Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Di industri kimia proses pengeringan adalah salah satu proses yang penting.
Proses pengeringan ini dilakukan sebagai tahap akhir sebelum dilakukan
pengepakan suatu produk ataupun proses pendahuluan agar proses selanjutnya
lebih mudah, mengurangi biaya pengemasan dan transportasi suatu produk dan
dapat menambah nilai guna dari suatu bahan.
Kandungan zat cair dalam bahan yang dikeringkan berbeda dari satu bahan
ke bahan lain. Ada bahan yang tidak mempunyai kandungan zat cair sama sekali
(bone dry). Pada umumnya zat padat selalu mengandung sedikit fraksi air sebagai
air terikat. Kandungan air dalam suatu bahan dapat dinyatakan atas dasar basah
(% berat) atau dasar kering, yaitu perbandingan jumlah air dengan jumlah bahan
kering.

Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan


pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama panas harus
ditransfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan
air ,uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium
sekitarnya. Proses ini menyangkut aliran fluida dimana cairan harus di transfer
melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus
disediakan untuk menguapakan air dan air harus terdifusi melalui berbagai macam
tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas.
Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang di keringkan dan cara
pemanasan yang digunakan.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Mempelajari mekanisme pengeringan dengan membuat kurva
karakteristik pengeringan pada kondisi operasi pengeringan tertentu.
2. Menentukan periode-periode laju pengeringan dan titik kritis.
3. Menentukan kadar air kesetimbangan dan laju pengeringan pada
periode laju pengeringan konstan.
4. Mempelajari pengaruh laju pengeringan terhadap laju pengeringan pada
periode pengeringan konstan.
BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan, dengan cara menguapkan sebagian besar air yang
dikandungnya dengan menggunakan enersi panas. Biasanya kandungan air bahan
dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya.
Pengeringan dapat pula diartikan sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi
terkendali , untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan pangan melalui
evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada pengeringan beku)
(Hardjono, 1989).
Pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua mikroba
yang ada dalam bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan ternyata dapat
mengawetkan mikroba, seperti halnya mengawetkan bahan pangan. Selain itu,
produk pangan kering umumnya tidak steril. Oleh karena itu, meskipun bakteri
tidak dapat tumbuh pada makanan kering, tetapi jika makanan tersebut dibasahkan
kembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali terjadi, kecuali jika makanan
tersebut segera dikonsumsi atau segera disimpan pada suhu rendah.
Ada 2 istilah yang dipakai untuk pengeringan yaitu (Hardjono, 1989) :
Drying : suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau
kekuatan alam, misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan).
Dehydration (dehidrasi) : suatu proses pengeringan dengan panas buatan,
dengan menggunakan peralatan/alat-alat pengering.

2.2 Kelembaban
Pada proses pengeringan biasanya cairan yang diuapkan adalah air dan gas
yang digunakan adalah udara. Kelembaban untuk sistem udara air dibedakan
menjadi dua yaitu:
W A kg air
1. Kelembaban absolut massa : Y ' ..............................
W B kg udara

(1)
n A mol air
2. Kelembaban absolut molar : Y .............................
n B mol udara

(2)

2
Untuk mengetahui harga kelembaban udara, dapat diukur dengan
menggunakan psikrometer. Dimana akan didapatkan temperatur bola basah (tw)
dan temperatur bola kering (tg).
w
t g tw (Y ' w Y ' ) ...........................................................
0,236

(3)
Dimana;
tg = suhu udara (oF)
tw = suhu bola basah (oF)
w = entalpi penguapan air pada tw
Y = kelembaban jenuh udara pada tw
PH 2O kg air ..........................................
Y ' w 0.622
760 PH 2O kg udara
(4)
Dimana;
PH2O = tekanan uap jenuh air pada suhu tw, dapat didekati dengan
persamaan Antoine sebagai berikut:

3816,44 .....................................................
ln PH 2O 18,3036
T 46,13

(5)
PH2O dalam mmHg, dan T dalam derajat Kelvin.

2.3 Peralatan Pengeringan


Di antara berbagai macam pengering komersial yang ada, hanya beberapa
yang pemanfaatannya dalam skala industri sangat luas. Kelompok yang paling
banyak penggunaannya adalah pengering untuk zat padat tak terdeformasi atau
bijian. Contoh pengering untuk keperluan tersebut adalah tray dryer, screen
conveyor dryer, tower dryer, rotary dryer, screw conveyor dryer, fluid-bed dryer,
dan flash dryer (Fadilah, 2010).

