Anda di halaman 1dari 31

1.1.

Latar Belakang

Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

Indonesia seutuhnya dan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, tertib dan

damai berdasarkan Pancasila dan UUD 45, untuk mewujudkan masyarakat

Indonesia yang sejahtera tersebut perlu peningkatan secara terus menerus akan

kualitas sumberdaya manusia yang ada.

Tersirat dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1979, bahwa ; Anak

berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan

atau menghambat pertumbuhan atau perkembangannya dengan wajar. (H. Setia

Tunggal, 2003).

Membina kesehatan bangsa berarti melakukan intervensi pro-aktif positif

serta perhatian lebih besar kepada penduduk baik yang sakit maupun yang sehat,

lebih memperhatikan aspek tumbuh dan kembang anak mulai dari kandungan

sampai dewasa sehingga dalam jangka panjang lebih menjanjikan terciptanya

kesehatan bangsa Indonesia secara menyeluruh dan akan membawa dampak yang

lebih nyata terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sehat.

Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belakangan ini kasusnya

terus mengalami peningkatan yang sangat serius dan dampak yang ditimbulkanya

begitu luas yaitu penyalagunaan narkoba ( narkotika, psikotropika, dan bahan

berbahaya lainnya).

Berdasarkan laporan yang ada, kasus penyalahgunaan narkoba di

Indonesia meningkat tajam. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Februari

1
2006 menyebutkan, dalam lima tahun terakhir jumlah kasus tindak pidana

narkoba di Indonesia rata-rata naik 51,3 persen atau bertambah sekitar 3.100

kasus per tahun.

Sedangkan pada tahun 2007 kasus penyalahgunaan narkoba melonjak

menjadi 22.630 kasus dengan tersangka sebanyak 36.169 orang. Kelompok

penyalahguna terbesar berada pada rentang usia 16 - 29 tahun sebesar 20.170

orang, dengan rincian pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak

4.138 siswa, SMP dan SMA sebanyak 31.213 siswa serta Perguruan Tinggi

berjumlah 818 mahasiswa. (www.bnn.go.id, 2009)

Pada tahun 2008, pemakai Narkoba di Indonesia meningkat dengan cukup

pesat, yaitu tercatat 3,3 juta orang. Dari jumlah itu 28% pengguna awal, 27%

pemakai, dan 45% atau sekitar 1,5 juta orang adalah pecandu narkoba, dan

ranking teratas dikosumsi para remaja 70%, dan 50% penggunanya positif

terinfeksi HIV karena jarum suntik. jumlah ini semakin menurun akibat makin

banyak Negara yang focus dalam pemberantasan narkotika. (Media Indonesia, 17

Februari 2009).

Kota Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan kota penyangga Ibukota

dan sekaligus kota yang memiliki bandara Internasional Soekarno-Hatta,

merupakan tempat yang sangat strategis dalam perhelatan penggunaan narkoba,

terbukti pada tahun 2007 sampai sekarang sudah banyak terbongkar pabrik yang

memproduksi berbagai macam jenis narkoba.

Berdasarkan data-data diatas dapat terlihat masalah serius dari

penyalahgunaan narkoba, yang mengkhawatirkan adalah angka pengguna narkoba

2
pada anak remaja sangatlah besar. Karena berdasarkan data di atas, pengguna

narkoba terbesar adalah pada remaja yaitu sekitar 70%.

Oleh sebab itu, mengingat maraknya penyalahgunaan narkoba di kalangan

remaja, sehingga perlu dilakukan intervensi khususnya bagi remaja agar tidak

terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan remaja mengenai bahaya narkoba

Kelompok remaja organisasi X di Kabupaten Tasikmalaya merupakan

kelompok pendukung grup musik Iwan fals, adalah salah satu dari kelompok

organisasi yang banyak terdapat di Kodya Kabupaten Tasikmalaya, kelompok ini

memiliki keanggotaan yang terbanyak diantara kelompok remaja lainya, juga

kelompok ini keanggotaanya ada pada beberapa kelurahan dan desa di Kota dan

Kabupaten Kabupaten Tasikmalaya. Musik kadang kala diartikan sebagai tempat

mencurahkan segala perasaan hati, dan tempat untuk suka ria.

Hasil observasi pendahuluan, diperoleh informasi belum pernah

dilakukannya penelitian mengenai tingkat pengetahuan remaja organisasi X

tentang narkoba dan bahayanya. Sehingga dari latar belakang tersebut penulis

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan

dengan pengetahuan remaja terhadap bahaya narkoba padakelompok organisasi X

di Kabupaten Tasikmalaya

1.2. Perumusan Masalah.

3
Semakin meluasnya kasus pemakaian narkoba dikalangan remaja, yang

diperkirakan 70% dari 1,5 juta maka penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian terkait dengan tingkat pengetahuan remaja terhadap bahaya norkoba

pada kelompok organisasi X di Kabupaten Tasikmalaya.

1.3. Tujuan Penelitian.

Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan

dengan pengetahuan remaja terhadap bahaya narkoba pada kelompok organisasi

X di Kabupaten Tasikmalaya.

