Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-
negara maju,dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin
mengemukanya penyakit-penyakit degeneratif serta makin meningkatnya usia
harapan hidup di hampir seluruh belahan dunia. Studi prevalensi menunjukkan
bahwa di Amerika Serikat,pada populasi di atas umur 66 tahun,persentase orang
dengan penyakit Alzheimer (penyebab terbesar demensia) meningkat dua kali
lipat setiap pertambahan umur lima tahun. Tanpa pencegahan dan pengobatan
yang memadai,jumlah pasien dengan penyakit Alzheimer di negara tersebut
meningkat dari 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi 13,2 juta orang pada tahun
2050.1
Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak
disadari karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang
progresif namun perlahan. Selain itu pasien dan keluarga juga sering menganggap
bahwa penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya
ditandai dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar
pada seorang yang sudah menua. Akibatnya,penurunan fungsi kognitif terus akan
berlanjut sampai akhirnya mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan
pasien akan jatuh pada ketergantungan kepada lingkungan sekitarnya. Saat ini
telah disadari bahwa diperlukan deteksi dini terhadap munculnya demensia,karena
ternyata berbagai penelitian telah menunjukkan bila gejala-gejala peurunan fungsi
kognitif dikenali sejak awal maka dapat dilakukan upaya-upaya meningkatkan
atau paling tidak mempertahankan fungsi kognitif agar tidak jatuh pada keadaan
demensia.2

Selain peran pasien dan keluarga dalam pengenalan gejala-gejala penurunan


2

fungsi kognitif dan demensia awal, dokter dan tenaga kesehatan lain juga
mempunyai peran yang besar dalam deteksi dini dan terutama dalam pengelolaan
pasien dengan penurunan fungsi kognitif ringan. Dengan diketahuinya berbagai
faktor risiko (seperti hipertensi,diabetes melitus,strok,riwayat keluarga,dan lain-
lain) berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif yang lebih cepat pada
sebagian orang usia lanjut,maka diharapkan dokter dan tenaga kesehatan lain
dapat melakukan upaya-upaya pencegahan timbulnya demensia pada pasien-
pasiennya. Selain itu,bila ditemukan gejala awal penurunan fungsi kognitif pasien
yang disertai beberapa faktor yang mungkin dapat memperburuk fungsi kognitif
pasien maka seprah dokter dapat merencanakan berbagai upaya untuk
memodifikasinya,baik secara farmakologis maupun non-farmakologis.

BAB II
3

LAPORAN PSIKIATRI

1. IDENTITAS PASIEN

Tanggal : 23 Maret 2016


Jam : 09.45 WIB
1 Nama : Tn. AB
2 Umur : 66 tahun
3 Jenis Kelamin : Laki-Laki
4 Agama : Islam
5 Pekerjaan : Tani
6 Status Perkawinan : Sudah Menikah
7 Pendidikan Terakhir : SD
8 Alamat : Muaro Sebo, Jambi RT.21

2. IDENTITAS DARI ALLOANAMNESIS :


1. Nama : Ny. RW
2. Umur : 43 tahun
3. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
4. Pendidikan Terakhir : SMA
5. Alamat : Muaro Sebo, Jambi RT.21
6. Hubungan dengan pasien : Anak kandung
7. Keakraban dengan pasien : Akrab
8. Kesan pemeriksaan/ dokter terhadap keterangan yang diberikan : Dapat
dipercaya.

3. ANAMNESIS
Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari : Pasien dan informan
(alloanamnesis/anak kandung pasien).
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan :
Pasien sendiri
2. Sebab utama : Os merasa sering lupa
3. Keluhan utama : Os sering lupa, sulit mengungkapkan isi pikiran,
tidur tidak teratur.
4. RPS/RPP:
Keluhan dan gejala :
- Os sering lupa saat membaca doa.
- Os. sering lupa mengingat tempat meletakan barang- barang.
4

- Os merasa sulit untuk mengungkapkan apa yang sedang


dipikirkan.
- Jadwal tidur-bangun os sering tidak teratur.
- Os tinggal bersama anaknya.
- Sejak beberapa bulan yang lalu os lebih senang dirumah. Os
hanya mengerjakan pekerjaan rumah seadanya, sesekali
membantu anak berjualan di rumah. Os sudah jarang mengikuti
kegiatan di luar rumah.
- Os belum pernah berobat ke RSJ sebelumnya.
5. Hendaya/disfungsi dalam hubungan sosial, pekerjaan dan
penggunaan waktu senggangnya
Os. mudah bergaul dengan teman sebaya maupun tetangga dan
lingkungan sekitar. Os. terkadang membantu anaknya bekerja
dikebun milik tetangganya.

6. Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat penyakit dahulu.

7. Riwayat premorbid
7.1 Riwayat Kehamilan
Anak yang diinginkan
a. Kesehatan fisik : dalam batas normal
b. Kesehatan mental : dalam batas normal
7.2 Riwayat Persalinan :
Persalinan normal dibantu oleh dukun
Berat badan lahir normal
7.3 Riwayat perkembangan motorik
Tidak ada masalah dalam perkembangan.
7.4 Kemampuan bicara
Os. bisa bicara dengan baik.
7.5 Interaksi sosial
Os. mudah bergaul dengan teman-temannya.
7.6 Perilaku
Os. sering lupa mengingat tempat meletakan barang-barang yang
baru saja diletakan. Os juga sulit mengungkapkan isi pikirannya.
Sejak beberapa bulan yang lalu os. lebih senang dirumah, os. hanya
mengerjakan pekerjaan rumah seadanya, sesekali membantu anak
berjualan di rumah, os. sudah jarang mengikuti kegiatan di luar
rumah.
7.7 Riwayat sosial
5

Os. mudah bergaul dengan teman sebayanya.


7.8 Situasi sosial saat ini :
1. Tempat tinggal : rumah sendiri
2. Polusi lingkungan : bising (-), ramai (+)

8. Riwayat Keluarga
a. Identitas orang tua
Identitas ORANGTUA
Ayah Tn. AB Ibu Tn. AB
Bangsa Indonesia Indonesia
Suku Jambi Jambi
Agama Islam Islam
Pendidikan Pesantren Tidak sekolah
Pekerjaan Petani Petani
Umur 74 (meninggal) 85 (meninggal)
Hubungan Ayah kandung Ibu kandung

b. Kepribadian, dijelaskan oleh os.


Ayah : ayah os seorang yang perhatian dan tegas.
Ibu : ibu os seorang yang penurut dan perhatian.
c. Os bersaudara 7 orang, os. anak pertama

Keterangan :
: laki laki : Orangtua os.(sudah meninggal)
: : perempuan : Orangtua os.(sudah meninggal)
: Dementia

d. Urutan saudara dan usianya :


Os merupakan anak pertama ;
1. Tn. AB (65 tahun)
6

2. Alm. AR
3. Almh. SS
4. Almh. SS
5. Almh. SS
6. Ny. SH (48 tahun)
7. Ny.SR (43 tahun)
e. Gambaran kepribadian orang lain yang tinggal dirumah os.
hubungan terhadap os. : os. tinggal bersama anak ke-2 dan
keluarga anaknya, anak dan keluarga anaknya baik dan perhatian
kepada os.

No. Status os. Gambaran Hubungan os.


Dengannya kepribadian dengannya
1. Anak ke-2 Baik (+), perhatian Akrab
(+), penyabar (+)
2. Cucu dari anak Baik (+) , perhatian Akrab
ke-2 (+)

f. Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami os. :


Rumah tempat Keadaan Rumah
Tenang Cocok Nyaman
tinggal
Rumah orang
tua os.
Rumah sendiri

g. Faktor keturunan (genetik) : Tidak ada


h. Faktor organik :Nyeri kepala (-), kejang (-),trauma (-),kelumpuhan
(-)
i. Riwayat penggunaan NAPZA : disangkal
j. Faktor pencetus : Tidak ada
k. Persepsi dan tanggapan pasien mengenai diri dan kehidupan : os.
merasa tidak nyaman dengan sering lupa dan sulit untuk
mengungkapkan isi pikiran dialaminya, os. terkadang kesal ketika
lupa meletakan barang.

4. STATUS MENTAL
7

Pemeriksaan status mental dilakukan pada tanggal 23 Maret 2016.


a. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Sikap tubuh : tenang (+) perhatian tidak mudah teralihkan

Cara berpakaian : Rapi

Kesehatan fisik : Tampak sehat

2. Perilaku dan aktifitas psikomotor

Cara berjalan : Normoaktif

Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif, kontak mata (+)

3. Pembicaraan

Cara berbicara : Tidak terganggu

Produktifitas : Normal, Koheren

4. Afek, mood dan emosi lainnya


Afek : Appropriate
Mood : Eutimik

5. Pikiran
Bentuk pikir : Tidak terganggu
Proses berpikir : Koheren
Isi pikiran :Tidak terganggu
6. Persepsi
Halusinasi : Tidak Ada
Ilusi : Tidak Ada
7. Sensorium dan Kognisi
Kesadaran : Kompos mentis
Orientasi : Tidak terganggu
Memori : Terganggu
Pengetahuan umum : Terganggu
8. Pengendalian impuls : Tidak terganggu
9. Daya nilai
Normal sosial : Tidak terganggu
Uji daya nilai : Tidak terganggu
8

