Anda di halaman 1dari 22

ANATOMI PERSENDIAN

Makroskopis
Pada prinsipnya semua hubungan tulang pada kerangka dapat dibedakan dalam:
1. Synarthosis / Sendi Fibrous
Synarthrosis adalah:
- Hubungan atau persambungan tulang yang tidak memiliki ruang sendi.
- Sendi yang terjadi oleh adanya suatu kesinambungan sehingga di antara kedua ujung tulang yang
bersendi terdapat suatu jaringan.
- Sendi yang berujud tulang-tulang bersambungan satu sama lain secara terusan dengan sepotong
jaringan penunjang.
Ciri ciri dari Synarthrosis adalah sebagai berikut :
- Tidak mempunyai ruang sendi (cavum articulare) jadi juga tidak memiliki capsula articulare,
membrana synoviale dan synovia.
- Kedua tulang dihubungkan oleh suatu substansi yang dapat berupa jaringan fibrous, cartilage atau
tulang.
- Jaringan penunjang yang menghubungkan persendina itu ada 3 macam, yaitu:
a. Syndesmosis
Yaitu dari kata syn dan desmol. Syn : Pertautan tulang, Desmol : Jaringan ikat. Jadi syndesmosis adalah
pertautan tulang yang dihubungkan oleh jaringan ikat.
b. Sychondrosis
Yaitu dari kata syn dan chondral. Syn : Pertautan tulang. Chondral : Tulang rawan. Jadi sychondrosis
adalah pertautan tulang yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan.
Substansi penghubung dari sychondrosis dapat berupa cartilago hyalin. Pada umumnya synchondrosis
dengan cartilago hyalin adalah persendian sementara dimana kemudian hari cartilage hyalin akan
digantikan oleh tulang. Maka hubungan ini berubah dari synchrodrosis menjadi synostosis.
Contoh dari synchondrosis adalah:
Discus epiphyscus dimana menghubungkan antara epiphyse dan diaphyse.
Synchondrosis bentuk Y pada acetabulum yang menghubungkan os. Ilium, os. Ischii dan os.
Pubis pada tulang coxae yang masih muda.
Cartilago costalis yang menghubungkan antara tulang iga (os. Costac) dengan tulang dada (os.
Sternum) dll.
c. Synosthosis
Yaitu dari kata syn dan ostosis. Syn : Pertautan tulang. Ostosis : Jaringan tulang. Jadi synostosis adalah
pertautan tulang yang dihubungkan oleh jaringan tulang.
Synostosis bisa dikatakan pertautan tulang antara dua tulang yang asal mulanya dibangun sebagai dua
tulang terpisah. Akibat pertumbuhan masing-masing tulangmaka berangsus-angsur mereka makin dekat
mendekati hingga mereka melengket satu sama lain.
Misalnya:
Epiphysis dan diaphysis sesudah penulangan Os. Occipetale dengan os. Sphenoidale.
Os. Ilium, os. Pubis dan os. Ischii pada orang dewasa.
1) Sutura
Sutura adalah semacam jahitan dengan jaringan diantara dua tulang yang pipih atau ceper. Sutura ini
tampak jelas pada pertautan tulang-tulang yang ada pada tengkorak atau cranium atau kepala.
Sesuai dengan bentuk tulang yang bersendi maka sutura dapat dibedakan menjadi:
Sutura Harmonia atau Levis
Yaitu tulang-tulang bertautan rata atau dasar saja.
Misalnya:
- Sutura intermaksilaris
- Sutura interpalatina dll.
Sutura Squamalis
Squamalis berasal dari kata squama yang artinya sisik ikan. Jadi sutura squamalis adalah sutura yang
dibentuk oleh tulang yang satu menutupi sebagian tulang yang lain.
Misalnya:
Sutura squamosa yaitu sutura antara os. Temporal yang menutupi os. Parietale.
Sutura Serrata
Serrata artinya tidak rata. Jadi sutura serrata terjadi karena pinggiran tulang-tulang yang bertautan tidak
rata dan merupakan gigi geligi yang tangkap menangkap hingga bertautan jadi kokoh sekali. Sutura
serrata ini umumnya yang ada pada pertautan tulang-tulang tengkorak.
2) Gomphosis
Gomphosis adalah tulang yang satu berbentuk kerucut masuk kedalam lekuk sendi yang sesuai dengan
bentuk kerucut tadi. Bentuk hubungan gomphoris ini khusus terdapat antara akar gigi dan alveole dalam
rahang os. Manibula dan os. Maksilla.
3) Syndemosis Elastica
Pada syndesmosis elastic ini jaringan ikat yang menjadi penyambung tulang bersifat sangat elastic atau
lentur atau bingkas.
Misalnya pada ligament interarcualia yang menghubungkan lengkung-lengkung ruas tulang belakang.
4) Syndesmosis Fibrosa
Jaringan ikat pada syndesmosis fibrosa ini menghubungkan dua tulang yang letaknya agak berjauhan.
Misalnya: jaringan ikat yang menghubungkan radius dan ulna atau antara tibia dan fibula yang
dinamakan membrane interossca.
2. Diathrosis / Sendi Synoviale
Diathrosis adalah:
Persendian yang bergerak bebas dan terdapat banyak ragamnya dan semua mempunyai ciri-ciri yang
sama.
Persendian dimana hubungan tulangnya disini mempunyai ruang sendi yang disebut cavum articulare.
Sendi yang dibentuk oleh tulang-tulang yang bersambungan dekat dan diselubungi oleh sebuah bungkus
dan jaringan ikat.
Diathrosis pada umumnya dapat dibeda-bedakan bagian-bagiannya sebagai berikut:
a. Ujung-ujung Sendi
Ujung tulang yang satu berbentuk bongkol/kepala sendi (caput articulare) sedang ujung tulang yang
lainnya beerbentuk cekung ata lekuk atau cawan ata mangkok sendi (fossa articularis atau canitas
glenoidale)
Permukaan ujung-ujung sendi dilapisi dengan rawan yang biasanya paling tebal ditengah dan makin
kepinggir makin menipis. Tetapi ada juga yang sebaliknya.
b. Simpai sendi (capsula articularis)
Simpai sendi terdiri dari dua lapis yaitu stratum fibrosum disebelah luar dan stratum synoviale disebelah
dalam.
Stratum synoviale sering juga disebut selaout lega atau intima. Stratum synoviale ini mulai dari pinggir
rawan sendi terus menutup tulang sampai pada tempat permukaan stratum fibrosum.
Stratum synoviale ini mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol kedalam rongga sendi dan mengandung
banyak pembuluh darah dan yang berisi lemak disebut Plicae Articularis. Lipatan yang lebih besar dan
lebih banyak mengandung lemak disebut Plicae Adipose.
Selain itu pada stratum synoviale masih terdapat tonjolan-tonjolan yang berupa jonjot-jonjot disebut
Villi articulares yang tidak begitu banyak mengandung pembuluh darah.
c. Rongga sendi (cavum Ariculare)
Didalam rongga sendi berisi synovial atau urat sendi yaitu cairan sendi yang berfungsi untuk melicinkan
persendian, terdiri dari cairan dengan garam-garam, mucia, albumin, tetes-tetes lemak dan dektus
cellulair.
d. Alat-alat khusus
Alat-alat khusus disini meliputi :
1) Ligamenta/Jaringan Ikat.
Ligamenta ini sebenarnya adalah sebagian dari simpai sendi yang menebal kemudian terpisah dari
simpai itu.
