Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TB PARU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan


menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang
orang-orang yang berusia antara 15 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah,
kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TB.
Lingkungan yang lembab, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar
bagi seseorang terjangkit TB.
Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan, namun akibat dari kurangnya informasi
berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TB, kematian akibat penyakit ini memiliki
prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk
jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu
lainnya meninggal.
Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia termasuk
kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia. Setiap 30 detik, ada
satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit ini. Sebelas dari 22 negara dengan
angka kasus TB tertinggi berada di Asia, di antaranya Banglades, China,
India, Indonesia, dan Pakistan. Empat dari lima penderita TB di Asia termasuk kelompok
usia produktif (Kompas, 2007).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya. Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan
Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor ketiga didunia setelah India
dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar
101.000 pertahun.
Mencengangkan keadaan kedaruratan global penyakit TB, karena pada besar
negara di dunia penyakit TB tidak terkendali, terutama penderita dengan BTA (Basil
Tahan Asam) positif. Di negara berkembang kematian karena TB merupakan 25%
dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat dicegah, 75% penderita TB adalah
kelompok usia produktif (15-50 tahun). D e n g a n m u n c u l n ya e p i d e m i H I V / A I D S
di dunia jumlah penderita TB akan meningkat (WHO,1995).
Di Indonesia, angka kematian akibat TB mencapai 140.000 orang per tahun atau 8
persen dari korban meninggal di seluruh dunia. Setiap tahun, terdapat lebih dari 500.000
kasus baru TB, dan 75 persen penderita termasuk kelompok usia produktif. Jumlah
penderita TB di Indonesia merupakan ketiga terbesar di dunia setelah India dan China.
Angka perkiraan penderita TB Paru di Sumatera Barat pada tahun 2007 adalah 3.693
orang, dan kasus sembuh sebanyak 2.995 orang ( 82,76 % ).
Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit sistemik yang dapat mengenai
hampir semua organ tubuh manusia. Dan Tuberkulosis juga merupakan infeksi kronis,
dan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis). Penyakit tuberculosis (TB) merupakan penyakit yang banyak
ditemukan di Indonesia dan masih menjadi problem kesehatan masyarakat.

1.1 Tujuan

1.1.1 Tujuan Umum


Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang teori penyakit TB Paru, serta mampu
melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit TB Paru dan hemaptoe.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar TB paru dengan Hemaptoe
serta meliputi defenisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, penatalaksanaan medis, penatalaksanaan
keperawatan, pemeriksaan penunjang serta Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan TB
Paru dan hemaptoe
2. Agar mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan TB Paru dan
hemaptoe.
3. Agar mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan TB Paru dan hemaptoe..
4. Agar mahasiswa mampu menetapkan intervensi keperawatan TB Paru dan hemaptoe.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Defenisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberkulosa yaitu kuman batang tahan asam (A. Silvia, 1995).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis (Hayes, 1997).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi pada paru-paru yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberkulosa yang dapat mengenai berbagai organ dalam tubuh tapi organ
yang paling sering dikenai adalah paru-paru (Yunus,dkk 1992).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Myobakterium,
dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer, Dkk.2001).

2.2 Anatomi Fisiologi

Saluran pengantar udara hingga paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea,
bronkus, dan bronkiolus. Paru-paru terdapat dalam rongga thorak pada bagian kiri dan
kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikal. Paru kanan di bagi atas
tiga lobus yaitu lobus superior, medius, inferior, sedangkan paru kiri di bagi atas dua
lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior.
Tiap lobus di bungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh arteriola,
venula, bronchial venula, duktus alveolar, sakkus alveolar, dan alveoli. Diperkirakan
bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan
yang cukup luas untuk tempat permukaan atau pertukaran gas.
Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi pada paru-
paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksternal, O2 diambil melalui mulut
dan hidung pada waktu bernafas. O2 masuk melalui trakea sampai alveoli berhubungan
dengan kapiler pulmunal. Alveoli memisahkan O2 dari darah, O2menembus membran,
diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan jantung di pompakan ke seluruh
tubuh. Udara yang di proses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%,
kurang lebih 500 ml, disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan di
hembuskan pada pernafasan biasa.(Pearce. C. Evelyn. 1990)

