Anda di halaman 1dari 22

TAKSONOMI HEWAN

(Porifera)

Oleh :

Nama : Hermina Rosana Dhane

NIM : 1506050025

Kelas :A

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2016
FILLUM PORIFERA

Gambar 1. Porifera

Porifera adalah hewan berpori , phorus : lubang kecil atau pori, dan ferre : mempunyai.
Sering disebut juga hewan spon (sponge). Pori-pori yang terdapat dalam tubuh Porifera
terbentuk karena pada tubuh porifera terdapat kanal atau saluran air untuk mensirkulasikan
air dalam tubuhnya.

Porifera merupakan salah satu anggota dari Animalia yang paling sederhana atau juga
yang primitif. Habitat serta Cara hidup porifera ialah sebagian besar hidupnya di laut dan
juga sebagin kecil lagi hidupnya di air tawar. Pada dasarnya porifera hidupnya
pada daerah yang perairannya dangkal serta juga jernih, tetapi juga diperairan berpasir atau
juga berlumpur. Porifera dewasa hidupnya sesil atau juga melekat pada substrak. Porifera
hidup dengan secara heterotrof dengan jenis makanan bakteri serta juga plankton.

Contoh dari porifera adalah sponsa. Sponsa merupakan hawan yang hidup menempel
pada suatu substrat di laut. Telah diketahui kira-kira 2500 spesies, ada beberapa yang hidup
di air tawar, tetapi sebagian besar hidup di laut. Nama filum ini dari kenyataan bahwa tubuh
porifera mempunyai pori-pori. Air beserta makanan masuk melalui pori kedalam rongga di
dalam tubuh dari hewan akhirnya keluar melalui oskulum. Air yang telah disaring ini akan
dibuang melalui oskulum.

Tubuh sponsa terdiri dari dua lapisan sel, diantara kedua lapisan tersebut terdapat bagian
yang tersusun dari bahan yang lunak disebut mesoglea. Sel-sel yang membentuk lapisan
dalam mempunyai flagea, yang mengatur aliran sel-sel ini dapat menangkap partikel
makanan.
Ciri-ciri umum porifera adalah sebagai berikut :

1. Hewan yang bersel banyak (metazoa) yang paling sederhana atau primitif.
2. Sebagian besar hidup di laut dangkal dengan kedalaman sekitar 3,5 meter.
3. Bentuk tubuh porifera menyerupai vas bunga/piala dan melekat pada dasar perairan.
4. Tubuhnya terdiri dua lapisan sel (diploblastik) dengan lapisan luarnya (epidermis)
yang tersusun atas sel-sel yang memiliki bentuk pipih, disebut dengan pinakosit.
5. Pada epidermis yang terdapat porus/lubang kecil yang disebut dengan ostia yang
dihubungkan oleh saluran ke rongga tubuh (spongocoel).
6. Lapisan dalamnya tersusun dari sel-sel yang berleher dan berflagel yang disebut
dengan koanosit yang berfungsi untuk mencernakan makanan.
7. Di dalam mesoglea terdapat juga beberapa jenis sel, yaitu sel amubosit, sel
skleroblas, sel arkheosit.
8. Di antara epidermis dan koanosit memiliki lapisan tengah yang berupa bahan kental
yang disebut dengan mesoglea atau mesenkin.
9. Sel amubosit atau amuboid yang berfungsi untuk mengambil makanan yang telah
dicerna di dalam koanosit. Sel skleroblasnya berfungsi dengan membentuk duri
(spikula) atau spongin. Spikula terbuat dari kalsium karbonat atau silikat .
10. Spongin tersusun dari serabut-serabut spongin yang lunakm berongga dengan
membentuk seperti spon.
11. Sel arkheosit berfungsi sebagai sel reproduktif, misalnya pembentuk tunas,
pembentukan gamet, pembentukan bagian-bagian yang rusak dan regenerasi.
12. Pencernaannya secara intraselluler. Setelah dicerna, zat makanan tersebut diedarkan
oleh sel-sel amubosit ke sel-sel lainnya. Zat sisa makanan yang dikeluarkan melalui
oskulum bersama sirkulasi air.

A. Morfologi

Ukuran tubuh porifera bervariasi dari yang sebesar kacang polong sampai ukuran 90 cm
Bentuk tubuh spon bermacam-macam dari simetri radial tetapi sebagian besar tidak beraturan
dengan pola bervariasi. Asal nama porifera karena hewan ini memiliki pori-pori atau lubang
di permukaan tubuhnya. Porifera memiliki beberapa karakteristik. Tubuhnya bersel
banyak, simetri radial, atau asimetris.
Berdasarkan tingkat kompleksitasnya, sistem saluran air pada Porifera dibedakan
menjadi tiga, yaitu tipe askon, tipe sikon, dan tipe leukon (rhagon).

1. Tipe askon, merupakan tipe saluran air paling sederhana dan primitif menyerupai
vas bunga atau jambang kecil. Saluran air dimulai dari ostia yang dihubungkan
langsung oleh saluran ke spongocoel. Dari spongocoel air keluar melalui oskulum.

2. Tipe sikon, merupakan tipe saluran air yang terdiri atas dua saluran yaitu inkruen
dan radial,terdapat lipatan-lipatan dinding tubuh dinding tubuh melipat secara
horisontal sehingga potongan melintang seperti jari-jari jadi masih simetri radial.
Air masuk melalui ostia menuju ke saluran inkruen. Melalui porosit, air dari
saluran in kruen menuju ke saluran radial, terus ke spongocoel dan akhirnya keluar
melalui oskulum. Sedangkan

3. Tipe leucon (rhagon), merupakan tipe saluran air yang paling kompleks tingkatan
pelipatan paling tinggi flagelated canal melipat-lipat membentuk rongga kecil
berflagela disebut flagellated chamber banyak lipatan berturut-turut menyebabkan
bentuk spon menjadi tidak beraturan (irregular). Air dari ostium masuk
melalui saluran menuju ke rongga-rongga yang dibatasi oleh koanosit. Dari rongga
ini air melalui saluran-saluran lagi menuju ke spongocoel dan akhirnya keluar
melalui oskulum.