Ligamenta / jaringan ikat itu dapat dibedakan dalam:
Ligamenta penguat berfungsi untuk memperkuat simpai sendi
Ligamenta pengatur berfungsi untuk mengatur gerakan, menentukan arah gerakan sendi dalam
sendi itu
Ligamenta pengahambat berfungsi untuk menghambat suatu gerakan pada sendi
Ligmaenta intraarcualia yaitu ligament yang sangat istimewa karena terletak didalam rongga
sendi
Misalnya: Ligamenta yang menghubungkan tulang carpus dan juga di tulang-tulang tarsus sebagai
ligament interossea.
2) Disci dan menisci articulares.
Disci adalah jamak dari discus articularis. Minisci adalah jamak dari meniscus articularis.
Discus adalah tulang rawan yang berbentuk cakram sedangkan meniscus adalah tulang rawan yang
berbentuk cincin.
Fungsi discus dan meniscus artcularis adalah:
Sebagai penyangga untuk memerima tumbukan atau benturan.
Sebagai alat penyempurna kecocokan caput terhadap cavitasnya.
Berdasarkan bentuk permukaan sendi:
a. Articulatio (sendi)
Berdasarakan banyak sumbu gerak dalam sendi tersebut dapat dibedakan menjadi: Sendi Sumbu Satu
b. Ginglymus (sendi engsel) hinge-joint
Ginglymus adalah sendi yang mempunyai sumbu gerak yang tegak lurus pada arah panjang tulang
melalui kepala sendi.
Misalnya: Art. Interphlangea, Art. Talocruralis
c. Articulus Trochoideus (sendi putar / kisar) pivot joint.
Adalah sendi dimana sumbu geraknya hampir berimpit dengan garis panjang tulang yang bergerak atau
tulang yang tinggal diam.
Misalnya: Art. Radio ulnaris, Art. Atlanto ephistropea,
Sendi Sumbu Dua
d. Articulus Ellipsoideus (sendi telur) Condyloid-joint.
Sendi telur ini merupakan perpaduan antara dua bidang persendian yang berbentuk lonjong cembung
(kepala sendinya) dan lonjong cekung ( cawan sendinya).
Misalnya: Art. Radiocarpea
e. Articulatio Sellaris (sendi pelana) Saddle-joint.
Sendi pelana ini permukaan sendinya berbentuk pelana, artinya dalam arah sumbu yang satu
permukaannya itu cembung dalam arah arah sumbu yang lain cekung.
Misalnya: Art. Carpometacarpa
Sendi Sumbu Tiga
f. Articulus Sphaeroidea (sendi peluru) Ball and socket joint
Sendi peluru ini gerakannya luas sekali karena cawan sendi hanya sedikit saja ( kurang dari separo)
menangkap kepala sendi.
Misalnya: Art. Humeri
g. Enarthrosis Sphaeroidea (sendi buah pala)
Sendi buah pala ini gerakannya kurang luas karena kepala sendi lebih dari separo masuk kedalam cawan
sendi.
Misalnya : Art. Coxae
3. Amphiartosis (sendi kejur)
Amphiartosis adalah sendi yang mempunyai kemungkinan gerak sangat sedikit sekali.
Contoh dari amphiartosis ini adalah: Amphiartosis sacroiliaca, Amphiartosis carpometacarpalis
ANATOMI EKSTREMITAS SUPERIOR
Antebrachium: antara siku (cubitus) dan pergelangan (carpus).
Tulang-tulangnya: radius dan ulnae
Articulatio cubiti
Articulatio radioulnare proximal dan distal.
Posisi anatomi (cubitus supinasio), posisi paralel radius di lateral ulnae.
Cubitus pronasio: distal radius menyilang ulnaeradius oblique (miring)
Manus: carpus, metacarpus (the proper hand ), dan jari-jari (digiti).
Ossa carpalia: 2 baris (proximal dan distal) masing-masing terdapat 4 tulang.
Ossa carpalia bersendi dengan:
o a) satu sama lain pada articulationes intercarpales;
o b) di proximal dengan radius (art. radiocarpalis)
o c) dengan tulang-tulang metacarpalia pada articulationes carpometacarpales.
Ossa carpalia di posteriorbawah kulit, di anteriorthenar, hypothenar, tendo-tendo
The proper hand (metacarpus),
o Art. carpometacarpales
o Art. intermetacarpales (ke-2 sd. 5),
o Art. metacarpophalangeale
Digiti :
o primus/pollex,
o secundus/index,
o digitus medius/tertius,
o anularis/quartus dan minimus/quintus.
o phalanges: proximalis, medius, distalis kecuali pollex
Articulationes metacarpophalangeales.
Articulationes interphalangeales.
Clavicula:
o Teraba, berkelok, konkaf 1/3 lateral, konveks 2/3 medial.
o Ujung lateral-acromion scapula
o Ujung medial-manubrium sterni
Papilla mammaria
o Posisinya bervariasi, SIC IV dekat art. costochondralis, medial linea midclavicularis
Fossa infraclavicularis 1/3 lateral clavicula.
o M. pectoralis major di medial fossa
o M. deltoideus di lateral
o Processus coracoideus scapula sedikit lateral tertutup m. deltoideus, kira-kira 2-3 cm di
bawah clavicula.
Art. acromioclavicularis
o Subcutaneus, datar, di ujung bahu
o Lateral clavicula
o Teraba cekungan sebelum ada acromion (acron=puncak; omos=bahu).
Axilla:
o Abduksi brachium
o Lipatan anterior m. pectoralis major
o Lipatan posterior latissimus dorsi dan m. teres major tebal, rounded
o M. latissimus dorsilengan atas melawan suatu tahanan.
o Margo lateral scapula dapat diraba pada dinding posterior
o Medial costae & m. serratus anterior
o Lateralm. biceps brachii & m. coracobrachialis
o Beberapa saraf-saraf besar dapat dirasakan (rolled)
o A. axillaris dapat dirasakan denyutnya
Humerus
o Caput humeri bagian atas axillalateral
o Batas lateral costa I medial
o Epicondylus medialis lebih menonjol
o Supinasiepycondylus lateral di anterior, caput posteromedial
o Anterior, lateral, dan posterior ditutupi m. deltoideus
o Anterior bawah-m. biceps brachii dan m. brachialis
Fossa cubiti
o Tendo m. biceps brachii
o Denyutan a. brachialis di medial
o N. medianus teraba di posteromedial
o Munculkan vena-vena superficialis, catatlah beberapa variasi posisi v. basilica dan v.
cephalica
Fleksi penuh art. cubiti
o Proc. coronoideusfossa coronoidea
Ekstensi penuh
o Olecranonfossa olecrani
Olecranon
o Triangular
o Margo posterior ulnaproc.styloideusgaris yang membatasi anteromedial dan
posterolateral. Fraktur ulna ?
Caput radii teraba sedikit distal dr epicondylus lateralis humeri
Pronasi-supinasi-kan antebrachiumterasa rotasi lig. anulare radii
Proc. styloideus radiidistal lateral
Tabatiere anatomicum
o Latero-posterior carpus
o Tendo extensor pollicis longus di medial
o Tendo m. extensor pollicis brevis di lateral
o Proc. styloideus radii di proximal
o Os scaphoideum dan os trapezium teraba
o Denyutan a. radialis di atas os trapezium
Proc. styloideus radii lebih distalpetunjuk fraktur radius
Radius distal bersendi:
o Di medial dengan ulna (incisura ulnaris),
o Ujung distal dengan 2 tulang carpalia lateral baris proximal (os scaphoideum dan os
lunatum)persendian langsung antebrachium dengan carpusfraktur
Dorsum manus-metacarpalia & phalanges teraba
Palmar manus os pisiforme (medial) & tuberculum ossis scaphoidei (lateral) terlihat dan teraba
terutama saat ekstensi penuh art.carpi
Tendo m. flexor carpi ulnaris dapat dirasakan pada permukaan proximal os pisiforme
Hamulus ossis hamati teraba dalam-di proximal hypothenar
Tuberculum ossis trapezii teraba di proximal thenar
Empat tulang yang dapat teraba pada dua baris carpalia permukaan palmaris (os trapezium, os
scaphoideum, dan os pisiforme, os hamatum) merupakan tempat melekatnya retinaculum
flexorum
Retinaculum flexorum
o lapisan tebal pada fascia profunda
o sbg katrol/tali penghalang
o memelihara cekungan palmaris (sulcus carpi)
o menjadi tunnel dilewati tendo-tendo flexores dan n. medianus menuju manus
Kulit tengah palmaris terikat kuat pada lapisan tebal fascia profunda di bawahnya (aponeurosis
palmaris)
Di distal dengan fascia phalanges, dan di proximal dengan retinaculum flexorum dan tendo m.
palmaris longus.