2.3 Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Myobacterium tuberkulosis dan Mycobacterium bovis. Basil tuberkulosis dapat hidup
dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati pada
suhu 60C dalam 15 20 menit.
a. Mycobacterium bovis
Penularannya secara peroral, misalnya minum susu yang mengandung basil tuberkulosis
yang biasanya Mycobacterium bovis.
b. Mycobacterium tuberculosis
Penularan melalui udara, faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi
oleh Mycobacterium tuberculosis :
1. Herediter, resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara
herediter.
2. Jenis kelamin, pada akhir masa kanak-kanak dan remaja angka kematian dan
kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
3. Usia, pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi. Pada masa puber dan
remaja dimana terjadi masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan terinfeksi sangat
tinggi karena diet yang tidak adekuat.
4. Keadaan stress, situasi yang penuh stres (injuri, kurang nutrisi, stres emosional,
kelelahan kronik)
5. Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan
memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.
6. Anak yang mendapat terapi kortikosteroid lebih mudah terinfeksi.
7. Nutrisi, status nutrisi yang kurang.
8. Tidak memenuhi aturan pengobatan.
( Sudoyo, 2001)

Sifat kuman TB
1. Dorman ( tidur )
Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupundalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini karena kuman berada dalam sifat dorman.
Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif
lagi.
2. BTA ( Basil Tahan Asam)
Lipid inilah yang membuat kuman tahan asam (asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan gangguan kimia dan fisis.
3. Kuman TB dilindungi oleh Lipid
Dilindungi oleh lipid sehingga manifestasinya lama muncul, Sebagian besar kuman
terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomana.
4. Bersifat aerob
Kuman TB hidup di tempat yang lembab
(Slamet Suyono, 2001)

2.4 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis tuberkulosis mungkin belum muncul pada infeksi awal, dan
mungkin tidak akan pernah timbul apabila tidak terjadi infeksi aktif. Apabila timbul
infeksi aktif, pasien biasanya memperlihatkan :
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai deman influenza, tetapi panas badan kadang-kadang
dapat mencapai 40-41C.
2. Batuk/batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sifat
batuk di mulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum).
3. Sesak nafas
Pada penyakit ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas, sesak nafas akan di
temukan pada penyakit yang sudah lanjut.
4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
5. Malaise
Gejala malaise sering di temukan berupa anoreksia, tidak nafsu makan, badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat malam.
(IPD Jilid II edisi IV, 2001)

2.5 Klasifikasi TB Paru


a. Tuberkolosis primer
Tuberkolisis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui saluran
pernafasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernafasan, maka bakteri
akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli. Bakteri TB yang
berada di alveoli akan membentuk fokus lokal (fokus Ghon), sedangkan fokus inisial
bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus (kompleks primer Ranks) dan
disebut juga TB primer.
b. Tuberkolosis sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup
dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90 % diantaranya tidak mengalami
kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB (TB pasca primer/TB sekunder) terjadi bila daya
tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silikosis, diabetes mellitus, dan AIDS.
Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjer limfe regional dan organ lainnya
jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi.
c. Tuberkolisis Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru
milier subakut (kronik). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut
diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif atau menyeluruh serta mengakibatkan
penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang patal sebelum penggunaan OAT.
(Muttaqin, A, 2008)

2.6 Patofisiologi TB Paru


Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel
pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang
dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai
reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit
yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan
cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit
Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau
dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak
membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul geja
pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada
sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi
ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat
terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain
atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil,
kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut
limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya
merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk
kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.(Smelzer & Bare, 2003)

