Anda di halaman 1dari 14

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis menguraikan bahasan masalah yang muncul pasien
dengan diagnosa medis Typhoid fever secara teori dan pada kasus nyata yang
didapatkan selama praktek di ruangan Mirah Delima kamar 27-3 Rumah Sakit
William Booth Surabaya.

5.1. Pengkajian Keperawatan

Pada kasus nyata pasien dengan diagnosa medis tyfoid fever karakteristik
yang ditemukan antara lain, tada subjektif seperti ibu pasien mengatakan anak
panas 5 hari yang lalu tak kunjung sembuh, lemas, anak tidak mau makan dan
minum. Data objektif yang ditemukan adalah suhu 38,7C, nadi 100 x/menit, Rr
20 x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, pasien terlihat lemah, akral panas,
mukosa bibir kering. Menurut Nanda NIC NOC, 2015 menyatakan karakteristik
secara teori pada pasien dengan diagnosa medis Typhoid fever meliputi data
subjektif seperti keluarga pasien mengatakan anak panas, sakit perut, sakit
kepala(pusing), batuk, epitaksis, mual, muntah, diare, dan konstipasi. Data
objektif seperti pasien nampak lemas, pucat, kulit kemerahan, suhu tubuh
meningkat, mencapai 39 40C, mata cekung, berkeringat, lidah kotor,
hepatomegali, spenomegali, dan lain-lain. Dari penjabaran diatas dapat dilihat
bahwa karakteristik pasien dengan diagnosa medis typhoid fever pada kasus nyata
tidak sebanyak dan sepesifik karakteristik yang ada pada teori. Karakteristik pada
kasus nyata seperti keluhan ibu pasien mengatakan tidak mau makan dan minum
serta data-data objektif pasien tidak diperkuat oleh adanya hepatomegali yang
menurut penulis belum begitu spesifik. Menurut Vita, 2011 terjadinya
hepatomegali karena bakteri dihati. Pada pasien ini tidak terjadi hepatomegali
karena bakteri di hati tidak memicu invasi yang menyebabkan inflamasi pada hati
(pembesaran hati). Sehingga disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan
karakteristik pasien dengan diagnosa medis typhoid fever baik ditinjau dari segi
teori dan kasus nyata.

61
5.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang diangkat pada pasien dalam kasus nyata adalah

1) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi yang ditandai dengan


orang tua mengatakan anak panas 5 hari, anak terlihat lemah, akral
panas, mukosa bibir kering. Tanda-tanda vital : suhu: 38,7C, Nadi: 100
x/menit, Rr: 20 x/menit, tekanan darah: 110/70 mmHg. Dari hasil lab
menyatakan bahwa tes IGM salmonella/Tube x :positif 4.
2) Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak ada nafsu makan dan mual di tandai dengan orangtua pasien
mengatakan selama di rumah sakit anak tidak ada nafsu makan dan sering
mual. Wajah pasien tampat pucat, pasien tampak lemah, konjungtiva
anemis, mukosa bibir kering, kulit kering, porsi makan tidak abis nasi sisa
porsi, lauk sisa porsi, dan sayur wortel tidak dimakan, diet makanan
lunak intake makanan porsi, penurunan berat badan dari 23 Kg sebelum
sakit menjadi 20 Kg setelah sakit. Data ABCD menyatakan bahwa berat
badan: 20Kg, tinggi badan: 110 cm, IMT: 16,52 (BB kurang). Hasil
pemeriksaan lab menyatakan bahwa Hb: 10,9 g/dl, Hemotokrit: 31,9%,
albumin 3,3.
3) Kurang pengetahuan orangtua berhubungan dengan orang tua mengatakan
tidak mengetahui kenapa panas anaknya tidak turun-turun. Padahal sudah
minum obat panas. Orang tua sering terbangun saat tidur, orang tua tidur
dengan memeluk anaknya, orang tua terlihat cemas saat anaknya rewel.

Berdasarkan ketiga diagnosa yang telah diangkat pada kasus nyata,


terdapat kesamaan antara diagnosa keperawatan secara teori dan kasus nyata,
tetapi tidak sebanyak diagnosa keperawatan secara teori. Pada tinjauan teori,
diagnosa keperawatan yang diangkat ada pada setiap sistem mulai dari
pernafasan (B1 Breathing), kardiovaskuler (B2 Blood), persyarafan (B3

62
Brain), perkemihan (B4 Bladder), pencernaan (B5 Bowel), dan
integumen/ muskuloskeletal (B6 Bone) akibat B1 B6 menimbulkan

1) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.


2) Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan pada organ hati.
3) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan
berlebih.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
6) Ketidak efektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
pertukaran gas (Harjum, 2014).

Namun, pada kasus nyata orang tua mengatakan anak panas. Hal ini
didukung oleh data objektif pasien suhu 38,7C, pasien terlihat lemat, akral
panas, mukosa bibir kering. Maka, penulis mengangkat diagnosa keperawatan
yang utama hipertermi berhubungan dengan proses penyakit karena
hipertermi adalah masalah yang paling mengganggu saat itu selain nutrisi dan
kurang pengetahuan. Data-data yang diperoleh saat melakukan pengkajian
keperawatan juga mendukung untuk ditegakkannya diagnosa tersebut,
sehingga dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan yang ditinjau dari
kasus nyata dan teori terdapat kesamaan meskipun pada kasus nyata tidak
sebanyak diagnosa yang muncul seperti pada diagnosa teori.

5.3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang diberikan pada An. E difokuskan dalam


mengatasi tiga masalah yang muncul dan menjadi prioritas, pada masalah
hipertermi, tujuan yang ditetapkan adalah untuk membuat suhu tubuh pasien
dalam rentang normal (36,5 37,5C). Adapun intervensi yang dilakukan pada
kasus nyata adalah jelaskan kepada keluarga tentang komplikasi dari demam
tifoid, anjurkan pasien atau keluarga untuk memakaikan pakaian yang menyerap
keringat atau tipis, membatasi pengunjung, mengobservasi tanda-tanda vital tiap 4

63
jam sekali, anjurkan pasien atau keluarga untuk memberi pasien banyak minum
air putih kurang lebih 2,5 liter/24 jam, beri kompres air biasa pada lipatan paha,
axilla, dan dahi, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik dan
antipiretik seperti 1x1 gr ceftriaxone, 2x250 mg pamol. Libatkan keluarga untuk
kompres air biasa pada pasien, dampingi pasien untuk minum air putih kurang
lebih 2,5 liter/24 jam, observasi tandaa-tanda vital pasien mencakup suhu, nadi,
Rr. Hal ini didukung oleh Harjun, 2014 mengenai intervensi yang dilakukan
dalam mengatasi masalah hipertermi, dimana juga terdapat perencanaan untuk
observasi tanda-tanda vital terutama 2-4 jam, beri kompres air biasa, atur suhu
ruangan yang nyaman, anjurkan pasien memakai pakaian yang menyerap keringat
atau tipis, anjurkan pasien untuk banyak minum air putih, kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian antipiretik dan antibiotik, dalam perencanaan atau
intervensi terdapat masalah hipertermi, perawat melakukan intervensi sederhana
yang juga berasal dari teori, menambahkan intervensi health education untuk
keluarga tentang komplikasi dari demam tifoid jika tidak segera ditangani. Hal ini
dapat meningkatkan pengetahuan keluarga supaya lebih berhati-hati dan tanggap
dalam mengatasi masalah ini dan penulis mencantumkan tindakan kolaborasi
untuk pemberian antipiretik seperti 1x1 gr ceftriaxone, 2x250 mg pamol sehingga
dapat mengatasi masalah hipertermi.

Pada masalah ketidak seimbangan nutrisi perawat melakukan intervensi


dengan tujuan agar pasien mampu memenuhi kebutuhan nutrisi atau kebutuhan
nutrisi pasien adekuat. Intervensi yang dilakukan pada kasus nyata adalah
mengobservasi berat badan pasien, mengobservasi adanya alergi makanan,
mengamati dan mencatat respon pasien terhadap makanan, menganjurkan orang
tua untuk memberi anak makanan sedikit tapi sering, kolaborasi dengan ahli gizi
pemberian diet yang tepat. Libatkan keluarga untuk memotivasi pasien untuk
makan, observasi porsi makan pasien. Secara teori menurut Nanda NIC NOC,
2015 menyatakan bahwa intervensi yang dilakukan pada kasus nyata hampir sama
dengan intervensi secara teori meliputi kaji pola makan, timbang berat badan, bila
memungkinkan, anjurkan ibu memberi makanan sedikit tapi sering, memonitor
dan catat makanan yang dihabiskan pasien, penatalaksanaan pemberian nutrisi
64
parenteral. Menurut Nursalam 2007 menyatakan bahwa pemberian nutrisi pada
pasien dengan typhoid fever sangat dibutuhkan untuk mempertahankan kekuatan,
meningkatkan fungsi imunitas, dan menjaga kondisi penderita sehingga
mempercepat proses penyembuhan. Kebutuhan nutrisi menjadi hal yang penting
dalam perawatan pasien karena fungsinya sangat penting dalam memproduksi
energi untuk mempertahankan fungsi fisiologis pasien. Menurut penulis, tindakan
modifikasi yang dilakukan adalah dengan penambahan intervensi. Health
Education pada keluarga pasien tentang pentingnya asupan nutrisi untuk
membantu mempercepat proses penyembuhan atau pemulihan pasien dan
intervensi untuk kolaborasi dengan ahli gizi.

Pada masalah kurang pengetahuan, perawat melakukan intervensi dengan


tujuan agar keluarga dan pasien mengerti tentang penyakit yang diderita anak dan
paham prosedur tindakan keperawatan. Intervensi yang dilakukan pada kasus
nyata adalah menjelaskan kepada keluarga dan pasien tentang tindakan
keperawatan dan penyakit pasien, menciptakan lingkungan saling percaya dengan
pendengaran penuh perhatian, dan selalu ada untuk memberi penjelasan kepada
keluarga dan pasien, memberi kesempatan kepada keluarga pasien untuk bertanya
bila ada yang belum mengerti, mengkaji sejauh mana tingkat pengetahuan
keluarga tentang tindakan keperawatan dan penyakit yang dialami pasien,
memberikan pujian kepada keluarga jika menjawab dengan tepat. Menurut Nanda
2005 2006 menyatakan bahwa kurang pengetahuan adalah tidak ada atau kurang
kognitif berhubungan dengan topik spesifik. Menurut penulis tindakan pemberian
informasi pada keluarga sangat penting agar keluarga dapat memahami semua
tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat, sehingga proses
penyebuhan pasien lebih cepat.

5.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan pada kasus nyata yang dilakukan untuk


menangani pasien dengan diagnosa hipertermia adalah memantau perubahan suhu
pasien, memberikan penjelasan tentang pemberian kompres air biasa pada lipatan
paha, axila, dan dahi untuk menurunkan panas, memberikan penjelasan mengenai
65
minum air putih sekitar 750 ml/hari untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
dan mencegah dehidrasi, memberikan penjelasan mengenakan penggunaan
pakaian yang menyerap keringat atau tipis untuk proses penguapan panas tubuh
dan memberikan rasa nyaman saat panas, membantu memberikan obat ceftriaxone
1x1 gr, pamol 2x 250mg, penurun panas dan antibiotik. Respon pasien dan
keluarga kooperatif saat perawat melakukan tindakan keperawatan. Menurut
Gardon dalan Inova, 2015 mengatakan bahwa implementasi merupakan
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik
digambarkan dari kriteria hasil yang diharapkan. Jadi, implementasi keperawatan
juga merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun perencanaan. Menurut penulis, implementasi yang dilakukan
dalam pelaksanaan intervensi keperawatan terhadap An. E dapat dilakukan
dengan baik, karena pada awal kegiatan sebelum pengkajian, perawat telah
melakukan pendekatan baik kepada pasien maupun keluarga lewat perkenalan diri
serta percakapan verbal dan gaya tubuh yang menerima, sehingga pasien dan
keluarga dapat kooperatif dan mau memberkan informasi dan melakukan anjuran
perawat secara mandiri, sehingga perawat tidak mengalami kesulitan dalam
melakukan implementasi kepada An. E.

Implementasi keperawatan ke 2 untuk diagnosa ketidak seimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh pada kasus nyata yaitu memantau pemenuhan
kebutuhan nutrisi pasien, memberi penjelasan kepada pasien dan keluarga untuk
makan sedikit tapi sering, dengan membagi makanan menjadi 4 kali makan dalam
waktu 2 jam dan diselingi makanan biskuit 2 buah, menganjurkan pasien dan
keluarga untuk menyelingi makan dengan minum untuk mempermudah makanan
masuk ke dalam saluran cerna dan dapat mengurangi rasa mual, memberikan
informasi kepada ahli gizi untuk diet bubur halus untuk memenuhi kebutuhan gizi
pasien selama sakit. Respon pasien dan keluarga kooperatif saat perawat
melakukan tindakan keperawatan. Menurut Tarwoto, 2015 menyatakan bahwa
implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan
66
tindakan kolaboratif. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawat yang didasarkan
pada keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas
kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil
keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain. Jadi, penulis
melihat bahwa implementasi secara teori dan kusus nyata harus disesuaikan
dengan situasi dan kondisi pasien, sehingga masalah nutrisi dapat teratasi dengan
baik.

