Anda di halaman 1dari 10

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan kadar gas rumah kaca (GRK) di atmosfer merupakan
penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim. Yang termasuk dalam
kelompok gas rumah kaca adalah Karbon dioksida (CO2), Metana (CH4), dinitro
oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HCF), perfluorokarbon (PCF), dan sulfur
heksafluorida (SF6). Dimana karbon dioksida (CO2) menyumbang sekitar 77%
dari emisi GRK. Oleh karena itu emisi gas CO 2 memiliki dampak besar pada
lingkungan. Sumber-sumber emisi karbondioksida secara global dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) yaitu ,36% dari
industri energi (pembangkit listrik/kilang minyak, dll), 27% dari sektor
transportasi, 21% dari sektor industry, 15% dari sektor rumah tangga & jasa, 1%
dari sektor lain-lain ( Saleh dkk,2013).
Menurut data yang dirilis oleh World Resource Institute (WRI) pada tahun
2015 yang bermarkas di Washington DC, Emisi Karbondioksida (CO2) yang
dihasilkan oleh negara-negara di dunia ini adalah sebanyak 47,59 miliar ton emisi
CO2 (MtCO2e) per tahun. Dari jumlah tersebut, Negara yang berkonstribusi
terbesar dalam menghasilkan Emisi Karbon di Dunia adalah China (Tiongkok)
dengan 10,68 miliar ton emisi CO2 per tahun. Disusul dengan Amerika Serikat
yang menempati urutan kedua sebagai penghasil emisi Karbondioksida terbesar di
Dunia yaitu sebesar 5,82 miliar ton emisi CO2 per tahun. Urutan ketiga ditempati
oleh 28 Negara yang bergabung dalam Uni Eropa dengan jumlah Emisi
Karbondioksida yang dihasilkan sebesar 4,12 miliar ton emisi CO 2 per tahun.
Indonesia juga berada dalam daftar tersebut, yaitu menduduki urutan ke-6 dengan
emisi karbondioksida yang dihasilkan sebesar 1,98 miliar ton emisi CO 2 per tahun
(Yang dkk,2009). Dimana jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat seiring
dengan peningkatan kasus pembakaran hutan, kebutuhan energi, dan ketergantung
penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi tidak terbarukan (Minyak
bumi dan batu bara). Oleh karena itu diperlukan solusi yang dapat mengurangi
polusi yang disebabkan oleh emisi CO2 dan memanfaatkan CO2 sebagai sumber
energi tebarukan (seperti biofuel).

1.2 Tujuan Khusus


Berdasarkan Permasalahan yang diungkapkan, penulisan ini betujuan
untuk dapat memberikan konsep dan ide tentang pengurangan emisi gas CO2 di
atmosfer menggunakan metode Carbon Capture Store (CCS). Yaitu suatu metode
menangkap dan menyimpan CO2. Dimana, Proses penangkapan CO2
menggunakan Material Graphene yang telah di doping dengan Sulfur dan
Nitrogen sebagai adsorben. Graphene dapat disintesis dari baterai bekas dengan
menggunakan metode Electrochemical Exfoliation. Dan selanjutnya, emisi gas
CO2 yang telah ditangkap dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biofuel
yang dapat dijadikan sebagai bahan bakar dan sumber energi terbarukan.
2

1.3 Manfaat yang Ingin Dicapai


Manfaat karya tulis ini adalah dapat menambah pengetahuan dan ide
kreatif tentang pengurangan dan penanganan polusi gas CO2 dan pemanfaatannya
sebagai suber energi terbarukan seperti biofuel. Sehingga dapat mengatasi
masalah polusi lingkungan akibat efek gas rumah kaca seperti CO2 dan
mengurangi ketergantungan penggunaan Bahan Bakar fosil sebagai sumber energi
dengan dihasilkannya energi terbarukan berupa biofuel dari emisi gas CO2.