2.3.1 Tray Dryer


Salah satu alat pengering yang ada adalah tray dryer yang beroperasi
sacara batch, dimana bahan yang dikeringkan berada di suatu tempat tertentu (di

3
tray) sedang gas (biasanya digunakan udara) mengalir secara terus-menerus
melalui bahan yang dikeringkan dan menguapkan airnya. Operasi secara batch ini
di industri merupakan proses yang relatif mahal dan hanya sesuai dengan bahan
tertentu saja. Tetapi untuk skala laboratorium alat ini sangat bermanfaat untuk
mempelajari pengetahuan fundamental tentang pengeringan seperti misalnya
mekanika fluida, kimia permukaan, struktur padatan, perpindahan massa dan
panas yang kesemuanya itu sangat berpengaruh terhadap proses pengeringan.
Contoh tray dryer ditunjukkan pada Gambar 1.1 Pengering ini terdiri dari
sebuah ruang dari logam lembaran yang berisi dua buah truk yang mengandung
rak-rak H. Setiap rak mempunyai sejumlah piringan sebagai penapis tempat bahan
yang akan dikeringkan diletakkan. Piringan ini umumnya berukuran 30 in2,
dengan ketebalan 2 sampai 6 in. Udara panas disirkulasikan pada kecepatan 7
sampai 15 ft/detik di antara piringan dengan bantuan kipas C dan motor D,
mengalir melalui pemanas E. Sekat-sekat G membagi udara tersebut secara
seragam di atas susunan talam tadi. Sebagian udara basah diventilasikan keluar
melalui talang pembuang B; sedangkan udara segar masuk melalui pemasuk A.
Rak-rak itu disusun di atas roda truk I sehingga pada akhir siklus pengeringan truk
itu dapat ditarik keluar dari ruang pengering dan dibawa ke bagian akhir untuk off
loading bahan yang selesai dikeringkan.
Tray dryer dapat beroperasi dalam vakum, terkadang dengan pemanasan
tidak langsung. Masing-masing tray terdiri atas pelat-pelat logam bolong yang
dilalui uap atau air panas atau terkadang dilengkapi ruang khusus untuk fluida
pemanas. Uap dari zat padat dikeluarkan dengan ejektor atau pun pompa vakum.
Pengering beku (freeze drying) terdiri dari sublimasi es dari es pada tekanan
vakum dan pada temperatur di bawah 0oC. Freeze drying dilakukan khusus untuk
mengeringkan vitamin dan berbagai bahan yang peka terhadap panas (Fadilah,
2010).
Keunggulan Kelemahan
Sederhana dan biaya instalasi rendah Kecenderungan try terbawah panas dan
tray teratas kurang pans
Biaya operasional rendah Efsisensi Rendah

2.3.2 Screen Conveyor Dryer

4
Contoh umum Screen Conveyor Dryer dengan sirkulasi tembus
ditunjukkan pada Gambar 1.2. Lapisan bahan yang akan dikeringkan setebal 1
sampai 6 in diangkut perlahan di atas lapisan screen logam melalui ruang lurus
seperti pengering. Selama pergerakan itu bahan dikeringkan. Ruang/ terowongan
tersebut terdiri dari sederetan bagian terpisah, yang masing-masing mempunyai
kipas dan pemanas udaranya sendiri. Pada ujung masuk ke perngering itu, udara
biasanya mengalir ke atas melalui lapisan screen dan zat padat. Di dekat ujung
keluar dimana bahan sudah kering dan umumnya jadi berdebu, udara dialirkan ke
bawah melalui screen tersebut.

Pengering screen conveyor biasanya mempunyai lebar 6 ft dan panjang 12


sampai 150 ft dan waktu pengeringannya 5 sampai 120 menit. Ukuran anyaman
pada lapisan screen kira-kira 30 mesh. Bahan-bahan bijian kasar, serpih, atau
bahan berserat dapat dikeringkan dengan sirkulasi tembus tanpa sesuatu proses
pretreatment dan tanpa ada bahan yang lolos dari lapisan screen. Akan tetapi
bahan saring yang halus harus dicetak terlebih dahulu untuk dapat dikeringakan
dengan screen conveyor drier. Agregat tersebut biasanya tidak kehilangan
bentuknya pada waktu dikeringkan dan sangat sedikit yang tiris menjadi debu
melalui lapisan screen tersebut. Terkadang screen conveyor dryer juga dilengkapi
fasilitas untuk mengambil dan mencetak kembali partikel-partikel halus yang
tertapis oleh lapisan screen tersebut (Fadilah, 2010).

