkus. Histogenesis dan pertumbuhan5:
Sel mesenkim sendiri kemudian berkumpul membentuk pusat kondrofikasi
lalu berdifersnsiasi menjadi kondroblas dan mensekresi matrix kartilago
disekelilingnya,kemudia terbentuk lakuna dan kondroblas yang dikelilingi
matrixnya disebut kondrosit lalu terbentuk divisi sel lebih dari 2 kondrosit
disebut kelompok isogenous.Perikondrium terbentuk di batas luar ketika
proses pembentukan kondrosit.5
Teritorial matrix merupakan matrix yang berada di sekeliling lakuna,
mengandung sedikit kolagen dan banyak kondrotinsulfat. Sedangakan
interteritorial matrix adalah matrix terbesar dan mengandung lebih banyak
kolagen, serta lebih sedikit kandunagn proteoglikannya.5

Gambar 2.13
Kartilago Hyalin


Kartilago Elastin

15
Ditemukan di aurikula telinga, dinding telinga bagian luar, saluran eustachius,
epiglottis, dan tulang rawan kuneiformis di laring, pada bagian perikondrium,
lebih banyak mengandung serat elastin, sehingga lebih elastis. Kondrositnya
lebih besar bila dibandingkan dengan kartilago hyalin. Memiliki warna
kekuningan karena memiliki elastin dalam serat elastis.5

Kartilago Fibrosa
Merupakan jaringan intermediate antara jaringan ikat padat dan kartilago
hyalin. Terdapat pada discus invertebralis, simfisis pubis, dan dalam tendon-
tendon tertentu. Matrixnya mengandung kolagen tipe I dan bersifat asidofilik.
Tidak terdapat perikondrium yang dikanali dalam kartilago fibrosa5.

Karakteristik Tulang Rawan


Tulang rawan merupakan jaringan yang terdiri dari sel-sel rawan yang
terdapat kondrosit dan bahan dasar tulang rawan sebagai bahan antar sel.Terdapat 3
jenis tulang rawan berdasarkan karakteristiknya :5

Tulang rawan hyalin5
Ciri-ciri :
o Konsistensi lunak, agak elastis
o Warna kebiru-biruan
o Bahan dasar homogeny

Tulang rawan elastin5
Ciri-ciri :
o Warna kekuning-kuningan
o Lebih fleksibel dan elastis
o Bahan dasar terdapat anyaman serabut-serabut elastin diseluruh bagian
terutama di sekitar kondrosit,serabut ini kemudian melanjutkan diri ke
perikandrium
o Kondrosit,tudung sel tulang rawan dan kelompok isogen seperti pada
tulang rawan hyalin

Tulang rawan fibrosa5
Ciri-ciri :
o Kondrosit dan tudung sel tulang rawan seperti pada tulang hyaline

16
o Kelompok isogen hanya sedikit,karena bahan antar sel agak padat
o Kemungkinan sel membelah diri sedikit
o Terdapat bahan sabut kolagen disetiap bagian.
o Merupakan peralihan antara jaringan ikat fibrilair dengan jaringan tulang
rawan.

2.3 Fisiologi
Secara struktural5 :

Persendian fibrosa, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan
diperkokoh dengan jaringan ikat fibrosa.

Persendian kartilago, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan
diperkokoh dengan jaringan kartilago.

Persendian sinovial, yaitu persendian yang memiliki rongga sendi dan
diperkokoh dengan kapsul dan ligament artikular yang membungkusnya.

Menurut fungsinya 5:
Sendi sinartosis (sendi mati), sendi ini dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa
atau kartilago.Sendi jenis ini antara lain adalah :
o Sutura, yaitu sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa
rapat yang hanya ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh: sutura
sagital dan parietal.
o Sinkondrosis, yaitu sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan
kartilago hialin. Contoh: lempeng epifisis sementara antara epifisis dan
diafisis pada tulang panjang anak.
Sendi amfiartosis (sendi dengan pergerakan terbatas)
Sendi ini memungkinkan gerakan terbatas sebagai respon terhadap torsi dan
kompresi. Sendi jenis ini antara lain adalah:
o Simfisis, adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan
diskus kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan
terjadi sedikit gerakan. Contoh: simpisis pubis
o Sindesmosis, terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan
dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh:

17
ditemukan pada tulang yang bersebelahan seperti radius dan
ulna, serta tibia dan fibula
o Gomposis, adalah sendi dimana tulang berbentuk kerucut masuk
dengan pas dalam kantong tulang, seperti pada gigi yang tertanam
pada tulang rahang
Sendi diartosis (sendi dengan pergerakan bebas) disebut juga sendi sinovial.
Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial.

HISTOLOGI PERSENDIAN SINOVIAL


Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang.Sendi dapat dibagi
menjadi tiga tipe menurut strukturnya, yaitu sendi fibrosa dimana tidak terdapat
lapisan kartilago, antara tulang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi
menjadi dua subtipe yaitu sutura dan sindemosis.Kemudian yang kedua adalah sendi
kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong oleh
ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan
simpisis dan yang ketiga adalah sendi sinovial.Sendi sinovial merupakan sendi yang
dapat mengalami pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya
dilapisi oleh kartilago hialin.Kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang
melintasi sendi, tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh.Sinovium
menghasilkan cairan sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak membeku,
dan mengandung lekosit.Asam hialuronidase bertanggung jawab atas viskositas
cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial.Cairan sinovial mempunyai
fungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi. Sejalan dengan gerakan ke depan,
cairan bergeser mendahului beban ketika tekanan berkurang cairan kembali ke
belakang.5