Tendo m. palmaris longus masuk palmar manus di superficial retinaculum flexorum
Lipatan kulit palmar distal terletak sedikit proximal dari art. metacarpophalangeale. Ketika
mengepal, ujung distal caput metacarpalia akan terlihat jelas pada permukaan posterior
Pollex:
o hanya memiliki dua phalanges
o kukunya menghadap lateral
o flexi arahnya ke medial
o extensi arahnya ke lateral
o adduksi arahnya mendekati index,
o abduksi arahnya ke anterior.
o Os metacarpale I dapat bergerak bebas dengan bagian dasar art. carpometacarpalis
pollicis
Sudut flexi:
o art. metacarpophalangealis pollicis < 90
o index dan digitus medius 90
o digitus anularis & minimus > 90
o art. interphalangealis pollicis 90
o art. interphalangealis proximalis jari lain > 90, distalis-nya < 90.
Ujung-ujung phalanges II-V akan menyentuh palmar manus secara bersama-sama walaupun
panjangnya berbeda-beda.
Buka lebar-lebar jari dan lekukkan palmar manus seolah-olah sedang memegang bola besar
o Tampak cekungan antara bagian proximal thenar dan hypothenar adalah tanda posisi
retinaculum flexorum.
o Kerutan kulit di bagian medial hypothenar adalah hasil kontraksi m. palmaris brevis yang
mengerutkan kulit di atas hypothenar sehingga menjadi bantalan saat menggenggam

Mikroskopis
Berdasarkan strukturnya sendi dibagi menjadi :
1. Sendi Fibrosa
Sendi fibrosa dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa;
(1) Sutura diantara tulang tulang te ngkorak dan
(2) sindesmosis yang terdiri dari suatu membran interoseus atau suatu ligamen di antara tulang. Sendi
ini mempunyai pergerakan yang terbatas.
2. Sendi Kartilago/tulang rawan
Ruang antar sendinya diisi oleh tulang rawan dan disokong oleh liga men dan hanya dapat sedikit
bergerak. Ada dua tipe sendi kartilaginosa yaitu sinkondrosis adalah sendi sendi yang seluruh
persendiannya diliputi oleh rawan hialin. Sendi sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis.
Simfisis adalah sendi yang tulang tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago antara tulang dan
selapis tipis rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Contoh sendi kartilago adalah
simfisis pubis dan sendi sendi pada tulang punggung.
3. Sendi Sinovial/sinovial joint
Sendi ini dilengkapi oleh kartilago yang melicinkan permukaan sendi, kapsul sendi (kantung sendi),
membran sinovial (bagian dalam kapsul), cairan sinovial yang berfungsi sebagai pelumas dan ligamen
yang berfungsi memperkuat kapsul sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak
berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap tiap sendi normal relatif.

GOUT ARTRITIS
a. Definisi
Artritis pirai ( artritis gout ) penyakit yang sering ditemukan dan tersebar diseluruh dunia. Artritis pirai
merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau
supersaturasi asam urat didalam cairan ekstarseluler. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout
akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarang adalah
kegagalan ginjal ( gout nefropati ). Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia
yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl.
Masalah akan timbul jika terbentuk kristal-kristal monosodium urat monohidrat pada sendi-sendi dan
jaringan sekitarnya. Kristal kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang
jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang sering menyertai gout. Jika tidak diobati, endapan
kristal akan menyebabkan kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan lunak.
b. Etiologi
Penyebab timbulnya gejala artritis gout akut adalah reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan
kristal monosium urat monohidrat. Sehingga dari penyebabnya, penyakit ini digolongan sebagai kelainan
metabolik. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yaitu hiperurisemia.
Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena ;
1. Pembentukan asam urat yang berlebihan.
- Gout primer metabolik, disebabkan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan
atau akibat penurunan ekskresi asam urat.
- Gout sekunder metabolik, disebabkan oleh pembentukan asam urat yang berlebihan atau eksresi
asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakainan obat-obat tertentu.
2. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal.
- Gout primer renal, terjadi karena gangguan ekskresi asam urat di tubuli distal ginjal yang sehat.
- Gout sekunder renal, disebabkan oleh kerusakan ginjal, misalnya gagal ginjal kronik.
Fakor faktor yang berperanan dalam perkembangan gout bergantung pada faktor penyebab terjadinya
hiperurisemia. Diet tinggi purin dapat memicu terjadinya serangan gout pada orang yang mempunyai
kelainan bawaan dalam metabolisme purin sehingga terjadi peningkatan produksi asam urat. Tetapi diet
rendah purin tidak selalu dapat menurunkan kadar asam urat pada setiap keadaan.
Minum alkohol dapat menimbulkan serangan gout karena alkohol meningkatkan produksi asam urat.
Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk sampingan dari metabolisme normal alkohol. Asam
laktat menghambat eksresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam serum.
Sejumlah obat-obatan dapat menghambat eksresi asam urat oleh ginjal sehingga dapat menyebabkan
serangan gout. Yang termasuk diantaranya adalah asupan dosis rendah (kurang dari 1 sampai 2 g / hari),
sebagian besar diuretik, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, asetozolamid, dan etambutol.
c. Epidemiologi
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Gout jarang pada pria sebelum masa remaja
sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di
Amerika Serikat adalah 13,6/1000 pria dan 6,4/1000 perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan
meningkatnya taraf hidup. Prevalensi diantara pria African American lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok pria caucasian.
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis pirai ( AP ). Pada tahun 1935 seorang
dokter kebangsaan Belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15 pasien artritis pirai dengan
kecacatan ( lumpuhkan anggota gerak ) dari suatu daerah Jawa Tengah. Penelitian lain mendapatkan
bahwa pasien gout yang berobat, rata-rata sudah mengidapkan penyakit lebih dari 5 tahun. Hal ini
mungkin disebabkan banyak pasien gout yang mengobati sendiri ( self medication ). Pada kisaran decade
ke 5, artritis gout di Indonesia terjadi pada usia yang lebih muda, sekitar 32% pada pria berusia kurang
dari 34 tahun. Pada wanita, kadar asam urat umumnya rendah dan meningkat setelah usia menopause.
Hal ini diakibatkan adanya bantuan hormone estrogen yang dimiliki wanita untuk membantu pengeluaran
asam urat melalui urin. Prevalensi artritis gout di Bandungan, Jawa Tengah, prevalensi pada kelompok
usia 15-45 tahun sebesar 0,8%, meliputi pria sebanyak 1,7% dan wanita 0,05%. Di Minahasa (2003),
proporsi kejadian artritis gout sebesar 29,2% dan pada etnik tertentu di Ujung Pandang sekitar 50%
penderita rata-rata telah menderita gout 6,5 tahun atau lebih setelah keadaan menjadi lebih parah. Satu
study yang lama di Massachusetts (Farmingham study) mendapatkan lebih dari 1% dari populasi dengan
kadar asam urat kurang dari 7 mg/100ml pernah mendapat serangan gout akut.
d. Patofisiologi
Awitan ( onset ) serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, meninggi
ataupun menurun. Pada kadar urat serum yang stabil, jarang mendapat serangan. Pengobatan dini
dengan allupurinol yang menurunkan kadar urat serum dengan mempresipitasi serangan gout akut.