BAB 2. GAGASAN

2.1 Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan


Selama jutaan tahun, CO2 di atmosfer Bumi mengalami siklus yang
akhirnya membuat Bumi memiliki suhu rata-rata 23C. Hasil respirasi hewan (dan
manusia) yang berupa CO2 itu terangkat ke atmosfer dan mengakibatkan efek
rumah kaca yang menghangatkan bumi. Sebagian dari CO 2 ini dihisap oleh
tetumbuhan baik itu di dasar laut maupun di daratan melalui fotosintesa dengan
bantuan sinar matahari. Fotosintesa menghasilkan O2 (oksigen) yang menjadi
infrastruktur kehidupan hewan dan manusia. Dengan O2, hewan dan manusia
berespirasi dan kembali mengeleluarkan CO2 yang akhirnya kembali lagi ke
atmosfer, menjamin Bumi tetap hangat, dan akhirnya kembali diserap tetumbuhan
menghasilkan siklus yang disebut dengan siklus karbon (carbon cycle).

Dari siklus ini, kadar CO2 di atmosfer nyaris konstan dan Suhu atmosfer
juga tetap. Selama 800 ribu tahun, kadar CO2 di atmosfer kira-kira 250-280 ppm,
seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Konsentrasi CO2 di atmosfer dalam kurun waktu


800.000 tahun terakhir hingga kurun waktu 2000 tahun terakhir
(Sumber : Climate Change, Evidence, Impactts, and Choiches)
Proses inilah yang disebut dengan efek rumah kaca alamiah, atau natural
green house effect. Hasilnya ialah pemanasan global alamiah, atau natural global
warming. Natural global warming inilah yang menghangatkan Bumi dan
menghindari Bumi dari kebekuan (Huang dkk,2013).
Namun, pada kurun waktu 2000 tahun terkahir, CO2 berlebih saat ini di
atmosfer bukanlah CO2 hasil respirasi makhluk hidup yang berada di permukaan
3

bumi semata. Sejak revolusi industri, kelebihan CO 2 ini berasal dari bahan fosil
(minyak bumi dan batu bara) yang dijadikan sebagai sumber energi utama.
Sehingga kecepatan dan besaran emisi CO2 ke atmosfer melalui pengunnaan
bahan bakar fosil ini tidak diimbangi dengan kecepatan penyerapan CO2 oleh
lautan, tanah, dan tumbuhan apalagi dengan terjadinya penggundulan dan
pembakaran hutan. akibatnya, kadar karbon yang ditambahkan ke dalam siklus
karbon alamiah tidak mampu diproses lebih lanjut oleh tetumbuhan dan
menumpuk di atmosfer dan menyebabkan global warming dan perubahan iklim
(Huang dkk,2013)
Emisi CO2 Indonesia
Emisi Gas rumah kaca (CO2 dan gas lain) Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 2. Emisi gas buang hasil pembakaran berupa CO2dari 183,1 juta Ton pada
tahun 2002 menjadi 584,9 juta Ton pada tahun 2020 (3,2 kali lipat). Jika ditelaah
lebih lanjut, data Buku Putih ini tidak berbeda jauh dari data IEA untuk tahun
2011 (lihat Gambar 6) yakni berkisar pada 430-440 juta Ton,. Sedangkan emisi
CO2 Indonesia ditaksir sebesar 820-830 juta Ton pada tahun 2035 menurut IEA.

Gambar 2. Emisi GHG Indonesia hingga 2020 (kiri, dalam satuan ribu Ton,
Sumber : Buku Putih Energi) dan 2035 dalam Mt (metric Ton) (kanan, Sumber:
IEA)

Menurut buku putih energy 2005-2025 tiga sumber enegi utama emisi CO2
di Indonesia yaitu, minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Seperti yang telihat
pada gambar 3.
4

Gambar 3. Sumber energi Indonesia (Sumber: Buku Putih Energi)