Penilaian realitas : Tidak terganggu


Tilikan :4
10. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
11. Pemeriksaan psikiatrik khusus lainnya :

- Pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE), dari hasil pemeriksaan


didapatkan skor orientasi adalah 5, registrasi adalah 3 atensi dan
kalkulasi 0, mengingat kembali 0, bahasa adalah 6, total skor
adalah 14, pasien termasuk kedalam definite gangguan kognitif.

a. Status Interna: TD : 120/80, N: 84x/menit; RR: 18X/menit;


T:36,5OC.
b. Status Neurologi : Nyeri kepala (-)
c. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Khusus Lainnya :
Tidak ada
d. Pemeriksaan Oleh Psikolog/ Petugas Sosial dan lain-lain :
Pemeriksaan MMSE.

5. DIAGNOSIS BANDING
1. F.00 Demensia Alzheimer
Memenuhi kriteria demensia karena adanya kriteria penurunan daya
ingat dan daya pikir, tidak adanya gangguan kesadaran dan
memenuhi kriteria demensia tipe alzheimer yakni:
Onset bertahap dengan deteriorasi lambat.
Onset biasanya sulit ditentukan waktu persis, tiba-tiba orang lain
sudah menyadari adanya kelainan tersebut.
Pada pemeriksaan fungsi kognitif dengan pemeriksaan MMSE
didapatkan skor 14, yakni definite gangguan kognitif.
9

Tidak adanya serangan apoplektik mendadak atau gejala neurologik


kerusakan otak fokal .

2. F32. Episode Depresif


Alasan memilih :
Istri sudah lama meninggal, sejak istri os meninggal, os tinggal
bersama anak os. Beberapa bulan yang lalu os sering mengeluh
sering lupa dan kesulitan untuk mengungkapkan isi pikirannya,os
juga mengalami nyeri kepala, os. sering tidur tidak teratur dan
terkadang kesal ketika lupa meletakan barang.
Sejumlah pasien yang tertekan atau mengalami depresi mengalami
gejala hendaya kognitif.

6. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F00.1Dementia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat
Aksis II : F60.7 Gangguan Kepribadian Dependen
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Tidak ada diagnosis
Aksis V : GAF scale tertinggi 90-81 (gejala minimal, berfungsi baik,
cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa. GAF
scale saat pemeriksaan 70-61 (beberapa gejala ringan &
menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih
baik.

7. TERAPI
1. Psikoterapi :
Psikoterapi dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan
sesuai dengan gangguan psikologi yang mendasarinya. Adapun terapi yang dapat
dilakukan adalah :
- Terapi kognitif
- Terapi perilaku : tujuannya untuk meningkatkan aktivitas pasien,
mengikutkan pasien dalam tugas-tugas yang dapat meningkatkan
perasaan yang menyenangkan.
10

- Psikoterapi suportif: memberiakan kehangatan, empati, pengertian,


dan optimistik.
Pemberian terapi melalui beberapa teknik :
- Ventilasi, yaitu memberi kesempatan kepada pasien agar pasien
dapat menceritakan isi hatinya seluas-luasnya mengenai
permasalahan yang menjadi stres utama, dokter menjadi
pendengar yang baik, sehingga pasien merasa lega serta
keluhannya berkurang.
- Sugestif, yaitu menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa
ada anak-anaknya yang akan mengurus pasien.
- Reassurance, yaitu meyakinkan kembali kemampuan pasien
bahwa ia sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya dengan
cara menunjukkan hasil-hasil yang telah dicapai pasien.
- Bimbingan, yaitu memberi nasihat dengan penuh wibawa dan
pengertian mengenai hubungan antar manusia.
- Konseling, yaitu membantu pasien memahami dirinya sendiri
secara lebih baik agar pasien dapat mengatasi masalahnya
sendiri dengan cara menyampaikannya secara halus dan penuh
kearifan.
- Terapi kerja, yaitu memberikan kesibukan kepada pasien untuk
beraktivitas dan bekerja sesuai yang mampu dia
kerjakan/lakukan agar dia terampil dan dapat berguna untuk
mencari nafkah baginya kelak.