2.3.3 Tower Dryer


Tower Dryer terdiri dari deretan piringan bundar yang dipasang bersusun
ke atas pada suatu poros tengah yang berputar. Umpan padat dijatuhkan pada
piringan teratas dan dikenakan pada arus udara panas atau gas yang mengalir
melintasi setiap piringan. Zat padat tersebut lalu didorong keluar dan dijatuhkan
pada piringan berikut di bawahnya. Proses tersebut terus dialami zat padat yang
dikeringkan sampai keluar dari piringan terbawah sebagai hasil yang kering pada
dasar menara. Aliran zat padat dan gas pengering tersebut dapat searah dan dapat
pula berlawanan arah. Turbo dryer pada Gambar 1.3 adalah salah satu contoh
tower dryer dengan resirkulasi-dalam pada gas pemanas. Kipas-kipas turbin
digunakan untuk mensirkulasikan udara atau gas ke arah luar di antara beberapa

5
piringan, di atas elemen pemanas, dan ke arah dalam di antara piringan-piringan
lain. Kecepatan gas biasanya 2 sampai 8 ft/detik. Dua piringan terbawah pada
pengering merupakan bagian pendinginan untuk zat padat kering. Udara yang
dipanaskan terlebih dahulu biasanya masuk dari bawah menara dan keluar dari
atas sehingga terdapat aliran berlawanan arah. Turbo dryer berfungsi sebagian
dengan pengeringan sirkulasi silang, seperti pada tray dryer dan sebagian dengan
mengontakkan partikel-partikel melalui gas panas pada waktu partikel itu jatuh
dari piringan yang satu ke piringan berikutnya (Fadilah, 2010).

2.3.4 Rotary Dryer


Rotary Dryer terdiri dari sebuah selongsong berbentuk silinder yang
berputar, horisontal, atau agak miring ke bawah ke arah luar. Umpan basah masuk
dari satu ujung silinder sedangkan bahan kering keluar dari ujung yang satu lagi.
Pada waktu selongsong berputar, sayap-sayap yang terdapat di dalam mengangkat
zat padat tersebut dan mendorong padatan jatuh melalui bagian dalam selongsong.
Rotary dryer ada yang dipanaskan dengan kontak langsung gas dengan zat padat,
dengan gas panas yang mengalir melalui mantel luar, atau dengan uap yang
kondensasi di dalam seperangkat tabung longitudinal yang dipasangkan pada
permukaan dalam selongsong. Jenis yang dirancang sedemikian rupa dinamakan
rotary dryer dengan tabung uap. Dalam rotary dryer tipe direct-indirect gas panas
terlebih dahulu dilewatkan melalui mantel dan kemudian masuk ke dalam
selongsong, dimana gas tersebut berada pada kontak dengan zat padat yang
dikeringkan (Fadilah, 2010).

Gambar 1.1. Indirect Rotary Dryer

Keuntungan penggunaan rotary/drum dryer sebagai alat pengering adalah:

6
1. Dapat mengeringkan baik lapisan luar ataupun dalam dari suatu
padatan
2. Penanganan bahan yang baik sehingga menghindari terjadinya atrisi
3. Proses pencampuran yang baik, memastikan bahwa terjadinya proses
pengeringan bahan yang seragam/merata
4. Efisiensi panas tinggi
5. Operasi sinambung
6. Instalasi yang mudah
7. Menggunakan daya listrik yang sedikit
Kekurangan dari penggunaan pengering drum diantaranya adalah :
1. Dapat menyebabkan reduksi kuran karena erosi atau pemecahan
2. Karakteristik produk kering yang inkonsisten
3. Efisiensi energi rendah
4. Perawatan alat yang susah
5. Tidak ada pemisahan debu yang jelas

2.3.5 Screw Conveyor Dryer


Screw conveyor Dryer adalah pengering kontinu dengan sistem kontak
tidak langsung. Pada pokoknya pengering ini terdiri dari sebuah screw conveyor
horizontal yang terletak di dalam selongsong bermantel berbentuk silinder. Zat
padat yang diumpankan di satu ujung diangkut perlahan melalui zona panas dan
dikeluarkan dari ujung yang satu lagi. Uap yang keluar disedot melalui pipa yang
dipasang pada atap selongsong. Selongsong umumnya berdiameter 75 sampai 600
mm dan panjangnya dapat sampai 20 ft. Bila diperlukan selongsong panjang,
digunakan beberapa selongsong yang dipasang bersusun satu di atas yang lain.
Sering pula unit paling bawah dalam susunan itu merupakan pendingin
dimana air atau bahan pendingin lain yang dialirkan dalam mantel itu untuk
menurunkan temperatur zat padat yang telah dikeringkan tersebut sebelum keluar
dari pengering.
Laju putar selongsong umumnya rendah, antara 2 sampai 30 putaran per
menit. Koefisien perpindahan kalor didasarkan atas keseluruhan permukaan dalam
selongsong, biarpun selongsong tersebut hanya 10 sampai 60 persen terisi.
Koefisien itu bergantung pada pembebanan di dalam selongsong dan kecepatan

7
conveyor. Nilainya untuk kebanyakan zat padat berkisar antara 17 sampai 57
W/m2.0C. Screw conveyor dryer dapat menangani zat padat yang terlalu halus atau
terlalu lengket bila dikeringkan pada rotary dryer. Pengering ini tertutup
seluruhnya, dan memungkinkan recovery uap zat pelarut tanpa terlalu banyak
pengenceran oleh udara atau bahkan tanpa pengenceran sama sekali. Bila
dilengkapi dengan pengumpan yang sesuai, pengering ini dapat dioperasikan
dalam vakum. Jadi sangat sesuai untuk mengeluarkan zat pelarut yang mudah
menguap dari zat padat yang basah dengn pelarut, seperti sisa dari operasi
pengurasan (Fadilah, 2010).