Pemakaian alkohol berat oleh pasien gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat serum.
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya dalam tofi
( crystal shedding ). Pada beberapa pasien gout atau yang dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat
ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan
akut. Dengan demikian gout, seperti juga pseudogout , dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Pada
penelitian penulis didapat 21% pasien gout dengan asam urat normal. Terdapat peranan temperatur, pH
dan kelarutan urat untuk timbul serangan gout akut. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur
lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa kristal monosodium
urat diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal MSU pada
metatarsofalangeal-1 ( MTP-1 ) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang ulang pada
daerah tersebut.
Penelitian Simkin didapatkan kecepatan difusi molekul urat dari ruang sinovia ke dalam plasma hanya
setengah kecepatan air. Dengan demikian konsentrasi urat dalam cairan sendi MTP-1 menjadi seimbang
dengan urat dalam plasma pada siang hari selanjutnya bila cairan sendi diresorbsi waktu berbaring, akan
terjadi peningkatan kadar urat lokal. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya awitan ( onset ) gout
akut pada malam hari pada sendi yang bersangkutan. Keasaman dapat meninggikan nukleasi urat in vitro
melalui pembentukan dari protonated solid phases. Walaupun kelarutan sodium urat bertentangan
terhadap asam urat, biasanya kelarutan ini meninggi, pada pH dari 7,5 menjadi 5,8 dan pengukuran serta
kapasitas buffer pada sendi dengan gout, gagal untuk menentukan adanya asidosis. Hal ini menunjukkan
bahwa perubahan pH secara akut tidak signifikan mempengaruhi pembentukan kristal MSU sendi.
Peradangan dan inflamasi merupakan reaksi penting pada artritis gout terutama gout akut. Reaksi ini
merupakan reaksi pertahanan tubuh non spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat agen
penyebab. Peradangan pada artritis gout akut adalah akibat penumpukan agen penyebab yaitu kristal
monosodium urat pada sendi. Mekanisme peradangan ini belum diketahui secara pasti. Hal ini di duga
oleh peranan mediator kimia dan selular. Pengeluaran berbagai mediator peradangan akibat aktivasi
melalui jalur, antara lain aktivitas komplemen ( C ) dan selular.
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan berlebihan atau penurunan
eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Secara normal,
metabolisme purin menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:
Sumber : http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/patofisiologi-gout-arthritis/

Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway).
1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor nonpurin.
Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi
nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh
serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi
yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-PRT).
Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang
fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin bebasnya,
pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti
pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP
untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim:
hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan
diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang direabsorpsi kemudian diekskresikan
di nefron distal dan dikeluarkan melalui urin.
Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan metabolisme (pembentukan dan
ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi:
1. Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik
2. Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal
3. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang meningkatkan cellular
turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan
balik inhibisi yang berperan)
4. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam
urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal.
Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal mononatrium urat.
Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui dengan jelas.

Sumber : http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/patofisiologi-gout-arthritis/

Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa cara:
1. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a. Komplemen ini bersifat
kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan (sendi dan membran sinovium). Fagositosis
terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B.
Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif.
2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan melakukan aktivitas
fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan
TNF. Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di samping itu mengaktifkan
sel sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini akan menyebabkan
cedera jaringan.
Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya endapan seperti
kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut endapan
akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf (kristal)
dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing. Peradangan kronis yang
persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi
(ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon, bursa, jaringan lunak). Pengendapan
kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.
e. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik gout terdiri atas gout akut, interkritikal gout dan gout menahun dengan tofi. Ketiga
stadium ini merupakan stadium yang klasik dan didapat deposisi yang progresif kristal urat.
Stadium Artritis Gout Akut
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien
tidur tanpa ada gejala apa apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan.
Biasanya bersifat monoartikular dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah
dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling sering pada MTP-
1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu
pergelangan tangan/kaki, lutut dan siku. Serangan akut ini dilukiskan oleh Sydenham sebagai : sembuh
beberapa hari sampai beberapa minggu, bila tidak diobati, rekuren yang multipel, interval antar serangan
singkat dan dapat mengenai beberapa sendi. Pada serangan akut yang tidak berat, keluhan keluhan
dapat hilang dalam beberapa jam atau hari. Pada serangan akut berat dapat sembuh dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu.
Perkembangan dari serangan akut gout umumnya mengikuti serangkaian peristiwa sebagai berikut. Mula
mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya diikuti oleh penimbunan di
dalam dan sekeliling sendi. Mekanisem terjadinya kristalisasi urat setelah keluar serum masih belum jelas
dimengerti. Serangan gout seringkali terjadi sesudah trauma lokal atau ruptura tofi ( timbunan natrium
urat ), yang mengakibatkan peningkatan cepat konsentrasi asam urat lokal. Tubuh mungkin tidak dapat
mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga terjadi pengendapan asam urat diluar serum. Kristalisasi
dan penimbunan asam urat akan memicu serangan gout. Kristal kristal asam urat memicu respons
fagositik oleh leukosit, sehingga leukosit memakan kristal-kristal urat dan memicu respon peradangan
lainnya. Respon peradangan ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya timbunan kristal asam urat.
Reaksi peradangan dapat meluas dan bertambah sendiri, akibat dari penambahan timbunan kristal serum.
Stadium Interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik asimptomatik.
Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan
kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan.
Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan
akut. Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang tidak benar, maka dapat timbul
serangan akut lebih sering yang dapat mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih berat. Manjemen
yang tidak baik, maka keadaan interkritik akan berlanjut menjadi stadium menahun dengan pembentukan
tofi.
Stadium artritis Gout Menahun
Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati sendiri ( self medication ) sehingga dalam waktu lama
tidak berobat secara teratur pada dokter. Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan
poliartikular. Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang kadang dapat timbul infeksi
sekunder. Pada tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi, namun hasilnya kurang memuaskan. Lokasi
tofi yang paling sering pada achilles dan jari tangan. Pada stadium ini kadang kadang disertai batu
saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.
f. Pemeriksaan
Anamnesis
Ditanyakan persoalan: mengapa pasien datang, mulai kapan keluhan dirasakan dan biarkan pasien
bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan. Maka untuk dapat
melakukan anamnesis diperlukan pengetahuan tentang penyakit. Selain itu, perlu kita ketahui juga ada
beberapa hal yang harus kita tanyakan yaitu sifat dari sakit nyerinya seperti pegel/ seperti ditusuk-tusuk/
rasa panas/ ditarik-tarik; terus menerus atau hanya saat bergerak/ istirahat, lokasi nyerinya, menjalar
atau tidak, ada kekakuan sendi atau tidak, sejak kapan dan apakah pernah mendapat pertolongan
sebelumnya, apakah keluhan ini dirasakan pertama kali atau sering hilang timbul, jika merasa nyeri apakah
sampai mengganggu pergerakan, dan adakah kelainan berupa benjolan atau tidak sama panjang yang bisa
disebabkan karena pembengkakan.
