PENDAHULUAN
Asas-asas maupun dasar meliputi pengaturan hak atas tanah dan sebagainya.
mengatur tentang Bumi, Air, Ruang angkasa dan kekayaan alam, namun yang
menurut penulis sangat vital untuk dikaji adalah mengenai Bumi, Air, dan
kekayaan Alamnya karena menurut penulis merupakan hal yang tidak bisa
tidak terjadi salah persepsi ataupun ruang lingkup berfikir dalam mengkaji
UUPA. Berdasarkan hal tersebut penulis membuat makalah ini yang berjudul
1
1.3 TUJUAN PENULISAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
(dua), yaitu :
dan
beberapa ciri dari hukum agraria kolonial pada huruf b, c dan d, sebagai berikut
pembangunan semesta;
hukum adat di samping hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat;
3. Bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian
hukum.
3
Beberapa ketentuan hukum agraria pada masa kolonial beserta ciri dan
1). Contingenten.
hasilkan.
3). Roerendiensten.
4
kepada rakyat Indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian.
istimewa.
5
menjaga rumah atau gudang-gudangnya dan sebagainya.
dikuasai dan digunakan oleh rakyat itu bukan miliknya, melainka milik
Raja Inggris. Oleh karena itu, mereka wajib memberikan pajak tanah
mereka sendiri.
6
tiap petani.
perubahan pada pemilikan tanah oleh para petani. Jika hal itu
seseorang.
atauCultuur Stelsel.
7
mendapat imbalan apapun, sedangkan bagi rakyat yang tidak
seperlima bagian dari masa kerjanya atau 66 hari untuk waktu satu
tahun.
mempunyai tanah sendiri yang cukup luas dengan jaminan yang kuat
cukup lama. Usaha yang dilakukan oleh pengusaha swasta pada waktu
itu adalah menyewa tanah dari negara. Tanah-tanah yagn biasa disewa
Ide awal dikelularkannya Agrarische Wet (AW) ini adalah sebagai respon
8
diterbitkan pada tahun 1870, dengan diundangkan dalam S.1870-55.
cultuur stelse, dengna sisitem persaingan bebasa dan sistem kerja bebas,
9
swasta agar dapat berkembang di Hindi Belanda.
2). Memberikan kepada rakyat asli untuk memperoleh hak tanah baru
(Agrarische eigendom).
peraturan dan keputusan. Salah satu keputusan yang paling penting adalah
apa yang dimuat dalam Koninklijk Besluit (KB), yang kemudian dikenal
10
sangat penting bagi perkembangan dan pelaksanaan hukum tanah
wet, blijft het beginsel gehandhaafd, dat alle grond, waarop niet anderen
Jika diterjemahkan :
Agrarische Wet, tetap dipertahankan asas, bahwa semua tanah yang pihak
AB hanya berlaku untuk Jawa dan Madura, maka apa yang dinyatakan
11
Belanda dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1).Vrijlands Domein atau tanah negara bebas, yaitu tanah yang di atasnya
2).Onvrijlands Domein atau tanah negra tidak bebas, yaitu tanah yang di
berdasarkan hukum adat, sedangkan dalam hukum adat tidak adak ketentuan
hukum yang sama dengan Pasal 570 BW, maka denga sekaligus semua tanah
12
c. Erfacht Ordonantie.
13
petunjuk Gubernur Jenderal.
perubahan menjadi :
d. Agrarische Eigendom.
hak yang kuat atas sebidang tanah. Agrarische eigendom ini, dalam praktik
Agrarische eigendom diatur dalam Pasal 51 ayat (7) I.S., diatur lebih
yaitu :
14
1). Apabila seseorang Indonesia asli (=bumi putera) berkeinginan agar hak
lain.
jenderal.
15
kuat, yang pasti karena terdaftar dan haknya dapat dibebani dengan
Pada periode sesudah tahun 1942, terjadi situasi yang cenderung pada :
liar;
menurut hukum adat tidak terlepas dari hukum adat daerah setempat antara
lain, perangkat hukumnya tidak tertulis, bersifat komunal, bersifat tunai dan
yang lain ;
16
3) Hak menikmati hasil;
4) Hak pakai;
Pada masa kolonial ini tanah-tanah hak adat tidak terdaftar, kalaupun
ada hanyalah bertujuan untuk bukti setoran pajak yang telah dibayar oleh
tanah oleh masyarakt sudah menjadi hal yang sangat komplek karena
seluas 8.000 Ha. Daerah Kediri luas tanah perkebunan 23.000 Ha.
pendudukan oleh rakyat seluas 13.000 Ha. dan menurut perkiraan dari
luas tanah perkebunan di Jawa yang seluas 200.000 Ha. telah diduduki
17
rakyat seluas 80.000 Ha.
umum.
A. Tahap pertama; terlebih dahulu akan diusahakan agar agenda segala sesuatu
memperhatikan :
18
yangbersangkutan;
tanpa izin yang berhak yaitu Undang-undang Nomor : 51 Prp. Tahun 1960.
19
Tindakan-tindakan Mengenai Tanah Perkebunan.
Lima Panitia rancangan, yaitu Panitia Agraria Yogyakarta, Panitia Agraria Jakarta,
Sadjarwo.
A. Dasar Hukum.
Republik Indonesia;
tentang tanah yang tidak sesuai lagi dengan kedudukan Republik Indonesia
20
Asas-asas yang akan merupakan dasar- dasar Hukum Agraria yang baru, yaitu :
4) Perlu diadakan penetapan luas minimum pemilikan tanah bagi para petani
maupun isinya.
21
nasioanl dan pemberian jaminan kepastian hukum;
5) Perncanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang
nasional yan tentunya lepas dari sifat-sifat kolonial dan disesuaikan dengan
pribadi dan jiwa bangsa Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat.
ORDE LAMA
22
Bahwa syarat pokok untuk pembangunan tata perekonomian adalah antara lain
pembebasan berjuta-juta kaum tani dan rakyat pada umumnya dari pengaruh
dasar-dasar bagi industrialisasi, terutama industri dasar dan industri berat yang
harus diusahakan dan dikuasai negara. TAP MPRS RI Nomor II/MPRS/1960 dan
Manifesto Politik menyebut tiga landasan filosofis pembangunan pada masa ini
dan pengurusan hak atas tanah15. Tampak jelas bahwa era pemerintahan ini
meletakkan isu agraria sebagai pokok bidang yang harus segera diprioritaskan.
para petani tak bertanah melawan kepentingan para tuan tanah16. Kepentingan
dari dua golongan ini muncul pula di tingkat elite kenegaraan, dimana terbentuk
23
berdasar prinsip tanah bagi mereka yang benar-benar menggarapnya.
Sedangkan mereka yang memiliki tanah luas adalah telah melakukan penghisapan
terhadap manusia lainnya. Golongan ini terdiri dari PKI, PNI dan Partai Murba.
Golongan kedua adalah golongan konservatif yang terdiri dari Partai-partai Islam
dan sebagian PNI. Inti dari pendapat golongan ini adalah penolakan dilakukannya
pembatasan atas luas pemilikan tanah dan tuduhan pemilikan tanah luas sebagai
tetapi dengan penerapan yang bertahap. Dalam golongan inilah Soekarno dan
Sadjarwo (Menteri Agraria) sebagai dua tokoh penting dalam perumusan UUPA
menjadi anggotanya.
menyulitkan redistribusi tanah; dan kurangnya dukungan baik itu dari rakyat,
Hal ini kemudian menyebabknan terjadinya aksi sepihak, baik itu oleh petani yang
24
lapar tanah maupun tuan tanah18. Akibat banyaknya aksi sepihak ini,
Landreform.
karena :
Negara;
2. Tuntutan organisasi dan massa petani yang ingin meredistribusikan tanah secara
4. Terlibatnya unsur kekerasan antara kedua pihak yaitu yang pro dan kontra
lebih besar di dalam konflik elite politik yang berujung pada peristiwa Gerakan
dicanangkan pertama kalinya hingga akhir tahun 1964. Perinciannya adalah tahap
I sejumlah 296.566 hektar dan tahap II sejumlah 152.502 hektar karena tahap II
ini belum selesai. Pembagian ini terutama baru dilaksanakan di Pulau Jawa,
Madura, Bali dan Nusa Tenggara. Sedangkan tanah kelebihan yang telah
25
ORDE BARU
asing pada tahun 1967 yang sebelumnya telah dinasionalisasi oleh pemerintahan
Soekarno pada tahun 1958.Hal ini dengan alasan kondisi perekonomian yang
kritis dan defisit sebagai peninggalan Orde Lama. Bahkan sebelumnya dilakukan
pinjaman-pinjaman baru.
merupakan salah satu kebijakan Orde Lama yang populis, dianggap sebagai
produk PKI sehingga dihentikan secara total. Bahkan perebutan kembali tanah-
Kebijakan landreform pada masa ini hanya sebagai masalah tehnis, atau
26
sosiologis tidak diberlakukan pada era ini.
Kebijakan pertanahan Orde Baru lebih ditujukan pada pemusatan penguasaan atas
Dari data yang diperoleh pada Sensus Pertanian yang dilakukan tahun 1993,
didapatkan data penguasaan tanah pertanian sebagai berikut: (1) 22, 41% dari
19.713.806 rumah tangga tani hanya menguasai tanah seluas 0,25 sampai 0,49
hektar lahan pertanian; (2) 48,61% memguasai lahan lebih dari 0,5 hektar. Tetapi
dan pemilikan tanah pertanian tersebut, yaitu: (1) 8.726.343 atau 48,54% dari
keseluruhan rumah tangga tani hanya menguasai 13,6% dari keseluruhan lahan
pertanian; (2) 217.720 atau 1,21% dari keseluruhan rumah tangga tani menguasai
1.457.477,46 hektar atau 9,44% dari keseluruhan lahan pertanian yang ada. Dari
data tersebut, berarti kelompok pertama hanya menguasai lahan pertanian rata-rata
pada rezim ini yang didominasi oleh para pemilik modal. Demikian juga dalam
27
Selain itu, dalam hal pendaftaran tanah, rezim ini juga kemudian mengganti
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang dinilai banyak pihak
Indonesia. Berbeda dengan produk Orde Lama yang bertujuan untuk kepentingan
penataan penguasaan tanah melalui landreform, produk hukum Orde Baru tentang
pendaftaran tanah ini adalah demi yang disebut kepastian hukum dari pemilikan
Tahun 1961 lebih mendasarkan pada pendaftaran tanah dengan stelsel negatif.
Bahwa apa-apa yang terdaftar tidak secara otomatis dan mutlak menjamin
kebenaran akan pemilikan tanah. Sebaliknya dalam stelsel positif, apa-apa yang
yang sebenarnya berhak atas tanah dapat mengajukan gugatan pada pengadilan
atas tanah miliknya meskipun tanah tersebut telah didaftarkan sebagai hak orang
lain. Dalam peraturan yang baru disebutkan bahwa masih digunakan stelsel
negatif sesuai dengan UUPA. Tapi diakomodir juga stelsel positif, yang
diimbangi dengan upaya untuk meningkatkan kebenaran dari data yang terdaftar
itu.
mengatakan:
pluralistik yang dimiliki masyarakat adat... terlihat bahwa peraturan ini bertujuan
28
untuk menciptakan homogenitas administrasi pertanahan akan memudahkan
kepentingan bisnis untuk memperoleh tanah yang selama ini dimiliki masyarakat
adat secara komunal. Dan inilah yang kemudian dinilai banyak pihak semakin
Hasil redistribusi tanah yang didapat pada Juni 1998 adalah dari 1.397.167
hektar (56,4%) yang diterima oleh sejumlah 1.267.961 rumah tangga tani.
ORDE REFORMASI
pemerintahan di tahun 1998. Baik itu yang kemudian dinilai merupakan langkah
sebelumnya.
yaitu disebutkan dalam pasal 5 TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 bahwa salah satu
29
- melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pembagian 8,15 juta hektar lahan ini akan dilakukan pemerintah tahun 2007
hingga 2014. Diperkirakan, 6 juta hektar lahan akan dibagikan pada masyarakat
miskin. Sisanya 2,15 juta hektar diberikan kepada pengusaha untuk usaha
produktif yang melibatkan petani perkebunan. Tanah yang di bagian ini tersebar di
Indonesia, dengan prioritas di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi Selatan. Tanah
itu berasal dari lahan kritis, hutan produksi konversi, tanah telantar, tanah milik
negara yang hak guna usahanya habis, maupun tanah bekas swapraja.
30
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
dan
beberapa ciri dari hukum agraria kolonial pada huruf b, c dan d, sebagai berikut
pembangunan semesta;
hukum adat di samping hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat;
3. Bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian
hukum.
3.2 SARAN
31
Hukum agrarian memuat segala dasar-dasar tentang ha katas tanah, Bumi, air,
dan kekayaan alam serta ruang angkasa. Otomatis akan dibutuhkan dalam
berjurusan ilmu hukum saja karena sejatinya Hukum Agraria akan diterapkan
dalam kehidupan seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Oleh karena itu tidak ada
32
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta;
Pembagian Lahan agar Hati-hati: Ada yang Dijual atau Digadaikan, Kompas 30
Januari 2007.
Yogyakarta;
Suseno, Frans Magnis, 1993, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Kanisius, Yogyakarta;
33
Tjondronegoro, Sediono MP. &Gunawan Wiradi, 1984, Dua Abad Penguasaan
Jakarta;
34