Gambar 2. Tipe-tipe saluran air


Tubuh spon yang lunak dapat berdiri karena ditunjang adanya spikula serta serat organik
yang berfungsi sebagai kerangka. Porifera banyak menghasilkan spikula yang dihasilkan
oleh scleroblast (bagian dari gelatin mesenkim). Hasil sekresi yang berupa silika (zat kersik)
atau karbonat (zat kapur) Spikula kapur dari CaCO3 dan spikula silikat H2Si3O7Bentuk
spikula bermacam-macam karena ini digunakan sebagai indikator untuk klasifikasi dan
identifikasi,Ada yang berbentuk monakson (bentuk seperti jarum, lurus dan melengkung),
tetrakson(berbentuk empat percabangan), poliakson(berbentuk banyak percabangan memijar
ari satu pusat), heksakson, atau benang-benang spongin. Spikula merupakan struktur tubuh
yang berperan penting untuk membedakan jenis-jenis Porifera. Bentuk dan kandungan
spikula ini digunakan sebagai dasar klasifikasi Porifera. Berdasarkan sifat
spikulanya.Berdasarkan ukuran spikula dibedakan menjadi 2yaitu ukuran Microskleres yang
berukuran kecil,dan Megasceres yang berukuran 4-5 kali dari microskleres.

B. Anatomi

Tubuh porifera belum membentuk jaringan dan organ sehingga porifera dikelompokkan
dalam protozoa. Permukaan luar tubuhnya tersusun dari sel-sel berbentuk pipih dan berdiding
tebal yang disebut pinakosit. Pinakosit berfungsi sebagai pelindung. Diantara pinakosit
terdapat pori-pori yang membentuk saluran air yang bermuara di spongosol atau rongga
tubuh. Spongosol dilapisi oleh sel berleher yang memiliki flagelum, yang disebut koanosit.
Flagelum yang bergerak pada koanosit berfungsi untuk membentuk aliran air satu arah
sehingga air yang mengandung makanan dan oksigen masuk melalui pori ke spongosol. Di
spongosol makanan ditelan secara fagositosis dan oksigen diserap secara difusi oleh koanosit.
Sisa pembuangan dikeluarkan melalui lubang yang disebut oskulum.

Zat makanan dan oksigen selain digunakan oleh koanosit, sebagian juga ditransfer secara
difusi ke sel-sel yang selalu bergerak seperti amoeba, yaitu amoebosit (sel amoeboid).
Fungsinya pun sama yaitu mengedarkan makan dan oksigen keseluruh sel-sel tubuh lainnya.

Struktur anatomi porifera :

a. Lapisan luar tubuh (epidermis) terdiri dari selapis sel yang membentuk celah-celah
kecil yang disebut ostium. Sel yang membentuk dan menggerakkan ostium disebut
porosit.
b. Lapisan mesenkim. Lapisan ini terletak di tengah lapisan endoderm dan ectoderm.
Lapisan ini tak tampak secara kasat mata. Lapisan ini tersusun atas mesoglea, yaitu
suatu zat yang bersifat koloid. Mesoglea inilah yang akan menjadi medium dalam
sel amoebosid dalam mengantarkan nutrisi ke seluruh bagian tubuh porifera
c. Lapisan dalam (endodermis) terdiri atas sel berbentuk leher yang disebut koanosit.
Koanosit memiliki inti, vakuola dan flagela yang berkaitan dengan fungsi sel ini
sebagai alat pencernaan. Pencernaan terjadi di dalam koanosit, oleh karena itu
disebut memiliki pencernaan interseluler.

Antara tubuh bagian luar dan dalam terdapat lapisan tengah (mesoglea/mesenkim) yang
terdiri dari 3 model sel, yaitu amubosit dan skleroblast dan arkeosit. Dinamakan amubosit
merujuk kepada bentuk dan sifat selnya yang menyerupai bentuk dan sifat amuba, yang
mudah berubah bentuk. Skleroblast menghasilkan rangka yang disebut spikula. Spikula
umumnya terbuat dari mineral kalsium karbonat dan silika, sedangkan yang lain terbuat dari
bahan organik spongin. Sedangkan arkeosit berfungsi dalam reproduksi sel secara seksual.

Porifera belum memiliki sistem pencernaan yang sempurna.Pencernaan dilakukan secara


sederhana dengan cara menyaring makanan, berupa plankton dan bakteri, yang terlarut dalam
air. Sel yang berperan dalam proses ini adalah koanosit. Setelah itu, maka tugas selanjutnya,
yaitu mengedarkan makanan yang dilakukan oleh amubosit. Amubosit pula yang berperan
mengangkut zat sisa pencernaan untuk dibuang.

Tubuh Porifera tidak tersusun oleh jaringan sejati, tetapi dibentuk oleh sekumpulan sel-
sel yang tersusun longgar. Sel-sel tersebut relatif belum terspesialisasi. Porifera tidak
memiliki sistem saraf dan otot, tetapi masing-masing sel dapat bereaksi terhadap perubahan
lingkungan.