Pemeriksaan Fisik
Biasanya dilakukan dengan cara 3 dimensi, yaitu inspeksi, palpasi dan move. Inspeksi yaitu melihat dan
mengamati daerah keluhan pasien seperti pada kulit, daerah sendi, bentuknya, dan posisinya saat
bergerak dan saat diam. Palpasi yaitu meraba daerah nyerinya pada kulit apakah terdapat kelainan seperti
benjolan, dan dan merasakan suhu di daerah sendinya, sedangkan move atau pergerakan yaitu menyuruh
pasien melakukan beberapa gerakan dan dibandingkan kiri dan kanan serta dilihat apakah gerakan
tersebut aktif, pasif atau abnormal. Kemudian selain pemeriksaan tersebut, pemeriksaan fisik jantung dan
paru juga perlu dilakukan.
a. Pemeriksaan Fisik Jantung
- Inspeksi : tidak ada tanda-tanda inflamasi, dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
retraksi dinding dada, pulsasi ictus cordis terlihat di SIC IV linea midclavicularis sinistra.
- Palpasi : tidak teraba massa, ictus cordis teraba di di SIC IV linea midclavicularis sinistra.
- Perkusi : redup di bagian jantung, batas bawah paru dan jantung di SIC IV linea midclavicula
sinistra dan batas atas setinggi SIC III linea parasternalis kiri.
- Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak ada bising.
b. Pemeriksaan Fisik Paru
- inspeksi : tidak ada tanda-tanda inflamasi, dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
ketinggalan gerak, tidak ada retraksi dinding dada.
- Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada krepitasi, vocal fremitus normal.
- Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru. Batas hepar dan paru lobus kanan hepar terletak
setinggi SIC VI linea midclavicularis dextra.
- Auskultasi : Suara pernapasan bronchial dan vesikuler, tidak ada wheezing dan ronki.
Pemeriksaan Lab
Serum asam urat
Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan hiperuricemia, akibat
peningkatan produksi asam urat atau gangguan ekskresi. Kadar asam urat normal pada pria dan
perempuan berbeda. Kadar asam urat normal pada pria berkisar 3,5 7 mg/dl dan pada
perempuan 2,6 6 mg/dl. Kadar asam urat diatas normal disebut hiperurisemia.
Angka leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3 selama serangan akut.
Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batas normal yaitu 5000 - 10.000/mm3.
Eusinofil Sedimen rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate mengindikasikan proses
inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat di persendian.
Urin spesimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi dan asam urat.
Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24 jam asam urat di dalam urin. Ketika
produksi asam urat meningkat maka level asam urat urin meningkat. Kadar kurang dari 800
mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresi pada pasien dengan peningkatan serum asam
urat. Instruksikan pasien untuk menampung semua urin dengan peses atau tisu toilet selama
waktu pengumpulan. Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama pengumpulan urin
meskipun diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan
Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau material aspirasi dari
sebuah tofi menggunakan jarum kristal urat yang tajam
Pemeriksaan Radiografi
Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan menunjukkan tidak terdapat perubahan
pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul
pada tulang yang berada di bawah sinavial sendi.
g. Diagnosis dan Diagnosis Banding
Working Diagnosis ( WD )
Subkomite The American Rheumatism Association menetapkan bahwa kriteria diagnostik untuk gout
adalah :
A. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi.
B. Tofi terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan kimiawi dan mikroskopik dengan
sinar terpolarisasi.
C. Diagnosis lain, seperti ditemukan 6 dari beberapa fenomen aklinis, laboratoris, dan radiologis
sebagai tercantum dibawah ini ;
a) Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut
b) Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari
c) Serangan artrtis monoartikuler
d) Kemerahan di sekitar sendi yang meradang
e) Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau membengkak
f) Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki)
g) Serangan unilateral pada sendi MTP 1
h) Dugaan Tophus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di kartilago artikular
(tulang rawan sendi) dan kapsula sendi
i) Hiperurikemia
j) Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja)
Dengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan diagnosis spesifik untuk gout. Akan tetapi tidak
semua pasien mempunyai tofi, sehingga tes diagnosti ini kurang sensitif. Oleh karena itu kombinasi dari
penemuan penemuan dibawah ini dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis :
Riwayat inflamasi klasik artritis monoartikuler khusus pada sendi MTP-1
Diikuti oleh stadium interkritik dimana bebas simptom
Resolusi sinovitis yang cepat dengan pengobatan kolkisin
hiperurisemia
Different Diagnosis
Rheumatoid Arthritis
RA adalah penyakit autoimun yang progresif, ditandai dengan adanya inflamasi pada sendi. Inflamasi ini
menyebabkan hilangnya bentuk dan fungsi dari sendi, sehingga mengakibatkan nyeri, kaku dan bengkak,
yang mengarah pada terjadinya kerusakan dan kehilangan fungsi sendi yang permanen. Ciri khusus dari
RA adalah kemerahan, kaku, nyeri dan terbatasnya gerakan pada sendi di tangan, kaki, siku, lutut dan
leher. Pada kasus yang lebih berat, RA dapat menyerang mata, paru-paru, atau pembuluh darah. RA juga
memperpendek harapan hidup dengan menyerang sistem organ .
Etiologi :
Penyebab pasti dari RA belum diketahui, tapi berdasarkan sifat-sifat alami dari penyakit, RA digolongkan
sebagai penyakit autoimun. Hal ini karena terjadinya gangguan pada fungsi normal dari sistem imun yang
menyebabkan sistem imun menyerang jaringan sehat. Meski mekanisme pasti yang menjadi dasar
terjadinya kerusakan akibat RA belum diketahui, penelitian yang lebih maju telah menemukan faktor
penting yang menyebakan terjadinya inflamasi, dan memberikan pengertian yang lebih baik terhadap
faktor pencetus yang menjadi penyebab RA. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa aktivitas
sel B sangat penting pada proses penyakit RA.
Patofisiologi :
Patofisiologi penyakit ini terjadi akibat rantai peristiwa imunologi yang menyebabkan proses destruksi
sendi. Berhubungan dengan faktor genetik, hormonal, infeksi, dan heat shock protein. Penyakit ini lebih
banyak mengenai wanita daripada pria, terutama usia subur.
Manifestasi Klinis :
Kriteria dari American Rheumatism Association (ARA) yang direvisi tahun 1987, adalah :
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan di sekitarnya
sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
2. Artritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft tissue swelling)
atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3
sendi secara bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi
kriteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan
kaki, metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Artritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian
tangan seperti tertera di atas.
4. Artritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak bersifat simetris) pada
kedua sisi secara serentak (symmetrical polyarthritis simultanneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ektensor atau
daerah jukstaartikular dalam observasi seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal factor rheumatoid serum yang
diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen tangan
posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus menunjukkan adanya erosi atau
dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
Diagnosis arthritis rheumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7 kriteria di atas.
Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu.

Osteoarthtritis
Penyakit Sendi Degeneratif ( osteoartritis) adalah penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui. Atau gangguan pada sendi yang bergerak.
Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoarthritis (sekalipun terdapat
inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan
ketidakmampuan (disabilitas).