2. Farmakoterapi:
- Kolinesterase Inhibitor
Donepizil adalah kolinesterase inhibitor yang telah disetujui U.S.
Food and Drug Administration (FDA) yang digunakan dalam
pengobatan hendaya kognitif ringan samapi sedang penyakit
alzheimer.
- Sertralin (fatral) 25 mg
Sertralin termasuk obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake
Inhibitor), sertralin (fatral) adalah salah satu obat yang digunakan
untuk menganani berbagai gangguan mental. Sertralin berguna untuk
11

meningkatkan konsentrasi dan perhatian, gangguan tidur dan


meningkatkan fungsi kehidupan sehari-hari dalam hubungan interaksi
sosial.
- Vitamin B1 (Tiamin) diperlukan terhadap fungsi tubuh, termasuk
pencernaan, fungsi otot dan sistem saraf.
Pemberian obat :
B1 1x1 pagi hari sesudah makan
- Piracetam 500mg
- Aricept 5mg

8. PROGNOSIS
Beberapa kasus dementia bisa diobati yang mana hal ini tergantung pada
pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya. Mempertahankan
kesehatan fisik pasien, adanya suatu lingkungan yang menyokong, dan
pengobatan psikofarmakologik yang simtomatik adalah penting untuk
kebanyakan tipe demensia.

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Demensia adalah Suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya


bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang
multipel, termasuk : daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap, berhitung,
kemampuan belajar, berbahasa dan daya nilai.1,2

3.2 Klasifikasi

A. Berdasarkan etiologi : 2,3


1. Dementia pada penyakit alzheimer
2. Dementia vaskular
3. Dementia pada penyakit lain :
13

- penyakit Pick
- penyakit Creutzfeldt-Jacob
- penyakit Huntington
- penyakit Parkinson
- penyakit HIV
- dementia pada penyakit yang dispesifikasi di tempat lain
4. Dementia tak tergolongkan
Berdasarkan etiologi, Ny. SA termasuk dalam demensia Alzheimer.

3.3 Epidemiologi
Insidensi demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia.
Setelah usia 65 tahun,prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap
pertumbuhan usia lima tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi
berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering demensia di Amerika
Serikat dan Eropa adalah penyakit Alzheimer,sedangkan di Asia diperkirakan
demensia vaskular.1 Dari seluruh penduduk sentenarian di Jepang,70% mengalami
demensia dengan 76%-nya menderita penyakit Alzheimer. Berbagai penelitian

menunjukkan laju insidensi penyakit Alzheimer meningkat secara eksponensial


seiring bertambahnya umur, walaupun terjadi penurunan insidensi pada usia 95
tahun yang diduga karena terbatasnya jumlah subyek di atas usia 90 tahun.2,3
Proporsi perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi
dibandingkan laki-laki (sekitar 2/3 pasien adalah perempuan). Hal ini disebabkan
perempuan memiliki harapan hidup lebih baik dan bukan karena perempuan lebih
mudah menderita penyakit ini. Tingkat pendidikan yang rendah juga disebutkan
berhubungan dengan risiko terjadinya penyakit Alzheimer. Faktor-faktor risiko lain
yang dari berbagai penelitian diketahui berhubungan dengan penyakit Alzheimer
adalah hiperetensi,diabetes melitus,dislipidemia,serta berbagai faktor risiko
timbulnya aterosklerosis dan gangguan sirkulasi pembuluh darah otak.2
Mutasi beberapa gen familial penyakit Alzheimer pada kromosom 21,koromosim
14,dan kromosom 1 ditemukan pada kurang dari 5% pasien dengan penyakit
Alzheimer. Sementara riwayat keluarga dan munculnya alel e4 dari Apolipoprotein E
pada lebih dari 30% pasien dengan penyakit ini mengindikasikan adanya faktor
genetik yang berperan pada munculnya penyakit ini. Seseorang dengan riwayat
keluarga pada anggota keluarga tingkat pertama mempunyai risiko dua sampai tiga
14

kali menderita penyakit Alzheimer,walaupun sebagaian besar pasien tidak mempunyai


riwayat keluarga yang positif. Walaupun alel e4 Apo E bukan penyebab timbulnya
demensianamun munculnya alel ini merupakan faktor utama yang mempermudah
seseorang menderita penyakit Alzheimer. 5
15

