Anda di halaman 1dari 27

BAB I

DESKRIPSI KASUS

Nama Peserta : dr. Rio Aditya Kurniawan


Nama Wahana : RSUD Suradadi Kabupaten Tegal
Topik : Bronkiektasis
Tanggal Kasus : 2 Januari 2016
Nama Pasien : Tn K
Usia : 61 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bojongsana 2/1
Pendamping : dr. Dyah

1
BAB II

PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn K
Usia : 61 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bojongsana 2/1
Waktu datang ke IGD : 4 September 2017

B. HASIL PEMBELAJARAN
Anamnesis
Keluhan utama : Sesak napas
Keluhan tambahan : Batuk berdahak (+), Pusing (+), mual (+), muntah (+)
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak napas dirasakan sejak 1 minggu
yang lalu. Sesak nafas dirasakan terus-menerus dan mengganggu aktifitas. Selain
itu pasien juga mengeluh batuk berdahak kental sudah bertahun-tahun kambuh-
kambuhan yang tak kunjung sembuh. Dalam 1 bulan keluhan memberat, pasien
mengeluh batuknya berdahak kental, berbau dan berdarah. Pasien merasakan
lemas dan berat badannya terus menurun. Pasien juga mengeluh pusing, mual dan
muntah >3x SMRS.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat batuk lama : (+) 1tahun
Riwayat penyakit yang serupa : (-) dan belum pernah rawat inap ataupun
melakukan tindakan operasi.
Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
Riwayat penyakit DM : Disangkal
Riwayat penggunaan obat-obatan : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit astma : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal

2
Riwayat penyakit lain : Maag
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit yang serupa : Disangkal
Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
Riwayat penyakit DM : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat penyakit astma : Disangkal
Riwayat personal

Riwayat merokok dan minum alkohol di sangkal. Kebersihan lingkungan rumah


pasien mencukupi, ventilasi rumah kurang, pasien sehari-hari makan dengan makanan
seadanya. Anak pasien perokok aktif.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sesak

Kesadaran : E4 M6 V5 CM

Vital sign :

Tekanan darah : 130/80 mmHg


Temperatur : 36,7 derajat celcius (axillar)
Nadi : 80 x/ menit, reguler
Respirasi : 36x/ menit, takipnue

Pemeriksaan per Regio

Kepala : mesochepal, simetris


Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya
(+/+)
Leher : tidak ada pembesaran limfonodi, JVP meningkat
Jantung : suara jantung 1 dan 2 reguler, tidak ada bising
Paru : suara paru ronkhi basah (+), wheezing (+)

3
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), peristaltik normal, teraba massa(-), hepar
tidak teraba dan lien tidak teraba
Ektremitas : oedema(-)

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan 4 September 2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Metode
Hematologi Automatic
Lekosit 17.20 H 4-10 rb/uL Manual
Hitung Jenis Ribu/uL Automatic
Lekosit
MXD 5,7 13-14 % Automatic
Netrofil 81.7 H 50-70 % Automatic
Limfosit 12,3 L 25-40 % Automatic
Eritrosit 4.85 4.4-5.9 Juta/uL Automatic
Hemoglobin 14.0 12.0-17.0 g/dl Automatic
Hematokrit 39.8 36-52 % Automatic
MCV 82.1 80-100 Fl Automatic
MCH 28,8 22-34 Pg Automatic
MCHC 35.1 32-36 g/dl Automatic
Trombosit 366 150-450 rb/uL Automatic

4
Pemeriksaan EKG

Hasil Pemeriksaan EKG : Normal Sinus Rhytm

Assessment
Suspek TB paru
Bronkhitis
Bronkiektasis
Gastritis akut
Terapi
a. Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi ranitidin 50mg/ 12 jam
- Injeksi ondancentron 4mg (extra)
- Ambroxol 3x1
- Salbutamol 0-0-2mg
b. Non medikamentosa
- Banyak minum
- Diet lunak
5
Progress note
(5/9/2017) (6/9/2017)
Keluhan Mual (+) Mual (-)
Muntah (-) Muntah (-)
Nyeri ulu hati (+) Nyeri ulu hati (+)
Sesak berkurang Sesak berkurang
Batuk berdahak warna kuning Batuk berdahak warna kuning
kental kental
KU Sadar, tampak tenang Sadar, tampak tenang
Tanda HR = 80 x/mnt HR = 88 x/mnt
Vital RR = 20 x/mnt RR = 22 x/mnt
T = 36,8 C T = 36,9 C
TD : 120/80 TD : 107/62
Px.Fisik Mata: Konjungtiva Anemis (-/-), Mata: Konjungtiva Anemis (-/-),
injeksi konjungtiva (-/-), sklera injeksi konjungtiva (-/-), sklera
ikterik (-/-), edem (-) ikterik (-/-), edem (-)
Mulut : bibir kering (-), lidah Mulut : bibir kering (-), lidah
hiperemis (-), lidah kotor (-) hiperemis (-), lidah kotor (-)
Thoraks : Simetris (+), SDV (+/+) Thoraks : Simetris (+), SDV (+/+)
ronkhi +/+ wheezing -/- ronkhi +/+ wheezing -/-

