Anda di halaman 1dari 10

1.

SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK


Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah
1. a. Orang Pribadi
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
2. Badan
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Subyek Pajak Dalam Negeri


Orang Pribadi: bertempat tinggal/berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan,
atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal
di Indonesia.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Badan: didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

Subyek Pajak Luar Negeri


Orang Pribadi: tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam 12 bulan yang menjalankan usaha di Indonesia maupun dapat
menerimapenghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
Badan: tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha di Indonesia maupun dapat menerimapenghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima
atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek
pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan, atau bertempat
kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus
menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber
dari Indonesia atau yang melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain,
wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang yang telah memenuhi kewajiban subjektif
dan objektif.
2. KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF
Kewajiban pajak subjetif berarti kewajiban pajak yang melekat pada subjeknya dan tidak
dapat dilimpahkan pada orang atau pihak lain.
Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif untuk setiap Subjek Pajak
diuraikan dala table berikut ini:
Jenis Subjek Kewajiban Pajak Kewajiban Pajak
Pajak Subjektif Dimulai Subjektif Berakhir
Saat dilahirkan Saat meninggal
Dalam Negeri Orang Saat berada di Indonesia Saat meninggalkan Indonesia
Pribadi atau berniat bertempat untuk selama-lamanya
tinggal di Indonesia
Saat didirikan atau Saat didirikan atau bertempat
Dalam Negeri Badan bertempat kedudukan di kedudukan di Indonesia
Indonesia
Saat tidak lagi menjalankan Saat tidak lagi menjalankan
Luar Negeri Melalui usaha atau melakukan usaha atau melakukan
BUT kegiatan melalui BUT di kegiatan melalui BUT di
Indonesia. Indonesia.
Saat menerima atau Saat tidak lagi menerima atau
Luar Negeri Tidak memperoleh penghasilan memperoleh penghasilan dari
Melalui BUT dari Indonesia Indonesia

Saat timbulnya warisan yang Saat warisan telah selesai


Warisan Belum belum terbagi dibagikan
Terbagi

3. TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK


Yang tidak termasuk Subjek Pajak adalah:
a. Kantor perwakilan negara asing
b. Pejabatpejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabatpejabat lain dari negara
asing dan orangorang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersamasama mereka dengan syarat :
Bukan warga Negara Indonesia
di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik
c. Organisasiorganisasi internasional dengan syarat :
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota
d. Pejabatpejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat :
Bukan warga negara Indonesia
Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.

4. OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapar dipakai untuk konsumsi atau utnuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk
:
1) Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, grafitasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-
undang ini;
2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3) Laba usaha;
4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota
yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali,
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan
badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagai atau seluruh hak penambangan,
tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan.
5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan penegmbalian utang;
7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8) Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14) Premi asuransi;
15) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17) Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18) Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undang-undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19) Surplus Bank Indonesia.

Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar
Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

5. TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
1) a) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan zamil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbanan keagamaan yang sifatnya wajib pajak bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
b) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikian atau penguasaan diantara pihak-pihak yang
bersangkutan.
2) Warisan
3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham.
4) Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah
5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa
6) Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah
25%Dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar
kepemilikan Saham tersebut.
7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8) Penghasilan dari modal yang telah ditanamkan oleh dana pensiun
9) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10) Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan usaha dalam
sektor-sektor usaha yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
11) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.
12) Laba lebih yang diterima atau lembaga nirlaba bidang pendidikan
13) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu.

6. DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN CARA MENGHITUNG


PENGHASILAN KENA PAJAK
Dasar pengenaan Pajak
Untuk wajib pajak dalam negeri dan untuk usaha tetap ( BUT ) yang menjadi dasar
pengenaan pajak adalah penghasilan kena pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri
adalah penghasilan bruto.
Yang perlu diingat besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak pada badan
dihitung sebesar penghasilan netto
Penghasilan kena pajak (WP badan ) = penghasilan netto

Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung dari pengfhasilan netto PTKP
Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi ) = penghasilan netto- PTKP

Cara menghitung penghasilan kena pajak


Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak didalam negeri dan badan
usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Menggunakan pembukuan
2. Menggunakan norma penghitungan penghasilan netto

7. MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK DENGAN MENGGUNAKAN


PEMBUKUAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap
tahun pajak berakhir pembukuan
Untuk WP badan besar penghasilan kena pajak = penghasilan netto yaitu penghasilan
bruto dikurangi PPH .
Penaghasilan Kena pajak ( WP badan)
= Penghasilan Netto
= Penghasilan Bruto biaya yang diperkenankan UU PPh-PTKP

Untuk WP Orang Pribadi besar penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan netto
dikurangi dengan PTKP
Penghasilan Kena pajak ( WP orang pribadi)
= Penghasilan Netto-PTKP
= Penghasilan Bruto biaya yang diperkenankan UU PPh

Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
ditentukan dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan , menagih , dan
memelihara penghasilan

8. MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK DENGAN MENGGUNAKAN


NORMA PERHITUNGAN PENGHASILAN NETTO
Untuk menghitung penghasilan kena pajak maka wajib pajak menggunakan norma
penghitungan penghasilan netto.
Dimana penghasilan netto adalah besar penghasilan netto sama dengan besarnya
(persentase) NPPN
Untuk Menghitung menentukan penghasilan netto perlu disempurnakan secara terus
menerus dan di terbikan oleh direktur jendral pajak yang di tentukan mentri keuangan
Wajib pajak yang boleh menggunakan NPPN adalah WP orang pribadi yang memenuhi
syarat sebagai berikut:
1. Predaran bruto kurang dari Rp.4.800.000.000,00 Per tahun
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun buku
3. Menyelenggarakan pencatatan

9. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


Tarif PTKP terbaru selama setahun untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan PMK
No. 101/PMK.010/2016 adalah sebagai berikut:
Rp 54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
Rp 4.500.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp 54.000.000,- untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
Rp 4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 rang untuk setiap keluarga.

10. CARA MENGHITUNG PAJAK


Pajak penghasilan (Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri Dan Bentuk Usaha Tetap) setahun
dihitung dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak sebagaimana
diatur UU PPh pasal 17:
Rumus menghitung wajib pajak badan:
Pajak penghasilan ( wajib pajak badan)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= penghasilan netto x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU pph) x tarif pasal 17

Rumus menghitung wp orang pribadi


Pajak penghasilan ( WP orang pribadi)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= penghasilan netto PTKP ) x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU pph) -PTKP x tarif pasal 17

Catatan:
Untuk keperluan menghitung PPh yangn terutang pada akhir tahun, penghasilan kena
pajak dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh.

11. PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN YANG


BERSIFAT FINAL
Dalam ketentuan mengenai pajak penghasilan yang berlaku saat ini, ada bebarapa jenis
penghasilan (objek pajak) yang dikenekan pemotongan atau pemungutan pajak yang bersifat
final. Penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final,
tetap dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), hanya saja jumlahnya tidak di jumlahkan
dengan penghasilan lainnya. Pajak yang sudah dipotong tidak diperhitungkan sebagai kredit
pajak.

12. CARA MELUNASI PAJAK


Cara melunasi pajak ada 2 cara:
1. Pelunasan pajak tahun berjalan,yaitu pelunasan pajak dalam masa pajak yang meliputi:
a. Pembayaran sendiri oleh WP ( PPh pasal 25 ) untuk setiap masa pajak.
b. Pembayaran pajak melalui pemotongan / pemungutan pihak ketiga berupa kredit pajak
yang dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak yang terutang selama tahun pajak,
yaitu:
Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan (PPh pasal
21)
Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau lainnya(PPh
pasal 22)
Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau penggunaan dharta oleh orang
lain,jasa, hadiah , dan penghargaan ( PPh pasal 23)
Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar negeri ( PPh pasal 24)
Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang atas WP luar negeri ( PPh pasal
26)
Pemotongan atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan
lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah atau bangunan serta penghasilan
tertentu lainnya(PPh pasal 4 ayat (2) untuk PPh 4 ayat (2)ntidak dapat dikredit.
2. Pelunasan pajak sesudah akhir tahun.
pelunasan pajak sesudah tahun pajak berakhir dilakukan dengan cara:
a. Menbayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung sendiri jumlah
pajak penghasilan terutang untuk suatu tahun pajak dikurangi dengan jumlah
kredit pajak tahun yang bersangkutan.
b. Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau surat
tagihan pajak yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak, apabila terdapat bukti
bahwa jumlah pajak penghasilan terutang tidak benar.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pajak. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan

Faizal, Ikhsan. 2011. Makalah Pajak Penghasilan Umum.


https://tabalota.wordpress.com/2011/11/06/makalah-pajak-penghasilan-umum/ . Diakses
5 Oktober 2017.

Imam, Ahmad. 2017. Makalah Pajak Penghasilan Umum Fix.


https://www.scribd.com/document/344060912/Makalah-Pajak-Penghasilan-Umum-Fix .
Diakses 5 Oktober 2017.

Nurbaiti, Kurnia. 2013. Pajak Penghasilan Umum.


http://kampusmaroon.blogspot.co.id/2013/12/pajak-penghasilan-umum.html . Diakses 5
Oktober 2017.

Puspa, Dian. 2016. PPh Pasal 21 : PTKP Terbaru ( PTKP 2016 / PTKP 2017 ).
https://www.online-pajak.com/id/ptkp-terbaru-pph-21 . Diakses 5 Oktober 2017.

Resmi, Siti. 2016. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 9. Salemba Empat. Jakarta.

Saputri, Devina. Tanpa tahun. Rmk 1 - Pajak Penghasilan Umum.


https://www.academia.edu/11960050/Perpajakan_-_Materi_PPh_Umum . Diakses 5
Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai