Anda di halaman 1dari 48

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 TINJAUAN UMUM

II.1.1 Sejarah Perusahaan

PT. Semen Tonasa adalah produsen semen terbesar di Kawasan

Timur Indonesia yang menempati lahan seluas 715 hektar di desa

Biringere Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkajene Kepulauan, 68

kilometer dari kota Makassar. PT Semen Tonasa yang memiliki kapasitas

terpasang 5.980.000 ton semen per tahun ini mempunyai empat unit

pabrik,yaitu Pabrik Tonasa II, Pabrik Tonasa III, Pabrik Tonasa IV, dan

Pabrik Tonasa V. Keempat Pabrik tersebut menggunakan proses kering

dengan masing masing kapasitas 590.000 ton semen per tahun untuk unit

II dan III, 2.300.000 ton semen per tahun untuk unit IV, serta 2.500.000

ton semen untuk unit V.

a. Pabrik Semen Tonasa Unit I

Tonasa unit I didirikan berdasarkan Tap MPRS RI No 11/MPRS/1960

tanggal 6 Desember 1960 tentang pola pembangunan Nasional Semesta

Bencana Tahapan 1961 1969.

II.1
Tonasa unit I mulai berproduksi semen pada tahun 1968 dengan

kapasitas 120.000 ton / tahun dengan proses basah (proses ini umpan

balik klin berupa luluhan /slurry dengan kadar air 25 40 %). Pabrik yang

berlokasi di desa Tonasa Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkajene

Kepulauan ini sejak tahun 1984 dihentikan operasinya atas pertimbangan

tidak ekonomis lagi.

b. Pabrik Semen Tonasa Unit II

Tonasa unit II yang berlokasi di Biringere Kecamatan Bongoro

Kabupaten Pangkajene Kepulauan Propinsi Sulawesi Selatan sekitar 23

kilometer dari lokasi Tonasa Unit I didirikan berdasarkan persetujuan dari

BAPENAS :No. 023XC LC/B.V.76

No. 285/D.I/IX/76

Tonasa II yang menggunakan proses kering (proses ini umpan klin

berupa tepung kering dengan kadar air 0,5 1 %) mulai beroperasi secara

komersial pada tahun 1980 dengan kapasitas terpasang 510.000 ton /

tahun. Program optimalisasi Tonasa Unit II dirampungkan pada tahun

1991 secara swakelolah dan berhasil meningkatkan kapasitas terpasang

menjadi 590.000 ton / tahun.

c. Pabrik Semen Tonasa Unit III

Tonasa Unit III yang berlokasi di tempat yang sama dengan Pabrik

Semen Tonasa Unit II dibangun berdasarkan persetujuan

II.2
BAPENAS :No. 32/XC LC/B.V/1981

No.2177/WK/10/1981

Tonasa unit III yang menggunakan proses kering mulai beroperasi

secara komersial pada tahun 1985 dengan kapasitas terpasang 590.000

metrik ton semen pertahun.

d. Pabrik Semen Tonasa Unit IV

Tonasa unit IV didirikan berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.

182/MPP.X/1990 tanggal 02 Oktober 1990 dan SK Menteri Keuangan RI

No. 154/MK.013/1990 tanggal 29 Nopember 1990.

Tonasa Unit IV dengan kapasitas terpasang 2.300.000 ton / tahun

diopersikan secara komersial pada tanggal 01 Nopember 1996. Pabrik

yang menggunakan proses kering ini terletak di lokasi yang sama dengan

Tonasa Unit II, Unit III.

e. Pabrik Semen Tonasa V

Pembangunan Proyek Tonasa unit V dimulai sejak 24 februari 2009,

sejak berita acara proyek diserahkan saat itu dari PT.Semen Gresik

(persero) Tbk kepada PT.Semen Tonasa. Dan untuk mendukung

kebutuhan listrik, bersamaan dengan proyek pabrik semen juga dibangun

pembangkit listrik dengan kapasitas 2 35 MW.

Pabrik Semen Tonasa unit V telah beroperasi secara komersial pada

bulan Februari tahun 2013. Setelah Pabrik Semen Tonasa unit V

II.3
beroperasi maka PT.Semen Tonasa beroperasi dengan kapasitas 6,7 juta

ton, yang menandakan PT Semen Tonasa dapat memenuhi kebutuhan

semen untuk Wilayah Timur Indonesia dengan share sebesar 40%.

f. Pembangunan Pembangkit Listrik 2 x 35 MW

Untuk pembangkit listrik, PT Semen Tonasa juga bekerjasama dengan

beberapa konsultan diantaranya BPPT, PT Wiratman, Harry Yurismono &

Toorsilo, Poyry, PB. Capital, HHP dan beberapa kontraktor diantaranya

Konsorsium PT Rekayasa Industri dan Kawasaki Heavy Industri, PT

Batara Mitra Sejahtera dan PT Inpar Saka serta beberapa kontraktor

lainnya. Pembangkit listrik 2 x 35 MW milik PT Semen Tonasa

menggunakan teknologi dari Eropa dan Jepang yaitu Boiler dari Kawasaki

(Jepang), Turbin dari Siemens (Eropa) dan Generator dari ABB (Swedia)

dengan dana investasi sebesar 123 juta USD.

Power On Pembangkit Listrik 2 x 35 MW berlangsung pada bulan Mei

2013. Dengan selesainya Power Plant 2 x 35 MW maka PT Semen

Tonasa memiliki sumber tenaga listrik sendiri sebesar 120 MW.Dengan

fasilitas Power Plant yang dimiliki PT Semen Tonasa, maka kedepan PT

Semen Tonasa diharapkan dapat menekan biaya yang menghasilkan

efisiensi dalam proses produksi.

g. Pengantongan Semen Dan BTG Power Plant

PT Semen Tonasa memiliki 7 unit pengantongan semen yang berlokasi

di Makassar, Bitung, Samarinda, Banjarmasin, Bali, Ambon dan Palu

II.4
dengan kapasitas masing masing 300.000 ton / tahun kecuali Makassar

dan Bali yang berkapasitas 600.000 ton / tahun dan Palu yang

berkapasitas 175.000 ton / tahun.

PT Semen Tonasa juga memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Uap yaitu

Boiler Turbin Generator (BTG) power plant dengan kapasitas 2 X 25 MW

yang berlokasi di Biringkassi Kabupaten Pangkajene Kepulauan sekitar 17

kilometer dari lokasi Pabrik Tonasa II, III, IV, danV.

h. Pelabuhan Khusus Biringkassi

Pelabuhan Biringkassi yang berjarak 17 kilometer dari lokasi pabrik

dibangun sendiri oleh PT Semen Tonasa.Pelabuhan ini berfungsi sebagai

jaringan distribusi antar pulau maupun ekspor dan dapat disandari kapal

dengan muatan di atas 17.500 ton. Pelabuhan ini juga digunakan untuk

bongkar muat barang barang kebutuhan pabrik, seperti : Batu bara,

Gypsum, Slag, Kertas kraf, Suku cadang dan lain lain. Untuk kelancaran

operasi, pelabuhan ini dilengkapi dengan ramburambu laut dan

mouringbuoy.