Abdomen : supel, nyeri tekan (+) Abdomen : supel, nyeri tekan (+) ulu
ulu hati hati

Ekstremitas : Ekstremitas :
Akral dingin (-), CRT <2 Akral dingin (-), CRT <2
Px. Hb : 14g/dl Hb : 14g/dl
Penun- Ht : 39.8% Ht : 39.8%
jang Trom : 366.000 Trom : 366.000
Leuko :17.200 Leuko :17.200

6
Ass. Gastritis akut + Bronkhitis dd TB Gastritis akut + Bronkhitis dd
paru dd Bronkhiektasis Bronkhiektasis
Terapi IVFD RL 20 tpm IVFD RL 20 tpm
Injeksi ranitidin 50mg/ 12 jam Injeksi ranitidin 50mg/ 12 jam
Injeksi cefotaxim 2x1 Injeksi Levofloxacin 1x500mg
Sanmol 3x1 Injeksi Methyl prednisolone 2x62.5
Ambroxol 3x1 Sanmol 3x1
Salbutamol 0-0-2mg Ambroxol 3x1
Salbutamol 0-0-2mg

Program - Cek Sputum BTA SPS - Sputum BTA SPS (-)


- RO thorak
Prognosis - Quo ad vitam : ad bonam - Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad sanam: ad bonam - Quo ad sanam: ad bonam
- Quo ad fungsional : ad bonam - Quo ad fungsional : ad bonam

(7/9/2017) (8/9/2017)
Keluhan Mual (-) Mual (-)
Muntah (-) Muntah (-)
Nyeri ulu hati (-) Nyeri ulu hati (-)
Sesak (-) Sesak (-)

7
Batuk berdahak Batuk berkurang
KU Sadar, tampak tenang Sadar, tampak tenang
Tanda HR : 82 x/mnt HR : 84 x/mnt
Vital RR : 19 x/mnt RR : 20 x/mnt
T : 36,7 C T :36,6 C
TD : 112/75 TD : 110/72
Px.Fisik Mata: Konjungtiva Anemis (-/-), Mata: Konjungtiva Anemis (-/-),
injeksi konjungtiva (-/-), sklera injeksi konjungtiva (-/-), sklera
ikterik (-/-), edem (-) ikterik (-/-), edem (-)
Mulut : bibir kering (-), lidah Mulut : bibir kering (-), lidah
hiperemis (-), lidah kotor (-) hiperemis (-), lidah kotor (-)
Thoraks : Simetris (+), SDV (+/+) Thoraks : Simetris (+), SDV (+/+)
ronkhi +/+ wheezing -/- ronkhi +/+ wheezing -/-

Abdomen : supel, nyeri tekan (-) Abdomen : supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Ekstremitas :
Akral dingin (-), CRT <2 Akral dingin (-), CRT <2
Px. Hb : 14g/dl Hb : 14g/dl
Penun- Ht : 39.8% Ht : 39.8%
jang Trom : 366.000 Trom : 366.000
Leuko :17.200 Leuko :17.200

Ass. Gastritis akut + Bronkhiektasis Gastritis akut + Bronkhiektasis


IVFD RL 20 tpm IVFD RL 20 tpm
Terapi Injeksi ranitidin 50mg/ 12 jam Injeksi ranitidin 50mg/ 12 jam
Injeksi Levofloxacin 1x500mg Injeksi Levofloxacin 1x500mg
Injeksi Methyl prednisolone 2x62.5 Injeksi Methyl prednisolone 2x62.5
Sanmol 3x1 Ambroxol 3x1
Ambroxol 3x1
Salbutamol 0-0-2mg
Program RO thorak : BLPL

8
- Tampak gambaran
bronkovaskular yang kasar
- Tampak bulatan-bulatan
translusen mirip gambaran
sarang tawon
- Sinus costofrenicus dextra
dan sinistra lancip
Prognosis - Quo ad vitam : ad bonam - Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad sanam: ad bonam - Quo ad sanam: ad bonam
- Quo ad fungsional : ad bonam - Quo ad fungsional : ad bonam

Pemeriksaan RO thorak

Prognosis
Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
Quo Ad Fungtionam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam

9
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus
yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan
berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis
digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai
peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara
dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan
batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3

Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai:

1. Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau
2. Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru
Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkaitan
dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma. 1

Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas dan
lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William Campbell
Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia),
akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan penyakit
inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering
dari inflamasi, kerusakan dan remodelling jalan nafas. 2

Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang
ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan
dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang
melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri
dari:
- Sel penghasil lendir
- Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel-
partikel dan lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan.