Etiologi :
a) Usia lebih dari 40 tahun
b) Jenis kelamin, wanita lebih sering
c) Suku bangsa
d) Genetic
e) Kegemukan dan penyakit metabolic
f) Cedera sendi , pekerjaan, dan olahraga
g) Kelainan pertumbuhan
h) Kepadatan tulang
Patofisiologi :
Osteoarthritis dapat dianggap sebagai hasil akhir banyak proses patologi yang menyatu menjadisuatu
predisposisi penyakit yang menyeluruh. Osteoarthritis mengenai kartiloago artikuler, tulang subkondrium
( lempeng tulang yang menyangga kartilago artikuler) serta sinovium dan menyebabkan keadaan
campuran dari proses degenerasi, inflamasi, serta perbaikan. Proses degeneratif dasar dalam sendi telah
berkembang luas hingga sudah berada diluar pandangan bahwa penyakit tersebut hanya semata-mata
proses aus akibat pemakaian yang berhubungan dengan penuaaan. Faktor resiko bagi osteoarthritis
mencakup usia, jenis kelamin wanita, predisposisi genetic, obesitas, stress mekanik sendi,trauma sendi,
kelainan sendi atau tulang yang dialami sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta
metabolic. Unsur herediter osteoarthritis yang dikenal sebagai nodal generalized osteoarthritis ( yang
mengenal tiga atau lebih kelompoksendi) telah dikomfirmasikan. Tipe osteoarthritis ini meliputi proses
inflamasi primer. Wanita pascamenopause dalam keluarga yang sama ternyata memiliki tipe
osteoarthritis pada tangan yang ditandai dengan timbulnya nodus pada sendi interfalang distal dan
proksimal tangan. Gangguan congenital dan perkembangan pada koksa sudah diketahui benar sebagai
predisposisi dalam diri seseorang untuk mengalami osteartritis koksa. Gangguan ini mencakup sublokasi-
dislokasi congenital sendi koksa,displasia, asetabulum, penyakit Legg-Calve-Perthes dan pergeseran
epifise kaput femoris. Obesitas memiliki kaitan dengan osteoarthritis sendi lutut pada wanita. Meskipun
keadaan ini mungkin terjadi akibat stress mekanik tambahan, dan ketidaksejajaran sendi lulut terhadap
bagian tubuh lainnya karena diameter paha, namun obesitas dapat memberikan efek metabolic langsung
pada kartilalago. Secara mekanis,obesitas dianggap meningkatkan gaya sendi dan karena itu
menyebabkan generasi kartilago. Teori faktor metabolik yang berkaitan dengan dan menyebabkan
osteoarthritis. Obesitas akan disertai dengan peningkatan masa tulang subkondrium yang dapat
menimbulkan kekakuan pada tulang sehingga menjadi kurang lentur terhadap dampak beban muatan
yang akan mentrasmisikan lebih besar gaya pada kartilago artikuler yang melapisi atasnya dan dengan
demikian memuat tulang tersebut lebih rentan terhadap cidera. Faktor-faktor mekanis seperti trauma
sendi, aktivitas olahraga dan pekerjaan juga turut terlibat. Factor-faktor ini mencakup kerusakan pada
ligamentum krusiatum dan robekan menikus, aktivitas fisik yang berat dan kebiasaan ser berlutut.
Manifestasi Klinis :
Manifestasi klinis osteoarthritis yang primer adalah rasa nyeri, kaku, dan gangguan fungsional. Nyeri pada
osteoarthritis disebabkan oeh inflamasi sinova,peregangan kapsula dan ligamentum sendi, iritasi ujung-
ujung saraf dalam periosteum akibat pertumbuhan osteofit, mikrofraktur, trabekulum, hipertensi
intraoseus, bursitis, tendonitis, dan spasme otot. Gangguan fungsional disebabkan oleh rasa nyeri ketika
sendi digerakkan dan keterbatasan gerakan yang terjadi akibat perubahan structural dalam sendi.
Meskipun osteoarthritis terjadi paling sering pada sendi penyokong berat badan ( panggul, lutut, servikal,
dan tulag belakang), sendi tengah dan ujung jari juga sering terkena. Mungkin ada nodus tulanh yang khas,
pada inspeksi dan palpasi ini biasanya tidak ada nyeri, kecuali ada inflamasi.
Pseudogout
Kristal kalsium pirofosfat di dalam kartilago sendi. Kadang-kadang, terjadi arthritis akut dan ini dapat
menyerupai gout yang asli. Penyebab deposit pirofosfat tidak diketahui. Ini sangat banyak berhubungan
dengan umur dan lebih sering pada usia lanjut. Pirofosfat diendapkan pada daerah kartilago yang
mengalami kerusakan sebelumnya, ini hanya ditemukan pada sebagian kasus. Ada hubungannya dengan
hiperparatiroidism dan hemokromatosis dan kadang-kadang kasus dalam keluarga ditemukan.
Infeksius arthritis
Septic, atau infeksius, arthritis adalah infeksi dari satu atau lebih sendi-sendi oleh mikroorganisme-
mikroorganisme. Paling umum, septic arthritis mempengaruhi suatu sendi tunggal, namun adakalanya
lebih banyak sendi-sendi yang dilibatkan. Sendi-sendi yang terpengaruh sedikit banyak bervariasi
tergantung pada mikroba yang menyebabkan infeksi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi orang
yang terpengaruh.infeksius arthritis juga biasa disebut septic arthritis. Septic arthritis dapat disebabkan
oleh bakteri-bakteri, virus-virus, dan jamur.
Penyebab-penyebab yang paling umum dari septic arthritis adalah bakteri-bakteri, termasuk
Staphylococcus aureus, Neisseria gonorrhoeae, Salmonella spp, Mycobacterium tuberculosis, spirochete
bacterium, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan virus-virus yang dapat menyebabkan septic arthritis
termasuk hepatitis A, B, dan C, parvovirus B19, herpes viruses, HIV (AIDS virus), HTLV-1, adenovirus,
coxsackie viruses, mumps, dan ebola. Jamur yang dapat menyebabkan septic arthritis termasuk
histoplasma, coccidiomyces, dan blastomyces. Gejala-gejala dari septic arthritis termasuk demam,
kedinginan, begitu juga nyeri, pembengkakan, kemerahan, kekakuan, dan kehangatan sendi. Sendi-sendi
yang paling umum dilibatkan adalah sendi-sendi besar, seperti lutut-lutut, pergelangan-pergelangan kaki,
pinggul-pinggul, dan siku-siku tangan.
h. Penatalaksanaan
Setiap stadium gout yaitu stadium akut dan interkritikal memerlukan pengobatan agar tidak menimbulkan
komplikasi. Tujuan pengobatan adalah :
Secepatnya menghilangkan rasa nyeri karena artritis akut.
Mencegah serangan ulang.
Mencegah destruksi sendi dan pembentukan tofi.
Mencegah pembentukan batu ginjal dan timbulnya mikrotofi pada parenkim ginjal.
1. Non Medikamentosa
Bagi yang telah menderita gangguan asam urat, sebaiknya membatasi diri terhadap hal-hal yang bisa
memperburuk keadaan. Misalnya, membatasi makanan tinggi purin dan memilih yang rendah purin.
Penggolongan makanan berdasarkan kandungan purin :
Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/100 gram makanan) adalah
hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jeroan, udang, remis, kerang, sardin, herring, ekstrak
daging (abon, dendeng), ragi (tape), alkohol serta makanan dalam kaleng.
Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang (50-150 mg/100 gram makanan) adalah
ikan yang tidak termasuk golongan A, daging sapi, kerang-kerangan, kacang-kacangan kering,
kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun pepaya, kangkung.
Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50 mg/100 gram makanan)
adalah keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan.
Pengaturan diet sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl dengan tidak
mengonsumsi bahan makanan golongan A dan membatasi diri untuk mengonsumsi bahan
makanan golongan B. Juga membatasi diri mengonsumsi lemak serta disarankan untuk banyak
minum air putih.
Apabila dengan pengaturan diet masih terdapat gejala-gejala peninggian asam urat darah,
sebaiknya berkonsultasi dengan dokter terdekat untuk penanganan lebih lanjut.
Hal yang juga perlu diperhatikan, jangan bekerja terlalu berat, cepat tanggap dan rutin
memeriksakan diri ke dokter. Karena sekali menderita, biasanya gangguan asam urat akan terus
berlanjut.