2.2 Solusi yang Pernah Diterapkan

Salah satu metode pengendalian emisi CO2 adalah Carbon Capture Store
(CCS). Yaitu suatu metode menangkap dan menyimpan CO2 yang meliputi
langkah-langkah sebagai berikut :

1. Langkah pertama, CO2 ditangkap dari penghasil CO2 yang besar misalnya
pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
2. Langkah kedua, Transport CO2 (pemindahan CO2). Setelah ditangkap,
milyaran ton emisi CO2 dikompresi menjadi cair agar mudah diangkut ke
tempat penyimpanan yang sesuai. Untuk penyimpanan di tambang migas
offshore. CO2 diangkut melalui jalur pipa offshore, menggunakan kapal
atau kombinasi keduanya.
3. Langkah ketiga adalah penyimpanan CO2. Tempat penyimpanan paling
praktis untuk menyimpan emisi karbon dalam jumlah banyak biasanya
reservoir minyak atau gas yang sudah tua. Professor Geologi Universitas
Edinburgh, Stuart Haszeldine mengungkapkan bahwa Saline aquifers
merupakan batuan berpori berisi air yang sangat asin. Lapisan ini dapat
menjadi tempat untuk menyimpan CO2.
4. Langkah keempat adalah monitoring (pemantauan). Memantau dan
memverifikasi jumlah CO2 yang tersimpan sangatlah penting jika
penyimpanan CO2 digunakan untuk memenuhi komitmen nasional dan
atau internasional sebagai dasar perdagangan emisi. Setiap tempat
penyimpanan CO2 harus diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya
kebocoran CO2 dari tempat penyimpanan.
(Sumber: Gadipelli dkk,2015)

Selama ini, teknik yang umum digunakan untuk menangkap CO2 dari
bahan bakar fosil yaitu, Teknik post-combustion, pre-combustion dan oxyfuel
combustion capture.
5

Gambar 4. Proses Penangkapan CO2 (Sumber: Seema dkk,2014)

1. Teknik post-combustion menangkap CO2 dari gas buang pembangkit listrik


setelah bahan bakar fosil dibakar. Gas buang akan melewati absorber tower
yang mempunyai bahan kimia khusus (biasanya amina). Amina berfungsi
untuk menyerap CO2 dari gas buang. Amina yang kaya CO2 tersebut
dipanaskan untuk melepaskan CO2 murni. Kemudian dimampatkan menjadi
cair sehingga dapat dipindahkan jauh dari tempat asal. Setelah dingin, amina
disirkulasikan kembali ke system penangkapan untuk dipakai ulang.
2. Teknik pre-combustion biasanya diterapkan pada Integrated Gasification
Combine Cycle (IGCC) yaitu pembangkit listrik tenaga batu bara dan
penangkapan CO2 dilakukan sebelum batu bara benar-benar membara. Batu
bara dipanaskan secara perlahan untuk mengeluarkan synthetic gas yang
terdiri dari karbon monoksida dan hydrogen. Karbon monoksida yang
direaksikan dengan air untuk menghasilkan hydrogen dalam jumlah lebih
banyak daripada CO2. CO2 dipisahkan dan dikompresi menjadi cair agar
mudah dipindahkan. Hidrogen yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar
pembangkit listrik. Kekurangan teknik pre-combustion adalah tidak dapat
dilakukan retro-fitted pada pembangkit batu bara jenis lama yang saat ini
masih banyak digunakan untuk menyediakan listrik di dunia tetapi merupakan
metode alternatif yang efisien untuk pembangkit batu bara di masa mendatang.
3. Tehnik oxyfuel combustion yaitu membakar bahan bakar fosil dengan oksigen
murni alih-alih dengan udara. Gas buang yang dihasilkan hampir seluruhnya
terdiri dari CO2 dan air. Air dikeluarkan melalui kondensasi sedangkan CO2
dikompresi agar dapat dipindahkan. Tehnik ini dapat menghasilkan tingkat
penangkapan CO2 yang sangat tinggi, kekurangannya metode ini
membutuhkan banyak energy untuk menghasilkan oksigen murni sehingga
relative tidak efisien.
(Sumber: Chandra dkk,2012)
2.3 Rancangan Implementasi Gagasan
6