Implementasi keperawatan ke 3 untuk diagnosa kurang pengetahuan pada


kasus nyata yaitu menjelaskan kepada keluarga tentang tindakan keperawatan dan
penyakit pasien, menciptakan lingkungan saling percaya antara perawat dan
keluarga pasien serta pasien dalam menyampaikan informasi mengenai tindakan
yang dilakukan dengan menggunakan komunikasi terapeutik memberikan
lingkungan yang tenang bagi keluarga, memberi informasi dengan jelas ke
keluarga pasien, mengkaji tingkat pengetahuan keluarga pasien mengenai
tindakan keperawatan, menanyakan kepada keluarga apa saja yang mereka
ketahui tentang tindakan yang akan dilakukan. Respon keluarga kooperatif saat
perawat melakukan tindakan keperawatan. Menurut Nanda NIC NOC, 2010
menyatakan bahwa implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup memberi informasi
dan mengetahui sejauh mana pemahaman pasien dan keluarga tentang tindakan
dan penyakit, kondisi, dan program pengobatan. Jadi, penulis melihat bahwa
implementasi secara teori dan kasus nyata harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisi pasien sehingga masalah kurang pengetahuan dapat teratasi dengan baik.

5.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan yang mengacu pada kriteria hasil yang didapatkan


setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3 hari terhadap tiga masalah
keperawatan yang diangkat pada pasien An. E adalah sebagai berikut, pada
masalah hipertermia yaitu orang tua pasien mengtakan mampu melakukan
tindakan yang telah dianjurkan perawat seperti kompres air biasa, minum air putih
2,5 liter/hari, memakai pakaian yang menyerap keringat, serta orang tua mampu
67
mengulang kembali penjelasan dari perawat sehingga orang tua pasien memahami
dan menerim penjelasan dari pera cc, wat. Pada tanggal 30 November 2016 orang
tua mengatakan anak sudah tidak panas, orang tua mengatakan anak sudah bisa
melakukan aktivitas dengan baik, orang tua pasien mengatakan kondisi anak
semakin membaik. Data objektif yang dilakukan perawat yaitu pemeriksaan
tanda-tanda vital dengan hasil suhu 36,9C, nadi 99 x/menit, urine 300 cc, minum
450 cc, belum bab, akral tidak teraba panas, anak tidak tampak lemah, pasien
nampak segar, mata tidak cekung. Evaluasi pada masalah ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, yaitu orang tua pasien mengatakan anak
sudah mau makan, orang tua pasien mengatakan akan melakukan anjuran perawat
seperti makan sedikit tapi sering dan menyelingi makanan dan minum. Data
objektif pasien nampak segar, konjungtiva normal makanan yang disediakan oleh
rumah sakit dihabiskan atau dimakan semua 1 porsi. Evaluasi masalah kurang
pengetahuan yaitu orang tua pasien mengerti penjelasan penyebab anak terkena
penyakit dan tindakan keperawatan yang di lakukan orang tua nampak senang
setelah memahami informasi dari perawat. Sehingga masalah kurang pengetahuan
dapat teratasi sesuai dengan waktu dan kriteria hasil yang diharapkan.

Menurut Dian, 2016 menyatakan bahwa evaluasi keperawatan merupakan


tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberaoa intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan penatalaksanaannya
sudah berhasil dicapai. Tujuannya adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan. Menurut Nanda internasional, 2015 yang menyatakan bahwa
pengkajian keperawatan merupakan proses intelektual dan interpersonal dalam
membangun hubungan terapeutik yang efektif dengan pasien. Peran perawat
dalam melakukan pendekatan pada pasien dimulai saat melakukan pengkajian
keperawatan. Ungkapan verbal dalam berbicara serta ungkapan non verbal seperti
mimik wajah dan postur tubuh memberikan suatu gambaran tersendiri dari sudut
pandang pasien dan kebutuhan fisiologi dan psikologi (holistik). Jadi, menurut
penulis secara keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan mulai dari
pengkajian keperawatan, mendapatkan masalah pasien hingga evaluasi
68
keperawatan dapat dilakukan dengan baik. Hal ini terjadi karena pasien dan
keluarga kooperatif dalam pengobatan serta mampu memahami anjuran-anjuran
perawat dengan cara mampu mengulang kembali dengan baik. Sesuai tujuan
penulis dalam 3 hari, masalah keperawatan pasien An. E dapat teratasi dengan
baik.