1.4 Kerangka Konsep.

VARIABLE INDEPENDEN VARIABLE DEPENDEN

Faktor Internal

- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Sikap

Pengetahuan remaja
Faktor Eksternal terhadap bahaya
Informasi dari lingkungan sosial: narkoba
- Teman sebaya
- Orang tua
- Media cetak
- Media Elektronik

4
1.5 DEFINISI OPERASIONAL

No Variabel Definisi Alat Ukur Katagorik Skala

1. Independen Umur responden dari Kuesioner 1.13 17 tahun Ordinal


Umur lahir s/d diadakan (Remaja awal)
penelitian 2. 18 24 tahun
(Remaja akhir)
2. Jenis Komunitas yang Kuesioner 1. Pria Nominal
kelamin membedakan pria dan 2. Wanita
wanita dalam kelompok
3. Pendidikan Jenjang pendidikan Kuesioner 1. Dasar Ordinal
terakhir yang ditamatkan (SD-SMU)
oleh responden 2. Tinggi
(D3-PT)
4. Sikap Tanggapan responden Kuesioner 1. Tidak ada, bila Nominal
terhadap bahaya narkoba, jawaban responden
dan upaya penggulangan sangat tidak setuju
terhadap pemakai 2. Ada, bila jawaban
narkoba responden sangat
setuju

5. Informasi Keterpaparan responden Kuesioner 1. Tidak terpapar Ordinal


teman dengan informasi 2. Terpapar
sebaya mengenai bahaya
narkoba dari pergaulan
dan diskusi dengan
teman sebaya
6. Informasi Keterpaparan responden Kuesioner 1. Tidak terpapar Ordinal
Orang tua dengan topik-topik 2. Terpapar
narkoba melalui interaksi
atau komunikasi dengan
orang tua

7. Informasi Keterpaparan responden Kuesioner 1. Tidak terpapar Ordinal


media cetak oleh informasi mengenai 2. Terpapar
bahaya narkoba melalui
kegiatan membaca koran,
tabloid, majalah, dll.
8. Informasi Keterpaparan responden Kuesioner 1. Tidak terpapar Ordinal
media oleh informasi tentang 2. Terpapar
elektronik bahaya narkoba melalui
acara di televisi, radio,
internet, vidio dll

5
Dependen Ordinal
9 Pengetahuan Tingkat pemahaman Kuesioner 1. Rendah
responden mengenai 2. Tinggi
bahaya narkoba

1.6 HIPOTESIS.

Berdasarkan kerangka konsep diatas maka penulis menetapkan hipotesis sebagai

berikut :

1. Adanya hubungan umur dengan pengetahuan terhadap bahaya narkoba pada

kelompok organisasi X di Kabupaten Tasikmalaya

2. Adanya hubungan jenis kelamin dengan pengetahuan terhadap bahaya

narkoba pada kelompok organisasi X di Kabupaten Tasikmalaya

3. Adanya hubungan pendidikan dengan pengetahuan terhadap bahaya narkoba

pada kelompok organisasi X di Kabupaten Tasikmalaya

4. Adanya hubungan sikap dengan pengetahuan terhadap bahaya narkoba pada

kelompok organisasi X di Kabupaten Tasikmalaya

5. Adanya hubungan informasi dari teman sebaya dengan pengetahuan terhadap

bahaya narkoba pada kelompok organisasi X di Kabupaten Tasikmalaya

6. Adanya hubungan informasi dari orang tua dengan pengetahuan terhadap

bahaya narkoba pada kelompok organisasi X di Kabupaten Tasikmalaya

7. Adanya hubungan informasi dari media cetak dengan pengetahuan terhadap

bahaya narkoba pada kelompok organisasi X di Kabupaten Tasikmalaya

8. Adanya hubungan informasi dari media elektronik dengan pengetahuan

terhadap bahaya narkoba pada kelompok organisasi X di Kabupaten

Tasikmalaya

6
1.7 JENIS PENELITIAN

Penelitian dilakukan terhadap kelompok organisasi Oi Kabupaten

Tasikmalaya, menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan studi Cross

Sectional dan merupakan studi analitik, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor apa

saja yang berhubungan dengan pengetahuan remaja terhadap bahaya narkoba.

1.8 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Kelompok Organisasi Oi Kabupaten Tasikmalaya,

yang beralamat di Jl. Ranca Dulang Raya No. 27 Rt. 02/02 Kelurahan Margasari

Kecamatan Indihiang Kota Kabupaten Tasikmalaya, pada Bulan Mei 2008

1.9 POPULASI

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh remaja yang menjadi anggota

kelompok organisasi X di Kabupaten Tasikmalaya yang berjumlah 374 orang.

Dari seluruh anggota yang ada mereka ada yang tinggal di kotamadya dan juga

ada yang tinggal di kabupaten, jadi pengambilan sampel dapat mewakili anggota

yang tinggal di kotamadya maupun yang tinggal di kabupaten dan sesuai dengan

tujuan yang penulis uraikan diatas.

1.10 Sampel

7
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan formula sebagai

berikut : ( Soekidjo Notoatmojo, 2005)

n = N
__________
2
1+N(d )

Keterangan :

N = Besar Populasi

d = Tingkat kepercayaan (0,05%)

n = Besar Sampel

dari data yang didapat jumlah jumlah anggota kelompok Oi Kabupaten

Tasikmalaya yang tercatat adalah sebanyak 500 orang, sehingga jumlah atau

besarnya sampel pada penelitian ini adalah :

n = 374 n = 374

1 + 500 ( 0,052 ) 1 + 374 ( 0,0025 )

n = 374 n = 193,8
1,93

Jadi jumlah sampel pada penelitian ini adalah 194, ditambah 10% untuk

kalau ada kemungkinan terjadi ketidak lengkapan pengisian kuesioner maka

sampel menjadi 214 orang.

8
1.11 PENGUMPULAN DATA

Untuk mengumpulkan data primer, penulis membuat kuesioner yang

dibagikan kepada anggota yang menjadi target sampel, kemudian diambil kembali

untuk diolah, juga mengadakan wawancara dengan pengurus kelompok Oi

Kabupaten Tasikmalaya tersebut.