Teknik Penangkapan CO2 Menggunakan N,S dual-dopeg Graphene


Material karbon dianggap sebagai adsorben padat yang sangat menjanjikan
untuk menangkapan CO2 karena biayanya yang rendah dan luas permukaan yang
tinggi.salah satunya adalah adsorben berbasis graphene, yang memiliki surface
area yang besar, porositas yang tinggi dan dapat di doping dengan material lain
salah satunya adalah nitrogen (N) dan sulfur (S). yang mana telah di teliti dapat
meningkatkan kapasitas dan selektivitas adsorpsi CO2.
Kim et al.(2014) mengidentifikasi bahwa kapasitas adsorpsi CO2 meningkat
sekitar 6 kali dengan mendoping N atau S pada graphene, dengan menentukan
faktor dari mikroporositas dan konten dari N, S. Wei (2015) menemukan bahwa
kandungan nitrogen yang tinggi sangat memberikan kontribusi untuk
meningkatkan kapasitas adsorpsi CO2. Selanjutnya, Watanabe (2015)
mengembangkan N,S dual-doped carbon dengan porositas yang tinggi. Dimana
ditemukan bahwa kapasitas adsorpsi CO2 meningkat secara signifikan. terutama
pada kondisi ruangan (25C, 1 atm). Oleh sebab itu, graphene yang telah di
doping dengan nitrogen dan sulfur menjadi pilihan yang sangat baik untuk
dijadikan adsorbent untuk menangkap CO2.

Pembuatan Graphene dari Baterai Bekas dengan Metode Electrochemical


Exfoliation
Pembuatan Graphene dilakukan dengan menggunakan metode
Electrochemical Exfoliation dari batang grafit yang ada pada beterai bekas. Pada
proses ini digunakan dua-sistem elektroda, dimana batang grafit bertindak sebagai
anoda dan Stailess steel bertindak sebagai katoda. Proses elektrokimia
berlangsung didalam 0,5 M larutan Sodium Sulfat,dan diberikan tegangan sebesar
10V. Setelah 1100s, dihasilkan endapan hitam dari pengelupasan grafit. kemudian
endapan ini dikenakan proses sonikasi dengan menggunakan ultrasinoc bath
selama 15 menit, sehingga terbentuk campuran sodium sulfat-graphene. kemudian
dilakukan proses pencucian pada campuran tersebut. Pencucian dilakukan
sebanyak dua kali. Pertama, campuran dicuci menggunakan etanol dengan
perbandingan volume 1:1. Setelah itu dilakukan proses penyaringan dengan
menggunakan saringan nylon membrane filter dan pompa vakum. Kemudian
pencucian dilanjutkan dengan menggunakan air dan etanol berlebih. Dan
dilakukan proses penyaringan kembali dengan menggunakan nylon membrane
filter dan pompa vakum. Graphene yang telah disaring dikeringkan dengan
menggunakan oven (Xu et al,2014)
7

Gambar 5. Skema Proses pembuatan Graphene dengan Metode


Electrochemical Exfoliation

Produksi Biofuel Dari Emisi Karbon Dioksida


Beberapa produk biofuel yang dapat dihasilkan dari CO2 yaitu metanol
(CH3OH) dan dimetil eter (CH3OCH3). Kunci utama dalam memproduksi biofuel
skala besar adalah ketersediaan bahan baku CO 2 dan H2.dimana, CO2 dalam
jumlah besar dapat diperoleh dari sumber-sumber seperti emisi pembangkit listrik
berbahan bakar fosil dan fasilitas industri melalui penggunaan teknologi CCS.