Gambar 1.2. Screw Conveyor Dryer

2.4 Kurva Kecepatan Pengeringan


Dari data percobaan pengeringan akan dapat dibuat kurva yang menyatakan
hubungan antara kadar air dan waktu pengeringan, seperti terlihat pada gambar.

Gambar 1.3. Kurva Hubungan Kadar Air dengan Waktu Pengeringan.

8
Dari data tersebut dapat diubah ke kecepatan pengeringan, N kg air/jam m2
sebagai fungsi dari kandungan air (X) seperti Gambar 1.3 dengan menentukan
perubahan X dalam waktu t (Geankoplis, 1993).
Ls X
N ............................. (6)
At

Dimana;
N = Kandungan air (kg air/jam m2)
Ls = berat padatan kering (kg)
A = luas padatan (m2).
X = kadar air bahan (kg air/kg padatan kering)
t = waktu (menit)

c b

Gambar 1.6. Kurva Hubungan Kadar Air Padatan dengan Kecepatan


Pengeringan.

Pada permulaan operasi, biasanya temperatur padatan lebih rendah


dibanding temperatur kesetimbangan, sehingga kecepatan pengeringan akan naik
dengan kenaikan temperatur bahan. Periode ini (AB) disebut periode penyesuaian
awal dan biasanya sangat pendek dibanding keseluruhan operasi.
Setelah temperatur kesetimbangan tercapai, maka periode kecepatan
pengeringan tetap dimulai (BC). Pada periode ini akan terjadi penguapan cairan
dari permukaan padatan, kecepatan penguapan di permukaan tersebut masih bisa
diimbangi oleh difusi maupun efek kapiler air dari dalam padatan ke permukaan
padatan. Dengan demikian permukaan padatan akan tetap basah.

9
Setelah mencapai kadar air kritis Xc, kecepatan difusi air dari dalam padatan
tidak bisa mengimbangi kecepatan penguapan di permukaan padatan. Dengan
demikian akan terjadi tempat-tempat kering (dry spot). Ini akan mengurangi
kecepatan pengeringan dan disebut periode kecepatan menurun yang pertama
(CD).

2.5 Mekanisme Pengeringan


Dalam proses pengeringan, proses perpindahan massa dan perpindahan
panas merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Pada permukaan
bahan akan terbentuk lapisan tipis air dan juga terbentuk lapisan tipis udara, yang
sering disebut lapisan film. Dengan adanya beda konsentrasi air di permukaan
padatan dan di udara pengering maka air akan menguap dan berpindah dari bahan
ke udara pengering (Geankoplis, 1993).

Gambar 1.7. Perpindahan Massa dari Fasa Padatan ke Fasa Gas.

Persamaan perpindahan massa dari fasa padat ke fasa gas dapat dituliskan
sebagai berikut:
N = Ky (Y*-Y) ............................(7)

Dimana;
Ky = koefisien perpindahan massa
Y* = kelembaban udara pada permukaan padatan, pada keadaan relatif
basah didekati dengan Y (kelembaban jenuh pada suhu padatan).
Ditinjau dari perpindahan panasnya, maka panas yang diterima padatan akan
digunakan untuk menguapkan air. Untuk kasus pengeringan pada suhu relatif

10
rendah maka perpindahan panas yang terjadi dianggap hanya melalui mekanisme
konveksi. Sehingga dapat dituliskan persamaan:

h
N (Tg Ts ) ............................(8)
w

h = 0,01 G0,8 ......................(9)

Dimana;
Btu
h = koefisien transfer panas konveksi
jam. ft 2 .o F

lb
G = kecepatan massa udara pengering untuk kecepatan
jam. ft 2

udara 2-25 ft/det.


Btu
w = panas laten penguapan pada suhu padatan.
lb
Tg = suhu udara pengering (oF)
Ts = suhu padatan (oF) untuk keadaan relatif basah dapat didekati
dengan suhu bola basah udara pengering.
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Pengeringan
Proses pengeringan suatu material padatan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain luas permukaan kontak antara padatan dengan fluida panas,
perbedaan temperatur antara padatan dengan fluida panas, kecepatan aliran fluida
panas serta tekanan udara. Berikut ini dijelaskan tentang faktor-faktor tersebut.
1. Luas Permukaan
Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian
tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap. Untuk
mempercepat pengeringan umumnya bahan yang akan dikerigkan dipotong-
potong atau dihaluskan terlebih dahulu. Hal ini terjadi karena :
a. Pemotongan atau penghalusan tersebut akan memperluas permukaan
bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium
pemanasan sehingga air mudah keluar.
b. Partikel-partikel kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana
panas hatus bergerak sampai ke pusat bahan. Potongan kecil juga akan