11
- Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh
melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.
Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago
(tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai
kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan
dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus. 4
Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang bersifat
kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan radiografi
seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang terlihat pada CT Scan. 1

II. INSIDENS

Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di


negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi.
Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan
antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan
merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.5,6
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit
ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh
laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan dapat berupa
kelainan kongenital. 5,6,7

III. EPIDEMIOLOGI

Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada negara-


negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami
penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada
penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah. 1,5
Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990 menempatkan
bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain didapatkan 221 penderita dari
11.018 (1.01%) pasien rawat inap. 7

12
IV. ETIOLOGI

Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga


bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. 6

a. Kelainan kongenital
Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.
Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan
penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh
cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital
biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma
Kertagener, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.1,2,3,5,6,7

b. Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan
proses berikut:

Infeksi
o Campak
o Pertusis
o Infeksi adenovirus
o Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas.
o Influenza
o Tuberkulosa
o Infeksi mikoplasma1,2,3,4,5,6,8,9
Penyumbatan bronkus
o Benda asing yang terisap
o Pembesaran kelenjar getah bening
o Tumor paru
o Sumbatan oleh lendir1,2,3,4,5,6,8,9
Cedera penghirupan
o Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
o Menghirup getah lambung dan partikel makanan 1,2,3,4
Kelainan imunologik

13
o Sindroma kekurangan imunoglobulin
o Disfungsi sel darah putih
o Defisiensi komplemen
o Infeksi HIV
o Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid, kolitis
ulcerativa1,2,3,4,5
Keadaan lain
o Penyalahgunaan obat (misalnya heroin) 4

VI. ANATOMI
Gambar dibawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.

Gambar 1. Anatomi Bronkus. (dikutip dari kepustakaan 18)

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan
bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus-
menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus
terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai
diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh

14
otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini
disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran
gas terjadi. 9

Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-paru.
Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis.
Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat
sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus
dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-
pori Kohn yang memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja,
namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu
lapangan tennis.9

Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-kapiler


darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan permukaan yang
cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di
sinilah letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan
mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.9

Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan sel-
sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang
adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta
mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru
menjadi dasar patogenesis emphysema, dan penyakit lainnya.9

Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan
bronchus sinistra.
- Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan letaknya lebih
vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus aortae
pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk ke
dalam bronkus dextra.
Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra
thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya.
Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah
ventralnya.

15
Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior,
lobus medius, dan lobus inferior.
Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial
a.pulmonalis dan disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus
medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkus
hyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus
tertier yang menuju ke segmen pulmo.10
- Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih
panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang di
sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis.
Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya
dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke
lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis.
Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis
superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus
tracheobronchialis inferior.10
Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya
berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus.10

VI. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana


terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat
dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua
komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine
inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh
sebagai respon terhadap antigen. 5
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus
atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan
jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak
berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan nafas.
Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan
dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan. 3

16
Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak
langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang
kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga
bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang
menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang
bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan
nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri
tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi
dan kerusakan jalan nafas. 3

Gambar 2: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami kerusakan dan daerah
bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan. (dikutip dari kepustakaan 3)

VII. DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian
yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang
bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas
dengan infeksi akut. 1

Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik


dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya
merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada
lobus atas. 1

Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada
pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif
mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan

17
eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri
yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh peningkatan produksi sputum
yang berlebihan, peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai
dengan sputum yang berbau. 1

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi


hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi
saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami
infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat
ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa
mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum
menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian
digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum
yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan
jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum
lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat
ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada
pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding
penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. 1,2,5,8

Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis


mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial.
hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian
dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan. 1,2

Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan
merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan
bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya. 1,2

Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang
diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin
merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma. 1,2

Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada
sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik,
tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut. 1,2

18
Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang
berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan
dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas.
Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan berat
badan. 1

Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.1

2. Gambaran Radiologis

- Foto thorax

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat


ditemukan gambaran seperti dibawah ini:

Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai
diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga
membentuk gambaran honeycomb appearance atau bounches of grapes.
Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus. 11,12,13,14

19
Gambar 3. Tampak Ring Shadow yang
Gambar 4. Tampak dilatasi bronkus
pada bagian bawah paru yang
yang ditunjukkan oleh anak panah
menandakan adanya dilatasi bonkus
(dikutip dari kepustakaan 1)
(dikutip dari kepustakaan 13)