Tubuh Porifera terdiri atas tiga lapisan sel, yaitu sebagai berikut.

a. Pinakosit atau pinakoderm, merupakan sel-sel lapisan tubuh terluar. Sel-sel


berbentuk pipih, tersusun rapat, dan berfungsi untuk melindungi tubuh bagian
dalam. Pinakosit dapat berkontraksi sehingga tubuh dapat membesar atau mengecil.
Diantara pinakosit terdapat pori-pori (ostium) yang membentuk saluran air menuju
ke spongosol.
b. Mesohil (mesoglea), tenletak diantara lapisan luar (pinakosit) dan lapisan dalam
(koanosit). Mesohil berupa protein bergelatin yang mengandung bahan tulang dan
sel-sel ameboid yang disebut amebosit. Terdapat beberapa macam amebosit dengan
fungsi yang berbeda-beda, yaitu untuk mengedarkan sari makanan dan oksigen ke
sel-sel tubuh lainnya, membuang partikel sisa-sisa metabolisme, membuat spikula
(serat spons), dan membentuk sel reproduktif.
c. Koanosit, merupakan sel-sel lapisan tubuh paling dalam yang melapisi rongga
atrium atau spongosol. Koanosit (sel berleher) berbentuk agak lonjong, salah satu
ujungnya melekat pada mesohil, ujung lainnya berada di spongosol, berflagela, dan
dikelilingi oleh serangkaian penjuluran yang dilapisi oleh mukus. Koanosit berfungsi
untuk mencerna makanan secara intraseluler.

Gambar 3. (a) bagian tubuh, (b) sel-sel Gambar 4. Struktur tubuh porifera
penyusun tubuh, (c) sel koanosit

Oskulum : tempat keluarnya air yang berasal dari spongosol


Mesoglea : lapisan pembatas antara lapisan dalam dan lapisan luar
Porosit : saluran penghubung antara pori-pori dan spongosol. Sebagai tempat
masuknya air.
Spongosol : rongga di bagian dalam tubuh porifera
Ameboid : sel yang berfungsi mengedarkan makanan.
Epidermis : lapisan terluar
Spikula : pembentuk/penyusun tubuh
Flagel : alat gerak koanosit
Koanosit : sel pelapis spongosol seta berfungsi sebagai pencerna makanan. Di
bagian ujungnya terdapat flagel dan di pangkalnya terdapat vakuola.
C. Fsiologi

1. Sistem Pencernaan

Porifera memakan zat-zat organic dan organism-organisme kecil seperti plankton.


Makanannya dicerna secara intrasel oleh sel-sel koanosit. Di dalam sel, makanan
dicerna oleh vakuola makanan, kemudian diteruskan oleh sel amebosit dan
diedarkan ke seluruh tubuh. Sedangkan sisa makanan diteruskan ke spongosol
kemudian dikeluarkan melalui oskulum.

Gambar 5. Sistem pencernaan

2. Sistem Reproduksi

Porifera melakukan reproduksi secara generatif dan vegetatif, porifera bersifat


hermafrodit.

a. Reproduksi secara vegetatif melalui pembentukan tunas dan gemmule.


Gemmule disebut juga tunas internal, terbentuk dari sel amebosit yang
terlindung 3 lapisan kuat. Gemmule dibentuk saat kondisi lingkungan
memburuk dan tidak memungkinkan untuk bertahan hidup. Tunas yang sudah
jadi akan dilepas, menempel di batuan, dan menjadi individu baru.
b. Reproduksi secara generatif dilakukan dengan pembuahan sperma dan ovum
dari individu yang berbeda. Alat kelamin pada porifera terbentuk dari sel
ameboid atau koanosit yang berkembang. Pembuahan akan menghasilkan larva
yang keluar dari tubuh induk, melekat di batuan, dan menjadi individu yang
baru.
Kebanyakan porifera yang berkembang biak dengan cara generatif adalah
hermaprodit dan menghasilkan telur dan sperma pada waktu yang berbeda. Sperma
sering "dikeluarkan" ke dalam air. Artinya, sperma yang diciptakan, terkonsentrasi
dan dikirim melalui bukaan, kadang-kadang dalam massa begitu padat sehingga
porifera tampaknya seperti merokok. Sperma ini kemudian ditangkap oleh Porifera
betina dari spesies yang sama. Di dalam porifera betina, sperma diangkut ke telur
oleh sel-sel khusus yang disebut arkeosit. Pembuahan terjadi pada mesenkim dan
zigot berkembang menjadi larva bersilia.

3. Sistem Respirasi dan Ekskresi


Porifera tidak memiliki alat pernafasan dan ekskresi yang khusus. Pertukaran gas
terjadi secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh.Sisa metabolisme dalam bentuk
ammonia dibuang secara difusi.

D. Cara Hidup dan Habitat

Porifera hidup secara heterotof. Makananya adalah bakteri dan plankton. Makanan yang
masuk kedalam tubuhnya berbentuk cairan. Pencernaan dilakukan secara intraseluler di
dalam koanosit dan amoebosit. Habitat porifera umumnya di laut, mulai dari tepi pantai
hingga laut dengan kedalaman 5 km. Sekitar 150 jenis porifera hidup di ait tawar, misalnya
Haliciona dari kelas Demospongia. Porifera yang telah dewasa tidak dapat berpindah tempat
(sesil), hidupnya menempel pada batu atau benda lainya di dasar laut. Karena porifera yang
bercirikan tidak dapat berpindah tempat, kadang porifera dianggap sebagai tumbuhan.

E. Klasifikasi Porifera

Berdasarkan sifat spikulanya, Filum Porifera dibagi menjadi 3 kelas, yaitu Kelas
Calcarea, Hexatinellida, dan Demospongia.