11
mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan yang harus keluar ke
permukaan bahan dan kemudian keluar dari bahan tersebut.
2. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya
Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan,
makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula
penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang dikeringkan akan
menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk menyingkirkan air berkurang.
Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka proses pengeringan akan
semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan,
akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut "Case Hardening", yaitu suatu
keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya
masih basah.
3. Kecepatan Aliran Udara
Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat
mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan
bahan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan
memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat
pengeringan berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu
semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan.
4. Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk
mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan
berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak
tetampung dan disingkirkan dari bahan. Sebaliknya, jika tekanan udara semakin
besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan
menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan
(Irawan, 2011).
6.7 Gerakan Cairan dalam Zat Padat
Apabila penguapan permukaan terjadi, haruslah ada gerakan cairan dari
dalam zat padat menuju ke permukaan. Sifat gerakan cairan ini akan
mempengaruhi pengeringan selama periode kecepatan menurun. Berikut akan
ditinjau secara singkat beberapa teori yang telah diajukan mengenai gerakan

12
cairan pada pengeringan sirkulasi melintang dan hubungannya dengan kurva
kecepatan menurun (Treybal, 1984).
6.1 Difusi cairan
Difusi cairan terjadi karena ada perbedaan konsentrasi cairan antara di dalam
dengan di permukaan zat padat. Perpindahan cairan dengan jalan difusi ini boleh
jadi hanya dapat terjadi dalam zat padat yang membentuk larutan zat padat fase
tunggal dengan cairan misalnya sabun, lem, dan bahan-bahan lain yang sejenis,
atau untuk keadaan tertentu dimana cairan terikat yang akan dikeringkan, seperti
pada pengeringan air bagian akhir dari lempung, tepung, tekstil, kertas dan kayu.
Ternyata bahwa difusivitas cairan biasanya turun dengan cepat dengan turunnya
kandungan cairan.
Selama periode laju pengeringan konstan, konsentrasi cairan permukaan
berkurang, tetapi konsentrasi cairan di dalam zat padat masih tinggi. Karena
difusivitas cairan dalam zat padat masih tinggi, maka kecepatan penguapan dari
permukaan zat padat masih dapat diimbangi oleh gerakan cairan dari dalam zat
padat ke permukaan. Apabila tempat-tempat kering mulai tampak pada permukaan
zat padat yang dikeringkan, mulailah terjadi penguapan permukaan yang tidak
jenuh. Laju pengeringan selanjutnya akan ditentukan oleh kecepatan difusi dalam
zat padat. Apabila laju pengeringan konstan awalnya sangat cepat, periode
penguapan permukaan tidak jenuh dapat tidak terlihat, dan kecepatan menurun
dimana difusi memegang peranan segera akan terjadi setelah periode laju
pengeringan konstan berakhir.

6.2 Gerakan kapiler


Gerakan cairan melalui kapiler terjadi apabila zat padat yang dikeringkan
berupa butiran-butiran atau berpori, seperti pasir, lempung dan bahan warna cat.
Gerakan cairan ini melibatkan tegangan muka, seperti gerakan minyak melalui
sumbu lampu. Pada zat padat yang berpori, saluran-saluran kapiler berasal dari
reservoir cairan kecil-kecil di dalam zat padat dan yang berakhir pada permukaan.
Pada waktu pengeringan berlangsung, pertama-tama cairan bergerak karena
peristiwa kapilaritas ke permukaan dengan laju kecepatan yang cukup untuk
mempertahankan permukaan tetap basah sehingga laju pengeringan konstan. Air
akan diganti oleh udara yang masuk ke dalam zat padat melalui beberapa lubang-

13
lubang dan retakan-retakan. Cairan permukaan akhirnya akan tertarik ke dalam
ruangan-ruangan antara butiran-butiran, permukaan basah pada permukaan akan
berkurang, dan selanjutnya akan terjadi periode pengeringan permukaan yang
tidak jenuh. Reservoir di bawah permukaan akhirnya mengering, dan cairan akan
tinggal di dalam kapiler dan penguapan akan terjadi di bawah permukaan pada
zona atau bidang yang makin lama makin dalam dan periode laju pengeringan
menurun kedua akan terjadi. Selama periode ini, difusi uap di dalam zat padat
akan terjadi dari bidang dimana penguapan terjadi ke permukaan.

6.3 Difusi uap


Difusi uap ini khususnya terjadi pada pengeringan zat padat dimana panas
diberikan pada suatu permukaan, sedangkan pengeringan berlangsung melalui
permukaan yang lain. Dalam hal ini cairan dapat menguap di bawah permukaan
dan mendifusi keluar sebagai uap.