Pelabuhan Biringkassi dengan dilengkapi 5 unit packer dengan

kapasitas masingmasing 100 ton / jam serta 7 unit ship loader, 4 unit

digunakan untuk pengisian zak semen dengan kapasitas masing masing

100 120 ton / jam, atau sekitar 4.000 ton / hari, 3 unit lainnya digunakan

untuk pengisian semen curah dengan kapasitas masing - masing 500 ton

/ jam atau 6.000 ton / hari.

II.5
Panjang dermaga pelabuhan sekitar 2 kilometer diukur dari garis pantai

ke laut sedangkan panjang dermaga untuk standar kapal adalah :

Dermaga I :

Sebelah Utara 429 meter dengan kedalaman 10,5 meter (LWL)

Sebelah Selatan 445,50 meter dengan kedalaman 7,5 meter (LWL)

Dermaga II :

Panjang dermaga adalah 65 meter dengan kedalaman 5 meter (LWL).

II.6
II.2 KAJIAN TEORI

II.2.1 Pemboran

Pemboran adalah pembuatan lubang dengan ukuran tertentu

dengan mengunakan peralatan yang sesuai untuk suatu tujuan yang telah

ditentukan (Pusdiklat Teknologi Minerba Bandung.2004). Tujuan

pemboran adalah membuat lubang dengan mengunakan alat bor dengan

tujuan tertentu. Kegunaanya antara lain :

1. Untuk kegiatan sipil

2. Kegiatan penelitian / eksplorasi

3. Uji air tanah

4. Kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi

5. Kegiatan pemboran peledakan

Tujuan pemboran adalah sebagai kegiatan peledakan ditujukan

sebagai pemecah interburden atau lapisan batuan antara batubara atas

dengan batubara bagian bawah. Sebelum melakukan pengeboran untuk

kegiatan peledakan maka kita perlu memperhatikan geometri pengeboran

terlebih dahulu yaitu :

1. Diameter Lubang Bor

Diameter lubang tembak yang biasanya disesuaikan dengan sifat-

sifatfisik batuan yang akan diledakkan. Apabila batuan yang akan

diledakkan sukar pecahmaka penggunaan diameter lubang tembak yang

kecil akan dapat menghasilkanenergi peledakan yang lebih baik.

II.7
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang

tembak antara lain :

a. Volume massa batuan yang akan di bongkar

b. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian

c. Tingkat fragmentasi yang diinginkan

d. Mesin bor yang tersedia (hubunganya dengan biaya pemboran)

e. Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan

Diameter lubang tembak berpengaruh terhadap panjang stemming.

Untuk menghindari getaran tanah dan batu terbang (flyingrock) maka

lubang tembak yang berdiameter besar harus mempunyai stemming yang

panjang. Sedangkan lubang tembak yang berdiameter kecil maka

stemming yang digunakan menjadi lebih pendek agar tidak terjadi

bongkahan pada hasil peledakan. Jika stemming terlalu panjang maka

energi ledakan tidak mampu menghancurkan batuan daerah disekitar

stemming tersebut.

2. Pola Pemboran

Pola pemboran merupakan suatu pola dalam pemboran untuk

menempatkan lubang lubang ledak secara sistematis. Pola pemboran

ada 2 macam, yaitu : Pola pemboran sejajar ( parallel pattern ) dan Pola

pemboran selang seling (staggered pattern ).

Pola pemboran sejajar adalah pola pemboran dengan penempatan

lubang ledak dengan baris ( row ) yang berurutan dan sejajar dengan

II.8
burden. Sedangkan pola pemboran selang seling merupakan pola

pemboran yang penempatan lubang lubang ledaknya selang seling

setiap kolomnya.

Sumber : Pusdiklat Teknologi Minerba Bandung.2004

Gambar II.1 Pola Pemboran

3. Arah Pemboran
Arah pemboran untuk lubang ledak yang paling umum dipakai

dalam system tambang terbuka adalah pemboran vertical dan pemboran

miring. Perusahaan yang menggunakan alat bor jenis putar-tumbuk

menerapkan system pemboran miring, akan tetapi jika perusahaan

tambang terbuka memiliki daerah operasi yang luas cenderung

menerapkan system pemboran tegak.

Adapun keuntungan dari arah pemboran miring :

1. Fragmentasi hasil peledakan lebih baik dan seragam

2. Tinggi jenjang dan lantai pemboran relative lebih rata

II.9
3. Mengurangi pech berlebihan pada baris belakang lubang tembak (

back break )

4. Bidang bebas yang terbentuk menjadi lebih besar

5. Powder factor lebih rendah karena gelombang kejut yang dipantulkan

untuk menghancurkan batuan pada lantai jenjang lebih efisien

6. Produktivitas wheel loader lebih besar hasil peledakan lebih baik dan

seragam

7. Subdrilling lebih pendek sehingga penggunaan energy peledakan

lebih efisien da getaran yang dihasilkan kecil

Kerugian dari system pemboran miring :

1. Kesulitan untuk menentukan sudut kemiringan yang sama antar

lubang tembak

2. Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan lubang tembak lebih lama

3. Kesulitan dalam pengisian handak

4. Dalam pembuatan lubang ledak, sudut deviasi yang dibentuk akan

semakin besar

Keuntungan dari system pemboran tegak :

1. Pemboran lebih mudah dan lebih akurat

2. Tinggi jenjang dan lubang ledak akan lebih pendek

Kerugian dari system pemboran tegak :

1. Kemungkinan munculnya tonjolan pada lantai jenjang (

remnant toe ) besar

II.10
2. Kemungkinan timbulnya retakan ke belakang jenjang dan getaran

tanah lebih besar

3. Lebih banyak menghasilkan bongkahan di sekitar stemming

Sumber :Pusdiklat Teknologi Minerba Bandung.2004

Gambar II.2 Arah Pemboran

II.3.2 Geometri Peledakan

Suatu hal yang sangat menentukan hasil peledakan dari segi

fragmentasi yang dihasilkan, rekahan yang diharapkan maupun dari segi

jenjang yang terbentuk.Dalam kegiatan peledakan, yang termasuk

geometri peledakan adalah : burden, spasi, stemming, subdrilling,

kedalaman lubang ledak, panjang kolom isian, diameter lubang ledak dan

tinggi jenjang.