Gambar 6. Siklus konversi dari sumber CO2 menjadi metanol dan


Produk Hidrokarbon lainnya
8

Produksi Metanol Dari Karbon Dioksida


Reaksi kimia yang terjadi :
CO2 + 3H2CH3OH + H2O
katalis yang digunakan dapat berupa logam dan oksidanya, seperti kombinasi
tembaga (Cu) dan seng oksida (ZnO)
Produksi Dimethyl Ether (DME) Dari Karbon Dioksida
Produksi DME biasanya terjadi oleh dua reaksi berturut-turut: sintesis metanol
dan de-hidrogenasi metanol. Langkah pertama dalam produksi DME adalah
konversi dari bahan baku menjadi syngas. Langkah kedua adalah sintesis metanol
menggunakan katalis berbasis tembaga dan langkah ketiga adalah de-hidrogenasi
metanol menjadi DME. proses diwakili oleh pers. (5) dan (6).
Selain itu, DME juga dapat diproduksi melalui konversi langsung syngas
menggunakan katalis yang tepat. Dengan menerapkan konversi langsung menjadi
DME, proses diwakili oleh pers. (5), (6), dan (7) dapat terjadi secara bersamaan
dalam satu reaktor dan produk adalah Reaksi bersih yang ditunjukkan pada
Persamaan. (8). Dan Langkah terakhir adalah pemurnian produk mentah, yang
mungkin juga mengandung beberapa metanol dan air.
sintesis Methanol: WGS:

CO + 2H2CH3OH (5) H2O + COH2 + CO2 (7)

dehidrasi Methanol: Reaksi Net:

2CH3OHCH3OCH3 + H2O. (6) 3H2+3COCH3OCH3+CO2.(8)

Katalis untuk produksi biofuel


Katalis Tembaga (Cu), seng (Zn), kromium(Cr) dan paladium (Pd) biasanya
digunakan untuk meminimalkan pembentukan produk sampingan dan
memaksimalkan yield dan selektivitas methanol selain itu, katalis Cu / ZnO
terkenal dengan aktivitas dan selektivitas yang tinggi untuk reaksi sintesis
methanol (Larson,2006).
2.4 Pihak yang Terlibat dalam Implementasi Gagasan

Pihak-pihak yang dipertimbangkan dapat membantu mengimplementasikan


gagasan diantaranya:
1. Dosen, Lembaga Penelitian, Universitas, dan akademisi lainnya
Berperan dalam proses Perancangan dan Pembuatan dalam skala labor
adsorben berbasis Graphene Yang telah didoping dengan nitrogen dan sulfur.
Serta menentukan dan meneliti lebih lanjut mengenai katalis terbaik yang
dapat digunakan untuk produksi biofuel dari emisi gas CO2.
2. Pemerintah
9

Membuat Kebijakan dan peraturan mengenai Pentingnya pengendalian emisi


gas CO2 baik yang berasal dari industri maupun rumah tangga. Dan
bekerjasama untuk membangun dan membuat alat penangkap emisi Gas CO 2
dan pengolahannya menjadi Biofuel.
3. Lembaga Lingkungan
Berperan dalam memantau kondisi lngkungan dan dampak-dampak yang
mungkin ditimbulkan dari gagasan ini.
4. Investor dan Bank
Membarikan Bantuan Modal dan dana untuk pengembangan lebih lanjut
dalam skala industry untuk gagasan ini.
2.5 Langkah Strategis Implementasi Gagasan

Langkah-Langkah Strategis yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan


gagasan sehingga tujuan dan perbaikan yang diharapkan dapat tercapai.
1. Penelitian dan Perancangan Alat dan gagasan dalam skala labor
Tahap ini bertujuan untuk dapat menentukan variable dan kondisi terbaik
untuk proses Penangkapan CO2 maupun Pada proses Produksi Biofuel
2. Pembangunan dan Perancangan alat dan gagasan dalam skala Pilot
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui apakah perancangan dan gagasan yang
telah dilakukan layak untuk diterapkan dalam skala besar
3. Penelitian dan Perancangan Alat dan gagasan dalam skala besar (skala
industry)
Gagasan yang telah diberikan dan diuji dalam skala labor dan pilot
diaplikasika dalam skala besar sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
manusia

