EPILEPSI
Tugas Keperawatan ini Disusun Untuk Melengkapi Mata Kuliah Gawat Darurat
Dosen : Ns. Wijaya ,M.Kep.,
Oleh:
Oleh:
2.1. Definisi
Menurut Hippocrates, epilepsy didefenisikan sebagai masalah yang ada kaitannya
dengan otak (Sylvia & Lorraine, Patofisiologi).
Epilepsy ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal
sel-sel saraf otak, yang bersifat reversible dengan berbagai etiologi. Serangan kejang
yang merupakan gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan karena
kelainan fungsional (motorik dan sensorik/psikis). Serangan tersebut tidak lama, tidak
terkontrol serta timbul secara episodic dan berkaitan dengan pengeluaran impuls oleh
serebral yang berlebihan dan berlangsung lokal.
Status epilepsi adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus-menerus lebih dari
30 menit tanpa pulihnya kesadaran. Dalam praktek klinis lebih mendefenisikannya
sebagai setiap aktivitas serangan kejang yang menetap selama lebih dari 10 menit
(Kapita Selekta jilid 2, edisi ketiga).
Status epilepsy menyatakan suatu keadaan dimana terjadi serangan yang
berturut-turut tanpa jeda pemulihan antara kejang yang satu dengan kejang yang lainnya
(Sylvia & Lorraine, Patofisiologi). Status epilepsy merupakan keadaan dimana
terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihankesadaran diantara
kejang atau aktivitas kejang yang berlangsunglebih dari 30 menit ( Konvensi Epilepsi
Foundation of Amerika (EFA)).
Status epilepticus kejang umum didefinisikan sebagai 30 menit aktivitas kejang
terus menerus atau serangkaian serangan tanpa kembali ke kesadaran penuh antara
kejang.
2.2. Etiologi
Secara umum penyebab epilepsi belum diketahui dengan jelas (idiopatik). Penelitian
yang dilakukan oleh para ahli belum mampu menjawab secara pasti penyebab terjadinya
epilepsi. Namun ada beberapa faktor yang sering mengakibatkan terjadinya kejang
serangan epilepsi yaitu; beberapa penyakit herediter (seperti sklerosis tuberosa,
neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal) cedera kepala, beberapa penyakit
infeksi yang disebabkan bakteri dan virus pada otak, kelainan pembuluh darah, dan
intoksikasi (mis: timbal, kamper, fenotiazin).
Adapun beberapa faktor yang menjadi faktor prepitasi adalah;
1) faktor sensoris (seperti cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang
mengejutkan, air panas)
2) faktor sistemis (seperti demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu),
3) faktor mental (seperti stress dan gangguan emosi).
Status epilepsy biasa disebabkan infark otak mendadak, anoksia otak, tumor otak,
atau menghentikan obat anti kejang. Pada penderita yang sebelumnya tidak mempunyai
riwayat epilepsy mungkin mempunyai riwayat trauma kepala, radang otak, tumor otak
terutama pada lobus frontalis.
Pada pasien yang mempunyai riwayat epilepsy mempunyai faktor pencetus yang
umumnya karena menghentikan obat sekehendak hatinya.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena
penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya
status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan area tertentu dari
korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset)- kategori utama
lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi.
Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus.
Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum
(tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial
(sederhana atau kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum
(overt atau subtle) dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial
kompleks, absens). Versi ketiga dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap
kehidupan (batas pada periode neonatus, infan dan anak-anak, anak-anak dan dewasa,
hanya dewasa).
Klasifikasi status epileptikus adalah sebagai berikut:
1) Overt generalized convulsive status epilepticus
Aktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran
penuh.
1. Tonik klonik
2. Tonik
3. Klonik
4. Mioklonik
2) Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan generalized
convulsive status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas motorik.
3) Simple/partial status epilepticus (consciousness preserved)
1. Simple motor status epilepticus
2. Sensory status epilepticus
3. Aphasic status epilepticus
4) Nonconvulsive status epilepticus(consciousness impaired)
1. Petit mal status epilepticus
2. Complex partial status epilepticus
2.4 Manifestasi Klinis
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah
keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic)
merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei
ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.
1) Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)
Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan
potensial dalam mengakibatkan kerusakan.Kejang didahului dengan tonik-klonik
umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum.Pada status
tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa
pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan
otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus.Pasien menjadi
sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2.Adanya takikardi dan
peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan
peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan
asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam
pertama pada kasus yang tidak tertangani.
2) Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)
Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului
fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.
3) Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)
Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran
tanpa diikuti fase klonik.Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan
gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.
Posisi Pemulihan
Perlahan selipkan telapak tangannya yang satu lagi di samping pipinya dan tahan
Dengan tangan Anda yang lain, tarik lututnya ke arah Anda dan gulingkan badannya
perlahan. Lalu majukan lututnya hingga menyentuh lantai
3.1 Pengkajian
2.5.Proses Keperawatan
1. Pengkajian
1) Pengkajian kondisi/kesan umum
Kondisi umum Klien nampak sakit berat
2) Pengkajian kesadaran
Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental pasien dengan
berbicara padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien. Perhatikan respon pasien. Bila
terjadi penurunan kesadaran, lakukan pengkajian selanjutnya.
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
1. Alert (A) : Klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya.
2. Respon velbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
3. Respon nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
4. Tidak berespon (U) : klien tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri ketika
dicubit dan ditepuk wajahnya
3) Pengkajian Primer
Pengkajian primer adalah pengkajian cepat (30 detik) untuk mengidentifikasi dengan
segera masalah aktual dari kondisi life treatening (mengancam kehidupan).
Pengkajian berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
memugkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
1. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
2. Breathing dan ventilasi
3. Circulation dengan kontrol perdarahan
4. Disability
1) Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal.