18
Gambar 2.14

Kemudian menurut fungsinya sendi dibagi dua macam yaitu pertama adalah
sinartrosis yaitu terbatas atau tidak ada gerakan. Kemudian dari sinartrosis dapat
dibagi menjadi tiga subtipe yaitu sinostosis yang dihubungkan oleh tulang dan tulang
tengkorak, yang kedua sinkondrosis yang dihubungkan oleh tulang rawan dan
lempeng epifisis, yang ketiga sindesmosis yang dihubungkan oleh jaringan ikat padat
dan simfisis pubis, sendi radioulnar, tibiofibula. Dan tipe macam sendi yang kedua
menurut pergerakanannya adalah sendi diartrosis yaitu dua tulang panjang yang
ujungnya dijaga oleh ligamentum dan kapsula jaringan ikat.Kapsula ini membatasi
kavum artikular yang berisi cairan sinovial (transparan, tidak berwarna,
kental).Cairan sendi merupakan transudat plasma yang amat kental, mengandung
hialuronan konsentrasi tinggi, dihasilkan oleh sinoviosit tipe B pada membran
sinovial.Pada sendi, kedua ujung tulang dilapisi oleh tulang rawan hialin yang tidak
ada perikondrium.Kapsula pada diartrosis banyak bentuknya tergantung dari
sendinya, secara umum kapsula ini terdiri dari dua lapis bagian luar adalah lapisan
fibrosa, dan bagian dalam adalah membran sinovial. Membran sinovial itu sendiri
terdiri dari dua tipe sel yaitu fibroblas dan sinoviosit tipe B. sel sinoviosit tipe B
berbentuk epiteloid (bukan epitel murni)5

19
Gambar 2.15

Sendi sinovial tersusun atas tulang rawan sendi yang tersusun atas tulang
rawan hialin yang berfungsi untuk melindungi tulang dari benturan dan meredam
tekanan.Rongga sendi sebagai tempat cairan sinovial, cairan sinovial berasal dari
filtrasi darah yang disekresikan fibroblast dalam membrane sinovial, cairan ini
berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah gerakan. Kemudian terdapat juga
reinforcing ligamen berfungsi untuk mempertebal kapsul sendi, reinforcing ligament
terbagi menjadi dua yaitu extracapsular ligament yang berada di luar kapsul sendi dan
intracapsular ligamen yang berada di dalam. Terdapat juga syaraf akan mendeteksi
rasa nyeri pada persendian dan memonitor peregangan pada sendi. Dan pembuluh
darah untuk membentuk cairan sinovial5.

2.4 Definisi
Ankylosing spondylitis (AS) adalah gangguan inflamasi multisistem kronis
terutama melibatkan sendi sacroiliaka (SI) dan aksial. Manifestasi klinis lainnya
termasuk artritis perifer, entesitis, dan keterlibatan organ ekstra-artikular. Nama lain
dari ankylosing spondylitis adalah spondilitis rheumatoid (Amerika) , rhizomegalique

20
spondyloarthrite (Perancis) , penyakit eponyms Marie-Strmpell, penyakit von
Bechterew.1
Ankylosing spondylitis merupakan prototype dari spondiloatropati seronegatif
yang terdiri atas arthritis psoriatic, artritis reaktif dan artritis enteropati. Berasal dari
Bahasa Yunani ankylose yang berarti bengkok dan spondylos yang berarti vertebra.
Ankylosing spondylitis merupakan inflamasi kronik yang melibatkan sendi-sendi
aksial dan perifer, entesitis dan bisa mempunyai manifestasi ekstraartikular.6
Ankylosing spondylitis adalah bentuk artritis yang menyebabkan peradangan
pada tulang belakang dan sendi-sendi sakroiliaka. Kondisi ini ditandai dengan
kekakuan progresif dari sekelompok sendi dan ligamen di tulang belakang,
menyebabkan rasa sakit kronis dan gangguan mobilitas tulang belakang. Ketika
tulang belakang pasien menjadi lebih kaku, beberapa fraktur stres kecil dapat
berkembang dan patah tulang ini dapat sangat menyakitkan. Jika parah, ankylosing
spondylitis juga dapat menyebabkan fusi (penggabungan) ligamen tulang belakang
dengan cakram/diskus antar vertebra2,3,4,5.2

2.5 Epidemiologi
Ankylosing spondylitis (AS) merupakan penyakit terbanyak dari
spondyloarthropathies klasik. Prevalensi bervariasi dengan prevalensi gen HLA-B27
dalam masyarakat tertentu. Secara umum, AS lebih sering terjadi pada kulit putih
daripada di non-kulit putih. Ini terjadi pada 0,1-1% dari populasi umum, dengan
prevalensi tertinggi di negara-negara Eropa Utara dan terendah di sub-Sahara Afrika.1
Sekitar 1-2% dari semua orang yang positif untuk HLA-B27 mengembangkan
AS. Hal ini meningkat menjadi 15-20% jika mereka memiliki tingkat pertama relatif
dengan HLA-B27 positif AS. 1,2,6
Usia onset AS biasanya dari remaja akhir hingga usia 40 tahun. Sekitar 10%
-20% dari semua pasien mengalami gejala onset sebelum usia 16 tahun. AS tidak

21
biasa terjadi pada orang tua lebih dari 50 tahun, meskipun diagnosis penyakit ringan
atau tanpa gejala dapat dilakukan pada usia lanjut.1,2,6
AS, secara umum, didiagnosis lebih sering pada laki-laki; yang laki-wanita
rasio 3: 1. Namun, perempuan mungkin memiliki penyakit yang lebih ringan atau
subklinis.1,2,6
Prevalensi AS sejajar dengan prevalensi HLA-B27 pada populasi umum.
Prevalensi HLA-B27 dan AS lebih tinggi pada orang kulit putih dan beberapa
penduduk asli Amerika daripada di Afrika Amerika, Asia, dan kelompok etnis kulit
putih lainnya. AS yaitu paling tidak lazim di sub-Sahara Afrika. Kurang umum versi
remaja-onset yang dari AS adalah lebih umum di antara penduduk asli Amerika,
Meksiko, dan orang-orang di negara berkembang.1