Gambar 5. Tampak Ring Shadow yang


menandakan adanya dilatasi bonkus
(dikutip dari kepustakaan 13)

Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini
terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh
daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan
pada daerah parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal
dan bukan pada daerah parahilus. 11,12,13,14

20
Gambar 6. Tramline shadow terlihat
diantara bayangan jantung (dikutip dari
kepustakaan 13)

Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai
8 mm. gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan
sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk
bronkiektasis. 11,13

Glove finger shadow


Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat
seperti jari-jari pada sarung tangan. 11,13

- Bronkografi

Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke


dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik).
Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat
menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris
(tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis. 12,13

21
Gambar 7. Tampak dilatasi bronkus bawah
yang menunjukkan bronkiektasis tipe silindris.
(Dikutip dari kepustakaan 14)

Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang


akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang
mengalami bronkiektasis yang akan diangkat. 12
Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena
prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan gangguan
ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media. 5

- CT-Scan thorax
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk
mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat
letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan
resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar
93%.2,8,14
CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan
dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena,
terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.14

22
Gambar 8. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior
kiri.

(dikutip dari kepustakaan 15)


3. Patologi Anatomi
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya
bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit. 6
Perubahan morfologis bronkus yang terkena
a. Dinding bronkus
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses
inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan
patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses
inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami
kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis. 6
b. Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel
menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan
hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada
mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan. 6
c. Jaringan paru peribronkial
Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain
berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat
pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan
diganti jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah. 6
Variasi kelainan anatomi bronkiektasis
Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut
:
a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)

23
Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering
ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik. 1,5,6
b. Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya
dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini
kadang-kadang berbentuk kista. 1,5,6
c. Varicose bronkiektasis
Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan kantong.
Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai
varises pembuluh vena. 1,5,6

VIII. DIAGNOSIS BANDING 4,6


Fibrosis Kistik
Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke pasien yang
lain, namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi yang memperlihatkan
bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang meliputi: hiperinflasi, penebalan dan
dilatasi bronkus, peribronkial cuffing, mucoid impaction, kistik radiolusen,
peningkatan tanda interstisial dan penyebaran nodul-nodul.

IX. PENGOBATAN
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :

Pengobatan konservatif 6

o Pengelolaan umum, meliputi


a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
b. Memperbaiki drainase sekret bronkus
c. Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian antibiotik.

o Pengelolaan khusus
a. Kemoterapi pada bronkiektasis
b. Drainase sekret dengan bronkoskopi

24
o Pengobatan simtomatik

a. Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator.


b. Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.
c. Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.
d. Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.

Pengobatan Pembedahan

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus yang
terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang
tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat, selain itu juga
pada pasien bronkiektasis terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau
hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif
seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.6

X. PROGNOSIS

a. Kelangsungan Hidup
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya penyakit
waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau
pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak
akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia,
empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa
komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan. 4,6
b. Kelangsungan Organ
Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran sedang.
Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muscular dan elastic dari
bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan daerah peri bronchial. Kerusakan ini
biasanya akan menyebabkan timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah
peribronkial. 6

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Emmons EE. Bronchiectasis. www.emedicine.com last update Januari 2007.

2. ORegan AW, Berman JS. Baums Textbook of Pulmonary Disease 7th Edition. Editor
James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004. hal 255-274.

3. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com last update
Januari 2008.

4. Anonymous. Bronkiektasis. http://medicastore.com/med/detail_pyk.php, 2004

5. Hassan I. Bronchiectasis. www.emedicine.com. Last update December,8 2006

6. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Editor
Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.

7. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga


University Press. Surabaya. 2006. hal 256-261

8. Barker AF. The New English Journal of Medicine : Bronkiektasis. 2002; 346:1383-1393.

9. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto


Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740

10. Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius. Bagian
Anatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14.

11. Meschan I. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen Signs in


General Radiology. Philadelphia. 1975. hal 55-56

12. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. hal 108-115.

13. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill livingstone.


Tottenham. 2003. hal 45, 163, 164 & 168.

14. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-41

15. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New York.
2005. hal 67-68.

16. Greif J. Medical Imaging in Patients with Cystic Fibrosis. www.eradimaging.com. Last
update Februari 2008.

17. Ketai LH. Infectious Lung Disease. Fundamental of Chest Radiology, 2nd Edition, Loren
H. Ketai Richard Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver Inc. hal

26
18. Wicaksono H. Anatomi Dasar Sistem Pernapasan, www. ilmusehat.com

27

Anda mungkin juga menyukai