2.7 . Manifestasi Klinik


Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas
sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah
ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.Nyeri dadaNyeri
dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam, Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise.Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-
ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah.
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan.
b. Darah berbuih bercampur udara.
c. Darah segar berwarna merah muda.
d. Darah bersifat alkalis.
e. Anemia kadang-kadang terjadi.
f. Benzidin test negatif

2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

2.7 Komplikasi

a. Komplikasi dini
1. Pleuritis
Nyeri dada timbul apabila telah terjadi infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
meninbulkan pleuritis.
2. Efusi pleura
Apabila terjadi infeksi pada pleura menyebabkan pleura terisi oleh cairan yang
menyebabkan terjadinya efusi pleura.
3. Laringitis
Dari kuman yang masuk terjadi inflamasi pada laring sehingga menyebabkan seseorang
mengalami laringitis.
( Mansjoer, A. 2001)

b. Komplikasi lanjut
1. Hemoptisis berat
Terjadi perdarahan dari saluran nafas bawah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya
jalan nafas seseorang yang menyebabkan syok hipovolemik dan akhirnya menyebabkan
kematian.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
Kuman yang masuk menuju bronkus kemudian terjadi retraksi bronkial dan
menyebabkan kolaps.
3. Bronkiectasis dan fribosis pada Paru.
4. Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru.
5. Terjadi penyebaran infeksi ke organ lain seperti ke otak yang menyebabkan
terjadinya abses otak dan akhirnya menyebabkan kematian, selain itu infeksi bisa
menyebar ke tulang, persendian, dan ginjal.
2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah perifer menunjukkan adanya :


a. Leukositosis ringan dengan predominan limfosit
b. LED meningkat pada fase akut dan umumnya kembali normal pada tahap
penyembuhan.
c. Anemia, pada penyakit yang sudah lama (kronis)
2. Pemeriksaan radiologi (thorax foto AP lateral)
a. Bayangan lesi radiologik pada lapangan atas paru
b. Bayangan yang berawan (patchy), berbercak (noduler)
c. Adanya kavitas tunggal/ganda
d. Adanya kalsifikasi
e. Bayangan milier

3. Pemeriksaan sputum
2x berturut-turut (hr 1, 2, 3)
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah:
a. Pemerikasaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.
b. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan kulit)
c. Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
d. Pemeriksaan terhadap resistensi obat.
4. Tuberkulin test terutama pada anak
Biasanya di pakai tes mantoux yakni menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D ( Purified
Protein Deripative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (Intermediate Sterength).
(IPD Jilid II edisi IV, 2001)

2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pemberian nutrisi adekuat
2. Berikan pasien posisi semi atau fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas
dalam.c
3. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital
4. Observasi warna, karakter, dan bau sputum
5. Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin karena dapat mencetuskan atau
meningkatkan spasme batuk.
6. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
7. Ajarkan teknik pengalihan nyeri seperti, membaca, membantu, dan tarik nafas dalam.
2.9.2 Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian obat anti mikroba kemoterapi dalam jangka waktu lama.
a. Pemberian terapi pada TBC didasarkan atas 3 karakteristik basil yaitu basil yang
berkembang cepat di tempat yang banyak O2, basil yang hidup dalam lingkungan yang
kurang/sedikit O2 berkembang lambat dan dorman hingga beberapa tahun, basil yang
mengalami mutasi sehingga resisten terhadap obat.
b. INH atau isoniazid bekerja sebagai bakterisid terhadap basil yang tumbuh aktif,
diberikan 10 20 mg/kg BB/hari dalam dosis tunggal (tidak melebihi 300 mg/hr)
c. Rifampisin 600 mg/hr. dalam dosis tunggal
d. Ethambutol 15-25 mg/kg BB/hr dalam dosis tunggal
e. Streptomisin 7-15 mg/kg BB atau 1 gr/hr selama 2-3 hari, kemudian 2-3 x seminggu.
f. Diberikan vitamin B6 untuk mencegah neuropati perifer akibat pemberian INH yang
lama.
2. Pencegahan, menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi x basil TBC, intake
nutrisi yang adekuat, minum susu yang sudah dipasteurisasi, pemberian imunisasi BCG
pada anak/bayi.
3. Keberhasilan terhadap TBC ditentukan oleh 4 faktor utama yaitu, paduan obat, dosis
obat, keteraturan dan lama pengobatan. Disamping faktor lain seperti, efek samping yang
rendah dan kemudahan pemakaian obat.
Selain itu yang perlu diperhatikan :
a. Periksa faal hepar pada pemakaian isoniazid dan rifampisin.
b. Pada klien dengan pemakaian streptomisin periksa adanya perubahan pendengaran
karena bersifat ototoksit (reaksi yang merugikan).
c. Berikan isomiazid 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan karena makanan
menurunkan laju absorbsi obat.
d. Lakukan pemeriksaan mata pada klien dengan isoniazid dan ethambutol karena dapat
terjadi gangguan penglihatan dengan pemakaian OAT yang lama.
2.10 Asuhan Keperawatan Teoritis

