Anda di halaman 1dari 3

Psikologi sebagai bagian filsafat

Psikologi sebagai suatu ilmu merupakan ilmu yang relatif muda apabila dibandingkan
dengan ilmu-ilmu yang lain. Bahwa semula psikologi tergabung dengan filsafat, sehingga
segala sesuatu yang ada dalam filsafat berpengaruh pada bidang psikologi. Pada zaman
sebelum masehi, jiwa manusia sudah menjadi topik pembahasan para filsuf. Pada saat itu,
para Filsuf sudah membicarakan asperk kejiwaan manusia. Tokoh-tokoh filsafat Yunani
kuno, Plato dan Aristoteles.
Pada masa Yunani Kuno ini telah tertarik pada gejala-gejala kejiwaan tetapi mereka
belum dapat menerangkan gejala-gejala itu secara ilmiah. Apa yang mereka lakukan saat itu
adalah mencoba menerangkan gejala-gejala kejiwaan melalui mitologi. Cara pendekatan
seperti ini disebut sebagai cara pendekatan yang Naturalistik. Para filsuf kuno, telah
memikirkan hakekat jiwa dan gejala-gejalanya. Pada zaman kuno tidak ada spesialisasi
dalam lapangan keilmuan, sehingga boleh dikatakan bahwa semua tergolong dalam
lapangan dalam apa yang disebut filsafat itu. Sementara ahli filsafat ada mengatakan bahwa
filsafat adalah induk ilmu pengetahuan.
Ketika itu, psikologi memang sangat dipengaruhi oleh cara-cara berpikir filsafat dan
terpengaruh oleh filsafatnya sendiri. Hal tersebut dimungkinkan karena para ahli psikologi
pada masa itu adalah juga ahli-ahli filsafat atau para ahli filsafat waktu itu juga ahli
psikologi.
Sebagai induk dari ilmu pengetahuan, filsafat adalah ilmu yang mencari hakekat
sesuatu dengan menciptakan pertanyaan dan jawaban secara terus-menerus, sehingga
mencapai pengertian yang hakiki tentang sesuatu. Masa itu belum ada pembuktian-
pembuktian empiris, melainkan berbagai teori dikemukakan berdasarkan argumentasi
logika belaka.
Kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam
bahasa inggris dikenal dengan istilah philosophy. Adapun filsafat berasal dari bahasa Yunani
yaitu Philosophia, yang terdiri atas dua kata yakni philos yang berarti cinta (love) atau philia
(persahabatan, tertarik kepada) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom. Jadi, secara
etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Seorang filsuf
adalah pecinta dan pencari kebijaksanaan.
Aristoteles (murid plato) filsafat : ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika (filsafat keindahan). Bakry menyatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan
yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta,
dan manusia, sehingga menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekat dapat
dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia setelah mencapai pengetahuan itu.
Pada abad-abad setelah itu, psikologi masih juga merupakan bagian dari filsafat, antara lain
di perancis muncul Rene Descartes yang terkenal dengan teori tentang kesadaran.

Plato (429-343 SM)

Plato adalah seorang penganut dualisme yang sebenar-benarnya. Tentang jiwa,


plato memandang bahwa dualisme antara jiwa dan badan. Jiwa adalah bagian manusia
yang tidak dapat mati, setelah berulang kali dipenjarakan dalam badan lewat linkarnasi,
akhirnya jiwa itu, setelah disucikan dari kesalahannya sendiri, mencapai dunia yang lebih
luhur, dunia tempat kita memandang idea-idea yang murni dan abadi. Jiwa hidup terus
sesudah mati dan bahkan sudah ada sebelum manusia lahir kembali dalam bentuk badan
baru.
Semula, Plato melukiskan badan itu sebagai penjara dan kuburan bagi jiwa,
kemudian sebagai alat atau sarana bagi jiwa. Selanjutnya lagi penghargaan bagi badan,
kemudia meningkat dan ia memandang badan sebagai gambaran jiwa yang patut kita
hormati. Dalam teorinya tentang idea Plato melukiskan pertentangan antara kenyataan
rohani rohani yang tidak pernah musnah, dan kehidupan di dunia ini, yang dialami secara
indrawi, teori ini berkaitan dengan pandangannya mengenai idea-idea. Plato sering disebut
sebagai seorang rasionalis atau penganut paham rasionalime. Plato mengatakan bahwa
dunia kejiwaan berisi ide-ide, menurut Plato, psyhe (jiwa) terdiri dari tiga bagian yaitu :
1. Berpikir, berpusat di otak dan disebut logisticon
2. Berkehendak, berpusat di dada dan di sebut thumeticon
3. Keinginan, berpusat di perut dan disebut abdomen

Menurut Plato, bahwa tiap-tiap orang sudah ditetapkan sejak lahirnya status atau
kedudukannya kelak dalam masyarakat. Apakah seseorang itu akan menajdi filsuf, serdadu,
pejabat, sudah tertulis sejak lahirnya. Paham ini dinamakan Nataivisme.
Plato mengatakan bahwa manusia irtu berbeda dengan manusia lainnya.