Adapun besarnya proporsi pengambilan data sampel sebagaimana

tercantum pada tabel dibawah ini.

Tabel
Proporsi Pengambilan Sampel Penelitian
Bahaya Narkoba dikelompok organisasi Oi Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2009

No Variabel Populasi Proporsi Jumlah Sampel

1. Kota 248 248 141,9 142


(214)
374
2. Desa 126 126 72,1 72
(214)
374
Total 374 214

1.12 ANALISA DATA

A. Analisa Univariat

Analisa yang bertujuan untuk melihat distribusi frekwensi dari faktor-

faktor yang diteliti, untuk itu penulis menggunakan tabel distribusi frekuensi,

dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sabar guna,2008)

P = F x 100%
n

9
Keterangan :

P : Presentasi

F : Frekuensi tiap kategori

N : Jumlah sampel

B. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini akan menggunakan program

komputer, analisa ini bertujuan untuk melihat hubungan antara masing-masing

variabel, maka analisis yang digunakan adalah uji beda proporsi (Chi-Square)

agar dapat diketahui proporsi dari masing-masing variabel yang diteliti.

Rumus Chi-Square dapat dijabarkan sebagai berikut :

(O E ) 2
X
2

E
Keterangan :

X 2= statistik Chi-Square

O = Nilai observasi

E = Nilai ekspektasi
= Jumlah semua katagori

Hasil akhir uji statistik adalah untuk mengetahui apakah keputusan uji

Ho ditolak atau gagal tolak. Ketentuanya bila p-value < 0,05 maka Ho ditolak

artinya ada hubungan yang bermakna, sedangkan bila p-value > 0,05 maka Ho

gagal tolak artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel

independen dengan variabel dependen.

10
1.8 PEMBAHASAN

Remaja yang berpengetahuan rendah tentang bahaya narkoba, lebih banyak

ditemukan pada organisasi X di Kabupaten Tasikmalaya. Pengetahuan (knowledge)

adalah hasil dari tahu, kondisi tahu akan terjadi setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera,

sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga yaitu melalui

proses pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan, baik yang bersifat formal

maupun informal (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan di dalam kamus lengkap bahasa

Indonesia (2005) diartikan sebagai mengetahui segala sesuatu, segala apa yang

diketahui, kepandaian, mata pelajaran.

Dalam penelitian ini, pengetahuan remaja dapat didefinisikan sebagai tingkat

pemahaman remaja mengenai bahaya narkoba. Semakin banyak jawaban benar yang

dikemukakan oleh remaja, semakin baik pengetahuannya. Dari hasil penelitian dapat kita

peroleh informasi bahwa remaja yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang

bahaya narkoba hanya sebesar 41,6%, sedangkan sisanya yaitu 58,4% berpengetahuan

rendah. Hal tersebut menggambarkan sebagian besar remaja kurang memiliki bekal

pengetahuan yang baik tentang narkoba. Padahal menurut teori perilaku dari Green

(1980) dikemukakan bahwa pengetahuan sebagai salah satu faktor predisposisi bagi

pembentukan perilaku dalam diri seseorang. Artinya pengetahuan memiliki kontribusi

yang cukup bermakna dalam membentuk perilaku seseorang.

Remaja yang berpengetahuan tinggi tentang narkoba, kemungkinan dapat

mencegah perilakunya untuk terjerumus dalam pergaulan narkoba, karena ia telah

memahami berbagai bahaya yang dapat timbul akibat narkoba. Oleh sebab itu, untuk

11
dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang narkoba dan bahayanya, diperlukan

berbagai upaya, seperti promosi kesehatan tentang narkoba baik secara langsung maupun

melalui media massa, kerjasama yang baik dengan berbagai lembaga yang terkait, seperti

Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Pemerintah Daerah, maupun

Lembaga Swadaya Masyarakat dan lembaga lainnya yang terkait.

Kaitannya dengan umur, ternyata banyak ditemukan responden yang termasuk ke

dalam remaja akhir (18 24 tahun). Hal tersebut kita maklumi karena organisasi X di

Kabupaten Tasikmalaya tersebut banyak digemari oleh mereka yang telah berumur

dewasa. Sedangkan untuk para remaja awal (14 17 tahun), masih merasa takut jika

ingin bergabung dengan organisasi remaja tersebut.

Pendidikan terakhir responden menunjukkan proporsi yang sama yaitu masing-

masing 50% remaja yang berpendidikan dasar dan tinggi. Hal tersebut terjadi karena

tidak ada batasan pendidikan bagi remaja yang ingin bergabung dengan organisasi X.

Sehingga tidak ditentukan kisaran pendidikan yang layak pada organisasi X tersebut.

Sebanyak 91,1% remaja menyatakan sikap adanya bahaya narkoba. Menurut

Notoatmodjo (2003) sikap adalah menggambarkan suka atau tidak suka seseorang

terhadap suatu obyek, sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain

yang paling dekat. Dari kondisi tersebut, dapat kita prediksi bahwa banyaknya responden

yang menyatakan adanya bahaya narkoba, hal tersebut terjadi karena paparan informasi

dari berbagai sumber.

Sebagian besar responden terpapar oleh informasi yang berasal dari teman sebaya

yaitu 66,8%. Dalam kehidupan para remaja terhadap berbagai jenis kelompok

sepermainan. Yang pertama terdiri dari teman-teman sebaya sejak kecil, biasanya mereka

12
inilah disebut sahabat dan terdiri dari dua atau tiga orang yang sejenis. Jenis kelompok

tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola kehidupan remaja. Remaja akan

merasa lebih aman dan terlindungi jika berada dalam kelompoknya, oleh karena itu ia

berusaha keras untuk diukui oleh kelompoknya dengan cara menyamakan dirinya dengan

segala sesuatu yang ada dalam kelompoknya.