2.6 Etiologi
Etiologi AS (Ankylosing Spondylitis) tidak diketahui, namun terdapat
kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan bekerja untuk menghasilkan gejala
klinis.1
Predisposisi genetik
Hubungan yang kuat dari AS dengan HLA-B27 adalah bukti langsung tentang
pentingnya kecenderungan genetic. Dari berbagai subtipe genotipe HLA-B27, HLA-
B * 2705 memiliki asosiasi terkuat dengan spondyloarthropathies. HLA-B * 2702, *
2703, * 2704, dan 2707 * juga terkait dengan AS. Orang yang homozigot untuk
HLA-B27 berada pada risiko lebih besar untuk AS dibandingkan mereka yang
heterozigot AS adalah lebih sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga AS
atau spondyloarthropathy seronegatif lain. Tingkat konkordansi pada kembar identik
adalah 60% atau kurang. HLA-B27 -restricted CD8 + (sitotoksik) sel T mungkin
memainkan peran penting dalam spondyloarthropathies bakteri-terkait seperti arthritis
reaktif. Sebuah interaksi epistatik antara HLA-B60 dan HLA-B27 meningkatkan
risiko mengembangkan AS.1
Urutan asam amino yang dibagi antara daerah antigen-mengikat beberapa
subtipe genotipe HLA-B27, terutama HLA-B * 2705, dan nitrogenase dari Klebsiella
pneumoniae mendukung mimikri molekuler sebagai mekanisme yang mungkin untuk

22
induksi spondyloarthropathies di genetik host rentan melalui stimulus lingkungan,
termasuk bakteri dalam saluran pencernaan. CYP 2D6 adalah lemah terkait dengan
AS. ARTS1 juga berhubungan dengan AS. Gen ini mengkodekan aminopeptidase
retikulum endoplasma, yang memotong reseptor sitokin untuk IL-6, TNF-, dan IL-1
dari permukaan sel dan penting dalam presentasi antigen oleh kelas 1 kompleks
histokompatibilitas utama (MHC) molekul.1
IL23R, yang mengkode reseptor untuk IL-23, juga terkait dengan AS. IL-23
mempromosikan kelangsungan hidup sel TH17 CD4 + T. Sel TH17 memainkan peran
penting dalam respon inflamasi dengan memproduksi berbagai sitokin proinflamasi
(misalnya, IL-17, IL-6, dan TNF-) dan merekrut sel-sel inflamasi lain (misalnya,
neutrofil) pada penyakit inflamasi dan infeksi. Dengan demikian, mereka dapat
memainkan peran penting dalam sel patogenesis AS dan spondyloarthropathies
lainnya.1
Gen yang mungkin terkait dengan spondilitis ankylosing termasuk ANKH dan
HLA-DRB1.Banyak gen telah dikeluarkan dalam etiologi ankylosing spondylitis,
termasuk TGF-, MMP3, IL-10, IL-6, immunoglobulin (Ig) allotypes, TCR, TLR4,
NOD2 / CARD15, CD14, NFbBIL1, dan PTPN22, antara lain.1

Mekanisme imunologi
Mekanisme lain yang mungkin dalam induksi AS adalah peptida
artritogenik dari bakteri enterik oleh molekul HLA tertentu. Banyak pasien
dengan AS memiliki subklinis inflamasi saluran pencernaan dan antibodi IgA
meningkat diarahkan terhadap Klebsiella. Bakteri dapat menyerang saluran
pencernaan dari host yang rentan secara genetik, yang menyebabkan
peradangan kronis dan peningkatan permeabilitas. Seiring waktu, antigen
bakteri yang mengandung peptida artritogenik memasuki organisme melalui
aliran darah.1
Lokalisasi patologi untuk jenis jaringan ikat tertentu (misalnya,
entheses) dapat dijelaskan oleh afinitas antigen bakteri ke situs-situs tertentu.

23
Stres biomekanik, seperti yang terjadi pada entheses di tulang belakang dan
kaki, mungkin predisposisi entesitis klinis di situs tersebut.1
Faktor-faktor lingkungan
AS tidak berkembang pada setiap orang yang HLA-B27-positif; dengan
demikian, jelas bahwa faktor lingkungan yang penting. Bahkan kerabat
tingkat pertama yang HLA-B27-positif tidak seragam mengembangkan
penyakit. Hanya 15-20% orang tersebut mengidap penyakit ini. Pasien dengan
AS mungkin mengalami eksaserbasi setelah trauma. Tidak ada studi ilmiah
mendukung trauma sebagai penyebab AS.1

2.7 Klasifikasi

Gambar 2.16

AS adalah prototipe dari spondyloarthropathies, keluarga gangguan terkait


yang juga termasuk arthritis reaktif (ReA), psoriatic arthritis (PsA),
spondyloarthropathy berhubungan dengan penyakit inflamasi usus (IBD),

24
spondyloarthropathy berdiferensiasi (USpA), dan, kemungkinan, penyakit Whipple
dan penyakit Behet. Spondyloarthropathies dihubungkan oleh genetik (antigen
leukosit manusia [HLA] kelas I gen HLA-B27) dan patologi umum (entesitis).1

