Makalah EMG 1
Makalah EMG 1
KELOMPOK 2
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada diskusi dengan topik Seorang laki-laki yang mengeluh sering merasa
kesemutan yang dilaksanakan dua sesi. Sesi pertama pada hari Selasa, 15 Maret 2011 dan
sesi kedua pada hari Kamis, 17 maret 2011. Jumlah peserta lengkap sesuai dengan jumlah
pada daftar anggota yaitu 14 orang. Diskusi berlangsung dengan dr. Victor sebagai tutor,
ketua diskusi Ahmad Musa dan Noer Kamila sebagai sekretaris. Diskusi berjalan dengan
baik. Para peserta diskusi bersikap kondusif dalam memberikan pendapatnya berdasarkan
referensi yang mereka miliki.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Umur : 42 tahun
Anamnesis
Keluhan utama :
Keluhan tambahan :
- Cepat lelah
- Nyeri di pangkal ibu jari kaki kiri sejak 3 hari lalu, tapi sudah membaik.
Pemeriksaan fisik :
Data antropometri
TB : 160 cm
BB : 85 kg
Tanda vital
Status generalisata
3
Mata : kelopak mata atas kiri tampak benjolan kekuningan sebesar kacang hijau
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelainan getah bening leher.
Abdomen :
- lingkar perut 114 cm obese (normal laki-laki < 90cm, wanita< 80cm)
Hepar : teraba 1 jari b.a.c, kenyal, tepi tajam, permukaan licin, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : pembengkakan pada sendi pangkal ibu jari kaki kiri dan masih tampak
sedikit kemerahan. Tidak ada pembengkakan pada sendi- sendi lain. Edema -/- .
DARAH
Hb 13 16 g % 11,5 g% Anemia
DM terkontrol: <7%
DM tak terkontrol:>8%
LIPID DARAH
4
Kolesterol HDL >55 mg/dl 35mg/dl Rendah
FAAL GINJAL
URINALISA
pH 4,5-8,0 6 Normal
BMI : 33,2
GD puasa 145mg/dl
5
bengkak
Asam urat:8,5mg/dl
SGPT 86 u/L
Skema(6)
6
2) Hipertensi grade II (JNC VII) (1), karena tekanan darahnya 145/100 mmHg
3) Hiperglikemia, karena gula darah sewaktu 210 mg/dl dan puasa 145 mg/dl
4) Xanthelasma, karena ada benjolan kuning sebesar kacang hijau pada kelopak mata atas kiri
5) Hepatomegali, karena hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae serta SGOT,SGPT
6) Arthritis gout, karena sendi metatarsal I kiri bengkak, kadar asam urat 8,5 mg/dl ()
9) Diabetes Melitus, karena HBA1C 8%-->kadar gula darah tak terkontrol 3 bulan terakhir,
kadar gula darah puasa 145 mg/dl, pasien sering kesemutan, faktor risiko obese
Penatalaksanaan: (1)
Hipertensi
7
Simtomatik : analgetik (asam mefenamat)
Kausatif : ACE-I
Anjuran : meminum obat secara teratur dan seumur hidup, tidak stress
Dislipidemia
Artritis Gout
Prognosis
BAB III
PEMBAHASAN
8
DIABETES MELITUS(4, 5)
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
2. Klasifikasi
Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus
- DNA mitokondria
- Trauma/pankreatektomi -Hemochromatosis
d. Endokrinopati
- Akromegali - Feokromositoma
9
e. Karena obat/zat kimia
f. Infeksi
3. Etiologi
Etiologi dari DM dapat tejadi karena berbagai aspek seperti disebabkan oleh
munculnya fenomena autoimunitas, yang disebabkan oleh adanya mutasi akibat insersi virus
variola, coxsackie B4, rubela ataupun paparan zat kimia yang bersifat sitotoksik
nitrofenilurea atau sianida dari singkong basi, hal ini yang terjadi pada DM type I. Pada DM
type II terjadi kelainan genetik pada kromosom 7, 12 & 20 yang menyebabkan insufisiensi
enzim glukokinase dan penurunan ekspresi gen hepatocyt nuclear factor 1 alpha dan 4 alpha
yang dapat menghambat sintesa proinsulin.
4. Patofisiologi
10
Pada DM tipe II ( NIDDM ) atau DM tidak bergantung insulin, paling sedikit ada
dua kondisi patologis. Pertama, adanya penurunan kemampuan insulin untuk
berfungsi pada jaringan perifer untuk menstimulasi metabolisme glukosa dan
menghambat pengeluaran glukosa dari hati, suatu keadaan yang dinamakan resistensi
insulin. Obesitas menyebabkan resistensi insulin dan obesitas merupakan faktor resiko
utama terjadinya NIDDM. Kedua, ketidak mampuan kelenjar endokrin dipankreas
untuk mengkompensasi secara penuh penanganan resistensi insulin ini (defisiensi
insulin relatif ).