A. Pengkajian
1. Identitas klienNama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan, pendidikan,
tanggal kedatangan, orang yang dapat dihubungi, hubungan dengan pasien, nomor MR,
dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Alasan masuk rumah sakit
Biasanya pasien mengeluh sesak nafas, batuk-batuk, nafsu makan menurun dan
merasa lemas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya Klien pernah mengalami penyakit infeksi saluran pernapasan
atas, Demam, Malaise, Keringat dingin pada malam hari, Kedinginan, Hilangnya nafsu
makan dan penurunan berat tubuh, Sesak nafas, Batuk purulen produktif disertai nyeri
dada sering timbul pada infeksi aktif.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya penderita TB sebelumnya mempunyai riwayat penyakit TB atau ada faktor
herediter, usia, jenis kelamin, keadaan stress, meningkatnya sekresi steroid adrenal yang
menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi, anak yang
mendapat terapi kortikosteroid lebih mudah terinfeksi, nutrisi, dan tidak memenuhi aturan
pengobatan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien yaitu TB. Penyakit TB Paru merupakan penyakit keturunan dan penyakit menular.
3. Pola aktivitas dan istirahat
Dari data subjektif biasanya didapatkan rasa lemah, cepat lelah, aktivitas berat
timbul. Sesak (nafas pendek), demam, menggigil. Dan data objektif biasanya di dapatkan
takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang
sampai setengah paru), demam subfebris (40 -41C) hilang timbul.
4. Pola nutrisi
Dari data subjektif biasanya didapatkan Anoreksia, mual, tidak enak diperut,
penurunan berat badan. Dan dari data objektifnya didapatkan turgor kulit jelek, kulit
kering/bersisik, kehilangan lemak subkutan.
5. Pola respirasi
Dari data subjektif biasanya didapatkan batuk produktif/ non produktif sesak napas,
sakit dada. Dan dari data objektifnya biasanya didapatkan mulai batuk kering sampai
batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu
(penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan
pernapasan tidak simetris (efusi pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleural), deviasi trakea (penyebaran bronkogenik).
6. Rasa nyaman/nyeri
Dari data subjektif biasanya didapatkan nyeri dada meningkat karena batuk
berulang. Dan dari data objektif didapatkan berhati-hati pada area yang sakit, prilaku
distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
7. Integritas ego
Dari data subjektif didapatkan faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan. Dan dari data objektifnya didapatkan biasanya menyangkal
(selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