1. Kelas Calcarea

Anggota kelas ini mempunyai rangka yang tersusun dari zat kapur (kalsium
karbonat) permukaan tubuh berbulu, warna suram, tinggi kurang ari 12 cm, dengan
tipe monoakson, triakson, atau tetrakson. Koanositnya besar dan biasa hidup di
lautan dangkal.Tipe saluran airnya bermacam-macam. Hidup soliter atau berkoloni.
Mereka memiliki ciri khusus berupa spikula yang terbuat dari kalsium karbonat
dalam bentuk kalsit atau aragonit. Beberapa spesies memiliki tiga ujung spikula,
sedangkan pada beberapa spesies lainnya memiliki 2 atau empat spikula. Ada sekitar
400 spesies sponge pada kelas Calcarea, Sponge Calcarea dapat ditemukan di
seluruh daerah lautan, khususnya pada daerah laut yang memiliki suhu yang hangat.

Habitat sponge Calcarea sebagian besar pada laut yang bersuhu hangat, sponge
Calcarea biasanya ditemukan di perairan dangkal yang terlindung dan memiliki
kedalaman kurang dari 1000 m. Pada daerah tropis calcarea berasosisasi dengan
terumbu karang.

Kebanyakan sponge bereproduksi secara aseksual dengan regenerasi jaringan.


Sponge juga dapat bereproduksi secara seksual dengan menjadi hermaprodit, sperma
dan telur dapat direproduksi secara berurutan atau pada waktu yang sama. Sel
sperma dan telur dilepaskan di dalam air dan dibuahi antar spesies. Telur yang
dibuahi akan berkembang menjadi larva yang berenang bebas.

Sponge ini memiliki sel amoeboid yang berbeda di dalam mesohil (lapisan gelatin
yang tersusun atas sel-sel amoebosit yang dapat bergerak mengambil makanan dari
sel koanosit dan mendistribusikannya ke seluruh bagiann tubuh porifera.). Di dalam
mesohil, sponge memiliki bentuk sel sepeti amoeba yang berbeda-beda.
Acheochytes adalah sel berukuran besar dengan ukuran inti sel yang besar. Sel-sel
ini bersifat totipoten, yang artinya sel ini dapat berkembang menjadi berbagai
macam jenis sel. Sklerosit, mampu mengakumulasi kalsium di dalam mesohil untuk
memproduksi spikula, tiga sklerosit akan melebur menjadi satu untuk membentuk
spikula pada ruang antar sel.

Sklerosit adalah sel khusus yang mensekresi struktur termineralisasi pada dinding
tubuh beberapa invertebrata. Pada sponge, sklerosit mensekresikan spikula kalkareus
atau silikeus yang terdapat pada lapisan mesohil.

Kelas calcarea ini di bagi menjadi dua sub kelas yaitu sub kelas Calcinea dan sub
kelas Calcaronea.
a. Sub Kelas Calcinea

Memiliki larva yang disebut parenchymella (padat, kompak, dengan lapisan luar
berupa sel berflagela; flagela koanosit (collar cells) muncul secara independen
di inti, sebagian besar spesies memiliki 3 spikula; sistem penecernaannya
bertipe ascon, sycon, atau jenis leucon; sponge pharetronid dengan kerangka
kaku yang terdiri dari spikula yang menyatu atau jaringan berkapur; genus yang
termasuk dalam subklas ini adalah Clathrina, Leucetta, Petrobiona
(pharetronid). Berikut ini adalah ordo dari Sub kelas Calcinea, yaitu :

1) Ordo Clathrinida
Clathrinida merupakan ordo dari Calcinea. Anggota ordo ini memiliki
kerangka berkapur, dan merupakan organisme laut laut. Sponge ini
memiliki struktur asconoid dan tidak memiliki membran kulit dermal atau
korteks. Spongocoel ini dilapisi dengan koanosit (collar cell).

2) Ordo Leucettida
Leucettida merupakan ordo dari subklas Calcinea. Sponge pada ordo ini
memiliki susunan ruang berflagella atau struktur leukonoid yang memutar.
Leukonoid adalah saluran air dari ostium dihubungkan ke spongocoel
melalui banyak percabangan. Ordo ini juga memiliki membran kulit atau
korteks. pongocoel ini tidak dilapisi dengan koanosit, sel-sel koanosit hanya
ada pada ruang berflagella. Leucascidae dan Leucaltidae adalah dua famili
dari ordo ini.

3) Ordo Murrayonida
Murrayonida adalah jenis sponge laut yang merupakan ordo dari Calcinea.
Murrayonida berbeda dari Calcinea lainnya, dimana sponge ini dengan
memiliki kerangka yang lebih kuat, sponge Murrayonida juga memiliki
korteks yang melindungi cormus dan sistem aquiferous leukonoid. Ordo ini
terdiri dari tiga spesies yang sudah dikenal, masing-masing berada dalam
famili sendiri: Murrayona phanolepis pada famili Murrayonidae, Lelapiella
incrustans pada famili Lelapiellidae, dan Paramurrayona corticata pada
famili Paramurrayonidae.
b. Sub Kelas Calcaronea

Calcaronea adalah subclass di Calcarea. Sub kelas ini adalah Calcarea dengan
triactines dan sistem basal tetractines sagital (yaitu sinar spicula membuat sudut
yang tidak sama satu sama lain), sangat teratur. Pada masa ontogenesis atau
morfogenesisnya, spikula pertama yang disekresikan adalah diactina.
Choanositanya memiliki apinucleata. Berikut ini adalah ordo dari Sub
kelas Calcaronea:

1) Ordo Baerida
Baerida merupakan ordo dari kelas Calcaronea. Berida merupakan
Calcaronea Leukonoid dengan kerangka yang tersusun dari microdiactines,
di mana microdiactines berada pada bagian ter tentu dari kerangkanya,
seperti pada bagian choanoskeleton atau kerangka atrium. Pada umumnya
memiliki spikula yang besar di dalam kerangka kortikal, di mana spikula
tersebut menginvasi sebagian atau seluruh bagian choanoderm. Pada sponge
dengan korteks yang diperkuat, pori-pori inhalansia dapat dibatasi dengan
saringan yang berbentuk seperti bagian pada bantalan ostia. Tetractines
kecil berbentuk seperti belati (pugioles) pada umumnya merupakan satu-
satunya kerangka yang berfungsi sebagai sistem aquiferous exhalant.
Meskipun kerangkanya dapat sangat diperkuat oleh adanya lapisan padat
microdiactines di wilayah tertentu, kerangka berkapur aspicular tidak ada
pada ordo ini.