Informasi orangtua yang diperoleh responden sebagian besar adalah terpapar

(52,3%). Orangtua merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan

perilaku remaja, khususnya tentang narkoba. Syah (2007) mengemukakan bahwa

lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar yang pada akhirnya

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang ialah orangtua dan keluarga

remaja itu sendiri.

Sebagian besar responden terpapar oleh informasi media cetak (82,7%). Hal

tersebut terjadi karena saat ini kita lebih mudah untuk memperoleh berbagai informasi

melalui media, baik cetak maupun elektronik. Seperti halnya koran, majalah, tabloid,

yang secara langsung dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang karena rajin

membaca dan mendengarkan.

Sebanyak 60,3% responden terpapar oleh informasi media elektronik. Informasi

elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas

pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),

surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,

angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat

dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

13
6.1 Hasil Analisis Bivariat

Tabel 6.3
Hubungan Antara Umur Responden Dengan Pengetahuan Remaja Tentang
Bahaya Narkoba Pada Salah Satu Organisasi X Di Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2009

Pengetahuan Narkoba Total OR p value


Umur
Rendah Tinggi n % (95% CI)
n % n %
Remaja awal 69 69,7 30 30,3 99 100,0 2,423 0,003
Remaja akhir 58 48,7 59 51,3 115 100,0 (1,38-4,26)
Total 125 58,4 89 41,6 214 100,0

Interpretasi

Hasil analisis hubungan antara umur dengan pengetahuan tentang bahaya

narkoba, diketahui dari 99 orang remaja yang termasuk remaja awal, ada sebanyak 30

orang (30,3%) yang mempunyai pengetahuan tinggi, sedangkan dari 115 orang remaja

yang termasuk remaja akhir, ada sebanyak 59 orang (51,3%) yang mempunyai

penegtahuan tinggi. Proporsi pengetahuan rendah, lebih banyak ditemukan pada remaja

awal (69,7%), dibandingkan dengan remaja akhir (48,7%). Hasil uji statistik diperoleh

nilai p = 0,003, artinya p < alpha (0,05) sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang

bermakna antara umur dengan pengetahuan remaja tentang bahaya narkoba.

Dari hasil analisis didapatkan pula nilai OR = 2,423, yang artinya responden

remaja awal akan mempunyai peluang 2,423 kali untuk berpengetahuan rendah

dibandingkan dengan remaja akhir.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Gibson (2002), yang mengemukakan

bahwa umur sebagai sub variabel demografik mempunyai efek tidak langsung pada

14
perilaku individu. Selain itu, umur juga menggambarkan pengalaman hidup seseorang.

Semakin dewasa umur seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang ia jalani. Dan

hal tersebut dapat pula mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Dalam penelitian ini ternyata pengetahuan tinggi lebih banyak dimiliki oleh para

remaja akhir dibandingkan dengan remaja awal. Hal tersebut dapat terjadi karena

pengalaman hidup yang lebih banyak pada remaja akhir, apalagi didukung oleh seringnya

terpapar berbagai informasi tentang narkoba. Remaja awal berusia 13 17 tahun,

sedangkan remaja akhir berusia 18 24 tahun. Pada remaja awal, masih dalam proses

pertumbuhan yang maksimal, sikap merekapun cenderung lebih pasif dibandingkan

remaja akhir, karena usia remaja awal lebih banyak ditemukan pada mereka yang sedang

mengenyam bangku pendidikan dasar dan menengah setingkat SMP dan SMU. Oleh

sebab itu informasi tentang narkobapun juga sangat terbatas diperoleh. Berbeda dengan

para remaja akhir yang ditemukan pada mereka yang telah selesai mengenyam

pendidikan SMU, sehingga pergaulan dan pengalamannya lebih luas, mereka cenderung

lebih banyak memperoleh informasi tentang hal-hal baru, seperti halnya narkoba. Kondisi

inilah yang membuat adanya perbedaan tingkat pengetahuan antara remaja awal dan

Tabel 6.4
Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pengetahuan Remaja Terhadap Bahaya
Narkoba Pada Salah Satu Organisasi X Di Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2009

Pengetahuan Narkoba Total OR p value


Jenis Kelamin
Rendah Tinggi n % (95% CI)
n % n %
Pria 70 49,6 71 50,4 141 100,0 0,323 0,001
Wanita 55 75,3 18 24,7 73 100,0 (0,17-0,6)
Total 125 58,4 89 41,6 214 100,0

15
Interpretasi

Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan pengetahuan tentang bahaya

narkoba, diketahui dari 141 orang remaja pria, ada sebanyak 71 orang (50,4%) yang

mempunyai pengetahuan tinggi, sedangkan dari 73 orang remaja wanita, ada sebanyak 18

orang (24,7%) yang mempunyai penegtahuan tinggi. Proporsi pengetahuan rendah, lebih

banyak ditemukan pada remaja wanita (75,3%), dibandingkan dengan remaja pria

(49,6%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,001, artinya p < alpha (0,05) sehingga

dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan

pengetahuan remaja tentang bahaya narkoba.

Dari hasil analisis didapatkan pula nilai OR = 0,323, yang artinya responden pria

akan mempunyai peluang 0,323 kali untuk berpengetahuan rendah dibandingkan dengan

responden wanita.

Dalam penelitian ini ternyata pengetahuan tinggi lebih banyak ditemukan pada

remaja laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hal tersebut dapat terjadi karena

menurut Robbins (2003) pria cenderung lebih agresif, dan lebih menyukai hal-hal yang

menantang. Sedangkan wanita lebih bersikap pasif, keberanian wanita relatif lebih rendah

bila dibandingkan dengan pria.

Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan tingkat pengetahuan antara

remaja pria dan wanita. Remaja pria lebih agresif dan berani, oleh sebab itu, mereka

cenderung untuk mencari tahu lebih banyak tentang sesuatu hal, termasuk juga narkoba,

apalagi didukung oleh berbagai sumber informasi, seperti dari teman, media massa, dan

sebagainya. Berbeda dengan remaja wanita, keberaniannya yang lebih rendah, apalagi

16
jika berhubungan dengan narkoba, hal tersebut yang menjadikan wanita memiliki

pengetahuan tentang bahaya narkoba lebih rendah dibandingkan pria.

Tabel 6.5
Hubungan Antara Pendidikan Dengan Pengetahuan Remaja Terhadap Bahaya
Narkoba Pada Salah Satu Organisasi X Di Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2009

Pengetahuan Narkoba Total OR p value


Pendidikan
Rendah Tinggi n % (95% CI)
n % n %
Dasar 71 66,4 36 33,6 107 100,0 1,936 0,026
Tinggi 54 50,5 53 49,5 107 100,0 (1,11-3,36)
Total 125 58,4 89 41,6 214 100,0

Interpretasi

Hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan tentang bahaya

narkoba, diketahui dari 107 orang remaja yang berpendidikan dasar, ada sebanyak 36

orang (33,6%) yang mempunyai pengetahuan tinggi, sedangkan dari 107 orang remaja

yang berpendidikan tinggi, ada sebanyak 53 orang (49,5%) yang mempunyai

penegtahuan tinggi. Proporsi pengetahuan rendah, lebih banyak ditemukan pada remaja

berpendidikan rendah (66,4%), dibandingkan dengan remaja yang berpendidikan tinggi

(50,5%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,026, artinya p < alpha (0,05) sehingga

dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan pengetahuan

remaja tentang bahaya narkoba.

Dari hasil analisis didapatkan pula nilai OR = 1,936, yang artinya responden yang

berpendidikan dasar akan mempunyai peluang 1,936 kali untuk berpengetahuan rendah

dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi.

17
Pendidikan pada hakekatnya bertujuan mengubah tingkah laku sasaran

pendidikan. Tingkah laku baru (hasil perubahan) itu dirumuskan dalam suatu tujuan

pendidikan (educational objective), sehingga tujuan pendidikan pada dasarnya adalah

suatu deskripsi dari pengetahuan, sikap, tindakan, penampilan dan sebagainya yang

diharapkan akan dimiliki sasaran pendidikan pada periode tertentu (Notoatmodjo, 2003).

Karena tujuan pendidikan salah satunya adalah meningkatkan pengetahuan

seseorang, sehingga dalam hubungannya dengan penelitian ini, semakin tinggi

pendidikan semakin baik pengetahuannya tentang sesuatu. Selain itu, menurut

Notoatmodjo (2003), mengemukakan bahwa sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga yaitu melalui proses pengalaman dan proses belajar

dalam pendidikan, baik yang bersifat formal maupun informal.

Oleh sebab itu, berdasarkan teori tersebut dapat kita kemukakan bahwa semakin

tinggi pendidikan seseorang, akan semakin baik tingkat pengetahuannya. Karena orang

yang berpendidikan tinggi, lebih mudah untuk menerima hal-hal baru dibandingkan

dengan orang yang berpendidikan rendah.

Tabel 6.6
Hubungan Antara Sikap Dengan Pengetahuan Remaja Terhadap Bahaya
Narkoba Pada Salah Satu Organisasi X Di Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2009

Pengetahuan Narkoba Total OR p value


Sikap
Rendah Tinggi n % (95% CI)
n % n %
Tidak ada 9 47,4 10 52,6 19 100,0 0,613 0,436
Ada 116 59,5 79 40,5 195 100,0 (0,24-1,58)
Total 125 58,4 89 41,6 214 100,0

Interpretasi

18
Hasil analisis hubungan antara sikap dengan pengetahuan tentang bahaya

narkoba, diketahui dari 19 orang remaja yang bersikap negatif, ada sebanyak 10 orang

(52,6%) yang mempunyai pengetahuan tinggi, sedangkan dari 195 orang remaja yang

bersikap positif, ada sebanyak 79 orang (40,5%) yang mempunyai pengetahuan tinggi.

Proporsi pengetahuan rendah, lebih banyak ditemukan pada yang bersikap positif

(59,5%), dibandingkan dengan remaja yang bersikap positif (59,5%). Hasil uji statistik

diperoleh nilai p = 0,436, artinya p > alpha (0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak ada

hubungan yang bermakna antara sikap dengan pengetahuan remaja tentang bahaya

narkoba.

Dari hasil analisis didapatkan pula nilai OR = 0,613, yang artinya responden yang

bersikap bahaya narkoba tidak ada akan mempunyai peluang 0,613 kali untuk

berpengetahuan rendah dibandingkan dengan responden yang bersikap dan menyatakan

bahaya narkoba ada.

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap adalah menggambarkan suka atau tidak suka

seseorang terhadap suatu obyek, sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari

orang lain yang paling dekat. Dan sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang

masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek, Sikap juga membuat seseorang dekat

atau menjauhi obyek. Serta sikap juga dapat dipengaruhi oleh kepercayaan seseorang

terhadap sesuatu obyek, baik dari orang lain dan pengalamannya sendiri.