8. Interaksi Sosial
Dari data subjektif biasanya didapatkan perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit
menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
B. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : Compos Mentis, GCS = 15 ( V = 5, M = 6, E = 4)
2) Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : Normal/ Meningkat
- Nadi : Cepat
- Suhu : Meningkat
- Pernapasan : Meningkat
b. Kulit
: Kebersihan kulit jelek, kulit klien terlihat kering.
: Turgor kulit jelek.
c. Kepala
Inspeksi : Apakah ada luka di kepala dan kebersihan kulit terjaga.
: Apakah ada edema di kepala dan terdapat nyeri tekan dikepala
d. Mata
- Konjunctiva : Anemis kiri dan kanan
- Sklera : Tidak ikterik.
- Palpebra : Tidak ada edema palpebra.
- Reaksi thd cahaya: Apakah reaksinya positif / negatif
e. Hidung
- Polip : Apakah terdapat polip.
- Sekret : Apakah terdapat sekret.
- Reaksi alergi : Apakah terdapat reaksi alergi.
- Fungsi pernapasan: Apakah fungsi pernapasannya berfungsi dengan baik.
f. Mulut, tenggorokan
- Gigi : Lengkap atau tidak, ada caries atau tidak
- Lidah : Bersih atau kotor
- Keadaan mukosa : lembab atau kering
- Sekret : ada atau tidak
g. Telinga
- Bentuk : Apakah simetris kiri dan kanan
- Inspeksi : Apakah ada pendarahan dan hygiennya.
- Palpasi : Apakah ada nyeri tekan dan edema.
h. Leher
- Inspeksi : Apakah ada kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
- Palpasi : Apakah ada nyeri dan apakah terja pembesaran kelenjar tiroid
dan kelenjar limfe.
i. Pemeriksaan thorak
1) Paru-paru
- Inspeksi : Pernapasan cepat dan dangkal, peningkatan kerja otot-
otot pernapasan, dan retraksi iga
- palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan, terdapat nyeri tekan
- Perkusi : Bunyi redup
- Auskultasi : Ronchi, waktu inspirasi dalam yang diikuti dengan ekspirasi
dalam.
2) Jantung
- Kapilari reviling:Berapa detik (normal < 3 detik)
- Inspeksi : Tidak terlihat ictus cordis pada RIC V midklavikula sinistra.
- Palpasi : Teraba detak iktus kordis pada RIC V midklavikula sinistra
- Perkusi : Pekak pada batas jantung
Batas atas : RIC II midklavikula sinistra
Batas bawah : RIC V midklavikula sinistra
Batas kiri : Linea axila anterior
Batas kanan : 1 jari midklavikula dextra
Auskultasi : Reguler, tidak terdapat bunyi tambahan.
j. Sistem gastro intestinal
- Anoreksia, tak dapat mencerna
- Penurunan berat badan
k. Nyeri/kenyamanan
- Berhati-hati pada daerah yang sakit
- Perilaku distraksi
- Tampak gelisah
l. Interaksi sosial
- Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular.
- Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
m. Ekstremitas atas dan bawah