2) Ordo Leucosolenida
Leucosolenida merupakan ordo dari sponge berkapur pada kelas Calcarea di
dalam filum Porifera. Leucolenida adalah Calcronea yang pada
kerangkanya tidak memiliki spikula.

3) Ordo Lithonida
Lithonida adalah ordo dari sponge berkapur pada kelas Calcarea di dalam
filum Porifera. Lithonida merupakan Calcaronea dengan kerangka yang
diperkuat, yang tersusun dari basal actines yang terdiri dari tetractines atau
basal kaku yang terdiri dari kalsit. Spikula diapason umumnya ada pada
ordo ini dan memiliki sistem saluran leukonoid.
4) Ordo Sycettida
Sycettida merupakan ordo dari Calcaronea pada kelas Calcarea. Sycettida
terdiri dari kelompok sponge berkapur yang agak beragam, yang termasuk
pada famili Sycettidae, Heteropiidae, Grantiidae, Amphoriscidae, dan
Lelapiidae. Koanosit dengan inti apikal terbatas pada ruang flagella dan
secara umum tidak pernah melapisi spongocoel. Famili dari Sycettidae
menyerupai ordo Leucosoleniida dalam hal hampir tidak memiliki
membran dermal atau korteks yang dimiliki oleh lima famili lainnya.
Kerangka yang paling besar (spikula triradiate) ditemukan pada famili
Lelapiidae.

2. Kelas Hexatinellida

Pada anggota Kelas Hexatinellida, spikula tubuh yang tersusun dari zat kersik
dengan 6 cabang. Kelas ini sering disebut sponge gelas atau porifera kaca
(Hyalospongiae), karena bentuknya yang seperti tabung atau gelas piala. Tubuh
berbentuk silinder atau corong, tidak memiliki permukaan epitel. Contoh anggota
kelas ini Hyalonema sp.,Pheronema sp., dan Euplectella suberea.

Hexactinellida atau sering disebut sponge kaca tersebar di seluruh dunia, terutama
pada kedalaman antara 200 dan 1000 m. Kelompok sponge ini jumlahnya sangat
melimpah di Antartika.Semua sponge kaca berdiri tegak, dan memiliki struktur
khusus di pangkalnya untuk melekat kuat pada dasar laut. Secara morfologi
bentuknya radial simetris, biasanya silinder, tetapi ada juga yang berbentuk cangkir,
guci, atau bercabang. Ketinggian rata-rata hexactinellida adalah antara 10 dan 30
cm, tetapi beberapa dapat tumbuh menjadi cukup besar. Hexactinellida memiliki
rongga sentral yang luas (atrium) dimana air melewati rongga tersebut, spikula yang
berbentuk seperti anyaman topi yang rapat melapisi osculum pada beberapa spesies.
Hexactinellida kebanyakan memiliki warna yang pucat. Sponge kaca paling mirip
dengan sponge syconoid, tetapi sponge kaca terlalu banyak berbeda secara internal
dibandingkan dengan syconoid. Hexactinellida di bagi menjadi dua ordo, ordo
Hexasterophora, spikula kecil hexactinal dan ordo amphidiscophora spikula dengan
kait-kait pada kedua ujung.
Hexactinellida atau sering disebut sponge kaca tersebar di seluruh dunia, terutama
pada kedalaman antara 200 dan 1000 m. Kelompok sponge ini jumlahnya sangat
melimpah di Antartika. Semua sponge kaca berdiri tegak, dan memiliki struktur
khusus di pangkalnya untuk melekat kuat pada dasar laut. Secara morfologi
bentuknya radial simetris, biasanya silinder, tetapi ada juga yang berbentuk cangkir,
guci, atau bercabang. Ketinggian rata-rata hexactinellida adalah antara 10 dan 30
cm, tetapi beberapa dapat tumbuh menjadi cukup besar. Hexactinellida memiliki
rongga sentral yang luas (atrium) dimana air melewati rongga tersebut, spikula yang
berbentuk seperti anyaman topi yang rapat melapisi osculum pada beberapa spesies.
Hexactinellida kebanyakan memiliki warna yang pucat. Sponge kaca paling mirip
dengan sponge syconoid, tetapi sponge kaca terlalu banyak berbeda secara internal
dibandingkan dengan syconoid.

