Anda di halaman 1dari 8

KERJASAMA BILATERAL INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DALAM

MENANGANI KASUS TERORISME

Christabella Mercy Teng (372014013)


Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi

Abstrak

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi syarat untuk Tes Tengah Semester dan menunjang mata
kuliah Geopolitik dan Geostrategi. Dalam tulisan ini akan membahas bagaimana kerjasama yang
dibangun oleh pemerintah Indonesia dengan Australia dalam menangani kasus terorisme.
Kawasan Asia Pasifik merupakan kawasan yang strategis secara geografis. Perkembangan dan
cepatnya arus globalisasi yang terjadi mengikis batas-batas semua negara di dunia sehingga
membuka peluang hubungan negara-negara semakin intensif karena tidak ada yang membatasi
atau bahkan dapat terjadi kejahatan transnasional dan ancaman terorisme di suatu negara.
Terorisme telah ditetapkan menjadi suatu ancaman besar bagi keamanan nasional suatu negara.
Kawasan Asia-Pasifik khususnya Indonesia Australia telah membangun kerjasama bilateral dan
disahkan dalam suatu perjanjian dalam upaya menangani kasus terorisme yang terjadi di dalam
kedua negara.

Keywords : Globalisasi, Terorisme, dan Kerjasama


Latar Belakang Masalah
Kondisi geografi negara Indonesia dapat dikatakan sangat strategis, yang mana Indonesia
berada diantara Benua Asia dan Benua Australia serta diapit oleh Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar diantara dua benua dan samudera ini, belum
lagi diperparah dengan arus globalisasi yang begitu cepat meluas sehingga membuat hilangnya
batas-batas negara yang berarti tidak adanya hambatan dalam pergerakan manusia, budaya, barang
dan jasa serta teknologi. Stabilitas keamanan lingkungan strategis menjadi bagian dari kepentingan
nasional Indonesia sehingga Indonesia berkepentingan untuk mencermati perkembangan situasi
yang mengancam perdamaian dunia dan stabilitas regional agar dapat mengambil langkah-langkah
yang tepat. Indonesia juga menyadari bahwa keamanan nasionalnya menjadi bagian dari
kepentingan strategis negara-negara lain (Buku Putih Pertahanan Indonesia, 2008).
Hal inilah yang kemudian membuka peluang terjadinya berbagai sengketa perbatasan
maupun berbagai ancaman keamanan wilayah seperti kejahatan transnasional, perdagangan gelap,
dan terorisme. Melihat berbagai peluang yang dapat merugikan negara serta mengancam warga
negara, Indonesia melakukan berbagai kerjasama dengan negara lain dalam bidang pertahanan dan
keamanan salah satunya adalah kerjasama bilateral yang dibangun dengan pemerintah Australia.
Kerjasama ini berawal dari kesamaan kepentingan yang ingin dicapai oleh kedua negara.

Kerjasama bilateral ini mulai dibangun setelah kejadian teror bom yang terjadi di Bali pada
tanggal 12 Oktober 2002 di Paddys Cafe & Sari Club, Legian Kuta. Setelah kejadian serangan
teror 11 September yang terjadi di World Trade Center dan Pentagon di New York, Amerika
Serikat pada tahun 2001 membuat teroris semakin eksis yang dibuktikan dengan berbagai aksi
yang mereka lakukan diberbagai negara dengan melakukan pengeboman area publik. Berdasarkan
kejadian itu Amerika Serikat pun mengeluarkan doktrin Global War on Terrorism yang
diberlakukan secara global. Isu terorisme internasional ini dilihat sebagai acaman non-tradisional
yang kemudian dinyatakan sebagai acaman baru terhadap tatanan politik dunia, sehingga
munculnya isu-isu keamanan non-tradisional yang baru ini memerlukan penanganan dengan
pendekatan yang lebih komprehensif dan integratif (Buku Putih Pertahanan Indonesia, 2008).