2.8 Patogenesis dan Patofisiologi


Perjalanan penyakit dari ankylosing spondylitis masih belum jelas sampai saat
ini. Hal ini diasumsikan sebagai suatu penyakit autoimmune. Terdapat peran jelas dari
sitokin, karena pasien menunjukkan perbaikan dengan anti-tumor necrosis factor
(anti-TNF-) agen. Terdapat pula komponen genetik, dan gen HLA-B27 ditemukan
dalam lebih dari 90% pasien dengan ankylosing spondylitis, meskipun kejadian
bervariasi tergantung pada beberapa populasi yang diteliti. Agregasi familial terlihat
bahkan tanpa gen HLA-B27. Sebuah pemicu infeksi untuk penyakit ini masih
merupakan hipotesis.10

Gambar 2.17

25
Hubungan genetik dominan dengan ankylosing spondylitis adalah kelompok
MHC, khususnya HLA-B27. Ada hubungan yang signifikan dari ankylosing
spondylitis dengan HLA-B27, dan diperkirakan berkontribusi 20 dan 40% pada
ankylosing spondylitis. HLA-B27 adalah molekul MHC Kelas I yang dikodekan pada
kromosom 6; meskipun diantara jenis sel, ekspresinya lebih tinggi dari antigen-
presenting cells. Setelah translation dan tertiary folding, protein ini mengikat 2-
mikroglobulin dan dimuat dengan oligopeptide. Peptida ini biasanya berasal dari self-
protein, tetapi peptida antigenik dapat ditampilkan ketika mikroba intraseluler
menginfeksi sel. Kompleks trimolekular berjalan melalui aparatus Golgi ke
permukaan sel di mana peptida antigenik disajikan kepada CD8 + limfosit atau sel
NK. HLA-B27 juga memiliki asosiasi dengan spondyloarthropathies lain, termasuk
artritis reaktif, psoriasis arthritis, dan uveitis anterior. Ada hubungan genetik yang
kuat antara HLA-B27 dan ankylosing spondylitis, dengan isoform protein yang
ditemukan dalam lebih dari 90% dari pasien yang menderita; Namun, kurang dari 5%
dari HLA-B27 + individu akan mengembangkan ankylosing spondylitis. 10
Imunopatogenesis ankylosing spondylitis diduga melibatkan peningkatan
regulasi sitokin proinflamasi. Tumor necrosis factor- secara konsisten ditemukan
lebih tinggi pada pasien dengan ankylosing spondylitis dibandingkan pada orang
sehat, dan ada bukti bahwa terapi anti-TNF secara efektif dapat meningkatkan baik
parameter penyakit klinis dan laboratorium. Peradangan pada ankylosing spondylitis
terjadi terutama pada sendi sacroiliac, namun bisa melibatkan entheses, badan
vertebra yang berdekatan dengan diskus intervertebralis, dan perifer bersama
sinovium. Fitur patologis extraarticular termasuk keterlibatan mata, jantung, paru,
gastrointestinal, dan sistem ginjal. 10
Entesitis, baik di aksial dan kerangka apendikular, adalah fitur patologis
utama dari spondyloarthritis. Enthesis adalah keadaan di mana tendon atau ligamen
melekat pada tulang. Pada keadaan ini biasanya berkembang edema tulang diikuti
oleh erosi, dilanjutkan osifikasi, akhirnya ankilosis. Peradangan sendi sacroiliaca

26
diikuti oleh ankilosis. Pada tulang belakang, kita dapat melihat peradangan di
persimpangan fibrosis anulus dari diskus tulang rawan dengan margin tulang
vertebra. Pada akhirnya, ini menyebabkan pembentukan syndesmophytes, dengan
bridging yang mengarah ke penampilan radiografi dari tulang belakang bamboo.
Spinal facet joint menunjukkan sinovitis diikuti oleh ankilosis.
Pasien dengan ankylosing spondylitis umumnya menyebabkan densitas tulang
menurun. Rendahnya kepadatan mineral tulang pada pasien tampaknya terkait dengan
aktivitas dan tingkat keparahan proses inflamasi yang mendasari, meskipun
mekanismenya masih belum jelas. Penyebab lain osteoporosis luar aktivasi osteoklas
inflamasi pada populasi ini termasuk penggunaan kortikosteroid, imobilitas, dan
ketidakseimbangan hormone.9
2.9 Gambaran Klinis
Penting untuk dicatat bahwa perjalanan dari ankylosing spondylitis bervariasi
dari orang ke orang. Gejala dapat timbul pada ankylosing spondylitis. Meskipun
gejala biasanya mulai muncul pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa (usia
17-45), gejala dapat terjadi pada anak-anak.7
Biasanya, gejala pertama dari ankylosing spondylitis adalah sering mengalami
nyeri dan kekakuan pada punggung bawah dan bokong, yang datang secara bertahap
selama beberapa minggu atau bulan. Pada awalnya, ketidaknyamanan hanya dapat
dirasakan pada satu sisi. Rasa sakit biasanya lamban dan menyebar, bukan lokal.
Nyeri dan kekakuan ini biasanya lebih buruk di pagi hari dan pada malam hari, tetapi
dapat diperbaiki dengan mandi hangat atau berolahraga ringan. 7
Pada tahap awal dari ankylosing spondylitis, mungkin terjadi demam ringan,
kehilangan nafsu makan dan ketidaknyamanan. Penting untuk dicatat bahwa nyeri
punggung dari ankylosing spondylitis adalah peradangan alami, bukan mekanik. Rasa
sakit biasanya menjadi persisten (kronis) dan dirasakan di kedua sisi, biasanya
bertahan untuk setidaknya tiga bulan. Selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun,
kekakuan dan nyeri dapat menyebar ke tulang belakang dan ke leher. Nyeri dan nyeri