Ditujukan untuk mengkaji sumbatan total atau sebagian dan gangguan servikal :
1. Ada/tidaknya sumbatan jalan nafas
2. Distres pernafasan
3. Adanya kemungkinan fraktur cervical
Pada fase iktal, biasanya ditemukan klien mengatupkan giginya sehingga
menghalangi jalan napas, klien menggigit lidah, mulut berbusa, dan pada fase
posiktal, biasanya ditemukan perlukaan pada lidah dan gusi akibat gigitan tersebut.
2) Breathing
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi mukus,
dan kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post iktal, klien mengalami apneu
3) Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan sianosis, klien biasanya dalam
keadaan tidak sadar.
4) Disability
Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau karakteristik
dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa bingung, dan tidak teringat
kejadian saat kejang
5) Exposure
Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah ada
cedera tambahan akibat kejang
4) Pengkajian sekunder
1. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis
2. Keluhan utama: Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
3. Riwayat penyakit: Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-
spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada
faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah
pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran, kejang, cedera
otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau
obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien mengalami gangguan interaksi
dengan orang lain / keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan,
tidak mempunyai harapan dan selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan
dengan orang lain.
a) Riwayat kesehatan
b) Riwayat keluarga dengan kejang
c) Riwayat kejang demam
d) Tumor intrakranial
e) Trauma kepala terbuka, stroke
4. Riwayat kejang :
a) Bagaimana frekwensi kejang.
b) Gambaran kejang seperti apa
c) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
d) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
e) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
f) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
5. Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
b) Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
c) Ekstermitas
Keletihan,, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas, perubahan
tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
d) Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post iktal terjadi
inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
e) Sistem pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit
epilepsi dalam masyarakat
3.3 Intervensi dan rasional
1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat
meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan yang aman untuk klien,
menghindari adanya cedera fisik, menghindari jatuh.
Kriteria hasil : tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak
ada memar, tidak jatuh
Intervensi Rasional
1. Identivikasi factor lingkungan yang 1. Barang- barang di sekitar pasien dapat
memungkinkan resiko terjadinya membahayakan saat terjadi kejang
cedera 2. Mengidentifikasi perkembangan atau
2. Pantau status neurologis setiap 8 jam penyimpangan hasil yang diharapkan
3. Jauhkan benda- benda yang dapat 3. Mengurangi terjadinya cedera seperti
mengakibatkan terjadinya cedera pada akibat aktivitas kejang yang tidak
pasien saat terjadi kejang terkontrol
4. Pasang penghalang tempat tidur 4. Penjagaan untuk keamanan, untuk
pasien mencegah cidera atau jatuh
5. Letakkan pasien di tempat yang 5. Area yang rendah dan datar dapat
rendah dan datar mencegah terjadinya cedera pada pasien
6. Tinggal bersama pasien dalam waktu 6. Memberi penjagaan untuk keamanan
beberapa lama setelah kejang pasien untuk kemungkinan terjadi kejang
7. Berikan obat anti konvulsan sesuai kembali
advice dokter 7. Memberi penjagaan untuk keamanan
pasien untuk kemungkinan terjadi kejang
kembali
3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit
epilepsi dalam masyarakat.
Tujuan: mengurangi rendah diri pasien
Kriteria hasil:
adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat
Intervensi Rasional
1. Identifikasi dengan pasien, factor- 1. Memberi informasi pada perawat
factor yang berpengaruh pada perasaan tentang factor yang menyebabkan
isolasi sosial pasien. isolasi sosial pasien.
2. Memberikan dukungan psikologis dan 2. Dukungan psikologis dan motivasi
motivasi pada pasien dapat membuat pasien lebih percaya
3. Kolaborasi dengan tim psikiater diri
4. Anjurkan keluarga untuk memberi 3. Konseling dapat membantu mengatasi
motivasi kepada pasien perasaan terhadap kesadaran diri
5. Memberi informasi pada keluarga dan sendiri.
teman dekat pasien bahwa penyakit 4. Keluarga sebagai orang terdekat
epilepsi tidak menular pasien, sangat mempunyai pengaruh
besar dalam keadaan psikologis
pasien.
5. Menghilangkan stigma buruk
terhadap penderita epilepsi (bahwa
penyakit epilepsi dapat menular).
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi juga merupakan gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik
abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang
baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu
1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara
100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya
telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health
Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi.
Pengklasifikasian epilepsi atau kejang ada dua macam, yaitu epilepsi parsial dan
epilepsi grandmal. Epilepsi parsial dibedakan menjadi dua, yaitu epilepsi parsial
sederhana dan epilepsi parsial kompleks. Epilepsi grandmal meliputi epilepsi tonik,
klonik, atonik, dan myoklonik. Epilepsi tonik adalah epilepsi dimana keadaannya
berlangsung secara terus-menerus atau kontinyu. Epilepsi klonik adalah epilepsi dimana
terjadi kontraksi otot yang mengejang. Epilepsi atonik merupakan epilepsi yang tidak
terjadi tegangan otot. Sedangkan epilepsi myoklonik adalah kejang otot yang klonik dan
bisa terjadi spasme kelumpuhan.
4.2 Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada umumnya dan
mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan
awal, serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan epilepsi. Oleh karena
penyandang epilepsi sering dihadapkan pada berbagai masalah psikososial yang
menghambat kehidupan normal, maka seyogyanya kita memaklumi pasien dengan
gangguan epilepsi dengan cara menghargai dan menjaga privasi klien tersebut. Hal itu
dilaksanakan agar pasien tetap dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan tidak akan
menimbulkan masalah pasien yang menarik diri.
DAFTAR PUSTAKA
Sri D, Bambang. 2007. Epilepsi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Syaraf PSIK
UNSOED.