Dalam penelitian ini, ternyata sikap tidak berhubungan dengan pengetahuan

tentang bahaya narkoba. Hal tersebut dapat terjadi karena sikap masih merupakan respon

tertutup dari seseorang. Sehingga meskipun remaja bersikap dan menyatakan tidak

adanya bahaya narkoba, tidak menjamin ia akan memiliki pengetahuan rendah tentang

19
narkoba, begitu pula sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan ada

faktor lain yang lebih dominan mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang narkoba

disamping sikap, seperti pendidikannya, sumber informasi yang diperolehnya, dan

sebagainya.

Tabel 6.7
Hubungan Antara Informasi Teman Sebaya Dengan Pengetahuan Remaja
Terhadap Bahaya Narkoba Pada Salah Satu Organisasi X
Di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009

Pengetahuan Narkoba Total OR p value


Informasi
Rendah Tinggi n % (95% CI)
Teman Sebaya
n % n %
Tidak terpapar 27 38,0 44 62,0 71 100,0 0,282 0,000
Terpapar 98 68,5 45 31,5 143 100,0 (0,15-0,51)
Total 125 58,4 89 41,6 214 100,0

Interpretasi

Hasil analisis hubungan antara informasi teman sebaya dengan pengetahuan

tentang bahaya narkoba, diketahui dari 71 orang remaja yang tidak terpapar informasi

teman sebaya, ada sebanyak 44 orang (62,0%) yang mempunyai pengetahuan tinggi,

sedangkan dari 143 orang remaja yang terpapar informasi teman sebaya, ada sebanyak 45

orang (31,5%) yang mempunyai pengetahuan tinggi. Proporsi pengetahuan rendah, lebih

banyak ditemukan pada remaja yang terpapar informasi (68,5%), dibandingkan dengan

remaja yang tidak terpapar (38,0%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000, artinya p

< alpha (0,05) sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara

informasi teman sebaya dengan pengetahuan remaja tentang bahaya narkoba.

20
Dari hasil analisis didapatkan pula nilai OR = 0,282, yang artinya responden yang

tidak terpapar informasi teman sebaya akan mempunyai peluang 0,282 kali untuk

berpengetahuan rendah dibandingkan dengan responden yang terpapar.

Teman sebaya merupakan salah satu sumber informasi yang dipercaya oleh

seseorang. Karena pengakuannya pada teman sebaya yang termasuk ke dalam

kelompoknya. Menurut Davis dalam Abdul Kadir (2003) Informasi adalah data yang

telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat bagi

pengambilan keputusan saat ini atau saat mendatang. Informasi merupakan kumpulan

data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang

menerima (Andri Kristanto, 2003).

Informasi yang diperoleh remaja dari teman-teman sebayanya, akan diolah dan

dicerna dalam otak remaja. Semakin banyak ia memperoleh informasi, semakin

bertambah pengetahuannya. Namun dalam penelitian ini ternyata, sumber informasi

teman sebaya berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada, justru remaja yang

berpengetahuan tinggi lebih banyak ditemukan pada mereka yang tidak terpapar

informasi dari teman sebaya. Hal tersebut dapat dijadi karena kadang-kadang teman

sebaya tidak memberikan informasi yang benar dan baik, khususnya tentang narkoba,

mereka lebih suka temannya bergabung bukan untuk mencari pengetahuan, tetapi justru

membawa remaja terjerumus dalam pergaulan narkoba, apalagi jika kelompok

bermain/geng remaja tersebut mempunyai perilaku negatif.

Faktor resiko teman sebaya dapat digambarkan sebagai berikut : Berhubungan

dengan teman sebaya yang menggunakan obat-obatan memiliki kecenderungan yang

besar juga menggunakan obat-obatan. Tekanan negatif dari teman sebaya dapat menjadi

21
resiko tersendiri. Contoh anak yang sebenarnya berasal dari keluarga baik-baik, mendapat

nilai baik di sekolah dan tinggal di lingkungan yang baik pula, namun akhirnya

terperangkap mengkonsumsi narkoba karena pengaruh temannya.

(http://www.indomp3z.us)

Tabel 6.8
Hubungan Antara Informasi Orangtua Dengan Pengetahuan Remaja Terhadap
Bahaya Narkoba Pada Salah Satu Organisasi X Di Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2009

Pengetahuan Narkoba Total OR p value


Informasi
Rendah Tinggi n % (95% CI)
orangtua
n % n %
Tidak terpapar 97 95,1 5 4,9 102 100,0 58,2 0,000
Terpapar 28 25,0 84 75,0 112 100,0 (21,51-157,48)
Total 125 58,4 89 41,6 214 100,0

Interpretasi

Hasil analisis hubungan antara informasi orangtua dengan pengetahuan tentang

bahaya narkoba, diketahui dari 102 orang remaja yang tidak terpapar informasi orangtua,

ada sebanyak 5 orang (4,9%) yang mempunyai pengetahuan tinggi, sedangkan dari 112

orang remaja yang terpapar informasi orangtua, ada sebanyak 84 orang (75,0%) yang

mempunyai pengetahuan tinggi. Proporsi pengetahuan rendah, lebih banyak ditemukan

pada remaja yang tidak terpapar informasi (95,1%), dibandingkan dengan remaja yang

terpapar (25,0%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000, artinya p < alpha (0,05)

sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara informasi orangtua

dengan pengetahuan remaja tentang bahaya narkoba.

22
Dari hasil analisis didapatkan pula nilai OR = 58,2, yang artinya responden yang

tidak terpapar informasi dari orangtua akan mempunyai peluang 58,2 kali untuk

berpengetahuan rendah dibandingkan dengan responden yang terpapar.

