SYOK HIPOVOLEMIK
I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Hipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mgr/dL darah.
Hipokalsemia mengacu pada konsentrasi serum kalsium yang lebih rendah dari
normal, yang terjadi dalam beragam situasi klinis. Bagaimanapun pasien, dapat
mengalai kekurangan kalsium tubuh total ( seperti pada osteoporosis ) dan
mempertahankan kadar kalsium normal. Tirah baring pada individu lansia dengan
osteoporosis adalah berbahaya karena kerusakan metabolisme kalsium dengan
meningkatnya resorpsi tulang adalah berkaitan dengan imobilisasi.
1.2 Etiologi
Hipoparatiroidisme primer terjadi dalam gangguan ini, seperti yang terjadi pada
hipoparatiroidisme bedah. Hipoparatiroidisme akibat bedah sangat sering terjadi.
Tidak hanya berkaitan dengan bedah tiroid dan paratiroid, tetapi hal ini juga dapat
terjadi setelah diseksi leher radikal dan paling sering terjadi dalam 24 jam sampai 48
jam setelah pembedahan. Hipokalsemia transien dapat terjadi dengan pemberian
darah bersitrat ( seperti pada transfusi tukar pada bayi baru lahir ), karena sitrat dapat
bergabung dengan kalsium berionisasi dan secara sementara membuangnya dari
sirkulasi.
Inflamsi pankreas menyebabkan pecahnya protein dan lemak. Ada dugaan bahwa ion
kalsium bergabung dengan asam lemak yang dilepaskan oleh hipolisis, membentuk
sabun. Sebagai hasil dari proses ini, hipokalsemia terjadi dan umum dalam
pankreatitis. Juga menjadi dugaan dalam bahwa hipokalsemia kemungkinan
berkaitan dengan sekresi glukagon yang berlebihan dari pankreas yang mengalami
inflamasi, sehingga mengakibatkn peningkatan sekresi kalsitosin ( suatu hormon
yang menurunkan ion kalsium ).
Hipokalsemia umumnya terjadi pada pasien gagal ginjal karena pasien itu sering
mengalami kenaikan kadar serum fosfat. Hiperfosfatemia biasanya menyebabkan
penurunan resiprokal dalam kadar serum kalsium. Penyebab lain hipokalsemia dapat
mencakup konsumsi vitamin D yang tidak adekuat, defesiensi magnesium,
karsinoma medula tiroid, kadar albumin serum yang rendah, dan alkalosis. Medikasi
yang dapat mempredisposisi kepada hipokalsemia termasuk antasid yang
mengandung alumunium, aminoglikosida, kafein, sisplatin, kortikosteroid,
mitramisin, fosfat, isoniasid, dan diuretik loop.
Osteoporosis berkaitan dengan masukan kalsium rendah dalam waktu yang lama dan
menunjukan kekurangan kalsium tubuh total, meskipun kadar kalsium serum
biasanya normal. Gangguan ion banyak menyerang orang Amerika terutama wanita
pasca menopause. Gangguan ini di tandai dengan kehilangan massa tulang, yang
menyebabkan tulang menjadi berongga dan rapuh, dan karenaya rentan terhadap
fraktur.
1.4 Patofisiologi
1.6 Komplikasi
1.7 Penatalaksanaan
Hipokalsemia simtomatik adalah kedaruratan, membutuhkan pemberian segera
kalsium intravena. Garam kalsium parenteral termasuk kalsium glukonat, kalsium
klorida dan kalsium gluseptat. Meskipun kalsium klorida menghasilkan kalsium
berionisasi yang secara signifikan lebih tinggi dibanding jumlah akuimolar kalsium
glukonat, cairan ini tidak sering digunakan karena cairan tersebut lebih mengiritasi
dan dapat menyebabkan peluruhan jaringan jika dibiarkan menginfiltrasi. Pemberian
infus intravena kalsium yang terlalu cepat dapat menginduksi henti jantung, yang
didahului oleh brakikardia. Pemberian kalsium intavena terutama bahaya pada pasien
yang mendapat digitalis karena ion kalsium mengeluarkan suatu efek yang serupa
dengan efek yang dimiliki digitalis dan dapat menyebabkan toksisitas digitalis
dengan efek jantung yang merugikan.
Terapi vitamin D dapat dilakukan untuk meningkatkan absorbsi ion kalsium dari
traktus GI. Antasid hidroksida alumunium dapat diresepkan untuk menurunkan kadar
fosfor yang meningkat sebelum mengobati hipokalsemia. Dan terakhir, menigkatkan
masukan diet kalsium sampai setidaknya 1000 hingga 1500 mg/hari pada orang
dewasa sangat di anjurkan ( produk dari susu; sayuran berdaun hijau, salmon kaleng,
sadin, dan oyster segar ). Jika tetani tidak memberikan respons terhadap kalsium IV
maka kadar magnesium yang rendah di gali sebagai kemungkinan penyebab tetani.
1.8 Pathway
II. Rencana Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
Pengkajian emergency nursing, secara umum terdiri dari : primary survey,
sekundery survey, dan tersier survey. Primery survey meliputi: airway, breathing,
circulation, disability, dan exposure. Sekundery survey meliputi pengkajian fisik.
Sedangkan tersier survey dilakukan selain pengkajian primery dan sekundery survey,
semisal riwayat penyakit keluarga.
1. Primari survey
Breathing (bernapas):
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas,
pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan
frekuensinya. Pada tahap listen( mendengar) yang didengar yaitu ada tidaknya
vesikuler, dan suara tambahan napas. Tahap terakir yaitu feel, merasakan
pengembangan dada saat bernapas, lakukan perkusi, dan pengkajian suara paru dan
jantung dengan menggunakan stetoskop.
Perubahan Preload
Distensi vena jugular
Edema
Keletihan
NOC 0400
Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung dengan kriteria :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Curah jantung dalam batas normal
Perbaikan mental
NIC 4254
Intervensi :
1) Pertahankan posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal dengan
meninggikan kepala tempat tidur 30 60 derajat
2) Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total)
3) Pantau EKG secara kontinu
4) Pertahankan cairan parenteral sesuai dengan program terapi
5) Pantau vital sign setiap jam dan laporkan bila ada perubahan yang drastic
6) Berikan oksigen sesuai dengan terapi
7) Berikan obat-obatan sesuai dengan terapi
8) Pertahankan klien hangat dan kering
9) Auskultasi bunyi jantung setiap 2 sampai 4 jam sekali
10) Batasi dan rencanakan aktifitas ; berikan waktu istirahat antar prosedur
11) Hindari konstipasi, mengedan atau perangsangan rektal
Perencanaan diagnosa 2
NOC 0402
Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan ventilasi dengan kriteria :
Klien bernafas tanpa kesulitan
Paru-paru bersih
Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas normal
NIC 3350
Intervensi :
1) Kaji pola pernafasan, perhatikan frekwensi dan kedalaman pernafasan
2) Auskultasi paru-paru setiap 1 2 jam sekali
3) Monitor saturasi oksigen
4) Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan klien
5) Lakukan penghisapan bila ada indikasi
6) Auskultasi suara nafas setelah tindakan