27
menyebar ke tulang rusuk, tulang belikat, pinggul, paha dan mungkin juga pada
tumit. 7
Ankylosing spondylitis dapat hadir berbeda pada onset pada wanita
dibandingkan pada pria. Perempuan sering hadir dengan cara yang lebih atipikal
sehingga lebih sulit untuk membuat diagnosis pada wanita. Beberapa wanita dengan
ankylosing spondylitis menyatakan bahwa gejala mereka dimulai di leher bukan di
punggung bawah. 7
Berbagai tingkat kelelahan mungkin juga terjadi sebagai hasil dari peradangan
yang disebabkan oleh ankylosing spondylitis. Tubuh harus mengeluarkan energi
untuk menangani peradangan, sehingga menyebabkan kelelahan. Anemia ringan
sampai sedang mungkin terjadi, yang mungkin juga hasil dari peradangan, dapat
berkontribusi untuk kelelahan. 7
Gejala lainnya sebagian kecil individu, nyeri tidak dimulai di punggung
bawah, tetapi pada sendi perifer seperti pinggul, pergelangan kaki, siku, lutut, tumit
atau bahu. Nyeri ini biasanya disebabkan oleh enthesitis, yang merupakan peradangan
pada situs di mana ligamen atau tendon melekat pada tulang. Peradangan dan nyeri
pada sendi perifer lebih sering terjadi pada remaja dengan ankylosing spondylitis. Hal
ini dapat membingungkan karena, tanpa kehadiran langsung dari sakit punggung,
ankylosing spondylitis mungkin terlihat seperti bentuk lain dari arthritis. 1
Banyak orang dengan ankylosing spondylitis juga mengalami peradangan
usus, yang mungkin berhubungan dengan penyakit Crohn atau kolitis ulserativa.
Ankylosing spondylitis sering disertai dengan iritis atau uveitis (radang mata). Sekitar
sepertiga orang dengan ankylosing spondylitis akan mengalami peradangan mata
setidaknya sekali. Tanda-tanda iritis atau uevitis adalah: Mara menjadi menyakitkan,
berair, penglihatan kabur merah dan individu dapat mengalami dan kepekaan
terhadap cahaya terang. 7
Pasien dengan ankylosing spondylitis paling sering mengalami nyeri
punggung bawah. Rasa sakit ini terletak di atas sakrum (bagian bawah tulang
belakang) dan dapat menyebar ke pangkal paha dan bokong serta kaki. Nyeri

28
punggung bawah tetap ada bahkan saat beristirahat. Pola Nyeri ini adalah
karakteristik dari sakroilitis bilateral (peradangan pada sendi sakroiliaka). 7
Dengan waktu, nyeri punggung berlangsung sampai tulang belakang dan
mempengaruhi tulang rusuk. Ekspansi dada kemudian menjadi terbatas. Pasien harus
berlatih bernapas menggunakan diafragma. Leher bagian dari tulang belakang (tulang
belakang leher) menegang di akhir perjalanan penyakit, yang menyebabkan
pembatasan dalam gerakan leher dan rotasi kepala. Akhirnya, tulang belakang benar-
benar kaku dan kehilangan lekukan dan gerakan normal. 7

2.10 Diagnosis
Kriteria diagnosis ankylosing spondylitis dikembangkan pada Konferensi
Penyakit Reumatik di Roma dan New York. Kriteria diagnosis masing-masing disebut
sebagai kriteria Roma (1963) dan kriteria New York (1968). Meskipun kriteria ini
tidak sempurna, kriteria tersebut telah diterima untuk digunakan dalam mendiagnosis
ankylosing spondylitis. Sakroilitis adalah karakteristik khas dari ankylosing
spondylitis, dan kehadirannya diperlukan untuk menunjang diagnosis pada dua
kriteria ini.8
Kriteria Roma (1963):
Ankylosing spondylitis hadir jika sakroilitis bilateral dikaitkan dengan salah satu
kriteria berikut:
-
Low back pain dan kekakuan selama lebih dari tiga bulan
-
Nyeri dan kekakuan di daerah dada
-
Pergerakan terbatas di daerah pinggang
-
Ekspansi dada terbatas
-
Sejarah bukti iritis (radang iris) atau kondisi yang dihasilkan dari iritis 8
Kriteria diagnostik pertama yang dibuat adalah kriteria Roma yang dibuat
pada tahun 1961, kemudian disusul dengan munculnya kriteria New York pada tahun
1966 dan akhirnya muncul kriteria yang terakhir yaitu kriteria New York yang
mengalami modifikasi pada tahun 1984.Modifikasi kriteria New York (1984) terdiri
dari :

29
Nyeri pinggang paling sedikit berlangsung selama 3 bulan, membaik
dengan olah raga dan tidak menghilang dengan istirahat.
Keterbatasan gerak vertabra lumbal pada bidang frontal Maupun sagital.
Penurunan relatif derajat ekspansi dinding dada terhadap umur dan jenis
kelamin.
Sacroiliitas bilateral grade 2-4.
Sacroiliitis unilateral grade 3-4.
Diagnosis ankylosing spondylitis definitif apabila terdapat sacroiliitis unilateral grade
3-4 atau sacroiliitis bilateral grade 2-4 disertai dengan salah satu gejaia klinis di atas.8
2.11 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada tes laboratorium yang pasti untuk mendiagnosis ankylosing
spondilitis. Umumnya pemeriksaan darah rutin tidak membantu untuk mendiagnosis
ankylosing spondilitis. Pemeriksaan LED dan c-reaktif protein tidak selalu
didapatkan peninggian. Anemia ringan mungkin ada. Pasien dengan penyakit yang
parah dapat menunjukkan alkaline phospatase yang tinggi. Peninggian serum IgA
umum terjadi dan berhubungan dengan fase akut. Rheumatoid faktor dan ANAs
sebagian besar tidak muncul walaupun ANAs dapat muncul karena terapi anti-TNF.
Pemeriksaan cairan synovial dari sendi perifer juga tidak spesifik didapatkan
inflamasi. Pada kebanyakan kelompok etnis penderita ankylosing spondilitis HLA-
B27 didapatkan pada 80-90 % pasien.12
Pemeriksaan Radiologis
Perubahan radiologis khas ankylosing spondilitis terutama pada kerangka
axial pada sendi sacroiliaca. Biasanya sering ditemukan gambaran sakroilitis terdiri
dari gambaran kabur tulang pelat subchondral yang diikuti erosi dan sclerosis tulang
berdekatan. Progresi dari erosi tulang subchondral dapat menyebabkan
pseudowidening ruang sendi sacroiliac. Seiring waktu, fibrosis bertahap, kalsifikasi,
bridging interoseus, dan pengerasan terjadi. Erosi menjadi kurang jelas, tapi sclerosis
subchondral berlanjut, menjadi fitur radiografi yang paling menonjol. Pada akhirnya,
biasanya setelah beberapa tahun, mungkin ada tulang Ankylosis lengkap dari sendi