6.4 Tekanan
Karena pengkerutan zat padat selama pengeringan, cairan di dalam zat padat
dapat terperas keluar karena tekanan yang timbul karena proses pengkerutan
(Treybal, 1984).

14
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat yang digunakan
1. Tray Dryer
2. Oven
3. Tray
4. Neraca Digital
5. Anemometer
6. Penggaris
7. Psychrometer
8. Stopwatch
9. Cawan pengering
10. Pipet Tetes
11. Gelas Ukur
12. Baskom Plastik

3.1.2 Bahan yang digunakan


1. Pasir
2. Air

3.2 Prosedur Percobaan


1. Disiapkan pasir kurang lebih 1,5 kg dan diberikan air sekitar 405 ml
dicampur sampai rata dalam baskom plastik dan ditutup rapat dengan
plastik.
2. Sampel diambil kurang lebih 50 gram kemudian ditimbang dan dicatat
sebagai berat sampel basah (Wb) lalu dioven pada suhu 110 oC sampai
didapatkan berat konstan (Wc).
3. Disiapkan tray dryer, dan dihidupkan MCB nya. Lalu dinyalakan pengatur
laju alir udara selanjutnya dinyalakan pengatur suhu udara pengering.
4. Diukur luas penampang dryer di ujung (A1) m2 dan di bagian tengah (A2)
m2.
5. Kemudian dibasahi kain di psychrometer dengan menggunakan pipet
tetes, dilakukan disetiap kali mengukur kelembaban udara.
6. Diatur laju alir udara dan suhu pengering sesuai dengan lembar
penugasan yang diberikan, ditunggu sampai keadaan steady tercapai.

15
Lalu diukur laju, suhu dan suhu bola basah udara pengering, dipastikan
sesuai dengan yang ditugaskan.
7. Tray disiapkan, dibersihkan dan dikeringkan. Diukur panjang dan
lebarnya, dicatat luas tray (A) m2 lalu ditimbang dan dicatat massanya
(WT) kg.
8. Kemudian dimasukkan pasir basah kurang lebih 250 gram (Wm) dan
diratakan di tray, diusahakan ketebalan pasir di tray seragam. Lalu
diukur ketebalan pasir catat (x).
9. Sesaat sebelum masuk ke dalam tray ditimbang pasir basah + tray
dicatat massanya sebagai WO, dimasukkan ke dalam tray. Pada setiap 10
menit dikeluarkan tray dari pengering, ditimbang dan dicatat massanya.
Diusahakan tray berisi pasir berada di luar sesingkat mungkin.
10. Dilakukan pengecekan setiap saat laju udara pengering dengan variasi laju
pengeringan 1 m/s dan 1,3 m/s.

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan ini menggunakan laju alir udara 1 m3/s dan 1,3 m3/s.
Dalam proses pengeringan, laju alir udara sangat berpengaruh terhadap laju
pengeringan karena udara akan membawa uap air yang terkandung di dalam pasir.
Pengaturan kontrol harus dilakukan dengan teliti, karena aliran yang tinggi dapat
menyebabkan bahan terlalu cepat kering, tidak merata dan merusak bahan.
Sedangkan jika terlalu rendah menyebabkan proses pengeringan yang lama dan
kurang optimal.

4.1 Kadar air dan Laju pengeringan pada T=47oC dan v=1m3/s
Hasil yang didapat dari percobaan ini adalah penentuan kadar air yang
terkandung didalam pasir basah dan laju pengeringan pasir basah dengan jalan
melewatkan udara pengering dengan variasi laju alir udara pengering. Udara yang
dilewatkan mengenai tray pada aliran sejajar sehingga akan menyentuh semua sisi
tray karena udara yang mengalir didalam alat tray dryer akan memenuhi ruang
alat dan akan mengenai sisi-sisi tray sehingga akan mengangkat air yang terdapat
didalam pasir basah.

Tabel 4.1 Kadar air dan Laju pengeringan pasir basah pada T=47oC dan v=1m3/s

Waktu Massa Pasir Basah Kadar Air Laju


(gram) (kgair/kg (kgair/kg Pengeringan
padatan) padatan) (kgair/m2jam)
0 949.79 0.23 0 0
10 944.75 0.225892 -0.00411 0.347972
20 939.86 0.221865 -0.00403 0.341183
30 935.74 0.218439 -0.00343 0.290226
40 932.77 0.21595 -0.00249 0.210807
50 930.38 0.213936 -0.00201 0.170617
60 928.12 0.212022 -0.00191 0.162144