3.4 Patobiologi dan Patogenesis


Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan
neuritik, neurofibrillary tangles,hilangnya neuron/sinaps, degenerasi
granulovakular,dan Hirano bodies. Plak neuritik emngandung b-amyloid
ekstraselular yang dikelilingi neuritis distrofik,sementara olak difus adalah istilah
yang kadang digunakan untuk deposisi amyloid tanpa abnormalitas neuron.
Deteksi adanya Apo E di dalam plak amyloid dan studi mengenai ikatan high-
avidity antara Apo E dengan b-amylodi menunjukkan bukti hubungan antara
amyloidogenesis dan Apo E. Plak neuritik juga mengandung protein
komplemen,mikroglia yang teraktivasi,sitokin-sitokin,dan protein fase-
akut,sehingga komponen inflamasi juga diduga terlibat pada pathogenesis
penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode kromosom 21,menunjukkan hubungan
potensial patologi penyakit Alzheimer dengan sindrom Down yang diderita oleh
semua pasien penyakit Alzheimer uang muncul pada usia 40 tahun.5
Pembentukan amyloid merupakan pencetus berbagai proses sekunder yang
terlibat pada patogenesis penyakit Alzheimer (hipotesis kaskade amyloid)
Berbagai mekanisme yang terlibat pada pathogenesis tersebut bila dapat
dimodifikasi dengan obat yang tepat diharapkan dapat mempengaruhi perjalanan
penyakit Alzheimer.4
Adanya dan jumlah plak senilis adalah satu gambaran patologis utama yang
penting untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak meningkat
seiring usia,dan plak ini juga muncul di jaringan otak orang usia lanjut yang tidak
demensia. Juga dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak
demensia mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks serebri untuk
memenuhi kriteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini
mencerminkan fase preklinik dari penyakit masih belum diketahui.3
Lewy body adalah cytoplasmic inclusion intraneuron yang terwarnai dengan
periodic acid-Schiff (PAS) dan ubiquitin,yang terdiri dari neurofilamen lurus
sepanjang 7 sampai 20nm yang dikelilingi material amorfik. Lewy body dikenali
melalui antigen terhadap protein neurofilamen yang terfosforilasi maupun yang
tidak terfosforilasi, ubiquitin,dan protein presinap yang disebut -synuclein. Jika

15
16

pada seorang demensia tidak ditemukan gambaran patologik selain adanya Lewy
body maka kondisi ini disebut diffuse Lewy body disease,semntara bila ditemukan
juga plak amyloid dan neurofibrillary tangles maka disebut varian Lewy body dari
penyakit Alzheimer.4

Defisit neurotransmiter utama pada penyakit Alzheimer,juga pada demensia


tipe lain,adalah sistem kolinergik. Walaupun sistem noradrenergik dan serotonin,
somatostatin-like reactivity,dan corticotropin-releasing factor juga berpengaruh
pada penyakit Alzheimer,defisit asetilkolin tetap menjadi proses utama penyakit
dan menjadi target sebagian besar terapi yang tersedia saat ini untuk penyakit
Alzheimer.5

3.5 Diagnosis Banding

F32. Gangguan Depresi


Sejumlah pasien depresi mengalami gejala hendaya kognitif yang sulit
dibedakan dengan gejala demensia. Gambaran klinisnya terkadanng disebut
pseudodemensia. Pasien dengan disfungsi kognitif terkait depresi memiliki
gejala depresif yang prominen, memiliki daya tilik yang baik terhadap gejala
dibandingkan demensia.
Untuk episode depresi diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
penegakan diagnosis.
Gejala Utama Gejala Tambahan
Afek depresif Konsentrasi dan perhatian berkurang
Anhedonia Harga diri dan kepercayaan diri
Berkurangnya energi yang menuju
berkurang
meningkatnya keadaan mudah lelah Gagasan tentang rasa bersalah
Pandangan masa depan yang suram
Gagasan atau perbuatan yang
membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang
3.6 Diagnosis
Diagnosis demensia didasarkan pada anamnesis, gambaran klinik demensia
atau kriteria demensia tipe alzheimer, tes atau pemeriksaan fungsi luhur (tes mini
mental, tes keadaan mental), pemeriksaan klinis pasien termasuk pada informasi

16
17

dari anggota keluarga, teman-teman, kemudian mencari faktor penyebab atau


faktor pencetusnya.

Kriteria diagnostik demensia:


1. adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai
mengganggu kegiatan harian seseorang, seperti: mandi, berpakaian, makan
dan kebersihan diri.
2. tidak ada gangguan kesadaran

3. gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.

Demensia Alzheimer (PPDGJ III)


Terdapatnya gejala dementia
Onset yang tersembunyi dengan deteriorasi lambat
Tidak adanya bukti klinis, atau temuan dari penyelidikan khusus, yang
menyatakan bahwa kondisi mental itu dpt disebabkan oleh penyakit otak
atau sistemik lain yang dapat menimbulkan dementia (mis : hipertiroid,
hiperkalsemia, dll)
Tdk adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologis
kerusakan otak fokal seperti : hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek
lapangan pandang mata, dll

Selain pemeriksaan di atas, diperlukan pula pemeriksaan lain seperti, Tes


Neuropsikologi, CT Scan / MRI otak, Electroensefalografi (EEG), Pemeriksaan
darah, dan Cairan otak (Likuor Serebrospinal). Hal ini dilakukan agar tercapai
diagnosis yang lebih akurat.