30
sacroiliac, dengan resolusi tulang sclerosis. Hal ini praktis sesuai untuk radiografi
sakroilitis pada kriteria New York.13
Grading of Sacroiliitis: New York Criteria13

Grade 0, normal
Grade 1, suspicious
Grade 2, minimal sacroiliitis
Grade 3, moderate sacroiliitis
Grade 4, ankylosis

Erosi tulang dan osteitis ("whiskering") di situs dari lampiran tulang tendon dan
ligamen sering terlihat, terutama pada kalkaneus, tuberositas ischial, krista iliaka,
femoralis trochanters, penyisipan supraspinatus, dan prosesus spinosus dari vertebra.
Pada tahap awal evolusi syndesmophytes, ada peradangan dari lapisan superfisial
anulus fibrosus, dengan sclerosis reaktif berikutnya dan erosi dari sudut yang
berdekatan dari badan vertebra. Kombinasi osteitis destruktif dan perbaikan
mengarah ke "squarring" dari badan vertebra. Squarringini dikaitkan dengan
pengerasan bertahap fibrosus anulus dan akhirnya "menjembatani" antara tulang oleh
syndesmophytes. Sering ada perubahan seiring inflamasi, ankilosis pada sendi
apophyseal, dan pengerasan ligamen yang berdekatan. Dalam sejumlah pasien, hal ini
pada akhirnya dapat menghasilkan perpaduan hampir lengkap dari kolom tulang
belakang ("Bamboo spine").13
Keterlibatan pinggul dapat simetris, konsentris penyempitan ruang sendi,
ketidakteraturan tulang subchondral dengan subchondral sclerosis, pembentukan
osteofit pada margin luar dari permukaan artikular, dan, akhirnya, ankilosis tulang
dari sendi ini.13

2.12 Komplikasi

31
Meskipun ankylosing spondylitis dan penyakit terkait, kadang-kadang secara
kolektif disebut spondylitis untuk jangka pendek, adalah kondisi yang mempengaruhi
tulang belakang, area lain dari tubuh juga dapat terlibat. Spondylitis tidak mengikuti
bagian yang sama di setiap orang; bahkan di antara anggota keluarga. Terdapat
beberapa komplikasi atau gejala yang lebih umum daripada yang lain. Misalnya,
radang mata, atau iritis, sangat umum, sedangkan gejala neurologis sangat jarang.
Rasa sakit kronis sering disebabkan dari peradangan dapat bervariasi dari orang ke
orang dan berkisar dari ringan sampai sangat berat.
Beberapa komplikasi, antara lain :
Uveitis
Uveitis, juga dikenal sebagai iritis, adalah suatu kondisi yang kadang-kadang
dikaitkan dengan ankylosing spondylitis. Uveitis adalah peradangan (kemerahan dan
bengkak) dari bagian mata. Biasanya hanya mempengaruhi satu mata, tidak
keduanya. Gejalanya, antara lain : kemerahan, nyeri pada mata, photophobia. Uveitis
mudah diobati dengan menggunakan obat tetes mata. Jika ditangani dengan cepat,
uveitis biasanya akan hilang dalam waktu dua sampai tiga minggu. Namun, jika
uveitis tidak ditangani dengan cepat, hal ini dapat menyebabkan hilangnya sebagian
atau seluruh visus.7
Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu kondisi yang menyebabkan tulang menjadi lemah
dan rapuh. Dalam ankylosing spondylitis, osteoporosis dapat berkembang di tulang
belakang.
Sindrom cauda equina
Sindrom cauda equina merupakan komplikasi yang sangat jarang ankylosing
spondylitis yang terjadi ketika saraf di bagian bawah tulang belakang terkompresi
(dipadatkan). Keadaan ini dapat menyebabkan :
- Rasa sakit atau mati rasa pada punggung bawah dan bokong
- kelemahan di kaki, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk berjalan
- Inkontinensia urin
Fusi tulang belakang
Fusi tulang belakang kadang-kadang dapat menyebabkan kelengkungan
tulang belakang ke depan, kyphosis, menyebabkan postur membungkuk ke depan.

32
Meskipun hal ini dapat terjadi dalam kasus yang paling parah dari ankylosing
spondylitis, sekarang jauh kurang umum mengingat kemajuan dalam pengobatan.11
Fraktur kompresi.
Beberapa orang mengalami penipisan tulang mereka selama tahap awal dari
ankylosing spondylitis. Lemahnya tulang, meningkatkan keparahan postur tubuh
menjadi membungkuk. Patah tulang belakang kadang-kadang dapat merusak sumsum
tulang belakang dan saraf yang melewati tulang belakang. 11
Masalah jantung.
Ankylosing spondylitis dapat menyebabkan masalah dengan aorta, arteri
terbesar dalam tubuh. Aorta meradang dapat memperbesar ke titik yang mendistorsi
bentuk katup aorta di jantung, yang mengganggu fungsinya. 11
Fleksibilitas menurun
Diperkirakan bahwa empat dari 10 orang dengan ankylosing spondylitis akan
memiliki keterbatasan dalamfleksibilitas tulang belakang. Deformitas Spinal
cenderung berkembang dalam jangka waktu 10 tahun.