69
BAB 5

PENUTUP

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran dari laporan
asuhan keperawatan yang telah dibuat.

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari laporan asuhan keperawatan ini adalah sebagai
berikut:
5.1.1. Karakteristik yang didapat pada An. E adalah orang tua mengatakan
anak merasa panas 5 hari yang lalu, orang tua pasien mengatakan
anak lemah, hasil pemeriksaan TTV suhu: 38,7C, nadi: 100
x/menit, Rr: 20 x/menit, Tekanan darah: 110/70 mmHg, kulit teraba
panas/akral panas, wajah tampak kemerahan, pasien tampak lemas,
mukosa bibir kering. Orang tua juga mengeluh anak tidak mau
makan, nafsu makan menurun, ibu pasien mengatakan anak tampak
lemah dan pucat, pasien tidak makan makanan yang disediakan oleh
rumah sakit, porsi makan pasien tidak abis. BB:20kg, TB: 110cm,
hasil pemeriksaan laboratorium albumin: 3,3. Pasien nampak pucat,
mukosa bibir kering, anoreksia, panas, pasien nampak lemah, letih,
dan lesu, mata pasien cekung, pasien nampak berkeringat, bibir
kering dan konjungtiva dinemis, diet lunak, jenis bubur halus ibu
pasien mengatakan anak lemas dan letih.
5.1.2. Diagnosa keperawatan yang diangkat pada pasien An. E adalah
1) Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi yang ditandai
dengan orang tua mengatakan anak panas 5 hari, anak terlihat
lemah, akral panas, mukosa bibir kering tanda-tanda vital suhu
38,7C, nadi 100 x/menit, Rr: 20 x/menit, tekanan darah 110/70
mmHg.