17
B

C
D

Gambar 4.1 Grafik hubungan Laju pengeringan dan kadar air pada v = 1m3/s

Pada Tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa berat pasir basah semakin
menurun seiring semakin lamanya waktu proses pengeringan. Hal ini disebabkan
karena pasir basah yang ditempatkan didalam tray dilewatkan udara pengering
dengan laju alir yang sudah ditentukan sehingga dengan adanya udara yang lewat
diatas tray, maka air yang terkandung didalam pasir akan terangkat ke permukaan
pasir dan berdifusi ke udara kering yang lewat diatas tray.
Untuk penentuan laju pengeringan, dapat di plotkan pada grafik sehingga
didapatkan periode-periode laju pengeringan yang terdiri dari periode penyesuaian
awal, periode laju pengeringan konstan, periode laju pengeringan menurun
pertama, dan periode laju pengeringan menurun yang kedua. Nilai laju
pengeringan juga dihitung dari rumus yang tercantum pada Lampiran. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi laju alir udara, maka semakin tinggi nilai laju
pengeringan.

18
Gambar 4.2 Grafik hubungan kadar air dan waktu pada v = 1 m3/s

Dari grafik hubungan kadar air dan waktu, dapat dilihat bahwa semakin
lama waktu pengeringan maka kadar air akan semakin berkurang. Hal tersebut
sesuai dengan persamaan laju pengeringan dimana kadar air berbanding terbalik
dengan waktu sesuai dengan persamaaan laju pengeringan.

Gambar 4.3 Perbandingan laju pengeringan percobaan dan teoritis pada v = 1


m3/s
Dari hasil praktikum, didapatkan laju pengeringan pada laju alir udara 1
m3/s adalah 0,1621 kg air/m2jam dan kadar air yang didapatkan adalah 0,212%.
Sedangkan laju pengeringan teoritis didapatkan 1,175 kg air/m2jam. Laju
pengeringan teoritis lebih besar dibandingkan dengan laju pengeringan percobaan,
hal ini disebabkan karena pada perhitungan laju pengeringan teoritis melibatkan

19
suhu dan laju udara. Suhu diukur dengan termometer dan laju udara diukur
dengan anemometer sehingga data yang didapat lebih akurat dan laju pengeringan
yang didapatkan lebih besar. Namun pada percobaan, laju pengeringan datanya
diambil dengan penimbangan pasir setiap 10 menit. Hal ini dapat menyebabkan
kurang akuratnya data yang didapatkan karena lamanya pasir berkontak dengan
udara sehingga dapat mempengaruhi kadar air dan laju pengeringan.

4.2 Kadar air dan Laju pengeringan pada T= 47oC dan v= 1,3m3/s
Tabel 4.2 Kadar air dan Laju pengeringan pasir basah pada T=47 oC dan v=1,3
m3/s

Waktu Massa Pasir Basah Kadar Air Laju


(gram) (kgair/kg (kgair/kg Pengeringan
padatan) padatan) (kgair/m2jam)
0 946.7 0.23 0 0
10 940.65 0.225048 -0.00495 0.41816
20 935.35 0.220656 -0.00439 0.370767
30 931.27 0.217242 -0.00341 0.288296
40 927.43 0.214001 -0.00324 0.273654
50 924.39 0.211416 -0.00258 0.218255
60 921.38 0.20884 -0.00258 0.21752

Gambar 4.4 Grafik hubungan Laju pengeringan dan kadar air pada v = 1,3 m3/s
Pada Tabel 4.2 didapat bahwa berat pasir basah semakin menurun seiring
semakin lamanya waktu proses pengeringan. Dari grafik diatas dapat dilihat
periode-periode laju pengeringan, dimana garis A-B adalah periode penyesuaian

20
awal, yaitu keadaan dimana proses pengeringan pasir dimulai sehingga laju
pengeringan meningkat karena kandungan air didalam pasir akan berkurang. Garis
B-C adalah periode laju pengeringan konstan, yaitu keadaan dimana proses
pengeringan pasir berlangsung konstan karena air yang berdifusi ke udara
pengering semakin sedikit sehingga perubahan laju pengeringan semakin kecil
pada periode laju pengeringan konstan. Tetapi hasil yang didapat pada percobaan
ini tidak konstan karena penimbangan berat pasir berbeda pada tiap waktu 10
menit. Garis C-D adalah periode laju pengeringan menurun yang pertama, yaitu
keadaan dimana laju pengeringan pasir sudah mulai menurun akibat difusi air ke
udara semakin kecil sehingga udara pengering yang lewat diatas tray tidak dapat
mengangkat air lebih banyak seperti pada saat periode awal dan periode konstan.
Pada percobaan ini garis D-E yang merupakan periode laju pengeringan menurun
kedua. Titik kritis merupakan suhu dimana fasa cair dan uap tidak bisa dibedakan.
Titik kritis terjadi pada garis C-D yang mengakibatkan laju pengeringan tidak bisa
diimbangi oleh difusi air dari dalam padatan ke permukaan padatan, sehingga
pada permukaan padatan terbentuk tempat-tempat kering (dry spot) yang makin
lama makin meluas. Akibat adanya dry spot ini maka luas permukaan pengeringan
akan menurun dan menyebabkan laju pengeringan menurun pertama.