DM tipe 1 DM tipe 2
Umur (th) Biasa < 40 (tapi tak Biasa > 40 (tapi tak selalu)
selalu)
Berat
Keadaan Klinik Ringan
saat diagnosis
5. Gejala Klinis
Gejala khas
- Poliuri - Polifagi
11
Gejala tidak khas
6. Diagnosis
I. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menyaring pasien DM, TGT (toleransi glukosa
terganggu), dan GDPT (glukosa darah puasa terganggu), sehingga kemudian dapat ditentukan
langkah yang tepat untuk mereka. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan
agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan sekunder dapat segera
diterapkan. Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor
risiko untuk DM, yaitu:
Pasien dengan Toleransi Glukosa Terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu
merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT
akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.
12
Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini
risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi daripada kelompok normal. TGT sering berkaitan
dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
(mg/dl)
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus
diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk
diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata
kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan
khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan
untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan
glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan
diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi
angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu >
200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan
kadar glukosa darah pasca pembebanan > 200 mg/dl.
13
Cara Pelaksanaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) :
a. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup). Kegiatan
jasmani seperti yang biasa dilakukan
b. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih
diperbolehkan
c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1, 75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
e. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
f. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
7. Tata Laksana
1. Edukasi
2. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 70 %
2) Protein sebanyak 10 15 %
3) Lemak sebanyak 20 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai
rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan:
14
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah
untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi
(gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai
dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
4. Intervensi farmakologis
a. Obat Hipoglikemik
1) Sulfonilurea
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
2) Biguanid
15
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (imt 27-
30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea
b. Insulin
8. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk
menderita DM. Pencegahan primer ini harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
b. Pencegahan Sekunder
c. Pencegahan Tersier
16
Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola
harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien
sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis
rendah (80 - 325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM
yang sudah mempunyai penyulit makro-angiopati.
9. Komplikasi
GOUT(3)
Gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan berulang dari
artritis yang terasa sangat nyeri karena adanya endapan kristal monosodium urat, yang
terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di dalam darah
(hiperurisemia).
Penyakit ini paling sering mengenai sendi di pangkal ibu jari kaki dan menyebabkan suatu
keadaan yang disebut podagra; tetapi penyakit ini juga sering menyerang pergelangan kaki,
lutut,pergelangan_tangan_dan_sikut.
Serangan pertama biasanya hanya mengenai satu sendi dan berlangsung selama beberapa
17
hari. Gejalanya menghilang secara bertahap, dimana sendi kembali berfungsi. Tetapi jika
penyakit ini semakin memburuk, maka serangan yang tidak diobati akan berlangsung lebih
lama, lebih sering terjadi dan mengenai beberapa sendi. Sendi yang terkena bisa mengalami
kerusakan_yang_permanen.
DIAGNOSA
Diagnosis seringkali ditegakkan bedasarkan gejalanya yang khas dan hasil pemeriksan
terhadap_sendi.
Ditemukannya kadar asam urat yang tinggi di dalam darah akan memperkuat diagnosis.
Tetapi pada suatu serangan akut, kadar asam urat seringkali normal.
Pada pemeriksaan terhadap contoh cairan sendi dibawah mikroskop khusus akan tampak
kristal_urat_yang_berbentuk_seperti_jarum.
PENGOBATAN
Saat ini obat anti peradangan non-steroid (misalnya ibuprofen dan indometasin) lebih banyak
digunakan daripada kolkisin dan sangat efektif mengurangi nyeri dan pembengkakan sendi.
Kadang diberikan kortikosteroid (misalnya prednison).Jika penyakit ini mengenai 1-2 sendi,
suatu larutan kristal kortikosteroid bisa disuntikkan langsung ke dalam sendi. Pengobatan ini
sangat efektif untuk mengakhiri peradangan yang disebabkan oleh kristal urat.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FKUI ; 2006.
18
Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books ; 2007.
2006.
BAB V
Kesimpulan
19
Kelompok kami menarik kesimpulan bahwa pasien tersebut menderita obesitas yang
sifatnya simtomatik serta kausatif. Tatalaksana non-medikamentosa juga sangat penting yakni
memodifikasi pola atau gaya hidup dan diet sesuai kebutuhan gizi yang cukup dan seimbang
dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Diharapkan gejala-gejala penyakit yang timbul
dapat berkurang maupun menghilang sehingga pasien dapat menjalankan aktivitasnya dan
Secara keseluruhan kasus ini sangat memicu setiap mahasiswa untuk berpikir dan memicu
kondisi diskusi yang kondusif. Kami menyadari bahwa diskusi dan laporan ini masih ada
kekurangan, dengan bimbingan dan arahan dari para dosen, kami akan berusaha untuk terus
meningkatkannya.
Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan, kontributor modul,
baik kepala modul, sekretaris, para tutor, dan seluruh staf Universitas Trisakti Kampus B.
20