Dalam memahami pembahasan, tulisan ini dilandasi dengan teori Geopolitik tatanan dunia
baru dan globalisasi, yang mana teori ini melihat bahwa globalisasi menjadi faktor perubahan di
era New world order dengan memperhatikan aspek-aspek yang dapat mendukungnya antara lain
kemajuan teknologi, komunikasi, dan informasi. Aspek-aspek globalisasi tersebut dapat menjadi
menjadi ancaman teror bagi negara yang terletak di kawasan strategis seperti Indonesia. Karena
itulah kerjasama perlu dibangun oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia dengan Australia
dalam mengatasi ataupun mencegah ancaman keamanan nasional seperti ancaman terorisme.

Kerangka kerjasama antara Indonesia dengan Australia

Kerjasama bilateral ini didasarkan pada kesamaan prinsip yang dimiliki oleh Indonesia dan
Australia yang melihat bahwa kerjasama regional maupun internasional merupakan cara untuk
melakukan peningkatan ketahanan nasional, regional serta tujuan dari Perserkatan Bangsa-Bangsa
dalam mewujudkan perdamaian dunia secara khusus perdamaian di kawasan regional Asia
(Moertopo, 1974). Kerjasama ini juga dilandasi dengan komitmen-komitmen terhadap kedaulatan,
kesatuan, kemerdekaan dan integritas teritorial antar kedua negara agar tetap terjaga stabilitas di
kawasan Asia Pasifik, serta komitmen untuk tidak ikut campur dengan urusan dalam negeri antar
negara. Kerjasama yang dibangun oleh Indonesia dengan Australia sebenarnya sudah berlangsung
sejak tahun 1968, kemudian kerjasama tersebut diberi wadah sehingga menjadi Indonesia-
Australia Defence Cooperation Program (DCP). DCP memiliki kegiatan pertemuan rutin setiap
tahunnya dan latihan rutin gabungan militer kedua negara.
Adapun cakupan dalam kerjasama ini adalah masalah-masalah pertahanan dan keamanan,
pemajuan dan pengembangan pembangunan kapasitas lembaga-lembaga pertahanan dan angkatan
bersenjata, kerjasama di bidang teknologi dan kemampuan pertahanan yang saling
menguntungkan, penegakan hukum dalam hal pendanaan terorisme. Dalam kerjasama bilateral ini,
Indonesia punya kepentingan nasionalnya yaitu menjaga integritas wilayahnya. Sedangkan
Australia mempunyai kepentingan terhadap proliferasi ancaman terorisme dan ancaman
keamanan non-tradisional lainnya di Indonesia (Hakim, 2010).
Kerjasama bilateral yang dibangun oleh Indonesia dengan Australia mencakup banyak
bidang, namun yang paling diperkuat adalah kerjasama dalam bidang pertahanan dan keamanan
yang di fokuskan pada wilayah perairan laut. Hal itu disebabkan karena wilayah perairan laut
merupakan area yang paling mudah dimasuki oleh oknum-oknum yang ingin melakukan
kejahatan, kurangnya pengawasan dan pertahanan di wilayah perairan membuat wilayah ini
menjadi salah satu yang harus diwaspadai oleh pemerintah dan aparat yang berwenang untuk
menjaganya agar keamanan nasional tidak terancam.
Awal dibangunnya kerjasama bilateral Indonesia dengan Australia yaitu dengan
melakukan pertemuan informal di Jakarta dan kemudian pada pertemuan kedua yang dilaksanakan
di Yogyakarta, kedua negara ini menyepakati nama untul pertemuan tersebut adalah Indonesia-
Australia Defence Strategic Dialogue (IADSD). Forum dialog ini kemudian diadakan sekali dalam
satu tahun secara bergantian di Indonesia dan Australia (sarah, ). Dalam IADSD ada beberapa hal
yang disepakati bersama dalam point kerjasama keamanan maritim yakni : Join Safe and Rescue
(SAR operation) atau Badan SAR Nasional (BASARNAS) dengan Australian Maritime Safety
Autority (AMSA), latihan bersama TNI angkatan laut Indonesia dengan Royal Australian Navy
(RAN).
Selain itu bentuk kerjasama yang sudah dilaksanakan antara lain; pengiriman perwira
masing-masing negara untuk mengikuti Sesko dan Lemhanas, kerjasama pengembangan SDM
berupa pemberian beasiswa dari pemerintah Australia di bidang studi manajemen pertahanan,
penelitian dan analisis bidang intelijen, seminar keamanan maritim, manajemen konsekuensi dan
kontra terorisme dan seminar tentang pasukan penjaga perdamaian. Selanjutnya juga pemberian
bantuan oleh Australia (capacity building) berupa suku cadang Hercules C-130E senilai Rp. 2,8
miliar kepada TNI AU guna meningkatkan kemampuan TNI AU dalam operasi bantuan
kemanusiaan dan penanggulangan bencana di tanah air.
Seiring dengan rutinnya pelaksanaan pertemuan forum dialog dan latihan bersama antar
kedua negara, pada 13 November 2006 Indonesia dan Australia mengukuhkan kerjasama
bilateralnya dengan menyetujui dan menandatangani Framework Agreement on Security
Cooperation yang dilaksanakan di Lombok, karena itulah perjanjian ini kemudian lebih dikenal
dengan perjanjian Lombok.