1. Burden

Burden merupakan jarak tegak lurus antara lubang tembak

terhadap bidang bebas yang paling dekat. Burden merupakan dimensi

II.11
yang paling penting dalam kegiatan peledakan, karena burden digunakan

untuk menentukan geometri peledakan lainnya. Jarak burden yang baik

adalah jarak yang memungkinkan energi secara maksimal dapat bergerak

keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan kembali

dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga

akan terjadi penghancuran.Apabila peledakan dilakukan dengan

penerapan jarak burden yang terlalu kecil maka akan mengakibatkan

energi ledakan dengan mudah bergerak menuju bidang bebas dapat

menyebabkan terjadinya batuan terbang (flying rock). Sedangkan jarak

burden yang terlalu besar akan mengakibatkan energi tidak cukup kuat

untuk mencapai bidang bebas sehingga pecahnya batuan akan terbentuk

bongkahan atau (boulder).

Peledakan dengan jumlah baris (row) yang banyak, true burden

tergantung penggunaan bentuk pola peledakan yang digunakan delay

detonator dari tiap-tiap baris delay yang berdekatan akan menghasilkan

free face yang baru. Burden juga berpengaruh pada fragmentasi dan efek

peledakan. Burden merupakan variabel yang sangat penting dan kritis

dalam mendesain peledakan. Dengan jenis bahan peledak yang dipakai

dan jenis batuan yang dihadapi, terdapat jarak maksimum burden agar

hasil ledakan menjadi baik. Jarak burden sangat erat hubungannya

dengan besar kecilnya lubang bor yang digunakan.

Untuk menentukan burden, R.L. ASH.(1967) berdasarkan pada

acuan yang dibuat secara empiric yaitu adanya batuan standart dan

II.12
bahan peledak standart. Batuan standart memiliki bobot isi 160 lb/cuft

bahan peledak standart memiliki berat jenis 1,2 dan kecepatan detonasi

12000fps. Apabila batuan yang akan diledakan sama dengan batuan

standart dan bahan peledak yang dipakai ialah bahan peledak standart

maka digunakan burden ratio (kb) standart yaitu 30. Tetapi apabila batuan

yang akan diledakan tidak sama dengan batuan standar dan bahan

peledak dipakai bukan pula bahan peledak standar maka harga Kb-

standar itu harus dikoreksi mengunakan faktor penyesuaian (adjustment

faktor).

Jika :

Kb De Kb De
= ftatau = m ................(Pers II.1)
12 39.3

Dimana :

De = Diameter lubang ledak ( inch )

B = Burden ( ft )

Kb = Burden Ratio

Bobot isi batuan standart ( Dst) = 160 lb / cuft

Bahan peledak SGstandar = 1.20 ; Vestandar = VODstandar = 12000 fps

Kbstandar = 30

Faktor penyesuaian ( adjustment factor )

a. Batuan yang akan diledakkan ( AF1 )

b. Bahan peledak yang akan dipakai ( AF2 )

II.13

AF1 = [] 12 ..................................................................................(Pers.II.2)


AF2 = [] 12

Ep = Energi potensial bahan peledak

Epstd = Energi potensial peledak standart

De = densitas batuan yang diledakkan

Destd = Densitas batuan standart

KB terkoreksi = KB standart 1 2

c. Burden Ratio

KBterkoreksi
B= 12

2. Spacing

Spacing adalah jarak antara lubang tembak dalam satu baris (row).

Spacing merupakan fungsi dari pada burden dan dihitung setelah burden

ditetapkan terlebih dahulu. Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan

menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika

spacing lebih besar dari ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi

bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak setelah

peledakan.

Ukuran spacing dipengaruhi oleh :

1. Cara peledakan yang digunakan adalah serentak atau berurutan

2. Fragmentasi yang diinginkan

II.14
3. Delay interval

Prinsip dasar cara urutan peledakannya, pedoman penentuan

spacing adalah sebagai berikut:

1. Peledakan serentak , S = 2B

2. Peledakan berurutan dengan delay interval lama (secon delay), S=B

3. Peledakan dengan milisecon delay, S antara 1 B hingga 2B

4. Peledakan terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, S = 1,2B-1,8B

5. Apabila peledakan menggunakan pola equilateral dan berurutan tiap

lubang ledak dalam baris yang sama, S = 1,15 B

= .....................................................( Pers II.3 )

Dimana :

Ks = Spacing ratio ( 1.00 2.00 )

6. Stemming

Stemming adalah panjang isian lubang ledak yang tidak diisi

dengan bahan peledak tapi diisi dengan material seperti tanah liat atau

material hasil pemboran (cutting), dimana stemming berfungsi untuk

mengurung gas yang timbul sehingga air blast dan flyrock dapat terkontrol.

Untuk bahan stemming batuan hasil dari crushing jauh lebih baik dari

pada cutting rock (material bekas pemboran). Namun dalam hal ini

panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi batuan hasil

II.15
peledakan. Dimana stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan

terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk

menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang

terlalu pendek bisa mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan

pecahnya batuan menjadi lebih kecil.

Panjang pendeknya stemming juga akan mempengaruhi hasil

dari peledakan, jika stemming terlalu panjang, maka:

1. ground vibration high (tingkat getaran tanah tinggi)

2. Lemparan kurang

3. Fragmentasi area jelek

4. Suara kurang

Dan jika stemming terlalu pendek maka :

1. Fragmentasi diarea bawah jelek

2. Terdapat toe di floor (tonjolan di floor)

3. Terjadi flying rock (batu terbang)

4. Suara keras (noise) or (airblast)

Rumus untuk mencari nilai Stemming adalah:

= .................................................( Pers.II.4 )

Dimana :

Kt = Stemming Ratio ( 0.75 1.00 )

II.16
Ukuran material stemming juga sangat berpengaruh terhadap hasil

peledakan. Apabila bahan stemming terdiri dari butiran-butiran halus hasil

pemboran (cutting), kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang tembak

sehingga udara yang bertekanan tinggi akan mudah mendorong material

stemming tersebut. Sehingga energi yang seharusnya untuk

menghancurkan batuan, banyak hilang melalui rongga stemming. untuk

mencegahnya banyak menggunakan bahan yang berbutir kasar dan

keras.

7. Tinggi Jenjang ( Bench High )

Bench High (Tinggi Jenjang) berhubungan erat dengan parameter

geometri peledakan dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang

ditentukan kemudian setelah parameter atau aspek-aspek lainnya

diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh

kemampuan alat bor dan ukuran mangkok serta tinggi jangkauan alat

muat.