2. Medikamentosa
Gout tidak dapat disembuhkan, namun dapat diobati dan dikontrol. Gejala-gejala dalam 24 jam biasanya
akan hilang setelah mulai pengobatan. Gout secara umum diobati dengan obat anti inflamasi. Yang
termasuk di dalamnya adalah :

Sumber : http://mha5an.wordpress.com/2008/10/19/gejala-dan-komplikasi-asam-urat/

NSAIDs, seperti ibuprofen atau naproxen, secara umum diberikan untuk mengobati serangan berat
dan mendadak, obat ini biasanya menurunkan peradangan dan nyeri dalam beberapa jam.
Kortikosteroid, dapat diberikan pada orang yang tidak dapat menggunakan NSAIDs. Steroid bekerja
sebagai anti peradangan. Steroid dapat diberikan dengan suntikan langsung pada sendi yang terkena
atau diminum dalam bentuk tablet.
Colchicine sering juga digunakan untuk mengobati peradangan pada penyakit gout. Obat ini
memberi hasil cukup baik bila pemberiannya pada permulaan serangan. Sebaliknya kurang
memuaskan bila diberikan sesudah beberapa hari serangan pertama. Cara pemberian colchicines:
Intravena
Cara ini diberikan untuk menghindari gangguan GTT. Dosis yang diberikan tunggal 3 mg, dosis
kumulatif tidak boleh melebihi 4 mg dalam 24 jam.
Pemberian oral
Dosis yang biasa diberikan sebagai dosisin itia l adalah 1 mg kemudian diikuti dengan dosis 0.5 mg
setiap 2 jam sampai timbul gejala intioksikasi berupa diare. Jumlah dosis colchicine total biasanya
antara 4-8 mg
Allupurinol dapat menurunkan kadar asam urat dengan cara menekan produksi asam urat. Obat
ini bekerja pada metabolisme asam urat dengan mencegah perubahan zat purine dalam makanan
menjadi asam urat. Pengobatan ini tidak dianjurkan untuk orang dengan fungsi ginjal yang kurang,
selain itu dapat menimbulkan efek samping seperti kemerahan dan kerusakan hati.
Indometasin
Pemberian oral
Dosis initial 50 mg dan diulang setiap 6-8 jam tergantung beratnya serangan akut. Dosis dikurangi 25
mg tiap 8 jam sesudah serangan akut menghilang. Efek samping yang paling sering adalah gastric
intolerance dan eksaserbasi ulkus peptikum.
Pemakaian melalui rektal
Indometasin diabsorpsi baik melalui rektum. Tablet supositoria mengandung 100 mg indometasin.
Cara ini dapat dipakai pada serangan gout akut yang sedang maupun yang berat, biasanya pada
penderita yang tidak dapat diberikan secara oral.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja NSAID berkaitan dengan sintesis prostaglandin. Produksi prostaglandin akan meningkat
bilamana sel mengalami kerusakan. Setiap obat menghambat enzim siklooksigenase dengan kekuatan dan
selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2.
COX-2 terutama diekspresikan pada jaringan yang mengalami inflamasi dan berperan terhadap
rangsangan yang terjadi akibat proses inflamasi seperti oleh sitokin proinflamasi.
Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatkan permeabilitas kapiler, dan migrasi
leukosit ke jaringan radang, selama inflamasi mediator kimia dilepaskan seperti bradikinin, leukotrien,
prostaglandin. Oleh karena itu, obat yang menghambat biosintesis prostaglandin maupun leukotrien
diharapkan lebih poten.
NSAID mempunyai mekanisme kerja sebagai obat anti-inflamasi, yakni :
- Menghambat pelepasan lisosom
- Menghambat aktivitas komplemen
- Sebagai antagonis pembentukan/aktivasi kinin
- Menghambat kerja enzim lipooksigenase
- Menghambat pembentukan radikal bebas
- Memicu agregasi dan adhesi neutrofil
- Meningkatkan fungsi limfosit
- Berperan pada aktivitas membran sel
- Menghambat pembentukan nitrit oksida
Farmako Kinetik
NSAID akan diserap komplit setelah pemberian secara oral. Kecepatan absorbsi berbeda antara satu
orang dan lain tergantung ada/ tidaknya kelainan pada saluran cerna serta pengaruh makanan. Sebagian
besar NSAID bersifat asam lemah dan lebih dari 95% akan terikat dengan protein serum terutama albumin.
Pada keadaan hipolabuminemian seperti pada pasien kronis, penyakit hati kronis, dan usia lanjut perlu
ada penyesuaian dosis untuk mencegah efek samping yang terjadi. Sebab pada hipoalbuminemia akan
meningkatkan kadar obat bebas dalam plasma sehingga toksisitasnya juga akan meningkat. Hati
merupakan tempat utama NSAID mengalami metabolisme dan diekskresikan melalui urin.
Farmakodinamik
NSAID memiliki beberapa efek:
- Efek anti inflamasi
Efek ini terkait dengan kemampuan obat ini dalam menghambat sintesa prostaglandin, karena
prostaglandin secara langsung dna tidak langusng bertindak sebagai mediator inflamasi. Sehingga obat ini
sering digunakan sebagai obat lini pertama untuk mengatasi proses inflamasi.
- Efek analgesik
Obat ini menghambat nyeri di sentral dna perifer dan efektif mencegah ketiga nyeri yakni nyeri fisiologis,
nyeri inflamasi dan nyeri neuropatik.
- Efek antipiretik
Prostaglandin E2 merupajan mediator terjadinya pengingkatan suhu tubuh. Selama demam terjadi
peningkatan kadar PGE2 di hipotalamus dna ventrikel ke III. Peningkatan PGE2 di hipotalamus
mengakibatkan dilepaskannya siklik adenosin monofosfat yang bertindak sebagai neurotransmitter pada
pusat pengaturan suhu tuibuh tersebut sehingga suhu tubuh meningkat dan pasien mengalami demam.

- Efek antiplatelet
NSAID akan menurunkan agregasi trombosit yang diinduksi oleh adenosin difosfat, kolagen atau epinefrin.
Semua NSAID menghambat agregasi trombosit secara reversibel dan tergantung pada konsentrasi obat
tersebut pada trombosi. Golongan NSAID yang baru terutama COX-2 spesifik inhibitor hanya sedikit
menghambat agregasi trombosit.
Efek Samping
- Selain menimbulkan efek terapi yang sama NSAID juga memiliki efek terapi yang serupa, karena
didasari oleh hambatan pada biosintesis PG. Selain itu kebanyakan obat bersifat asam sehingga lebih
banyak terkumpul pada sel yang bersifat asam misalnya di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi.
Jelas bahwa efek sampingnya akan lebih nyata di tempat dengan kadar yang lebih tinggi.
- Secara umum NSAID brpotensi menyebabkan efek smaping pada 3 sistem organ yaitu saluran cerna,
ginjal dan hati. Klinisi sering lupa bahwa NSAID dapat menyebabkan kerusakan hati. Efek samping
terutama meningkat pada pasien usia lanjut. Kelompok ini paling sering membutuhkan NSAID dan
umumnya membutuhkan banyak obat-obatan karena menderita berbagai penyakit.
- Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukaka peptik yang kadang-kadang disertai
anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda antar obat.
Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi
kembali asam lambung ke mukosa dna menyebabkan kerusakan jaringan dan iritasi atau perdarahan
lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGE1. Kedua PGE ini banyak
ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang
sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme kedua ini terjadi pada pemberian
parenteral. Uji klinik menyimpulkan bahwa gangguan saluran cerna penghambat selektif COX-2 lebih
ringan daripada COX-1.