Implementasi Kerjasama Bilateral Indonesia dengan Australia dalam Menangani Teroris

Penanganan Bom Bali


Peristiwa bom Bali yang terjadi kawasan legian kuta merupakan serangan terorisme yang
terjadi setelah setahun terjadinya teror bom di World Trade Center dan gedung Pentagon, New
York Amerika Serikat. Peristiwa tersebut menelan korban 202 orang tewas dan 209 orang luka-
luka yang secara mayoritas para korbanya merupakan para turis asing yang berasal dari berbagai
negara yaitu Indonesia, Amerika, Asia, Eropa dan terutama dari Australia. Peristiwa tersebut telah
menyadarkan dunia internasional bahwa jaringan terorisme kini telah berkembang dan tumbuh di
Indonesia (Jusrianto,2013). Setelah kejadian teror bom yang terjadi di kawasan legian kuta, Bali,
Indonesia kembali diserang oleh kaum terorisme yang meledakan bom di depan gedung kedutaan
besar Australia pada tahun 2003 dan ledakan bom yang terjadi di Hotel JW Marriot pada tahun
2004 kemudian pada tahun 2005, teror bom kembali terjadi di Bali yang dikenal dengan Bom Bali
II.
Keberadaan Indonesia yang notabene memiliki penduduk mayoritas beragama muslim
sehingga membuat Indonesia diduga oleh Australia menjadi sarang dari jaringan terorisme. Dari
beberapa kejadian ledakan bom yang terjadi di Indonesia juga membuat pemerintah Australia
merasa teritorialnya terancam, hal itulah yang membuat perubahan kebijakan pemerintah Australia
terhadap Indonesia dalam hal kerjasama menangani terorisme. Bentuk kerjasama yang dibangun
oleh Indonesia-Australia dalam menangani teror bom Bali melalui Joint Investigation and
Intelligence Team to Investigate Bali Bombing yang merupakan kerjasama dari Kepolisian
Republik Indonesia dengan Australian Federal Police (AFP) dengan membentuk suatu badan
intelijen anti terror yang bertujuan untuk keperluan investigasi bersama dalam mengungkap
penyebab teror bom Bali I dengan mengirimkan 46 petugas untuk membantu penyelidikan
kepolisian Indonesia dan juga turut membantu dalam melacak pelaku bom Bali. Upaya lain yang
juga dilakukan adalah kembali mengadakan Bali Regional Ministerial Meeting on Counter
Terorisme di Nusa Dua Bali pada tanggal 4-5 Februari 2004 yang diprakasai oleh pemerintah
Indonesia dan Australia dengan beberapa negara Asia Pasifik yang bertujuan untuk memperkuat
upaya regional dalam melawan terorisme, khususnya dalam area penegakan hukum berbagai
informasi dan kerangka hukum (Wise, 2005).
Setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi serangan
terorisme bertumpu pada Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Terorisme, kemudian lebih dipertegas lagi dengan diterbitkanya paket Kebijakan Nasional
terhadap pemberantasan Terorisme dalam bentuk Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu)
No. 1 dan 2 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang kemudian
ditetapkan sebagai UU dengan Undang-Undang No. 15 tahun 2003. Berdasarkan UU itulah,
Indonesia menyelenggarakan upaya penanggulangan terorisme yang berdasar pada penggunaan
sistem hukum pidana dan kepolisian.
Penanganan Teror Bom yang Terjadi Di Hotel Rizt-Carlton dan JW Marriot
Teror bom yang terjadi di Hotel Ritz-Carlton dan JW Marriot pada 17 Juli 2009 membuat
citra Indonesia di mata Internasional semakin memburuk karena dianggap kurang bisa mengatasi
masalah pertahanan di dalam negeri. Pemerintah Australia yang merupakan partner kerjasama
keamanan dengan Indonesia, mulai merasa khawatir akan kondisi regional Indonesia Pasifik
yang dapat dikatakan paling mudah untuk dimasuki oleh para terorisme. Keadaan ini membuat
pemerintah Australia merasa punya tanggung jawab untuk membantu Indonesia sesuai dengan apa
yang sudah ditandatangani bersama, pemerintah Australia melalui menteri luar negeri yang
menjabat saata itu Stephen Smith memberikan tawaran bantuan bagi Indonesia dengan untuk
bekerjasama dalam melakukan identifikasi dan perawatan bagi korban. Menteri luar negeri
Australia mengatakan bahwa korban yang mengalami luka bakar dapat dirawat di Australia
sedangkan untuk identifikasi, kepolisian Australia siap membantu karena sudah memiliki banyak
pengalaman (Kompas- News/International, 2009).
Disisi lain bantuan yang ditawarkan oleh pemerintah Australia terhadap pemerintah
Indonesia merupakan cara pemerintah Australia untuk membalas kebaikan pemerintah Indonesia
yang telah membantu Australia dalam menghadapi kebakaran semak belukar yang terjadi pada
tahun yang sama. Tawaran bantuan dari pemerintah Australia sangat diapresiasi oleh menteri luar
negeri Indonesia yang menjabat saat itu yaitu Hassan Wirajuda. Namun, pemerintah Indonesia
masih belum mau menerima bantuan yang ditawarkan oleh pemerintah Australia karena
menganggap bahwa masalah teror bom yang terjadi pada saat itu masih mengandalkan
kemampuan dari aparat yang berwenang di Indonesia.