Sponge kaca dapat dengan mudah dibedakan dengan sponge lainnya dengan
pemeriksaan secara internal. Kerangka hexactinellida seluruhnya terbuat dari silika.
Spikula yang mengandung silika ini umumnya terdiri dari tiga duri perpendicular
(oleh karena itu mereka memiliki enam titik, sehingga mereka disebut sebagai
hexactine), yang pada umumnya menyatu, sehingga membuat hexactinellids
memiliki kekakuan struktural yang berbeda dari sponge lainnya. Bagian yang tegang
di antara spikula jaringan syncytial yang besar dari sel-sel tubuh yang lembut. Air
memasuki tubuh melalui ruang di dalam untaian syncytial. Di dalam syncytia
terdapat unit fungsional mirip dengan koanosit yang ditemukan pada sponge lainnya,
tetapi unit-unit ini sangatlah kekurangan inti sel, sehingga lebih sering disebut
sebagai collar bodies daripada collar cells. Hexactinellida berflagella, pergerakan
dari flagela merekalah yang menyebabkan aliran air melewati sponge ini. Di dalam
syncytia ada sel fungsional sebanding dengan archaeocytes yang ada pada sponge
lainnya, tetapi sel-sel ini tampaknya memiliiki mobilitas yang terbatas.
Hexactinellida kekurangan miosit, sehingga tidak mampu berkontraksi. Sementara
Hexactinellid tidak memiliki struktur saraf, mereka mengirimkan sinyal-sinyal listrik
diseluruhtubuh melalui jaringan lunak syncytial .

Hanya sedikit yang diketahui tentang reproduksi hexactinellid dan


perkembangannya. Sperma ditransfer ke organisme lain melalui air, dan kemudian
harus membuat jalan sendiri menuju ke sel telur. Setelah pembuahan, larva
diinkubasi selama waktu yang relatif lama, sehingga mereka bahkan membentuk
spikula dasar sebelum dilepaskan sebagai larva parenchymella. Hal ini berbeda dari
larva sponge lainnya yang jarang memiliki flagela atau alat gerak lainnya. Setelah
larva menempel di dasar laut, larva bermetamorfosis, dan sponge dewasa mulai
tumbuh. Hexactinellids merupakan sponge yang mudah berkembangbiak.

Sponge kaca murni filter feeder. Sponge hidup pada material detritus makroskopik,
mengkonsumsi bahan selular, bakteri, dan partikel abiotik yang sangat kecil. Partikel
kecil diambil ke dalam melalui arus yang diciptakan oleh collar bodies, partikel
tersebut diserap pada saat melalui saluran di dalam sponge. Collar bodies dilapisi
dengan microvili yang menjebak makanan, dan kemudian melewati vakuola melalui
collar bodies menuju ke dalam syncytia. Archaeocytes di antara helai syncytial
bertanggung jawab untuk distribusi dan penyimpanan makanan. Archaeocytes
kemungkinan juga bertanggung jawab pada beberapa hal untuk menangkap
makanan. Hexactinellida tampaknya kurang selektif terhadap makanan yang mereka
telan (setiap makanan yang cukup kecil untuk menembus syncytium dicerna oleh
mereka). Karena mereka meiliki sedikit membaran luar dan kurangya ostia,
hexactinellida tidak dapat mengkontrol seberapa banyak air yang melewati tubuh
mereka. Diyakini bahwa stabilitas lingkungan perairan dalam memungkinkan
hexactinellids untuk bertahan meskipun kekurangan dalam hal ini.

Hexactinellida hidup secara sessile / menetap. Bahkan larvanya pun tampaknya tidak
menunjukkan gerakan, tidak seperti spons lainnya, hexactinellida tidak berkontraksi
ketika dirangsang.

Berikut ini adalah ordo dari Kelas Hexatinellida, yaitu :

a. Ordo Amphidiscosida
Amphidiscosida Schrammen (Hexactinellida: Amphidiscophora) terdiri dari tiga
famili yang terdiri dari dua belas genera, hanya Hyalonema yang dibagi menjadi
subgenera berjumlah 12. Ordo ini ditandai dengan adanya amphidiscs dan tidak
adanya hexasters sebagai microscleres. Semua anggotanya lophophytous,
dengan bentuk tubuh yang bervariasi dari bulat telur sederhana hingga kerucut,
cangkir, silinder, dan varian simetris bilateral lainnya. Dermalia dan atrialia
merupakan pentactins pinular dan, jarang mempunyai hexactins, sedangkan
hypodermalia dan hypoatrialia adalah oxypentactins. Jangkar Basal diketahui
berupa monactins yang bergigi. Tiap famili dibedakan oleh bentuk choanosomal
megascleres utama: diactins di Hyalonematidae, pentactins di Pheronematidae,
dan tauactins di Monorhaphididae.

b. Ordo Amphidiscosa
Amphidiscosa adalah ordo dari hexactinellida, ditandai dengan adanya
amphidisc spikula, yaitu, spikula yang memiliki disk stellata di setiap akhir
bagiannya. Mereka berada di kelas Hexactinellida dan subclass
Amphidiscophora. Organisme ini telah ada sejak periode Ordovisium, dan
masih berkembang hingga saat ini.

c. Ordo Aulocalycoida
Aulocalycoida Tabachnick & Reiswig (Hexactinellida, Hexasterophora) terdiri
dari dua famili dan tujuh genera. Ordo ini ditandai dengan kerangka dictyonal
longgar yang dibangun di sekitar untaian / helai longitudinal utama yang
tersusun dari duri dictyonal yang memanjang. Jala berbentuk tidak teratur. Antar
famili dibedakan oleh detail dari konstruksi untai. Untaian Aulocalycidae
mengandung filamen aksial berurutan tunggal yang terbatas panjangnya.
Untaian uncinateridae mengandung filamen aksial yang tumpang tindih yang
disebabkan oleh serangkaian hexactins, duri dictyonal dari tiap individu
memanjang tapi tidak terbatas pada panjangnya. Kerangkanya halus dan
fleksibel karena adanya jarak pada pertumbuhan distal, tidak seperti sponge dari
hexactinosidans dan lychniscosidans yang kaku dan rapuh.