2.13 Penatalaksanaan

Tabel 2.1
Penatalaksanaan Ankylosing Spondylitis
Tujuan pengobatan pada ankylosing spondylitis adalah untuk menghilangkan
rasa sakit, kekakuan, mempertahankan postur serta fungsi fisik yang baik.13
1. Edukasi

33
- Penjelasan terhadap pasien mengenai sifat penyakit yang kronis serta
pengobatan dan toksisitas obat
- Penjelasan mengenai komplikasi dan prognosis dari penyakit
- Program latihan yang tepat dapat meningkatkan ROM
2. Latihan
Olahraga seperti berenang dan olahraga lain yang dapat mencegah bungkuk
badan dapat mencegah kekakuan sekaligus menghilangkan rasa sakit serta
dapat meningkatkan ROM. Namun olahraga harus dihindari bila pasien
mempunyai osteoporosis karena dapat menyebabkan patah tulang.13
3. Terapi farmakologis
- NSAID adalah lini pertama pengobatan pada ankylosing spondylitis
sebagai anti nyeri dan meningkatkan mobilitas pada pasien ankylosing
spondilitis
- Analgesik seperti paracetamol dan opioid
- Injeksi kortikosteroid dibutuhkan bila terdapat arthritis perifer, pemberian
kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan
- Bila arthritis perifer menetap dapat diberikan sulfasalazine, pemberian
DMARDs untuk axial diseases tidak dianjurkan
- Bila keluhan penyakit terus menerus meninggi dapat diberikan anti TNF-
seperti infliximab dan adalimumab
4. Operasi
Assessment in Ankylosing Spondylitis (ASAS) Recommendations for the Initiation
of Treatment with Biologics13

Patient Selection
Diagnosis
Patients normally fulfilling modified New York criteria for definitive AS
Modified New York criteria 1984:
Radiological criterion: sacroiliitis, grade II bilaterally or grade III to IV unilaterally
Clinical criteria (two of three): low back pain and stiffness for >3 mo that improves
with exercise but is not relieved by rest; limitation of motion of lumbar spine in both
sagittal and frontal planes; limitation of chest expansion relative to normal values

34
correlated for age and sex
Active Disease
Active disease for 4 wk
BASDAI 4 (scale, 010)
Treatment Failure
All patients should have had adequate therapeutic trials of at least two NSAIDs. An
adequate therapeutic trial is defined as:
Treatment for at least 3 mo at maximum recommended or tolerated anti-inflammatory
dose unless contraindicated
Treatment for < 3 mo if treatment was withdrawn because of intolerance, toxicity, or
contraindications
Patients with pure axial manifestations do not have to take DMARDs before anti-TNF
treatment can be started
Patients with symptomatic peripheral arthritis should have an insufficient response to
at least one local corticosteroid injection, if appropriate
Patients with persistent peripheral arthritis must have had a therapeutic trial of
sulfasalazine[]
Patients with symptomatic enthesitis must have failed appropriate local treatment
Contraindications
Women who are pregnant or breastfeeding; effective contraception must be practiced
Active infection
Patients at high risk of infection, including those with:
Chronic leg ulcer
Previous tuberculosis (follow local recommendations for prevention or treatment)
Septic arthritis of a native joint within the past 12 mo
Sepsis of a prosthetic joint within the past 12 mo, or indefinitely if the joint remains in
situ

35
Persistent or recurrent chest infections
Indwelling urinary catheter
History of lupus or multiple sclerosis
Malignancy or premalignancy states, excluding:
Basal cell carcinoma
Malignancies diagnosed and treated more than 10 yr previously (and the probability
of total cure is very high)
Assessment of Disease
ASAS Core Set for Daily Practice
Physical function (BASFI or Dougados functional index)
Pain (VAS for spine at night from AS in the past week and VAS for spine from AS in
the past week)
Spinal mobility (chest expansion, modified Schober and occiput to wall distance, and
lateral lumbar flexion)
Patient's global assessment (VAS for the past week)
Stiffness (duration of morning spine stiffness in the past week)
Peripheral joints and entheses (number of swollen joints [44 total], enthesitis score
such as developed in Maastricht, Berlin, or San Francisco)
Acute-phase reactants (ESR or CRP)
Fatigue (VAS)
BASDAI
VAS for overall level of fatigue or tiredness in the past week
VAS for overall level of AS neck, back, or hip pain in the past week
VAS for overall level of pain or swelling in joints other than neck, back, or hips in the
past week
VAS for overall discomfort from any areas tender to touch or pressure in the past
week

36
VAS for overall level of morning stiffness from time of awakening in the past week
Duration and intensity (VAS) of morning stiffness from time of awakening (up to 120
min)
Assessment of Response
Responder criteria: BASDAI50% relative change or absolute change of 20 mm
(scale between 0 and 100) and expert opinion in favor of continuation
Time of evaluation: 6 to 12 wk