BAB 3. KESIMPULAN

Proses penangkapan CO2 dapat dilakukan dengan menggunakan teknik post-


combustion capture, pre-combustion capture, oxyfuel-combustion capture atau
adsorpsi gas CO2 pada graphene melalui S,N dual-doping. Yang telah diteliti dapat
memberikan kapasitas dan selektifitas penangkapan gas CO 2 yang sangat besar.
Sehingga dapat mengurangi emisi CO2 di atmosfer. Namun, Karena keterbatasan
tempat penyimpanan emisi gas CO2 yang telah ditangkap. Maka karbondioksida
yang telah ditangkap perlu digunakan secara berkelanjutan. Salah satu cara yang
potensial untuk memanfaatkan karbondioksida yang telah ditangkap adalah
dengan memproduksinya menjadi biofuel.sehingga Karbon dioksida secara kimia
dapat berubah dari gas rumah kaca yang merusak dan memberikan kontribusi
pada pemanasan global menjadi sumber energi terbarukan.Selain itu, karena
meningkatnya ketergantungan pada bahan bakar fosil sebagai sumber utama
penghasil energi dan keterbatasan ketersediaan bahan bakar fosil, menemukan
alternatif untuk bahan bakar fosil seperti biofuel akan dapat mengatasi masalah
ketergantungan tersebut.
10

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, S,U., dkk. 2012. Highly selective CO2 capture on N-doped


carbonproduced by chemical activation of polypyrrole functionalized
graphenesheets, 48 (2012) 735737.
H. Seema, K.C. Kemp, N.-K. Lee, S.-W. Park, V. Chandra, J.-W. Lee, K.-S. Kim.
2014. Highly selective CO2capture by S-doped microporous carbon
materials. 66 (2014) 320326.
Larson ED.2006. A review of life-cycle analysis studies on liquid biofuel systems
for the transport sector. Energy Sustain Dev 2006;10(2):10926.
Huang Y, Rebennack S, Zheng QP. 2013. Techno-economic analysis and
optimizationmodels for carbon capture and storage: a survey. Energy
Syst 2013;4(4):31553.
S. Gadipelli, Z.-X. Guo. 2015. Graphene-based materials: Synthesis and gas
sorption,storage and separation. Prog. Mater. Sci. 69 (2015) 160.
T.J. Bandosz, M. Seredych, E. Rodriguez-Castellon, Y.-Q. Cheng, L.L.
Daemen,A.J. Ramirez-Cuesta.2016. Evidence for CO2 reactive
adsorption on nanoporous S-and N-doped carbon at ambient conditions,
Carbon 96 (2016) 856863.
Xu et al,2014, Mechanism Of Graphene Formation By Graphite Electro-
Exfoliation In Ionic Liquids-Water Mixtures.(2014) 045606.
Yang C, McCollum D, McCarthy R, Leighty W. 2009. Meeting an 80%
reduction ingreenhouse gas emissions from transportation by 2050: a case
study in California. Transp Res Part D: Transp Environ 2009;14(3):147
56.
Z.-Y. Sui, Y.-N. Meng, P.-W. Xiao, Z.-Q. Zhao, Z.-X. Wei, B.-H. Han.2015.
Nitrogen-doped graphene aerogels as efficient supercapacitor electrodes
andgas adsorbents, ACS Appl. Mater. Interfaces 7 (2015) 14311438.
[17]
S.-G. Zhang, Z. Li, K. Ueno, R. Tatara, K. Dokko, M. Watanabe.2015. One-
step,template-free synthesis of highly porous nitrogen/sulfur-codoped
carbonsfrom a single protic salt and their application to CO2capture. J.
Mater. Chem.A 34 (2015) 1784917857.

Anda mungkin juga menyukai