- Efek samping lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat oenghambatan biosintesis tromboksan A2
(TXA2) dengan akibat oeroanjangan waktu perdarahan.
Penghambatan sintesis PG di ginjal terutama PGE2, mendasair gangguan homeostasis ginjal yang
ditimbulkan oleh NSAID. Pada pasien hipovolemia,sirosis hepatitis yang disertai asites dan pasien
gagal jantung, aliran darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomeruli akan berkurang, bahkan dapat
terjadi gagal ginjal akut. Penggunaan berlebihan secara habitual bertahun-tahun dihubungkan dengan
adanya nefropati analgesik.
- Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap aspirin dan obat mirip aspirin.
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap aspirin berarti kontra indikasi untuk seluruh kelas NSAID. Hanya pada
asetaminofen yang aman untuk menggunaan yang tidak sering pada kehamilan dan laktasi.
Contoh Obat
1. Kolkisin
- Merupakan alkaloid colchium autumnale (sejenis bunga lili)
- Farmakodinamik: Obat ini berikatan dengan protein mikrotubular yang kemudian menyebabkan
hambatan migrasi granulosit ke tempat radang sehingga pelepasna mediator inflamasi juga dihambat
dan respon inflamasi ditekan.
- Farmakokinetik: Absorbsi saluran cerna baik. Kadar tinggi terdapat di ginjal, hati, limpa dan saluran
cerna. Tidak terdappat dalam otot rangka, jantung, dan otak. Diekskresikan melalui urin dan tinja.
- Indikasi: obat terpilih untuk penyakit pirai. Pemberian harus dimulai secepatnya pada awal serangan
dan diteruskan sampai gejala hilang atau timbul efek smaping yang mengganggu. Untuk profilaksis
serangan penyakit pirai cukup diberikan dosis kecil.
- Dosis kolkisin 0,5-0,6 mg/ jam atau 1,2 mg sebagai dosis awal dilanjutkan dengan 0,5-0,6mg per 2 jam
sampai gejala penyakit hilang atau timbul gejala saluran cerna. Dosis maksimum 7-8mg. Untuk
profilaksis 0,5-1mg per 12-24 jam.
- Efek samping: Yang paling sering ilaha mual, muntah dan diare. Dosis berlebihan pada pemberian IV
dapat menyebabkan depresi sumsum tulang, purpura, nefritis perifer, miopati, anuria, alopesia,
gangguan hati, reaksi alergi, dan koliti hemoragik namun jarang terjadi.
2. Probenesid
- Probenesid digunakan untuk menurunkan asam urat dalam darah sehingga dapat mencegah
serangan radang pada sendi sendi tubuh. Obat ini bekerja pada ginjal untuk membantu tubuh
menghilangkan asam urat. Probenesid juga digunakan untuk membuat antibiotik tertentu lebih efektif
dengan mencegah keluarnya antibiotic melalui urine. Obat ini tidak efektif untuk mengatasi serangan
akut
- Farmakodinamik: Probenesid berbentuk tablet untuk dikonsumsi melalui mulut. Obat ini biasanya
diambil dengan atau tanpa makanan dua kali sehari. Ambil probenesid di sekitar waktu yang sama
setiap hari. Ikuti petunjuk pada label resep Anda hati-hati, dan meminta dokter atau apoteker untuk
menjelaskan bagian yang tidak Anda mengerti. Ambil probenesid persis seperti yang diarahkan.
Jangan mengambil lebih atau kurang dari itu atau mengambil lebih sering daripada yang disarankan
oleh dokter Anda. Probenesid dapat meningkatkan frekuensi serangan gout selama 6-12 bulan
pertama penggunaan, walaupun pada akhirnya mengurangi frekuensi radang sendi. Obat lain, seperti
kolkisin, dapat diresepkan untuk mencegah serangan radang sendi.
- Dosis: 2 kali 250 mg/hari selama seminggu diikuti 2 kali 500 mg/hari
- Efek samping: gangguan pencernaan, muntah, hilang nafsu makan, pusing. Sedangkan yang jarang
terjadi adalah kesulitan bernafas atau menelan, mudha perdarahan atau memar dna timbul ruam
kemerahan.
- Kontra indikasi: Obat ini tidak dapat diberikan pada pasien yang memiliki gangguan saluran cerna,
mudah mengalami pendarahan, dan pasien yang alergi terhadap probenesid
3. Sulfinpirazol
- Mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada gout berdasarkan hambatan reabsorpsi
tubular asam urat
- Kurang efektif dibanding alopurinol dan tidak berfungsi untuk serangan pirai akut
- Efek samping : gangguan saluran cerna, anemia, leukopenia, agranulositosis
- Dapat meningkatkan efek insulin dan obat hipoglikemik oral
- Dosis : 2x100-200 mg/hari ditingkatkan sampai 400-800 mg/hari kemudian dikurangi sampai dosis
efektif minimal
4. Alupurinol
- Termasuk golongan obat urikostatik
- Mengobati penyakit pirai dengan menurunkan kadar asam urat
- Obat ini terutama untuk mengobati penyakit pirai kronik dengan insufisiensi ginjal dna batu urat
dalamginjal, tetapi dosis awal harus dikurangi
- Digunakan juga untuk pengobatan pirai sekunder akibat polisitemia vera, metaplasia mieloid, leukimi,
limfoma, psoriasis, hiperurisemia karena obat dna radiasi.
- Bekerja dengan menghambat xantin oksidase enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin yang
selanjutnya menjadi asam urat.
- Efek samping kemerahan pada kulit.
- Dosisi pirai ringan 200-400mg/hari, berat 400-600mg/hari.

DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A, Marcellus simadibrata, Siti S editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid III edisi V. Pusat informasi dan Penerbitan bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta; 2009
: 2556-564.
2. Sylvia Anderson P, Lorraine McCarty W. Alih bahasa, Braham U, Pendit dkk. Editor edisi bahasa
indonesia, Huriawati H. Patofisiologi ; konsep-konsep klinis penyakit. Edisi 6. EGC. Jakarta; 2005 :
1381-1406.
3. Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harissons principles of internal medicine, edisi
ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005.
4. Becker MA, Jolly M. Clinical gout and pathogenesis of hypeuricemia. In : Arthritis and allied condition.
A textbook of Rheumatology. Koopman WJ,editor. Edisi 15. Baltimore: Lippincott Williams and
Wilkins; 2005. P. 2303-33.
5. Klippel JH,. Gout, epidemiology, pathology and pathogenesis. In : Primer on the rheumatic disease.
Edisi 12. Atlanta: Arthritis foundation; 2001. p. 307-24.
6. Freddy PW, Sulistia Gan. Farmakologi : analgesik antipiretik analgesik anti-inflamasi dan obat
gangguan sendi lainnya. Edisi ke-5. FKUI; 2007. 230-46.
7. Kertia, Nyoman. 2009. Asam Urat. Bfirst: Yogyakarta
8. Patel, Paradip R.. 2007. Lectures Notes: Radiologi. Erlangga: Jakarta
9. Rodwell, Victor. W., dkk. 2009. Biokimia Harper. EGC: Jakarta
10. Syarif, Amir dkk. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. FKUI: Jakarta
11. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. EGC: Jakarta
12. Tehupeiory, E. S.. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Interna Publishing: Jakarta
13. Price SA, Wilson LM. Patafisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6; Vol. 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kodokteran EGC. 2006. Hal 1402.
14. Sudoyo AW, Bambang S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4; jilid 3. Jakarta:
InternaPublishing. 2009. Hal 2559.
15. Runge MS, Greganti MA. Netters Internal Medicine. 2nd edition. China: Saunders Elsevier Inc. 2003.
Hal 1033-36.

Anda mungkin juga menyukai