d. Ordo Hexactinosida
Hexactinosa merupakan ordo dari subkelas Hexasterophora padakelas
Hexactinellida. Parenkim megascleres pada ordo ini bersatu untuk membentuk
kerangka kaku dan seluruhnya terdiri dari hexactins sederhana yang tersusun
secara linier paralel. Kerangka tersebut bersatu di dalam amplop sekunder
silika. Beberapa contoh dari ordo ini adalah Hexactinella, Aphrocallistes,
Eurete, dan Farrea.
e. Ordo Lychniscosida
Ordo Lychniscosida Schrammen (Hexactinellida, Hexasterophora), merupakan
ordo yang mencakup kelompok fosil yang beragam dan dominan dari
komunitas bentik Cretaceous. Namun, saat ini hanya memiliki dua famili dan
tiga genera sebagai anggota terbaru. Kelompok ini ditandai dengan
pembentukan kerangka dictyonal kaku oleh fusi hexactins lychniscid terutama
oleh fusi duri dictyonalia berdekatan yang tersusun bersampingan (pola
euretoid). Panjang duri yang membentuk bagian sisi jala dictyonal sangat
terbatas hanya untuk lebar satu jala, biasanya berukuran 150-400m. Famili
pada ordo ini dibedakan oleh ketebalan unit struktural (dinding, pilar, piring)
dan organisasi dictyonalia, baik dalam susunan yang terdeteksi maupun tidak
terdeteksi. Unit struktural (dinding tubulus, pilar) tidak saling terhubung, namun
ada kemungkinan untuk menafsirkan dinding tubulus dari Diapleuridae sebagai
schizorhyses.

f. Ordo Lyssacinosida
Lyssacinosida adalah ordo dari sponge kaca subkelas Hexasterophora. Sponge
ini dapat dikenali dengan adanya parenkim spikula yang biasanya tidak
berhubungan, dimana hal ini tidak seperti pada sponge lainnya pada subkelas
yang sama, di mana spikula saling berhubungan bak secara kuat maupun lemah
untuk membentuk kerangka.

3. Kelas Demospongia

Kelas ini memiliki tubuh yang terdiri atas serabut atau benangbenang spongin tanpa
skeleton. Kadang-kadang dengan spikula dari bahan zat kersik. Tipe aliran airnya
adalah leukon. Demospongia merupakan kelas dari Porifera yang memiliki jumlah
anggota terbesar. Sebagian besar anggota Desmospongia berwarna cerah, karena
mengandung banyak pigmen granula dibagian sel amoebositnya.

Kelas Demospongiae memiliki sekitar 4.750 spesies yang berada di dalam 10 ordo.
Distribusi geografis mereka berada di lingkungan laut dari daerah intertidal ke zona
abyssal, dan beberapa spesies menghuni air tawar.
Anggota dari Demospongiae berbentuk asimetris. Demospongians tumbuh pada
berbagai ukuran dari beberapa milimeter sampai lebih dari 2 meter. Mereka dapat
berbentuk krusta tipis, benjolan, pertumbuhan seperti jari, atau bentuk guci. Butiran
pigmen pada sel amoebocytes sering membuat anggota kelas ini berwarna cerah,
seperti warna: kuning terang, oranye, merah, ungu, atau hijau.

Pada demospongia, di dalam mesohil kemungkinan terdapat dua jenis spikula;


megascleres dan microscleres dengan 1-4 duri, serat kolagen (spongin). Anggota
Demospongiae mudah dibedakan dari Hexactinellida karena tidak memiliki enam
duri spikula. Mereka memiliki struktur leukonoid, dengan choanoderm yang terlipat.
Lapisan pinacoderm ada pada seluruh bagian tubu, dan menebal pada bagian
mesohil. Semakin tebal mesohil, semakin beragam bentuk Demospongiae.

Demospongiae dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Pada reproduksi


seksual, spermatosit berkembang dari transformasi koanosit, dan oosit timbul dari
archeocytes. Pembelahan sel telur zigot terjadi di mesohil dan membentuk larva
parenchymula dengan massa sel internal berukuran besar yang dikelilingi oleh sel
flagella eksternal yang lebih kecil. Larva yang dihasilkan berenang memasuki kanal
rongga pusat dan dikeluarkan dengan arus exhalant.

Metode reproduksi aseksual mencakup pertunasan dan pembentukan gemmules.


Pada pertunasan, agregat sel berdiferensiasi menjadi sponge kecil yang dikeluarkan
melalui oscula. Gemmules ditemukan pada famili Spongellidae yang hidup di air
tawar. Mereka diproduksi dalam mesohyl berupa gumpalan dari archeocytes yang
dikelilingi oleh lapisan keras yang dikeluarkan oleh amoebocytes lainnya.
Gemmules dilepaskan ketika tubuh induk rusak, dan gemmules ini mampu bertahan
dalam kondisi yang keras. Dalam situasi yang menguntungkan, sebuah lubang yang
disebut micropyle muncul dan melepaskan amoebocytes, yang berdiferensiasi
menjadi berbagai macam jenis sel.

Demospongiae bersifat sessile (menetap) dan merupakan organisme bentik. Namun,


larvanya memiliki flagela dan mampu berenang bebas. Semua sponge dari kelas ini
adalah filter feeder, hidup dari bakteri dan organisme kecil lainnya. Air
mengantarkan partikel-partikel makanan masuk melalui pori-pori luar. Koanosit
menangkap sebagian besar makanan yang masuk, namun pinocytes dan
amoebocytes juga dapat mencerna makanan. Partikel makanan juga dapat dicerna
langsung oleh sel-sel mesohil. Sponge dari kelas ini sangat jarang dimakan oleh
hewan lain karena rasanya yang tidak enak. Namun, beberapa organisme dapat
hidup pada sponge, dan tinggal bersama mereka sebagai simbion. Beberapa sponge
pada kelas ini merupakan pelabuhan bagi bakteri fotosintetik, sementara beberapa
jenis lainnya berfungsi sebagai perlindungan bagi organisme lain.