3.6.1 Pemeriksaan Fisik dan Neurologis


Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukkan gangguan sistem motork
kecuali pada tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh
aksial,hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus,atau berbagai gangguan motorik

17
18

lain umumnya timbul pada Demensia dengan Lewy Body (DLB) atau demensia
multi-infark.4

3.6.2 Pemeriksaan Kognitif dan Neuropsikiatrik


Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan
fungsi kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE),yang dapat
pula digunakan untuk memantau perjalanan penyakit. Pada penyakit Alzheimer
deficit yang terlibat berupa memori episodik,category generation (menyebutkan
sebanyakbanyaknya binatang dalam satu menit) dan kemampuan
visuokonstruktif. Defisit pada kemampuan verbal dan memori episodik visual
sering merupakan abnormalitas neuropsikologis awal yang terlihat pada penyakit
Alzheimer,dan tugas yang membutuhkan pasien untuk menyebutkan ulang daftar
panjang kata atau gambar setelah jeda waktu tertentu akan menunjukkan defisit
pada sebagian pasien penyakit Alzheimer.5
Pengkajian status fungsional harus juga dilakukan. Dokter harus menentukan
dampak kelainan terhadap memori pasien, hubungan di komunitas, hobi,
penilaian, berpakaian dan makan. Pengetahuan mengenai status fungsional
pasien sehari-hari akan membantu mengatur pendekatan terapi dengan keluarga.3

3.6.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang juga direkomendasikan adalah CT/MRI kepala.
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi tumor primer atau sekunder,lokasi area
infark, hematoma subdural,dan memperkirakan adanya hidrosefalus bertekanan
normal atau penyakit white matter yang luas. MRI dan CT juga dapat
mendukung diagnosis penyakit Alzheimer,terutama bila terdapat atrofi
hipokampus selain adanya atrofi kortikal yang difus. 4

3.7 Penatalaksanaan
3.7.1 Penatalaksanaan Umum
Tujuan utama penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia
adalah mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan
situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan keluarganya. Bila pasien

18
19

cenderung depresi ketimbang demensia, maka depresi harus diatasi dengan


adekuat. Anti depresi yang mempunyai efek samping minimal terhadap fungsi
kognitif, seperti serotonin selective receptors inhibitor (SSRI), lebih dianjurkan
pada pasien demensia dengan gejala depresi.5
Dalam mengelola pasien dengan demensia, perlu pula diperhatikan upaya
mempertahankan kondisi fisik atau kesehatan pasien. Seiring dengan progresi
demensia,maka banyak sekali komplikasi yang akan muncul. Pada stadium awal
penyakit,seorang dokter harus mengusahakan berbagai aktivitas dalam rangka
mempertahankan status kesehatan pasien,seperti melakukan
latihan,mengendalikan hipertensi dan berbagai penyakit lain,memperhatikan
higiene mulut dan gigi,serta mengupayakan kaca mata dan alat bantu dengar bila
terdapat gangguan penglihatan atau pendengaran. Pada fase lanjut
demensia,merupakan hal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar
pasien seperti nutrisi, hidrasi, mobilisasi dan perawatan kulit untuk mencegah
ulkus dekubitus.4

3.7.2 Terapi Psikososial


Perburukan kemampuan memiliki makan psikologis yang signifikan bagi
pasine demensia. Pengalaman seseorang dengan waktu yang memiliki
kontinuitas bergantung pada memori. Memori jangka pendek hilang sebelum
memori jangka panjang pada sebagian besar kasus demensia dan banyak pasien
merasa tertekan karena usahanya mengingat bagaimana mereka dulu berfungsi
sementara menyaksikan perburukan mereka yang begitu jelas. Reaksi emosional
yang berkisar dari depresi hingga ansietas berat dapat berakar dari kesadaran
bahwa makna diri semakin menghilang.2,4
Pengkajian psikodinamik terhadap ego defektif dan keterbatasan kognitif
juga dapat berguna. Klinisi dapat membantu pasien menemukan cara mengatasi
fungsi ego yang defektif seperti mencatat terjadinya problem orientasi dalam
kalender, membuat jadwal untuk membantu menyusun aktifitas, membuat
catatan untuk problem memori. 2,4
Intervensi psikodinamik dengan anggotakeluarga pasien demensia sangat
membantu. Klinisi dapat membantu pelaku rawat memahami campuran perasaan

19
20

kompleks yang dikaitkan melihat orang yang dicintainya mengalami


kemunduran serta dapat memberi pemahaman dan juga izin untuk
mengeksprisikan perasaan. 2