Umumnya peledakan pada tambang terbuka dengan diameter

lubang besar, tinggi jenjang berkisar antara 10 -15 m. Pertimbangan lain

yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang-jenjang sampai runtuh,

baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Dapat

disimpulkan bahwa dengan jenjang yang pendek memerlukan diameter

lubang bor yang kecil, sementara untuk diameter lubang bor yang besar

dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi.

II.17
8. Kedalaman Lubang Ledak ( H )

Kedalaman lubang ledak sangat berhubungan erat dengan

ketinggian jenjang, burden dan arah pemboran. Kedalaman lubang ledak

merupakan penjumlahan dari besarnya stemming dan panjang kolom isian

bahan peledak. lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat

produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik.

H = Kh ...............................................( Pers II.5 )

Dimana :

Kh = Hole depth ratio ( 1.5 4.0 )

9. Subdrilling ( J )

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari pada lubang bor

dibawah rencana lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari

problem tonjolan pada lantai (toe), karena dibagian ini adalah tempat yang

paling sukar diledakkan. Dengan demikian, gelombang ledak yang

ditimbulkan pada lantai dasar jenjang yang akan bekerja secara

maksimum.

J = Kj ...............................................( Pers II.6 )

II.18
Dimana :

Kj = subdrilling ratio ( 0.2 0.3 )

10. Distribusi Bahan Peledak

Distribusi bahan peledak dalam lubang ledak merupakan faktor

penting dalam keberhasilan suatu peledakan. Hal ini mengingat supaya

dapat mungkin seluruh energi bahan peledak pada saat dilakukan

peledakan biasa dimanfaatkan secara maksimal untuk sejumlah massa

batuan yang akan diledakkan.

a. Tinggi Kolom Isian

Sumber :Pusdiklat Teknologi Minerba Bandung.2004

Gambar II.3 Power Charging

II.19
Tinggi kolam isian bahan peledak merupakan selisih antara

kedalaman lubang ledak dengan stemming. Persamaanya dapat ditulis

sebagai berikut:

= ....................................( Pers II.7 )

Dimana :

PC = Tinggi kolam isian bahan peledak (m)

H = Kedalaman lubang ledak (m)

T = Stemming (m)

b. Density ( De )

Loading density adalah berat bahan peledak setiap meter kolam

isian. Nilai dari loading density ini dapat dicari mengunakan persamaan

berikut:

De = 0.34 de2 SG 1.48 .........................( Pers II.8 )

Dimana :

de = diameter lubang ledak (inch)

SG = Specific gravity bahan peledak (Kg/m)

1,48 = konversi lbs/ft menjadi kg/m

11. Berat Bahan Peledak Dalam Lubang Ledak

Berat bahan peledak dalam satu kolam isian bahan peledak

merupakan fungsi dari diameter lubang ledak, density bahan peledak dan

panjang kolam isian bahan peledak. Berat bahan peledak tersebut

II.20
(loading factor) setiap satu lubang ledak dapat dihitung dengan formula

berikut ini:

= ....................................( Pers II.9 )

Dimana:

E = berat bahan peledak setiap lubang ledak (Kg)

PC = panjang kolam isian bahan peledak (m)

De = loading density (Kg/m)

12. Powder Factor

Powder Factor (PF) atau dalam istilah lain disebut dengan spesific

charge adalah suatu bilangan yang menunjukan bahan peledak yang

digunakan untuk membongkar sejumlah volume batuan. Powder Factor

(PF) ini merupakan salah satu petunjuk untuk memperkirakan baik atau

tidaknya suatu operasi peledakan. Hal ini disebabkan harga Powder

Factor (PF) ini dapat diketahui tingkat efisiensi bahan peledak untuk

membongkar sejumlah batuan. Penentuan nilai Powder Faktor dapat

diketahui dengan persamaan berikut:

E
= n ..................................( Pers II.10 )
V

Dimana :

PF = Powder Factor (kg/ m3)

V = Volume Material yang diledakan ( Bcm )

E = Berat bahan peledak setiap lubang ledak (Kg)

N = Jumlah lubang ledak

II.21
Volume material yang akan diledakkan, dapat diketahui dengan

mengunakan rumus berikut :

= ........................................( Pers II.11 )

Dimana :

A = luas daerah yang diledakan ( m2 )

L = Tinggi jenjang (m)

II.3.3 Arah Dan Pola Peledakan

Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan ledakan dari

sejumlah lubang ledak. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda

waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut waktu tunda

(delay time).

Berikut ini adalah keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan

waktu tunda pada sistem peledakan antara lain :

1. Mengurangi getaran

2. Mengurangi over break dan batuan terbang (fly rock)

3. Mengurangi getaran akibat air blast dan suara (noise)

4. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan

5. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

Pola Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan

diklasifikasikan sebagai berikut :

II.22
1. Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya

S = 1,41 B

Sumber :Pusdiklat Teknologi Minerba Bandung.2004

Gambar II.4 Peledakan pojok dengan pola staggered dan

sistem Inisiasi echelon serta orientasi antar retakan 90

2. Bila orientasi antar retakan mendekati 60 sebaiknya S = 1,15 B

dan menerapkan interval waktu long-delay.

Sumber : Pusdiklat Teknologi Minerba Bandung.2004

Gambar II.5 Pola staggered dan sistem Inisiasiechelon,

orientasi antar retakan 90

II.23
3. Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio spasi

dan burden (S/B) dirancang seperti pada gambar dengan pola

bujursangkar (square pattern).

Sumber : Pusdiklat Teknologi Minerba Bandung.2004

Gambar II.6 Pola bujursangkar dengan inisiasi echelon

4. Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang,

maka sistem inisiasi dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar II.5

dan II.6

Sunber : Pusdiklat Teknologi Minerba Bandung.2004

Gambar II.7 Pola bidang bebas memanjang

II.24
5. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut

bujursangkar dan waktu tunda close-interval (chevron).

Sumber : Pusdiklat Teknologi Minerba Bandung.2004

Gambar II.8 Pola V cut Bujur sangkar

Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan

diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Pola peledakan serentak adalah suatu pola peledakan yang terjadi

secara serentak untuk semua lubang tembak

2. Pola peledakan berurutan adalah sutau pola yang menerapkan

peledakan dengan waktu dengan waktu tunda antara baris satu

dengan baris lainnya.

II.3.4 Waktu Tunda ( Delay Time )

Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan untuk

peledakan antar baris dengan menggunakan delay detonator.