Orangtua merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan

perilaku remaja, khususnya tentang narkoba. Syah (2007) mengemukakan bahwa

lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar yang pada akhirnya

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang ialah orangtua dan keluarga

diterapkan orangtua mahasiswa dalam mengelola keluarga yang keliru, seperti kelalaian

orangtua dalam memonitor kegiatan anak, dapat menimbulkan dampak lebih buruk lagi.

Orangtua yang sering memberikan informasi mengenai bahaya narkoba, memiliki

kontribusi yang bermakna terhadap tingkat pengetahuan remaja. Semakin sering orangtua

membicarakan bahaya narkoba, semakin meningkat pengetahuan remaja. Karena

orangtua adalah salah satu sumber informasi yang baik dan berguna bagi remaja,

disamping berbagai sumber informasi akurat lainnya.

Tabel 6.9
Hubungan Antara Informasi Media Cetak Dengan Pengetahuan Remaja
Terhadap Bahaya Narkoba Pada Salah Satu Organisasi X
Di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009

Pengetahuan Narkoba Total OR p value


Informasi
Rendah Tinggi n % (95% CI)
Media Cetak
n % n %
Tidak terpapar 34 91,9 3 6,1 37 100,0 10,711 0,000
Terpapar 91 51,4 86 48,6 177 100,0 (3,17-36,16)
Total 125 58,4 89 41,6 214 100,0

Interpretasi

23
Hasil analisis hubungan antara informasi media cetak dengan pengetahuan

tentang bahaya narkoba, diketahui dari 37 orang remaja yang tidak terpapar informasi

media cetak, ada sebanyak 3 orang (6,1%) yang mempunyai pengetahuan tinggi,

sedangkan dari 177 orang remaja yang terpapar informasi media cetak, ada sebanyak 86

orang (48,6%) yang mempunyai pengetahuan tinggi. Proporsi pengetahuan rendah, lebih

banyak ditemukan pada remaja yang tidak terpapar informasi (91,9%), dibandingkan

dengan remaja yang terpapar (51,4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000, artinya

p < alpha (0,05) sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara

informasi media cetak dengan pengetahuan remaja tentang bahaya narkoba.

Dari hasil analisis didapatkan pula nilai OR = 10,711, yang artinya responden

yang tidak terpapar informasi dari media cetak akan mempunyai peluang 10,711 kali

untuk berpengetahuan rendah dibandingkan dengan responden yang terpapar.

Menurut Notoatmodjo (2003), salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang tentang sesuatu hal adalah banyaknya informasi yang pernah diperoleh

mengenai sesuatu hal tersebut. Adapun sumber informasi dapat diperoleh melalui media

massa, seperti media cetak (Koran, majalah, buku, tabloid, dan sebagainya).

Media cetak merupakan sekumpulan bahan-bahan informasi yang di cetak di atas

kertas, dengan maksud untuk mencapai tujuan seperti memotivasi tingkat perhatian dan

perilaku seseorang, menyampaikan informasi dan pengetahuan serta memberikan

instruksi. Kelebihan yang menonjol dari media cetak adalah praktis penggunaannya dan

lebih ekonomis. Sedangkan kelemahan media cetak adalah tidak dapat menampilkan

gerak dan suara seperti halnya pada media audio-video dan kelemahan lain yaitu

keterbatasan di dalam mengolah isi informasi karena tergantung kemampuan yang

24
dimiliki oleh pembaca. Secara umum fungsi media cetak dapat dibagi menjadi tiga

klasifikasi yaitu sebagai alat bantu belajar, bahan pelatihan, dan bahan informasi.

Dalam penelitian ini, semakin sering remaja terpapar informasi tentang bahaya

narkoba dari media cetak, akan semakin baik tingkat pengetahuannya. Karena frekuensi

paparan juga dapat mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap hal yang ia pelajari.

Oleh sebab itu, diperlukan berbagai informasi melalui media cetak, seperti melalui koran,

majalah, tabloid, buku, poster, spanduk, dan sebaganya

Tabel 6.10
Hubungan Antara Informasi Media Elektronik Dengan Pengetahuan Remaja
Terhadap Bahaya Narkoba Pada Salah Satu Organisasi X
Di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009

Pengetahuan Narkoba Total OR p value


Informasi (95% CI)
Media Rendah Tinggi n %
Elektronik n % n %
Tidak terpapar 41 48,2 44 51,8 85 100,0 0,499 0,021
Terpapar 84 65,1 45 34,9 129 100,0 (0,29-0,87)
Total 125 58,4 89 41,6 214 100,0
Interpretasi

Hasil analisis hubungan antara informasi media elektronik dengan pengetahuan

tentang bahaya narkoba, diketahui dari 85 orang remaja yang tidak terpapar informasi

teman sebaya, ada sebanyak 44 orang (51,8%) yang mempunyai pengetahuan tinggi,

sedangkan dari 129 orang remaja yang terpapar informasi media elektronik, ada sebanyak

45 orang (34,9%) yang mempunyai pengetahuan tinggi. Proporsi pengetahuan rendah,

lebih banyak ditemukan pada remaja yang terpapar informasi (65,1%), dibandingkan

dengan remaja yang tidak terpapar (48,2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000,

25
artinya p < alpha (0,05) sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara

informasi media elektronik dengan pengetahuan remaja tentang bahaya narkoba.

Dari hasil analisis didapatkan pula nilai OR = 0,499, yang artinya responden yang

tidak terpapar informasi media elektronik akan mempunyai peluang 0,499 kali untuk

berpengetahuan rendah dibandingkan dengan responden yang terpapar.

Menurut Notoatmodjo (2003 : 127), salah satu faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang tentang sesuatu hal adalah banyaknya informasi yang pernah

diperoleh mengenai sesuatu hal tersebut. Adapun sumber informasi dapat diperoleh salah

satunya melalui media elektronik (televisi, radio, internet).

Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data

interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang

memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Dalam penelitian ini, ternyata remaja yang berpengetahuan tinggi lebih banyak

ditemukan pada mereka yang tidak terpapar informasi dari media elektronik. Hal tersebut

dapat terjadi karena keterbatasan informasi yang diperoleh remaja tentang bahaya

narkoba dari media elektronik. Apalagi pesan kesehatan yang disampaikan melalui media

elektronik seperti televisi dan radio lebih mengarah pada larangan terjerumus narkoba,

bukan hal-hal yang berhubungan dengan narkoba. Selain itu, ada faktor lain yang lebih

memiliki pengaruh terhadap pengetahuan remaja tentang narkoba, seperti informasi

media elektronik, informasi orangtua, tingkat pendidikan, dan sebagainya.

26
1.10 KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar remaja memiliki

pengetahuan rendah (58,4%) sedangkan remaja yang memiliki pengetahuan tinggi

sebanyak 41,6%.

2. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan adanya hubungan bermakna antara

faktor internal (umur, jenis kelamin, dan pendidikan), dan faktor eksternal

(informasi teman sebaya, orangtua, media cetak, dan media elektronik) dengan

pengetahuan responden terhadap bahaya narkoba. Dengan hasil sebagai berikut :

a. Umur responden ada hubungan bermakna dengan pengetahuan terhadap

bahaya narkoba dengan nilai p < 0,05, yaitu 0,003 dan nilai OR = 2,423.

b. Jenis kelamin responden ada hubungan bermakna dengan pengetahuan

terhadap bahaya narkoba dengan nilai p < 0,05, yaitu 0,001 dan nilai OR =

0,323.

c. Pendidikan responden ada hubungan bermakna dengan pengetahuan terhadap

bahaya narkoba dengan nilai p < 0,05, yaitu 0,026 dan nilai OR = 1,936.

d. Infromasi teman sebaya ada hubungan bermakna dengan pengetahuan

terhadap bahaya narkoba dengan nilai p < 0,05, yaitu 0,000 dan nilai OR =

0,282.

e. Informasi orangtua responden ada hubungan bermakna dengan pengetahuan

terhadap bahaya narkoba dengan nilai p < 0,05, yaitu 0,000 dan nilai OR =

58,2.

27
f. Informasi media cetak ada hubungan bermakna dengan pengetahuan terhadap

bahaya narkoba dengan nilai p < 0,05, yaitu 0,000 dan nilai OR = 10,711.

g. Informasi media elektronik ada hubungan bermakna dengan pengetahuan

terhadap bahaya narkoba dengan nilai p < 0,05, yaitu 0,021 dan nilai OR =

0,499.

3. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan tidak adanya hubungan bermakna antara

sikap dengan pengetahuan responden terhadap bahaya narkoba, dengan nilai p >

0,05, yaitu 0,4361 dan nilai OR = 0,613.

1.11Saran

1.11.1 Hendaknya para remaja lebih dapat mencari informasi yang akurat dan

benar tentang narkoba, khususnya mereka yang berumur remaja awal

1.11.2 Untuk lebih meningkatkan pengetahuan, hendaknya Pemerintah dapat

memanfaatkan media massa dalam proses peningkatan pengetahuan

tersebut, misalnya koran, majalah, televisi, radio, dan sebagainya.

1.11.3 Agar para orangtua remaja dapat memberikan informasi jelas pada anak-

anaknya, menciptakan suasana rumah yang harmonis, dan selalu

memantau perkembangan anaknya.

1.12 DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Budiman. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta: EGC, 2008.

Cybermed.cbn.net.id. konsul narkoba.

content/makna-balik-definisi-informasi-etronik

Dinas Kesehatan Kabupaten Kabupaten Tasikmalaya, Sub. Din PKM, Napza Be Free To
Be You Without napza,2003.

28
Gibson, James L. et. all. 1997. Organisasi Perilaku, Struktur Dan Proses. Erlangga,
Jakarta.

Green, Lawrence, et.al. Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah pendekatan


Diagnostik . Proyek pengembangan FKM Depdikbud. Depok, 1991.

Hawari, Dadang, Penyalahgunaan Dan Ketergantungan Naza ( Narkotika, Alkohol Dan


Zat Adiktif), FKUI, Jakarta 2000.

http://massofa.wordpress.com, 2008. pemanfaatan media dan perpustakaan


http://www.legalitas.org

http://www.indomp3z.us
http://blog.re.or.id
http;//www.diet.net.id

http;//www.pelita.or.id

Karsono Edy, Mengenal Kecanduan Narkoba, Minuman Keras, Irama Widya, Bandung,
2004.

M. Hikmat,Mahi, Awas Narkoba Para Remaja Waspadalah Bandung, Grafitri Budi


Utami, 2007.

Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta,


2004.

Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan Jakarta: Hal 164 Rineka


Cipta, 2005.

Pedoman AD/RT Organisasi Oi, Jakarta,2003

Robbins, P Stephen, 2003. Perilaku Organisasi, Perilaku Organisasi, PT. Indeks


Kelompok Gramedia.

Soekanto Soerjono, Prof. Dr. SH, Sosiologi Kelurga, Rineka Cipta,2001.

Syah, Muhibbin. 2007. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung
Tunggal, H Setia. Undang-undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2003. Jakarta :
Harvarindo, 2003.

29
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (edisi 3), balai Pustaka,Jakarta, 2005.

Undang-undang Kesehatan No.22 Tahun 1997, Tentang Psikotropika, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 1997.

www.mabesad.mil.id

30
31

Anda mungkin juga menyukai