2.14 Prognosis
Prognosis pada pasien ankylosing spondilitis umumnya lebih baik
dibandingkan pasien dengan rheumatoid arthritis. Prognosis buruk bila didapatkan
keterlibatan sendi perifer, onset usia muda, peningkatan LED dan respon yang buruk
terhadap pengobatan NSAID. Sebagian besar pasien Ankylosing spondilitis
mengembangkan penyakit kronis progresif dan mengembangkan cacat akibat
peradangan tulang belakang yang mengarah ke fusi, seringkali dengan kyphosis
toraks atau penyakit erosif yang melibatkan sendi perifer, terutama pinggul dan bahu.
Pasien dengan fusi tulang belakang rentan terhadap patah tulang belakang yang dapat
mengakibatkan defisit neurologis. Dalam kasus yang jarang terjadi, pasien dengan
ankylosing spondilitis lama dan progresif mengembangkan manifestasi ekstra-
artikular seperti penyakit jantung, termasuk cacat konduksi jantung dan regurgitasi
aorta, fibrosis paru, gejala sisa neurologis (sindrom cauda equina), amyloidosis, dan
uveitis. Diagnosis sedini mungkin serta pengobatan yang tepat dapat mencegah
kerusakan berat pada sendi serta menghasilkan hidup yang lebih berkualitas.13

37
BAB III
KESIMPULAN

Ankylosing spondylitis (AS) adalah gangguan inflamasi multisistem kronis


terutama melibatkan sendi sacroiliaka (SI) dan aksial. Manifestasi klinis lainnya
termasuk artritis perifer, entesitis, dan keterlibatan organ ekstra-artikular. Penyakit ini
menyerang pada pria di banding wanita sebanyak 3:1. Onset dimulainya penyakit
dimulai pada usia dewasa muda sampai usia awal dewasa. 1,2
Etiologi Ankylosing spondylitis tidak dipahami sepenuhnya; Namun, terdapat
kecenderungan genetik berhubungan langsung dengan gen HLA-B27. 1
Perjalanan penyakit dari ankylosing spondylitis masih belum jelas sampai saat
ini. Hal ini diasumsikan sebagai suatu penyakit autoimmune. Terdapat peran jelas dari
sitokin, karena pasien menunjukkan perbaikan dengan anti-tumor necrosis factor
(anti-TNF-) agen. Terdapat pula komponen genetik, dan gen HLA-B27 ditemukan
dalam lebih dari 90% pasien dengan ankylosing spondylitis, meskipun kejadian
bervariasi tergantung pada beberapa populasi yang diteliti. 10
Tujuan pengobatan pada ankylosing spondylitis adalah untuk menghilangkan
rasa sakit, kekakuan, mempertahankan postur serta fungsi fisik yang baik Pengobatan
optimal pada pasien ankylosing spondylitis harus mencakup pengobatan non

38
farmakologis dan pengobatan farmakologis. Pengobatan non farmakologis di
antaranya edukasi dan latihan fisik, sedangkan pengobatan farmakologis di antaranya
pemberian NSAID, analgesik, injeksi kortikosteroid untuk arthritis perifer, dan juga
pemberian Anti TNF-.
Prognosis pada pasien ankylosing spondilitis umumnya lebih baik
dibandingkan pasien dengan rheumatoid arthritis. Diagnosis sedini mungkin serta
pengobatan yang tepat dapat mencegah kerusakan berat pada sendi serta
menghasilkan hidup yang lebih berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lawrence H Brent. Ankylosing Spondylitis. [Diunduh 8 Agustus 2014]:


Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article
2. Longo, Danl L. ; Kasper, Dennis L. ; Jameson, J. Larry ; Fauci, Anthony S. ;
Hauser, Stephen L. ; Loscalzo, Joseph. 2012. Ankylosing Spondylitis. Dalam:
Harrison's Principles of Internal Medicine. Edisi 18. USA: The McGraw-Hill
Companies.
3. Wibawa, Daniel dan Paryana, Widjaya. 2007. Anatomi Tubuh Manusia.
Indonesia : Graha Ilmu Publishing.
4. Drake, Richard ; Vogl,Wayne ; Mitchell, Adam W.M. 2010. Grays Anatomy
for Students. Edisi 2. Canada:Elsevier
5. Junquera,Luiz Carlos dan Carneiro, Jose. 2007. Histologi Dasar.
Indonesia:EGC.
6. Sudoyo,Aru ; Setiyohadi,Bambang ; Alwi,Idrus ; Simadibrata,Marcellus ;
Setiadi,Siti. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3.Edisi 5.
Jakarta:Internapublishing.
7. Spondylitis Association of America. Online; 2013. [Diunduh 5 Agustus 2014].
Tersedia dari : http://www.spondylitis.org/about/as_sym.aspx.

39
8. Wilfred CG Peh MMFFFM. Emedicinehealth. Diunduh 5 Agustus 2014.
Tersedia dari :
http://www.emedicinehealth.com/ankylosing_spondylitis_radiologic_perspect
ive/page4_em.htm
9. Bunyard MP. Cleveland Clinic. Diunduh 5 Agustus 2014. Tersedia
dari:http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/
rheumatology/ankylosing-spondylitis/#top.
10. Mohammed F. Shamji, 2008. The Pathogenesis of Ankylosing Spondylitis.
Tersedia dari: http://www.medscape.com/viewarticle/570735_2
11. Staff, M.C., 2014. Ankylosing Spondylitis. [Diunduh 6 Agustus 2014].Tersedia
dari:http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/ankylosing-
spondylitis/basics/complications/con-20019766"
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/ankylosing-
spondylitis/basics/complications/con-20019766.
12. Longo, Dani L. ; Kasper, Dennis L. ; Jameson, J. Larry ; Fauci, Anthony S. ;
Hauser, Stephen L. ; Loscalzo, Joseph. 2012: Harrison's Principles of
Internal Medicine. Edisi 18. USA: The McGraw-Hill Companies.
13. Firestein, Garry S, Ralf C Budd, Edward D Harris, Iain B McInnes, Shaun
Ruddy, and John S Sergent. Kelley's Textbook of Rheumatology. Philadelphia,
2008.

40

Anda mungkin juga menyukai