3.7.3 Pengobatan untuk Mempertahankan Fungsi Kognitif


Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang
terbukti tinggi efektivitasnya. Selain mengatasi gejala perubahan tingkah laku
dan membangun rapport dengan pasien, anggota keluarga, dan pramuwerdha,
saat ini focus pengobatan adalah pada defisit sistem kolinergik. Kolinesterase
inhibitor. Tacrine (tetrahydroaminoacridine), donepezil, rivastigmin, dan
galantamin adalah kolinesterasi inhibitor yang telah disetujui U.S Food and
Drug Administration (FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer. Efek
farmakologik obat-obatan ini adalah dengan menghambat enzim
kolinesterase,dengan meningkatnya kadar asetilkolin di jaringan otak. Dari
keempat obat tersebut, tacrine saat ini jarang digunakan karena efek sampingnya
ke organ hati (hepatotoksik).
Donepezil dimulai pada dosis 5mg perhari,dan dosis dinaikkan menjadi
10mg perhari setelah satu bulan pemakaian. Dosis rivastagmin dinaikkan dari
15mg dua kali perhari menjadi 3mg dua kali perhari,kemudian 4,5mg dua kali
perhari,sampai dosis maksimal 6mg dua kali sehari. Dosis dapat dinaikkan pada
interval antara satu sampai empat minggu; efek samping umumnya lebih
minimal bila peningkatan dosisnya dilakukan lebih lama. Sementara galantamin
diberikan dengan dosis awal 4mg dua kali perhari,untuk dinaikkan menjadi 8mg
dua kali perhari dan kemudian 12mg perhari. Seperti rivastigmin, interval
peningkatan dosis yang lebih lama akan meminimalkan efek samping yang
terjadi. Dosis harian efektif untuk masing-masing obat adalah 5 sampai 10mg
untuk donepezil, 6 sampai 12mg untuk rivastigmin,dan 16 sampai 24mg untuk
galantamin. Efek samping yang dapat timbul pada pemakaian obat-obatan
kolinesterase inhibitor ini antara lain adalah mual,muntah,dan diare,dapat pula
timbul penurunan berat badan, insomnia, mimpi abnormal, kram otot,
bradikardia,sinkop,dan fatig. Efek-efek samping tersebut umumnya muncul saat

20
21

awal terapi, dapat dikurangi bila interval peningkatan dosisnya diperpanjang dan
dosis rumatan diminimalkan. Efek samping pada gastrointestinal juga dapat
diminimalkan bila obat-obat tersebut diberikan bersamaan dengan makan.
Penggunaan bersamasama lebih dari satu kolinesterase inhibitor pada saat yang
bersamaan belum pernah diteliti dan tidak dianjurkan.4,5
Antioksidan yang telah diteliti dan memberikan hasil yang cukup baik
adalah alfa tokoferol (vitamin E). Pemberian vitamin E pada satu penelitian
dapat memperlambat progresi penyakit Alzheimer menjadi lebih berat. Vitamin
E telah banyak digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan penyakit
Alzheimer dan demensia tipe lain karena harganya murah dan dianggap aman.
Dengan mempertimbangkan stres oksidatif sebagai salah satu dasar proses
menua yang terlibat pada patofisiologi penyakit Alzheimer, ditambah hasil yang
didapat pada beberapa studi epidemiologis, vitamin E bahkan digunakan sebagai
pencegahan primer demensia pada individu dengan fungsi kognitif normal. 3
Obat yang saat ini juga telah disetujui oleh FDA sebagai terapi pada
demensia sedang dan berat adalah memantin,suatu antagonis N-metil-Daspartat.
Efek terapinya diduga adalah melalui pengaruhnya pada glutaminergic
excitotoxicity dan fungsi neuron di hipokampus. Bila memantin ditambahkan
pada pasien Alzheimer yang telah mendapat kolinesterase inhibitor dosis tetap,
didapatkan perbaikan fungsi kognitif,berkurangnya penurunan status
fungsional,dan berkurangnya gejala perubahan perilaku.4

Dengan adanya bukti bahwa proses inflamasi pada jaringan otak terlibat
pada patogenesis timbulnya penyakit Alzheimer,maka beberapa penelitian
mencoba mendapatkan manfaat obat-obat antiinflamasi baik dalam hal
pencegahan maupun terapi demensia Alzheimer. Hasil negatif ditunjukkan baik
pada prednison, refocoxib,maupun naproxen,sehingga sampai saat ini tidak ada
data yang mendukung penggunaan obat antiinflamasi dalam pengelolaan pasien
demensia. 3