Berikut ini adalah ordo dari Demospongiae.

a. Ordo Lithistida
Lithistida adalah ordo dari kelas Demospongia yang memiliki kerangka
retikular yang tersusun atas spikula bersilika yang bentuknya teratur dan
menonjol.
Sponge pada ordo Lithistida dikenal menghasilkan beragam senyawa mulai dari
poliketida, peptida siklik dan linier, alkaloid, pigmen, lipid, dan sterol. Sebagian
besar senyawa ini memiliki struktur yang kompleks serta memiliki aktivitas
biologis yang sangat kuat dan menarik. Sudah ada satu dekade sejak review
menyeluruh yang merangkum tentang produk alami yang dihasilkan ordo
sponge yang menakjubkan ini.

b. Ordo Agelasida
Agelasida adalah ordo dari Demospongiae dengan acanthostyles tegak berduri
(Agelas spicule), kadang-kadang disebut juga acanthoxeas. Serat spongin (serat
Agelas) berintikan dan tersusun oleh acanthostyles lebih dominan hadir dalam
satu famili (Agelasidae). Famili lain (Ceratoporellidae dan Astroscleridae:
Astrosclera willeyana) yang disebut sclerosponges memiliki lapisan tipis
jaringan hidup diatas kerangka berkapur basal. Di daerah Mediterania ada satu
spesies Agelasida yang masih ada, yaitu Agelas oroides.

c. Ordo Astroporidha
Sponge dengan astrose microscleres kadang-kadang disertai dengan
microrhabds. Megascleres berbentuk tetractines, biasanya berbentuk triaenes,
biasanya hampir selalu berkombinasi dengan oxeotes. Kerangka skeletal radial
teratur, setidaknya di daerah perifer. Kedua megascleres tetractinal atau astrose
microscleres terkadang bisa hilang, dan menghasilkan genera havingoxeas dan
aster, atau oxeas hanya untuk spikula. Kerangkanya radiate dan umumnya
bertekstur kasar.
Astrophorida terdistribusi luas secara geografis dan batimetrik didistribusikan
secara luas. Astroporidha saat ini meliputi lima famili: Ancorinidae,
Calthropellidae, Geodiidae, Pachastrellidae dan Thrombidae. Sampai saat ini,
studi filogenetik molekuler termasuk spesies Astrophorida sangat langka dan
jumlah sampelnya terbatas. Hubungan filogenetik pada ordo sebagian besar
tidak diketahui dan hipotesis berdasarkan morfologi sebagian besar belum teruji.
Astrophorida memiliki spikula yang sangat beragam seingga membuat mereka
menjadi subjek pilihan untuk menyelidiki evolusi spikula.

d. Ordo Chondrosida
Sponge tanpa megascleres, tetapi dengan bagian perifer yang sangat berkolagen,
encrusting, berukuran massive hingga kecil. Tidak ada megasklera, tapi satu
genus (Chondrilla) mempertahankan euaster microscleres (spheraster), yang lain
(Chondrosia) tidak memiliki spikula. Contoh: Chondrilla nucula dan Chondrosia
reniformis Ates.

e. Ordo Dendroceratida
Dendroceratida adalah spongedari kelas Demospongiae. Mereka biasanya
ditemukan di daerah pesisir dangkal dan pasang surut, dan ada pada sebagian
besar pantai di seluruh dunia. Sponge ini pada umumnya dicirikan oleh lapisan
konsentris serat spongin, dan ruang berfalgella besar yang terbuka langsung ke
kanal exhalant.
Dendroceratida terdiri dari dua famili dan delapan genera. Sponge ini biasanya
lembut dan rapuh, kerangkanya berserat, tetapi seratnya berkurang akibat
sehubungan dengan volume jaringan lunak, dan mengandung sedikit kolagen
pada matriks endosomal. Seratnya bersifat dendritik atau anastomosing, di mana
dalam kasus terakhir tidak ada perbedaan yang jelas antara serat primer dan
serat lainnya. Serat selalu berisi empulur, tebal dan berlapis. Beberapa genera
memiliki elemen seluler (degenerate spongocyte) yang ada pada kulit dan
empulur (dengan jumlah yang lenih rendah). Spikula berserat bebas ada pada
satu genus.
F. Peranan Porifera

Adapun peranan dar porifera adalah sebagai berikut:

1. Hewan Demospongia hidup dilaut dimanfaatkan sebagai spons untuk mandi dan
pembersih
2. Zat kimia yang dikeluarkan dapat mengobati penyakit kanker
3. Ada juga yang memanfaatkannya untuk hiasan, yaitu dari Porifera yang sudah mati.
4. Sebagai makanan hewan laut lainnya
5. Sebagai sarana kamuflase bagi beberapa hewan laut
6. Sebagai hiasan akuarium
7. Porifera yang dijadikan obat kontrasepsi (KB)
8. Sebagai campuran bahan industri (kosmetik)
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A, dkk. 2003. Biologi Edisi Kelima - Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

https://ridhayani28.wordpress.com/2013/10/28/phylum-porifera/
Diakses pada tanggal 07 Oktober 2016.

http://www.artikelsiana.com/2015/04/pengertian-porifera-ciri-ciri-reproduksi-klasifikasi.html
Diakses pada tanggal 07 Oktober 2016.

http://perpustakaancyber.blogspot.co.id/2012/12/filum-porifera-pengertian-ciri-ciri-
klasifikasi-reproduksi-contoh.html
Diakses pada tanggal 07 Oktober 2016.

http://belajarterusbiologi.blogspot.co.id/2011/02/filum-porifera.html
Diakses pada tanggal 07 Oktober 2016.

Anda mungkin juga menyukai