Keuntungan melakukan waktu tunda ialah :

II.25
1. Fragmentasi batuan hasil peledakan akan lebih seragam dan baik

2. Mengurangi timbulnya getaran tanah dan flyrock

3. Mengurangi jumlah muatan yang meledak secara bersamaan

4. Menyediakan bidang bebas baru untuk peledakan berikutnya

5. Arah lemparan dapat diataur

6. Mengurangi airblast

7. Batuan hasil peledakan (muckpile) tidak menumpuk terlalu tinggi

Untuk penyalaan dengan waku tunda adalah untuk mengurangi

jumlah muatan yang meledak dalam waktu bersamaan, dan memberikan

renganggan waktu pada material yang dekat dengan bidang bebas untuk

dapat meledak secara sempurna serta menyediakan ruang atau bidang

bebas baru bagi baris lubang tembak berikutnya.

II.3.5 Sifat Sifat Bahan Peledak

Sifat dari bahan peledak juga berpengaruh terhadap hasil

peledakan. Peledakan akan memberikan hasil yang berbeda dari yang

diharapkan karena tergantung pada kondisi eksternal saat pekerjaan

tersebut dilakukan yang mempengaruhi kualitas bahan kimia pembentuk

bahan peledak tersebut

1. Sifat sifat fisik

a. Bobot Isi

Bobot isi berhubungan erat dengan massa bahan peledak

yang menempati ruang dalam lubang tembak. Energi yang disuplai

II.26
oleh bahan peledak merupakan fungsi dari jumlah massanya,

semakin tinggi bobot isi semakin besar energi peledaknya. Batuan

masih sebaiknya menggunakan bahan peledak dengan bobot isi

dan kecepatan detonasi tinggi, sedangkan untuk batuan yang

banyak kekarnya berlaku sebaiknya, bobot isi dari berbagi bahan

peledak dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel : II.1 Sifat Bahan Peledak

Bahan Peledak Bobat isi

ANFO lepas 0,75 0,85

ANFO pneumatic 0,80 1.10

ANFO BI rendah 0,20 -- 0,75

Emulsi 1,1 1,3

Campuran Emulusi 1,0 1,35

Watergels & Slurriens 1,0 1,3

b. Sensitivitas

Sensitivitas adalah ukuran kemudahan bahan peledak untuk

diinisiasi atau energi minimum yang dibutuhkan untuk meledakan

suatu bahan peledak dan sering dinyatakan dalam Cap sensitivitiy.

II.27
Sensitivitas suatu bahan peledak tergantung dari komposisi bahan

peledak, diameter bahan peledak dan temperatur.

c. Ketahanan Terhadap Air

Ketahanan terhadap air merupakan parameter kemempuan suatu

bahan peledak berada dalam air dengan tidak merusak atau

mengubah dan mengurangi kepekaannya. Bahan peledak jenis

watergel dan emulsion mempunyai ketahanan air yang sangat baik

terhadap air. Hal ini karena berat jenis watergell dan emulsion lebih

rendah dari air.

d. Karakteristik Gas Hasil Peledakan

Detonasi bahan peledak komersial diharapkan menghasilkan uap

air dan nitrogen. Namun kadangkadang muncul gas tambahan yang

tidak diharapkan, yaitu gas-gas beracun seperti karbon monoksida

(CO) akibat nerasa oksigen negatif, dan nitrogen dioksida (NO 2) akibat

neraca oksigen positif. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko

terbentuknya gas-gas beracun tersebut antara lain priming, komposisi

bahan peledak, dan waktu penyalaan yang tidak tepat, muncul air,

kurangnya tekanan pengurungan, dan adanya reaksi dengan batuan

(bijih sulfida atau karbonat).

2. Sifat Sifat Detonasi

a. Kecepatan Detonasi

Kecepatan detonasi merupakan suatu ukuran kecepatan

gelombang detonasi merambat sepanjang kolam bahan peledak,

II.28
dinyatakan dalam m/s atau ft/s. Kecepatan detonasi merupakan

komponen utama dari energi kejut dan bertangung jawab terhadap

pemecahan batuan. Kecepatan detonasi bervariasi, tergantung dari

diameter, bobot isi, ukuran partikel bahan peledak, dan tekanan

pengurungan. Kecepatan detonasi (Velocity Of Detonastion = VOD)

adalah kecepatan gelombang detonasi yang menerobos sepanjang

kolom isian handak, dinyatakan dalam m/s. Kecepatan detonasi bahan

peledak komersial ialah antara 1.500-8.000 m/s.

Kecepatan detonasi suatu handak tergantung pada :

1. Jenis handak (ukuran butir, bobot isi)

2. Diameter dodol atau diameter lubang ledak

3. Derajat pengurungan (degree of confinement)

b. Tekanan Detonasi

Gelombang kejut yang dihasilkan oleh kecepatan detonasi

merupakan tegangan tekan. Tekanan tersebut merupakan tekanan

detonasi yang merupakan fungsi dari bobot isi, kecepatan detonasi

dan kecepatan partikel dari bahan peledak. Untuk bahan peledak

terpadatkan, Bandhari (1997) memberikan nilai partikel bahan peledak

= dari kecepatan detonasinya. Sehingga tekanan detonasi dapat

diperkirakan dengan persamaan berikut:

Pd = 2.5 VOD2 ..................................( Pers II.12 )

II.29
Dimana :

Pd = tekanan detonasi (Mpa)

VOD = kecepatan detonasi (m/s)

= bobot isi ( ton/m2 )

c. Tekanan Peledakan

Bahan peledak yang beraksi akan menghasilkan gas-gas

peledakan yang bersifat stabil. Gas-gas tersebut menimbulkan tekanan

didalam lubang tembak yang terkurung. Tekanan ini tersebut dengan

tekanan peledakan (pd) yang menurut BANDHARI (1997) besarnya

sekitar 45% dari tekanan detonasi. Meskipun tekanan peledakan lebih

kecil dari tekanan detonasi tetapi memberikan energy yang lebih besar

dalam proses peledakan suatu material, karena periode gelombang

tekanan peledakan lebih besar dari pada tekanan detonasi. Tekanan

peledakan bertanggung jawab dalam memindahkan massa batuan

yang telah pecah karena tekanan detonasi sebelumnya.

d. Kekuatan Peledakan Yaitu ukuran untuk mengukur energi yang

terkandung dalam bahan peledak dan kerja yang dapat dilakukan oleh

bahan peledak. Dua macam ukuran kekuatan yang dipakai untuk

menilai bahan peledak komersial adalah:

1) Weight strength, yaitu untuk membandingkan kekuatan bahan

peledak dengan dasar berat yang sama.

2) Bulk strength, yaitu membandingkan kekuatan bahan peledak atas

dasar volume yang sama.