Aristoteles (384-322)

Aristoteles adalah murid Plato. Dalam bukunya yang judulnya De Anima, Aristoteles
mengemukakan macam-macam tingkah laku manusia dan adanya perbedaan tingkat
tingkah laku pada organisme-organisme yang berbeda-beda. Tingkah laku pada organisme,
menurut Aristoteles, memperlihatkan tingkatan sebagai berikut.
a. Tumbuhan : memperlihatkan tingkah laku pada taraf vegetatif (bernafas, makan, tumbuh).
b. Hewan : selain tingkah laku vegetatif, juga bertingkah laku sensitif (merasakan melalui
pancaindra). Jadi, hewan berbeda dari tumbuhan karena hewan mempunyai faktor
perasaan, sedangkan tumbuhan tidak. Persamannya adalah pada tumbuhan maupun
hewan terdapat tingkah laku vegetatif, misalnya dalam peredaran makan.
c. Manusia : manusia bertingkah laku vegetatif, sensitif, dan rasional. Manusia berbeda dari
organisme-organisme lainnya, karena dalam bertingkah laku, manusia menggunakan
rasionya, yaitu akal atau pikirannya.
Aristoteles adalah orang yang pertama yang secara ekplisit menyatakan bahwa
manusia adalah binatang berakal budi. Secara menyeluruh, Aristoteles memandang dunia
dan manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang berlangsung terus-menerus.
Aristoteles berkeyakinan, bahwa segala seuatu yang berbentuk kejiwaan form (form)
harus menempati suatu wujud (matter). Wujud pada hakekatnya merupakan pernyataan
atau ekspresi dari jiwa. Dengan pandangan ini Aritoteles sering disebut sebagai penganut
paham empirisme, karena menurut pendapatnya segala sesuatu harus bertolak pada realita.
Menurut Aristoteles fungsi dari jiwa dibagi menjadi dua yaitu kemampuan.

Rene Descartes(1596-1650)

Sumbangan Descartes yang menonjol dalam bidang psikologi ialah ingin memecahkan
persoalan tentang hubungan antara psikis atau jiwa (mind) dan badan (min-body problem).
Menurut Descartes psikis merupakan dunia mental dan badan atau jasmani merupakan
dunia material (material world), dua hal yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda.
Menurut Descartes, bahwa ilmu jiwa adalah ilmu pengetahuan mengenai gejala-gejala
kesadaran manusia. Jadi kesadaran adalah faktor yang paling menentukan dalam
psikologinya. Menurut Descartes, bahwa hubungan antara psikis berpengaruh pada badan,
tetapi badan tidak berpengaruh pada psikis. Tertapi menurut Descartes psikis dapat
mempengaruhi badan, dan sebaliknya badan juga dapat mempengaruhi psikis. Jadi
hubungannya tidak searah tetapi dua arah.
Dalam pandangan Socrates, Psikologi (ilmu jiwa) adalah ilmu pengetahuan mengenai
gejala-gejala pemikiran atau gejala-gejala kesadaran manusia, terlepas dari badannya. Raga
manusia yang terdiri atas materi dipelajari oleh ilmu pengetahuan yang lain, terlepas dari
jiwanya. Menurut Descartes, badan itu seperti halnya mesin, tak ada bedanya kerja badan
dengan kerja mesin. Ia menjelaskan bahwa tiap aspek berfungsi badan-seperti pencernaan,
penginderaan, itu bekerja secara mekanis.
Menu rut Descartes, ada dua macam tingkah laku, yaitu tingkah laku mekanis yang
terdapat pada semua hewan dan merupakan bagian dari tingkah laku manusia dan tingkah
laku rasional yang hanya terdapat pada manusia. Menurut Descartes, hubungan antara jiwa
dan badan, yakni paham yang interaksionisme, yaitu ada hubungan (interaksi) antara badan
dan jiwa.

Jhon Locke (1632-1704 M)


Locke memusatkan studinya terutama pada fungsi kognitif, yaitu bagaimana psikis
itu memperoleh pengetahuan. Ia menolak pendapat bahwa adanya pengertian-pengertian
pembawaan. Menurut Locke, anak tidak dilengkapi oleh pengetahuan apapun pada waktu
dilahirkan. Menurut Locke, pengetahuan itu diperoleh melalui pengalaman. Menurutnya,
anak dilahirkan itu seperti Tabularasa, bagaikan kertas putih bersih yang akan ditulisi oleh
pengelaman. Jhon Locke adalah merupakan tokoh empirisme (empiricism)
Teorinya yang sangat penting adalah tabula rasa (tabula = meja, rasa = lilin), yaitu
meja yang tertutup lapisan lilin putih. Kertas putih bersih dapat ditulis dengan tinta warna
apa pundan warna tulsiannya akan sama dengan warna tinta tersebut. Begitu pula halnya
dengan meja yang berlilin, dapat dicat berwarna-warni, sebelum ditempelkan. Anak
diumpamakan bagaikan kertas putih bersih, sedangkan warna tinta, diumpamakan sebagai
lingkungan (pendidikan) yang akan berpengaruh terhadapnya.
Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan
pendidikan dalam arti perkembangan individu. Jadi lingkungan di mana orang itu hidup
adalah faktor terpenting yang membentuk kepribadian orang itu. Akan menjadi apakah
orang itu kelak, sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman apakah yang akan
mengisi tabula rasa tersebut. Sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak
ada pengaruhnya. Jhon Locke mengemukakan bahwa jiwa manusia dihubungkan dengan
dunia luar melalui panca indra. Benda-benda yang terdapat diluar diri manusia, setelah itu
ditangkap oleh pancaindra diteruskan ke dalam jiwa manusia, setelah itu ditangkap sebagi
ide-ide. Jiwa menurut Locke adalah gabungan dari ide-ide campuran itu, jadi, ide dapat
dipecah-pecah menjadi beberapa ide.

Anda mungkin juga menyukai