- Inspeksi : Bagaimana pergerakan tangan/kaki dan kekuatan otot.Kekuatan


otot normal

- Palpasi : Apakah ada nyeri di tekan dan benjolan


- Motorik : Untuk mengamati besar dan bentuk otot serta keseimbangan
- Reflek : Memulai reflek fisiologi seperti bisep dan trisep
- Sensorik : Apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan, temperatur
gerak dan tekanan.

n. Genetalia
- Inspeksi : Melihat bagaimana hygienenya melihat apakah ada
pembengkakan atau tidak melihat apakah ada iritasi atau tidak
- Palpasi : Meraba apakah ada pembengkakan atau tidak.
o. Rektum dan anus
Apakah terdapat pembengkakan pada vena haemoraidalis (ambaien) atau tidak.
2.10.3 Masalah keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan rasa nyaman nyeri
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Gangguan pola tidur
5. Peningkatan suhu tubuh
6. Defisit volume cairan
7. Intoleransi aktifitas
8. Resti injury
9. Resti anemia
10. Resti infeksi
11. Resti berduka disfungsional

2.10.4 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Peningkatan produksi sekret
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d Proses inflamasi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak adekuat
4. Gangguan pola tidur b/d nyeri dada
5. Peningkatan suhu tubuh b/d Pelepasan mediator kimia
6. Defisit volume cairan b/d Output yang berlebihan
7. Intoleransi aktifitas b/d Kelemahan
8. Resti injury b/d Iritasi
9. Resti anemia b/d kehilangan banyak darah
10. Resti infeksi b/d Proses inflamasi
11. Resti berduka disfungsional b/d kematian
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas klien
a. Nama : Tn. A
b. Umur : 22 Tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Nomor MR : -
f. Diagnosa Medis : TB Paru
2. Riwayat kesehatan
a. Alasan masuk rumah sakit
Klien masuk ke RS dengan keluhan batuk berdarah kira-kira 5 hari sebelum masuk
RS.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh sesak nafas dengan RR 30x/i, sekret kental dan bercampur darah,
tidak nafsu makan, TD 110/6 mmhg, suhu 38o c, nadi 90x/i lemah.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Pola aktivitas dan istirahat
a. Sehat
b. Sakit : Klien mengeluh sesak nafas, istirahat terganggu.
4. Pola nutrisi
a.Sehat
b. Sakit : Tidak nafsu makan, penurunan BB 3 kg selama di rawat.
5. Pola respirasi : Batuk berdarah, sekret kental, RR 30x/i
6. Rasa nyaman/nyeri
- Berhati-hati pada daerah yang sakit
- Perilaku distraksi
- Tampak gelisah
7. Interaksi Sosial : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular

B. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
- Kesadaran : compos mentis, GCS = 15 ( V = 5, M = 6, E = 4)
- Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 110/60 mmhg
Nadi : 90x/i
Suhu : 38 oc
Pernapasan : 30x/i
b. Pemeriksaan thorak
1) Paru-paru
- Inspeksi : Pernapasan cepat dan dangkal, peningkatan kerja otot-
otot pernapasan, dan retraksi iga
- Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan, terdapat nyeri tekan
- Perkusi : Bunyi redup
- Auskultasi : Ronchi, waktu inspirasi dalam yang diikuti dengan ekspirasi
dalam.
2) Jantung
- Kapilari reviling:Berapa detik (normal < 3 detik)
- Inspeksi : Tidak terlihat ictus cordis pada RIC V midklavikula sinistra.
- Palpasi : Teraba detak iktus kordis pada RIC V midklavikula sinistra
- Perkusi : Pekak pada batas jantung
Batas atas : RIC II midklavikula sinistra
Batas bawah : RIC V midklavikula sinistra
Batas kiri : Linea axila anterior
Batas kanan : 1 jari midklavikula dextra
Auskultasi : Reguler, tidak terdapat bunyi tambahan.
c. Sistem gastro intestinal
- Anoreksia
- Penurunan berat badan

d. Sistem integument
- Kulit kering, kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
e. Ekstremitas atas dan bawah
- Inspeksi : Terpasang IVFD di ektremitas atas dektra

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
- HB : 15,6 gr%
- Leukosit : 13.200/mm
- Trombosit : 314.000/mm
- Sputum BTA (+)
2. Radiologi : Foto thorak didapatkan infiltrat pada paru
3. Terapi yang di berikan
- Cairan IVFD D5% : NACL 0,9% 2:1 Drip Adona 8 Jam/kolf
- Injeksi VIT K,VIT C , KALNEK 3x1 amp
- Injeksi Cefotaxime 2x1 gr
- Obat Oral
a. INH 1x1
b. Rifampicin 1x450 mg
c. Ethambutol 1x100 mg
d. PzA 1x100 mg
e. B6 1x1

D. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Peningkatan produksi secret kental bercampur
darah
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak adekuat
3. Resiko tinggi penyebaran infeksi b/d Daya tahan tubuh menurun.
4. Peningkatan suhu tubuh b/d Pelepasan mediator kimia
5. Gangguan pola tidur b/d nyeri dada

E. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan


Diagnosa
No Data penunjang Masalah keperawatan
keperawatan
1 Do : Bersihan jalan nafas tak bersihan jalan
- Sputum kental dan bercampur darah efektif napas tak efektif
- Pernafasan 30x/menit b.d penumpukan
- Bunyi nafas tak normal (stridor, ronki) sekret kental
Ds : bercampur darah,
- Klien mengeluh sesak nafas
- kelelahan dan kelemahan
- Batuk berulang
2 Do : Perubahan nutrisi kurang dari Perubahan nutrisi
- Kulit kering kebutuhan tubuh kurang dari
- BB turun 3 kg selama dirawat kebutuhan tubuh
Ds : b.d anoreksia.
- Kehilangan nafsu makan
- Keletihan dan kelemahan
3 Do : Resiko tinggi Daya tahan tubuh
- Klien kelihatan lemah infeksi danpenyebaraninfeksi menurun
- Suhu 38 oc
- Leukosit : 13200/ mm2
Ds :
- Keletihan dan kelemahan
- Nafsu makan menurun
F. Intervensi
Diagnosa1 : Bersihan jalan napas tak efektif b.d penumpukan sekret kental bercampur
darah
Tujuan : Bersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
- Mempertahankan jalan napas klien
- Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- Menunjukkan perilaku untuk mempertahankan bersihan jalan napas
- Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi Rasional
Mandiri
1) Kaji fungsi pernapasan, bunyi napas, 1) Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan
kecepatan, irama dan kedalaman. atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan
akumulasi sekret/ketidaknyamanan untuk
membersihkan jalan napas Membantu
kenyamanan dalam upaya bernapas.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan2) Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal.
mukosa/batuk efektif; catat karakter, Sputum berdarah kental atau berdarah cerah
jumlah sputum, adanya hemoptisis. diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi) paru atau
luka bronkial dan dapat memerlukan evaluasi/
3) Berikan klien posisi semi atau fowler intervensi lanjut.
tinggi. Bantu klien untuk batuk dan 3) Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi
latihan napas dalam. maksimal membuka area atelektasis dan
peningkatan gerakan sekret agar mudah
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, dikeluarkan.
penghisapan sesuai keperluan. 4) Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan
dapat diperlukan bila pasien tak mampu
Kolaborasi mengeluarkan sekret.
5) Lembabkan udara / oksigen inspirasi
5) Mencegah pengeringan membran mukosa;
6) Berikan obat-obat yang dapat membantu dalam pengenceran sekret
meningkatkan efektifnya jalan napas 6) Bronkodilator, antikolinergik, dan anti
peradangan.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia.


Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil :
- Menunjukkan peningkatan berat badan
- Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkankan dan/atau
mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi Rasional
Mandiri
1) Catat status nutrisi klien pada saat penerimaan, 1) Berguna dalam mendefinisikan derajat atau luasnya
catat turgor kulit, berat badan dan derajat masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
kekurangan berat badan, integritas mukosa oral,
kemampuan atau ketidakmampuan menelan,
adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau
diare
2) Pastikan pola diet biasa klien, yang disukai/tidak 2) Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan /
disukai. kekuatan khusus.
3) Monitor intake dan output secara periodik dan 3) Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan
berat badan secara periodik. dukungan cairan.
4) Selidiki anoreksia, mual, dan muntah dan catat 4) Dapat mempengaruhi pilihan diet dan
kemungkinan hubungan dengan obat kemudian mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk
awasi frekuensi, volume, konsistensi feses. meningkatkan pemasukan / penggunaan nutrien.
5) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah 5) Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau
tindakan pernapasan. obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang
muntah.
6) Dorong makan sedikit dan sering dengan 6) Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan
makanan tinggi protein dan karbohidrat. yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan
makanan yang banyak dan menurunkan iritasi
gaster.
7) Membantu menghemat energi khusus saat demam
7) Anjurkan bedrest terjadi peningkatan metabolik

8) Memberikan bantuan dalam perencanaan diet


Kolaborasi dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik
8) Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi dan diet
diet. 9) Membantu menurunkan insiden mual dan muntah
karena efek samping obat
9) Konsul dengan tim medis untuk jadwal
pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan. 10) Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan
10) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, menunjukkan kebutuhan intervensi / perubahan
protein serum dan albumin. program terapi.
11) Berikan antipiretik tepat 11) Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan
juga konsumsi kalori.