Kesimpulan
Keberadaan atau kondisi geografis kawasan Asia Pasifik secara khusus negara Indonesia
- Australia sangatlah strategis jika ditinjau dari wilayah perairan lautnya yang luas dan ditunjungan
dengan masih lemahnya sistem pertahanan dan keamanan laut di Indonesia membuat kawasan
Indonesia dan Australia menjadi sasaran utama bagi oknum-oknum yang ingin melakukan
kejahatan seperti penyeludupan senjata, obat-obat terlarang, bahkan keluar masuknya teroris. Hal
inilah yang kemudian mendasari suatu hubungan kerjasama bilateral yang dibangun oleh Indonesia
dengan Australia, yang tertuang dalam suatu perjanjian tertulis yang menyetujui akan kerjasama
dalam beberapa bidang namun, lebih difokuskan pada bidang pertahanan dan keamanan dari kedua
negara dalam menangani kasus terorisme yang dianggap menjadi suatu ancaman keamanan
nasional yang besar sehingg perlu diberikan perhatikan khusus oleh kedua negara tersebut.
Perjanjian yang telah disepakati bersama itu tidak hanya membantu Indonesia ataupun
Australia ketika ada kejadian atau aksi terorisme yang terjadi, namun lewat perjanjian tersebut
membawa hubungan Indonesia dan Australia semakin baik dengan adanya agenda pertemuan rutin
setiap tahun dan kegiatan latihan bersama antara militer Indonesia dengan militer Australia. Selain
itu, pemerintah Australia juga memberikan beasiswa untuk pengembangan sumber daya manusia
khususnya dalam bidang manajemen pertahanan serta memberikan kesempatan untuk mengikuti
seminar kontra-terorisme dan pasukan penjaga perdamaian. Selain itu untuk keperluan
kemanusiaan, pemerintah Australia memberikan bantuan berupa suku cadang pesawat Hercules
agar mempermudah Indonesia dalam penanggulangan bencana yang terjadi di Indonesia.
Kerjasama bilateral dalam menangani teroris yang dikukuhkan secara resmi dalam suatu
perjanjian tersebut, dirasa sangat memberi manfaat yang positif bagi kedua negara. Bantuan-
bantuan yang diberikan oleh pemerintah Australia bagi Indonesia ketika terjadi serangan teror di
kawasan legian kuta, Bali begitupun bantuan yang Indonesia berikan bagi Australia baik untuk
menangani kasus terorisme maupun kasus lainnya membuktikan bahwa komitmen kerjasama dari
kedua negara untuk memerangi terorisme sangat kuat sampai sekarang.

