Taman Bungkul
Taman Bungkul
Dosen Pengampu:
M. Anas Fakhruddin, S.Th.I, M.Si
Penyusun:
Akhmad Misbah
(E91215044)
Terlihat nenek-nenek
yang sabar menunggu pembeli
membeli kacang rebusnya, dan
juga tidak sedikit orang-orang
tua lainnya berjualan serupa,
berjualan dengan sabar demi
untuk membeli sesuap nasi.
Siapa sangka, taman yang
setiap harinya hampir tak pernah sepi ini berawal dari hanya sebuah pemakaman di
sana. Ya, di sana ada beberapa makam, yang konon salah satunya adalah makam
wali, Mbah Bungkul biasa disebutnya. Belum banyak yang tahu taman yang
diresmikan tanggal 21 Maret 2007 itu mempunyai sejarah legendaris di kota ini.
Menurut sumber dari juru kunci di tempat itu, Area seluas 900 meter persegi yang
berasal dari sebuah desa terkenal, yaitu desa bungkul. Bentuk Desa Bungkul masih
2
ditemukan di peta Surabaya terbitan 1872.
Bahkan dalam peta Surabaya 1900, desa ini
tampak luas dan dipenuhi sawah di bagian barat.
Perkampungannya berada di sisi timur Kalimas.
Batas selatan desa adalah di persimpangan jalan
Marmoyo sekarang, batas sebelah timur di
Jl.Adityawarman sekarang, dan sebelah utara
dibatasi dengan kampung Dinoyo. Ada nama
Desa Darmo di utara Desa Bungkul saat itu.
Konon desa Bungkul ini terkenal dengan sosok
spiritualnya, yang bernama Sunan Bungkul.
Saat ini, penjelasan paling banyak bahwa sosok ini adalah keturunan Ki
Gede atau Ki Ageng dari Majapahit. Kompleks makam ini eksotis. Di dalamnya
masih tersisa suasana Kampung Bungkul di tengah kota yang sibuk. Ada gapura ala
Majapahit, terdapat mushala lama, gazebo bersosoran rendah. Belasan makam lain
berada di bawah rerimbunan pohon-pohon tua.
3
Awalnya Mbah Bungkul bernama Ki Ageng Supa. Sewaktu masuk Islam,
berganti menjadi Ki Ageng Mahmuddin. Ia diperkirakan hidup di masa Sunan
Ampel pada 1400-1481. Supa mempunyai puteri Dewi Wardah.
Delima itu dihanyutkan ke Sungai Kalimas yang mengalir ke utara. Alur air
sungai ini bercabang di Ngemplak menjadi dua. Di percabangan kiri menuju Ujung
dan ke kanan menjadi kali Pegirikan. Tampaknya delima itu `berenang` ke kanan.
Karena suatu pagi santri Sunan Ampel yang mandi di Pegirikan Desa
Ngampeldenta, menemukan delima itu.