Diagnosa 3 :Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi b/d Daya tahan tubuh menurun,
Tujuan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran
infeksi.
Kriteria hasil :
- Menunjukan teknik/ melakukan perubahan pola hidup untuk meingkatkan lingkungan
yang sehat
- Jaringan yang rusak dapat beransur membaik
Intervensi Rasional
Mandiri .
1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif,1. Membantu pasien agar mau mengerti dan
penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah
sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan komplikasi
resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah,
tertawa., ciuman atau menyanyi
2. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena
infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam2. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi
satu perkumpulan. obat untuk mencegah penyebaran infeksi
3. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang3. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya
dahak di tempat penampungan yang tertutup jika penularan infeksi
batuk
4. Gunakan masker setiap melakukan tindakan 4. Mengurangi resiko penyebaran infeksi
5. Monitor temperatur 5. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi
6. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu
6. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk pasien mengubah gaya hidup dan
terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: menghindari/mengurangi keadaan yang lebih
alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, buruk.
menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid,
adanya diabetes melitus, kanker.
7. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang7. Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari
dijalani. setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi
kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan.

Kolaborasi 8. INH adalah obat pilihan bagi penyakit


8. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin. Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan
obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek
INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan
Etambutol untuk 2 bulan pertama.
9. Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat
9. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, primer sudah resisten.
para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
10. Monitor sputum BTA 10.Untuk mengawasi keefektifan obat dan
efeknya serta respon pasien terhadap terapi
g. Implementasi
Merupakan penerapan dari rencana tindakan yang telah disusun dengan prioritas
msalah dan kegiatan ini dilakukan oleh perawat untuk membantu memenuhi kebutuhan
klien dan mencapai tujuan yang diharapkan.
h. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menentukan hasil yang
diharapkan dari tindakan yng telah dilakukan dan sejauh mana masalah klien teratasi.
Perawat jaga melakukan pengkajian ulang untuk menentukan tindakan selanjutnya bila
tujuan tidak tercapai.
PENUTUP

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan


menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang
orang-orang yang berusia antara 15 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah,
kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TB.
Lingkungan yang lembab, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar
bagi seseorang terjangkit TB.
Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan, namun akibat dari kurangnya informasi
berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TB, kematian akibat penyakit ini memiliki
prevalensi yang besar. Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit sistemik yang
dapat mengenai hampir semua organ tubuh manusia. Dan Tuberkulosis juga
merupakan infeksi kronis, dan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit tuberculosis (TB) merupakan penyakit
yang banyak ditemukan di Indonesia dan masih menjadi problem kesehatan
masyarakat.
Oleh sebab itu dengan adanya makalah tentang TB Paru dengan Hemaptoe ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan petugas kesehatan khusunya
perawat dalam memberi asuhan keperawatan pada pasien TB Paru.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M.1999.
Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press

Wilkinson. M. Judith (2012).


Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Ed. 9. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif., et all. 1999.
Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
NANDA Nursing Diagnoses: Definitions and Classification, 20072008. Philadelphia:
North American Nursing Diagnosis Association

Www. Google. Asuhan keperawatan klien dengan TB Paru. 2007

Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Ed. 9. Jakarta : EGC


Mansjoer, Arif., et all. 1999.
Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
NANDA Nursing Diagnoses: Definitions and Classification, 20072008. Philadelphia:
North American Nursing Diagnosis Association

Www. Google. Asuhan keperawatan klien dengan TB Paru. 2007

Anda mungkin juga menyukai