Referensi :
AntaraNews.com."Australia Tawarkan Bantuan Perawatan Bagi Korban Bom" diakses dari
www.antaranews.com/print/147920/australia-tawarkan-bantuan-perawatan-bagi-korban-
bom pada 25 Januari 2016.
"Buku Putih Pertahanan Indonesia" .2008. Jakarta : Departemen Pertahanan Republik Indonesia.
diakses dari https://www.kemhan.go.id/wp-
content/uploads/2015/12/04f92fd80ee3d01c8e5c5dc3f56b34e31.pdf pada 22 Januari 2016.
Kompas.com-News/International. 2009. "Australia Tawarkan Bantuan Ungkap Bom Marriott
dan Ritz". Diakses dari
http://internasional.kompas.com/read/2009/07/18/17541934/Australia.Tawarkan.Bantuan.U
ngkap.Bom.Marriott.dan.Ritz pada 3 Februari 2016
M. Fathoni Hakim. 2010. "TESIS PERJANJIAN KEAMANAN INDONESIA-
AUSTRALIA;UPAYA INDONESIA UNTUK MENCEGAH GERAKAN
SEPARATISME DI INDONESIA TIMUR, BAB III PERJANJIAN KEAMANAN
INDONESIA AUSTRALIA (THE LOMBOK TREATY)". Jakarta. yang diakses dari
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135537-T%2027969-Perjanjian%20keamanan-
Metodologi.pdf pada 3 Februari 2016
Moertopo Aji. "Indonesia dalam Kerja Sama Regional dan International" (1974) dalam Strategi
dan hubungan internasional Indonesia di Kawasan Asia Pasifik. 1981 . Jakarta : CSIS, (hal
518 - 522)
Muh. Jusrianto. 2013. "Isu Terorisme: Optimalisasi Kerjasama Keamanan Australia Indoensia"
"PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG
KERANGKA KERJASAMA KEAMANAN" dalam treaty.kemlu.go.id/uploads-
pub/1637_AUS-2006-0164.pdf diakses pada 3 Februari 2016
Permatasari, Putri Anggalia. 2010. "Konsepsi Strategi dan Kebijakan Penanggulangan Terorisme
Di Indonesia". Jakarta: FISIP UI
Sarah Intan. BAB I Pendahuluan : Kerjasama Keamanan Maritim IndonesiaAustralia Dalam
Kerangka Perjanjian Lombok
SUKMA RIZAL.2003. "KEAMANAN INTERNASIONAL PASCA 11 SEPTEMBER:
TERORISME, HEGEMONI AS DAN IMPLIKASI REGIONAL"
diakses dari http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/keamanan%20intl%20-
%20rizal%20sukma.pdf pada 3 Februari 2016
Wise, M. William. 2005, "Indonesias War on Terror, United States-Indonesia Society".

Anda mungkin juga menyukai