II.30
II.3.6 Peralatan Peledakan

Pada saat melakukan kegiatan peledakan, diperlukan

peralatan dan perlengkapan peledakan. Peralatan peledakan adalah

suatu komponen peledakan yang bisa dipakai lebih dari satu kali

peledakan. Macam peralatan peledakan ini antara lain:

a. Blasting Machine

Merupakan alat ledak yang berfungsi sebagai penghasil arus

listrik untuk meledakan detonator listrik.

b. Blasting Ohmmeter

Adalah alat berfungsi mengetes rangkaian peledakan atau

mengetes berfungsi atau tidaknya detonator listrik.

c. Lead Wire

Kabel utama yang menghubungkan sumber tenaga listrik

(blasting machine) dengan leg wire detonator listrik.

d. Tongkat

Berfungsi untuk memadatkan material stemming. Tongkat ini

terbuat dari kayu dengan diameter lebih kecil dari lubang ledak dan

lebih panjang dari kedalaman lubang ledak.

e. Cangkul

Fungsinya adalah untuk memasukan material stemming ke

dalam lubang ledak.

II.31
II.3.7 Perlengkapan Peledakan

Perlengkapan peledakan adalah semua alat atau alat-alat yang

hanya dapat dipakai untuk satu kali peledakan, antara lain:

1. Detonator

Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi

dalam bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang

memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka detonator atau

primer. Detonator disebut dengan blasting capsule atau blasting cap.

Adapun pengelompokkan jenis detonator didasarkan atas sumber

energi pemicunya, yaitu api, listrik, dan benturan (impact) yang mampu

memberikan energi panas didalam detonator, sehingga detonator

meletup dan rusak.Spesifikasi fisik dari detonator secara umum

sebagai berikut:

a) Bentuk : tabung silinder

b) Diameter : 6 8 mm

c) Tinggi : 50 90 mm

d) Bahan selubung luar : terbuat dari alumunium, tembaga

e) Jenis detonator biasa : salah satu ujung tabung terbuka

f) Jenis detonator listrik : pada salah satu ujung tabung terdapat

dua kawat

g) Jenis detonator nonel : pada salah satu ujung tabung terdapat

sumbu non-electric (nonel) terbuat dari plastik.

II.32
h) Muatan detonator : semua jenis detonator berisi bahan

peledak kuat (high explosive) dengan jumlah tertentu yang

menentukan kekuatannya dan bahan penimbul panas.

Seperti telah diuaraikan di atas bahwa setiap tabung detonator bermuatan

bahan peledak kuat. Terdapat dua jenis muatan bahan peledak di dalam

detonator yang masing-masing fungsinya berbeda, yaitu:

a) Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka

(sensitif). Fungsinya adalah menerima efek panas dengan sangat

cepat dan meledak menimbulkan gelombang kejut.

b) Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan

peledak kuat dengan VoD tinggi. Fungsinya adalah menerima

gelombang kejut dan meledak dengan kekuatan besarnya tergantung

pada berat isian dasar tersebut.

Disamping pengelompokkan detonator berdasarkan energi

pemicunya, detonator pun dikelompokkan berdasarkan waktu

meledaknya, yaitu:

a) Instantaneous detonator adalah detonator yang meledak langsung

setelah sumber energi menginisiasi isian primer dan sekunder; dan

b) Delay detonator adalah detonator yang dapat menunda sumber energi

beberapa saat, yaitu antara puluhan millisekon sampai second atau

detik, untuk meledakkan isian primer dan sekunder

2. Leg Wire

II.33
Leg Wire. Leg wire adalah kabel yang dipasang setiap detonator

listrik, fungsinya adalah untuk menghubungkan kedua ujung rangkaian

peledakan dan dihubungkan kesumber arus listrik pada blasting

machine.

3. Dinamit

Dinamit ini bersama dengan downline detonator akan dirangkai

menjadi primer yang berfungsi penggalak utama bahan peledak.

4. Plastik Linear ( Kondom Asrene )

Kantong plastik ini merupakan istilah untuk membungkus bahan

peledak (ANFO) apabila lubang ledak dalam keadaan basah.

Alasan utama penggunaan kantong plastic untuk bahan peledak

ANFO adalah karena berat jenis ANFO yang lebih kecil dari air

sehingga ANFO akan mudah larut dan mengambang jika dimasukkan

ke dalam lubang yang basah.

5. Bahan Peledak

Bahan peledak utama yang dipakai untuk mengisi lubang ledak

adalah ANFO. Tapi untuk PT PAMAPERSADA NUSANTARA bahan

peledak yang digunakan adalah ANFO dan Dabex (Emulsion).

II.3.8 Faktor Yang Memperngaruhi Fragmentasi Hasil Peledakan

Fragmentasi Batuan adalah istilah umum untuk menunjukkan

ukuran setiap bongkah hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung

II.34
pada proses selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi batuan

yang besar (boulder) diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang di

tepi jalan tambang. Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi

yang kecil karena penanganan pada kegiatan selanjutnya akan lebih

mudah. Ukuran fragmentasi terbesar biasanya dibatasi oleh dimensi

mangkok alat gali (excavator atau shovel) yang akan memuatnya ke

dumptruck.Beberapa ketentuan umum tentang hubungan fragmentasi

dengan lubang ledak :

1. Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan

fragmentasi, oleh karena itu harus dikurangi dengan menggunakan

bahan peledak yang lebih kuat.

2. Perlu diperhatikan bahwa dengan menambah bahan peledak

akanmenghasilkan lemparan yang jauh.

3. Pada batuan dengan intensitas retakan tinggi dan jumlah bahan

peledak sedikit dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan

menghasilkan fragmentasi kecil.

4. Pengaruh Ledakan Terhadap Batuan menyebabkan timbulnya : daerah

hancuran, daerah retakan, getaran tanah (ground vibration), dan air

blast.

a. Daerah Hancuran (crushed zone) terdapat di sekitar lubang ledak,

dimana batuan padat akan berubah menjadi butiran-butiran halus

berupa serbuk. Hal ini dikarenakan tingginya temperatur dan

tekanan gas gas hasil reaksi peledakan serta tingginya tekanan

II.35
detonasi. Ukuran daerah ini tergantung pada jenis bahan peledak

dan material yang akan diledakkan.

b. Daerah retakan (fracture zone) terjadi jika tegangan yang

ditimbulkan oleh ledakan lebih besar dari tegangan yang dapat

diterima batuan. Retakanretakan yang terbentuk pertama kali

disebabkan oleh tekanan detonasi yang kemudian diperbesar oleh

tekanan peledakan. Ukuran daerah ini dipengaruhi oleh jenis

batuan dan bahan peledak. Untuk batuan sedimen ukuran daerah

retakan dapat mencapai 40 kali diameter lubang ledak.

c. Getaran tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elastic (elstic

zone). Di daerah ini tegangan yang diterima batuan lebih kecil dari

kekuatan batuan sehingga hanya menyebabkan perubahan bentuk

dan volume. Sesuai dengan sifat elastic batuan maka bentuk dan

volumenya akan kembali kekeadaan semula setelah tak ada

tegangan yang bekerja. Perambatan tegangan pada daerah elastic

akan menimbulkan gelombang elastic yang dikenal juga sebagai

gelombang seismic.

d. Air blast adalah gelombang tekanan yang dirambatkan di atmosfer

dengan kecepatan diatas kecepatan suara.