Gambar 4.5 Grafik hubungan kadar air dan waktu pada v = 1,3 m3/s
Dari grafik 4.4 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pengeringan
maka kadar air akan semakin berkurang. Hal tersebut sesuai dengan persamaan

21
laju pengeringan dimana kadar air berbanding terbalik dengan waktu sesuai
dengan persamaan laju pengeringan dibawah ini.
Laju pengeringan sebanding dengan kadar air (x), dimana laju pengeringan
akan menurun seiring dengan penurunan kadar air pada bahan. Hal tersebut sesuai
dengan persamaan laju pengeringan menurut Geankoplis, 1993 :

Jumlah air yang terikat semakin lama akan semakin berkurang. Pada bahan
yang berbeda akan menyebabkan perubahan dari laju pengeringan tetap menjadi
laju pengeringan menurun dengan kadar air yang berbeda. Pada periode
pengeringan laju menurun, permukaan partikel bahan yang dikeringkan tidak lagi
ditutupi oleh lapisan air. Selama periode pengeringan laju menurun energi panas
yang terdapat didalam bahan akan digunakan untuk menguapkan sisa air bebas.

Gambar 4.6 perbandingan laju pengeringan percobaan dan teoritis pada v = 1,3
m3/s
Dari hasil praktikum, didapatkan laju pengeringan pada laju alir udara 1,3
m3/s adalah 0,2175 kg air/m2jam dan kadar air yang didapatkan adalah 0,2088%.
Sedangkan pada laju pengeringan teoritisnya didapatkan 1,276 kg air/m2jam. Laju
pengeringan teoritis didapat dari persamaan :
Nc = (3600 m) /A
. Laju pengeringan teoritis lebih besar dibandingkan dengan laju
pengeringan percobaan, hal ini disebabkan Karena pada perhitungan laju

22
pengeringan teoritis melibatkan suhu dan laju udara. Suhu diukur dengan
termometer dan laju udara diukur dengan anemometer sehingga data yang didapat
lebih akurat dan laju pengeringan yang didapatkan lebih besar. Namun pada
percobaan laju pengeringan data diambil dengan penimbangan pasir setiap 10
menit. Hal ini dapat menyebabkan kurang akuratnya data yang didapatkan karena
lamanya pasir kontak dengan udara dapat mempengaruhi kadar air dan laju
pengeringan.

Gambar 4.7 perbandingan laju pengeringan percobaan pada v = 1 m3/s dan v =


1,3 m3/s
Laju pengeringan pada laju udara 1 m3/s lebih kecil disbandingkan laju
pengeringan pada laju udara 1,3 m3/s baik pada percobaan maupun pada
perhitungan teoritisnya. Hal tersebut sesuai dengan konsep laju pengeringan yang
dipengaruhi oleh laju udara, dan pada perhitungan laju udara dapat mempengaruhi
nilai NRe dan akan mempengaruhi laju pengeringan.

23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Mekanisme pengeringan dibagi atas 4 mekanisme yaitu penyesuaian awal,
laju pengeringan konstan, periode laju pengeringan menurun pertama dan
periode laju pengeringan menurun kedua.
2. Titik kritis terjadi pada garis C-D yang mengakibatkan laju pengeringan
tidak bisa diimbangi oleh difusi air dari dalam padatan ke permukaan
padatan.
3. Periode pengeringan pada garis A-B adalah periode penyesuaian awal,
garis B-C adalah periode laju pengeringan konstan, garis C-D adalah
periode laju pengeringan menurun yang pertama, dan garis D-E yang
merupakan periode laju pengeringan menurun kedua.
4. Pada percobaan dengan laju alir udara 1 m3/s didapatkan kadar air 0,212%,
laju pengeringan percobaan 0,1621 kg air/m2jam dan laju pengeringan
teoritisnya 1,175 kg air/m 2 jam. Sedangkan pada laju pengeringan dengan
laju alir udara 1,3 m3/s didapatkan kadar air 0,2088% , laju pengeringan
percobaan 0,2175 kg air/m2jam dan laju pengeringan teoritisnya 1,276 kg
air/m2 jam.
5. Laju udara pengering sebanding dengan laju pengeringan pada periode
pengeringan konstan, dimana dengan naiknya laju udara pengering maka
laju pengeringan akan semakin cepat.

5.2 Saran
1. Praktikan sebaiknya hati hati saat memasukkan tray kedalam rotary
drier yang terhubung dengan listrik.
2. Sebaiknya rotary drier yang ada di laboratorium diperbaiki atau diservis
supaya hasil praktikumnya lebih akurat, seperti suhu.

24

Anda mungkin juga menyukai