21
22

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien Tn. AB, umur 66 tahun
datang ke poli RSJ pada tanggal 23 Maret 2016, Os merasa sering lupa, Os sering
lupa saat membaca doa, Os sering lupa mengingat tempat meletakan barang-
barang. Os merasa sulit untuk mengungkapkan apa yang sedang dipikirkan.
Jadwal tidur-bangun os sering tidak teratur. Os tinggal bersama anaknya. Sejak

22
23

beberapa bulan yang lalu os lebih senang dirumah. Os hanya mengerjakan


pekerjaan rumah seadanya, sesekali membantu anak berjualan di rumah. Os sudah
jarang mengikuti kegiatan di luar rumah. Os belum pernah berobat ke RSJ
sebelumnya. Pada pemeriksaan status mental didapatkan seorang laki-laki tua,
berpenampilan rapi, sikap tubuh tenang dan perhatian tidak mudah teralihkan,
kesehatan fisik tampak sehat, cara berjalan normoaktif, kesadaran kompos mentis,
perilaku dan aktifitas normoaktif, sikap terhadap pemeriksa kooperatif, kontak
mata baik, bicara jelas, afek appropriate, mood eutimik, proses dan isi pikir tidak
terganggu, persepsi terhadap halusinasi dan ilusi tidak ada, memori terganggu,
fungsi intelektual terganggu, konsentrasi tergannggu. Pengendalian impuls tidak
terganggu dan RTA pasien tidak terganggu. Pemeriksaan Status Mental Mini
(MMSE), dari hasil pemeriksaan didapatkan skor orientasi adalah 5, registrasi
adalah 3 atensi dan kalkulasi 0, mengingat kembali 0, bahasa adalah 6, total skor
adalah 14, pasien termasuk kedalam definite gangguan kognitif.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah terapi psikososial dengan memberikan
edukasi mengenai penyakit dan membantu mengatasi gangguan kognitif pada
pasien dan keluarga pasien untuk dan psikofarmaka yang diberikan pada pasien.
Obat-obatan yag diberikan pada pasien saat terapi rawat jalan di Poli RSJ Jambi,
yaitu :
1. Kolinesterase Inhibitor.
Donepizil adalah kolinesterase inhibitor yang telah disetujui U.S. Food
and Drug Administration (FDA) yang digunakan dalam pengobatan
hendaya kognitif ringan samapi sedang penyakit alzheimer.
2. Sertralin (fatral) 25 mg
Sertralin termasuk obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake
Inhibitor), sertralin (fatral) adalah salah satu obat yang digunakan untuk
menganani berbagai gangguan mental. Sertralin berguna untuk
meningkatkan konsentrasi dan perhatian, gangguan tidur dan
meningkatkan fungsi kehidupan sehari-hari dalam hubungan interaksi
sosial.

23
24

3. Vitamin B1 (Tiamin) diperlukan terhadap fungsi tubuh, termasuk


pencernaan, fungsi otot dan sistem saraf. Pemberian obat :B1 1x1 pagi
hari sesudah makan.
4. Piracetam 500mg
5. Aricept 5mg

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Penyakit Alzheimer adalah penyebab terbesar terjadinya demensia.
2. Penyakit demensia Alzheimer ditegakkan melalui pemeriksaan anamnesis,
gejala harus memenuhi kriteria demensia alzheimer sesuai PPDGJ III dan

24
25

pemeriksaan fisik yang teliti,serta didukung oleh pemeriksaan penunjang


yang tepat, serta pemeriksaan MMSE dapat membantu mengetahui fungsi
kognitif.
3. Demensia Alzheimer harus diberikan terapi psikosial farmakoterapi yang
tepat sehingga membantu mengatasi masalah kognitifnya dan meningkatkan
kualitas hidup penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, Rusdi. Gangguan Mental Organik dalam Buku Saku Diagnosis


Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Unika Atma Jaya. 2001.
2. Sadock B, Sadock V A. Kaplan & Sadock, Demensia dalam Buku Ajar
Psikiatri Klinis, Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2010.
3. Bird TD,Miller BL.Alzheimers disease and other dementias.Dalam:
Kasper DL,Braunwald E,Fauci AS,Hauser SL,Longo DL,penyunting.
Harrisons Principles of Internal Medicine,Edisi ke-16. New York:
McGraw-Hill Medical Publishing Division;2005.h.2393-406
4. Cummings JL. Alzheimers disease. N Engl J Med. 2004;351:56-67

25
26

5. Rochmach W,Harimurti K. Demensia.Dalam: Sudoyo A,Setiyohadi


B,Alwi I,Setiati S,penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-
4.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;2006.h.1374-8

26

Anda mungkin juga menyukai