Ada dua macam air blast:

1) Yang dapat didengar (audible sound)

2) Yang tidak dapat didengar (subaudible sound)

Audible air blast mempunyai frekuensi dibawah 29 Hz.

II.36
Faktor-faktor yang mempengaruhi fragmentasi bantuan dari hasil

peledakan adalah :

1. Karakteristik batuan

Karakteristik batuan dapat berupa :

a. Kekuatan (strenght) merupakan kekuatan batuan untuk menahan

beban atau gaya yang bekerja pada batuan tanpa terjadi

kerusakan pada batuan. Gaya-gaya tersebut berupa gaya tarik

dan gaya tekan.

b. Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus

terhadap abrasi. Kekerasan dipakai untuk mengukur sifat-sifat

teknis dari material batuan dan dapat juga dipakai untuk

menyatakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan untuk

menyebabkan kerusakan pada batuan.

c. Kerapatan (density) Batuan : batuan yang mempunyai kerapatan

yang tinggi berarti mempunyai butiran rapta dan padat sehingga

memungkinkan penyebaran energi dalam batuan lebih mudah

dan cepat. Batuan yang paling rapat mempunyai kehilangan

energi yang lebih kecil dan cenderung dapat hancur lebih baik.

d. Kecepatan penyebaran energi atau velocity batuan dapat

diartikan sebagai waktu yang diperlukan energi tekan sampai ke

bidang bebas dan kemudian kembali lagi.

e. Sifat elastisitas batuan dapat dinyatakan dalam modulus

elastisitas. Modulus elastisitas merupakan faktor kesebandingan

II.37
antara tegangan normal dan regangan relatifnya. Modulus

elastisitas sangat tergantung pada komposisi mineralnya,

porositas, jenis perpindahan dan beban yang diterapkan.

f. Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan

deformasi tetap setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal,

dimana batuan tersebut belum hancur.

2. Stuktur geologi batuan dapat mempengaruhi kelurusan lubang ledak

dan kecepatan pemboran. Sedangkan pada proses peledakan struktur

geologi dapat melemahkan gelombang kejut dan melepaskan serta

membuat ketidakseimbangan dalam distribusi isian bahan peledak.

3. Kondisi air tanah juga dapat mempengaruhi hasil dari peledakan.

Adanya air tanah dapat menyebabkan terjadinya pendinginan reaksi

dan larutnya unsur-unsur bahan peledak oleh air.Bahan peledak ANFO

(Ammonium Nitrat-Fuel Oil) memiliki tingkat ketahanan yang buruk

terhadap air, sehingga apabila ANFO yang digunakan terkontaminasi

oleh air maka akan mempengaruhi fragmentasi batuan hasil peledakan

bahkan bisa menyebabkan terjadinya gagal ledak (misfire).

4. Geometri Pemboran dan pola pemboran dirancang secara terpadu

dalam rancangan peledakan. Geometri pemboran meliputi : diameter

lubang bor, burden, spasi, kedalaman lubang bor dan

kemiringan.Geometri pemboran juga meliputi arah pemboran. Arah

pemboran ada dua yaitu : arah pemboran tegak dan arah pemboran

miring. Lubang tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian lantai

II.38
jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar, sehingga

menimbulkan tonjolan (toe) pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan

gelombang tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan

sebagian lagi akan diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang. Dan

energi pada peledakan ini juga tidak cukup untuk memberikan

dorongan untuk melepas batuan dari batuan induknya.

Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan

membentuk bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan

mempermudah proses pecahnya batuan karena gelombang tekan

yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan

pada lantai jenjang lebih kecil.

Kemiringan lobang tembak sebenarnya tergantung pada lokasi

peledakan dilapangan.

5. Pola Pemboran

Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada

ketersediaan bidang bebas yag mencukupi. Pola pemboran

merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan mendapatkan

lobang-lobang tembak secara sistematis.

II.3.9 Analisa Hasil Peledakan

1. Tingkat Fragmentasi Batuan

Untuk mengetahui apakah operasi peledakan telah berjalan sesuai

rencana dan hasil peledakan telah sesuai dengan yang diinginkan, maka

II.39
perludilakukan analisis terhadap hasil peledakan. Secara umum hasil

peledakan meliputi:

a. Memperbesar atau memperkecil geometri peledakan untuk

peledakan selanjutnya.

b. Menambah atau mengurangi jumlah bahan peledak yang

digunakan untuk peledakan selajutnya.

c. Kombinasi dari keduanya.

Kepentingan fragmentasi tidak bisa diremehkan karena pada

tingkatan yang luas fragmentasi merupakan ukuran dari suksesnya

peledakan, hal ini mempengaruhi kegiatan operasional dan perawatan

dari operasi selanjutnya serta termasuk pengoperasian alat berat

seperti pengalian atau pemuatan dan pengakutan. Oleh karena itu

pengeboran dan peledakan sangat berhubungan dengan optimasi

boperasi operasi selanjutnya.

Fragmentasi yang buruk menghasilkan ovesize atau bongkahan

besar yang membutuhkan pengahancuran sekunder untuk mengurangi

ukuranya sampai waktu dapat diolah, serta aman dan efisien dengan

alat-alat angkut dan muat. Faktor fragmentasi batuan dapat digologkan

dalam tiga kelompok parameter:

a. Parameter peledak, mencakup densitas, kecepatan detonasi,

volume gas dan energi yang tersedia.

b. Parameter pembuatan lubang ledak, mencakup diameter lubang

ledak, stemming, de-coupling, serta tipe titik inisiasi.

II.40
c. Parameter batuan yang berhubungan dengan densitas batuan,

kekuatan (compressive dan tensile).

Produksi berlebih dari batuan undersize atau ukuran halus juga

tidak diinginkan karena mengindikasikan pengunaan berlebih yang

tidak berguna dari bahan peledak, pengurangan ukuran dapat dicapai

dengan pengunaan instalasicrushing yang sesuai. Bagaimanapun

dalam kondisi tertentu fragmentasi dapat diperbaiki dengan

mengadopsi salah satu atau lebih langkah-langkah sebagai berikut :

a. Mengurangi spacing antar lubang yang saling sejajar dalam baris.

b. Mengurangi jarak burden.

c. Mengunakan detonator short delay.

Sangat penting mengetahui fragmentasi hasil peledakan secara

teoritas sebelum peledakan dilakukan. Peramalan fragmentasi dengan

memperhitungkan faktor geologi disamping beberapa parameter

peledakan lainnya biasanya dilakukan dengan cara Kus-Ram

(cunningham, 1983) cara ini terdiri dari 2 persamaan yaitu:

a. Ukuran fragmentasi hasil peledakan dapat diperkirakan dengan

menggunakan persamaan Kuznetzov ( 1973 ) yaitu :

V E
X = Ao [ Q]0.8 Q0.17 [115]-0.63 .......................( Pers II.13 )

Dimana :

X = rata rata ukuran fragmentasi ( cm )

II.41
Ao = factor batuan

V = volume batuan yang terbongkar

Q = jumlah bahan peledak pada setiap lubang ( kg )

E = relative wight strength bahan peledak

Untuk menghitung faktor batuan (RF), terlebih dahulu dilakukan

pemboran batuan berdasarkan nilai Blastability index (BI). Parameter

yang digunakan dalam pemboran batuan dapat dilihat pada (Tabel V)

setelah itu nilai balastability index (BI) dan faktor batuan (RF) dicari

dengan persamaan sebagai berikut:

Nilai blastibbility index (BI)

= 0.5( + + + + ..............................( Pers II.14 )

Nilai Rock Factor = 0.12 BI

b. Persamaan Rosin-Ramler utuk mencari material yang tertahan pada

saringan, yaitu :
X
Xc = (0.693)1/n ............................................( Pers II.15 )

X
Rx = e (XC)n 100 %

e = 2.71828

Dimana :

Rx = Persentasi material yang tertahan pada ayakan (%)

Xc = Karakteristik dari ukuran batuan

X = Ukuran Screen (cm)

II.42
n = Index keseragaman

Nilai n mengindikasikan tingkat keseragaman distribusi ukuran

fragmentasi hasil peldakan. Nilai n umumnya antara 0,8 sampai2,2

dimana semakin besar nilai n maka ukuran fragmentasi semakin

seragam sedangkan jika nilai n rendah mengindikasikan ukuran

fragmentasi kurang seragam. Besarnya n didapatkan dengan persamaan

berikut :

B W A1 PC
n = 2.2 14[ De ] 1 [ ]1+[ ][ L ]........ ( Pers II.16 )
B 2

Dimana :

De = Diameter bahan peledak (mm)

W = Standard deviasi dari keakuratan pemboran (m) = 0

A = Ratio perbandingan spasi dengan Burden

PC = Panjang Isian (m)

L = Tinggi jenjang (m)

II.43
Tabel II.2 Bobot Nilai Tiap Parameter Untuk Penentuan Indeks

Kemampuan Ledakan Menurut Lilly (1986),

ROCK MASS DESCRIPTION ( RMD ) Rating

1. Powder 10

2. Blocky 20

3. Totally Massive 50

JOINT PLANE SPACING ( JPS ) Rating

1. Close ( < 0.1 m ) 10

2. Intermediate ( 0.1 1.0 m ) 20

3. Wide ( > 1.0 m ) 50

JOINT PLANE ORIENTATION Rating

1. Horizontal 10

2. Dip Out of Face 20

3. Strike Normal to Face 30

4. Dip into Face 40

SPESIFY GRAVITY INFLUENCE SGI= 25 x bobot isi -50

( SGI )

HARDNESS ( H ) Rating of 1 to 10

(MOHS SCALE)

2. Back Break

Back break yang terjadi disekitar lubang ledak akan merubah

material padat dibelakang lubang ledak menjadi retakan. Hal ini

II.44
disebabkan karena tingginya tekanan detonasi. Ukuran daerah ini

tergantung pada jenis bahan peledak dan material yang diledakan.

3. Flying Rock

Flying rock adalah merupakan terlemparnya batuan akibat

operasi peledakan yang disebabkan oleh distribusi energi yang kurang

baik bila lemparan batuan dominan kearah vartikel kolom stemming

terlalu dangkal, sedangkan apabila pelemparan batuan domain ke arah

horisontal (jauh) berarti burden terlalu kecil.

4. Misfire

Misfire adalah keadan dimana bahan peledak yang dipasang

di dalam lubang ledak tidak meledak. Hal ini mungkin disebabkan

oleh bahan peledak itu sendiri, detonator atau kawat penghantar.

5. Getaran

Getaran yang timbul pada operasi peledakan perlu diketahui

karena akan mempengaruhi kestabilan lereng disekitarnya dan

dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Untuk

mengurangi getaran tersebut dapat dilakukan penyalaan tunda

(delay).

6. Fumes

Fumes adalah gas beracun yang dihasilkan setelah

dilakukan peledakan, faktor yang menyebabkan Fumes adalah

II.45
kurang bagusnya mixing bahan peledak dan terdapat air dalam

lubang ledak. Fumes juga erat kaitannya dengan ZOB ( Zero

Oxygen Balance ). ZOB terjadi apabila perbandingan campuran

bahan peledak seimbang,

II.4 KERANGKA PIKIR

Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang

menjelaskan secara garis besar alur logika berjalannya sebuah

penelitian. Kerangka pemikiran dibuat berdasarkan pertanyaan

penelitian (research question), dan merepresentasikan suatu

himpunan dari beberapa konsep serta hubungan diantara konsep-

konsep tersebut (Polancik, 2009).

II.46
Diagram II.1 Kerangka Pikir

PEMBONGKARAN INTERBURDEN

DOZING/RIPPING

DRILLING AND BLASTING

DRILLING BLASTING

DRILL DESIGN Geometri


Peledakan
Distribusi Bahan
Peledak
FRAGMENTASI HASIL Arah dan Pola
PELEDAKAN Peledakan
Delay Time

LOADING HAULING

CYCLE TIME
DIGGING RATE
PRODUCTIVITY
EVALUASI
GEOMETRI
Target produksi PC
PELEDAKAN
400 tidak tercapai

II.47
II.5 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis Penelitian adalah jawaban sementara terhadap

suatu rumusan masalah penelitian. Dari rumusan masalah yang

ada dikemukakan hipotesis penelitian yaitu :

1. Fragmentasi hasil peledakan dipengaruhi oleh geometri

peledakan.

2. Semakin besar ukuran fragmentasi hasil peledakan maka

Digging Rate akan semakin besar.

3. Evaluasi geometri peledakan dilakukan apabila Digging Rate

dan Productivity alat gali tidak tercapai.

II.48

Anda mungkin juga menyukai