70
2) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual ditandai dengan
orang tua mengatakan selama di rumah sakit anak tidak nafsu
makan dan sering mual. Wajah tampak pucat, pasien tampak
lemah, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, kulit kering,
porsi makan tidak abis nasi sisa porsi, lauk sisa porsi,
penurunan berat badan dari 23kg sebelum sakit 20kg setelah sakit.
Data ABCD menyatakan bahwa BB 20kg, TB: 110cm, IMT: 16,52
(BB kurang) hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan bahwa
HB: 10,9 g/dl, hematokrit: 31,9% albumin 3:3.) kurang
pengetahuan berhubungan dengan orang tua mengatakan tidak
mengetahui kenapa panas anaknya tidak turun-turun padahal
sudah minum obat panas. Orang tua sering terbangun saat tidur,
orang tua tidur dengan memeluk anaknya, orang tua terlihat cemas
saat anaknya rewel.
5.1.3. Intervensi keperawatan yang diberikan pada An. E difokuskan dalam
mengatasi tiga masalah yang muncul dan menjadi prioritas. Pada
masalah hipertermia tujuan yang ditetapkan adalah untuk membuat
suhu tubuh pasien dalam rentang normal (36,5-37,5C) adapun
intervensi yang dilakukan pada kasus nyata adalah jelaskan kepada
keluarga tentang komplikasi dari demam tyfoid, anjurkan pasien atau
keluarga untuk memakai pakaian yang mudah menyerap keringat atau
tipis, membatasi pengunjung, mengobservasi tanda-tanda vital setiap 4
jam sekali, anjurkan pasien atau keluarga untuk memberikan pasien
banyak minum air putih kurang lebih 2,5 liter/24 jam beri kompres air
biasa pada lipatan paha, axila, dan dahi, kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian antibiotik dan antipiretik seperti 1x1gr ceftriaxone,
2x250mg pamol. Libatkan keluarga untuk kompres air biasa pada
pasien, dampingi pasien untuk minum air putih 2,5 liter/24 jam.
Obsevasi TTV pasien mencangkup suhu, nadi Rr. Pada masalah
ketidak seimbangan nutrisi, perawat melakukan intervensi dengan
71
tujuan agar pasien mampu memenuhi kebutuhan nutrisi atau
kebutuhan nutrisi pasien adekuat. Intervensi yang dilakukan pada
kasus nyata adalah mengobservasi berat badan pasien, mengobservasi
adanya alergi makanan, mengamati dan mencatat respon pasien
terhadap makanan, anjurkan orang tua untuk memberi anak makan
makanan sedikit tapi sering, kolaborasi dengan ahli gizi pemberian
diet yang tepat, libatkan keluarga untuk memotivasi pasien untuk
makan, observasi porsi makanan pasien. Pada masalah kurang
pengetahuan, perawat melakukan intervensi dengan tujuan untuk
meningkatkan kurang pengetahuan seperti menjelaskan pada keluarga
dan pasien tentang tindakan keperawatan dan penyakit pasien,
menciptakan lingkungan saling percaya dan pendengar penuh
perhatian dan selalu ada untuk memberi penjelasan kepada keluarga
dan pasien, memberikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya
jika ada yang belum mengerti, mengkaji sejauh mana tingkat
pengetahuan keluarga tentang tindakan keperawatan dan penyakit
yang dialami pasien, memberikan pujian kepada keluarga jika
menjawab denga tepat.
5.1.4. Implementasi keperawatan yang dilakukan dalam pelaksanaan
intervensi terhadap An. E yaitu pada masalah hipertermia memantau
perubahan pasien,memberikan penjelasan tentang pemberian kompres
air biasa pada lipatan paha, axila dan dahi untuk menurunkan panas,
memberikan penjelasan tentang minum air putih sekitar 2,5 liter/24
jam untuk mengganti cairan yang hilang dan mencegah terjadinya
dehidrasi, memberikan penjelasan mengenasi penggunaan pakaian
yang menyerap keringat atau tipis untuk proses penguapan panas
tubuh dan memberi rasa nyaman saa panas, membantu memberikan
obat Ceftriaxone 1x1gr, pamol 2x250mg. Respon pasien dan keluarga
kooperatif saat perawatan melakukan tindakan keperawatan.
Implementasi keperawatan ke 2 untuk diagnosa ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada kasus nyata yakitu
72
memantau pemenuhan kebutuhan nutrisi pasen, memberi penjelasan
kepada pasien dan keluarga untuk makan sedikit tapi sering, dengan
membagi makanan menjadi 4 kali makan dalam waktu 2 jam,
menganjurkan pasien dan keluarga untuk menyelingi makan dengan
minm untuk mempermudah makanan masuk ke dalam saluran cerna
dan dapat mengurangi rasa mual, memberikan informasi kepada ahli
gizi untuk diet bubur halus untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
selama sakit. Respon pasien dan keluarga kooperatif saat perawat
melakukan tindakan keperawatan. Implementasi keperawatan ke 3
untuk diagnosa kekurangan pengetahuan pada kasus nyata yaitu
menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan
keperawatan dan penyakit pasien, menciptakan lingkungan saling
percaya antra perawat dan keluarga pasien serta pasien dalam
menyampaikan informasi mengenai tindakan yang dilakukan dengan
menggunakan komunikasi terapeutik. Respon keluarga kooperatif saat
perawat melakukan tindakan keperawatan.
5.1.5. Evaluasi keperawatan yang mengacau pada kriteria hasil yang didapat
setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3 hari terhadap tiga
masalah keperawatan yang diangkat pada pasien An. E adalah sebagai
berikut, pada masalah keperawatan hipertermi yaitu orang tua pasien
mengatakan mampu melakukan tindakan yang telah dianjurkan oleh
perawat seperti kompres air biasa, minum air putih, memakai pakaian
yang menyerap keringat, serta orang tua pasien mampu mengulang
kembali penjelasan dari perawat. Pada tanggal 16 November 2016
orang tua pasien mengatakan anak sudah tidak panas, orang tua
mengatakan kondisi anak semakin membaik. Data objektif yang
dilakukan perawat yaitu memeriksa TTV dengan hasil suhu 36,9C,
nadi 99x/menit, Rr: 20 x/menit, TD: 110/90 mmHg, belum BAB, akral
tidak terasa panas, anak tidak tampak lemas, pasien nampak segar,
mata tidak cekung, sehingga masalah hipertermia dapat teratasi.
Eveluasi pada masalah ketidak seinmbangan nutrisi kurang dari
73
kebutuhan tubuh, yaitu orang tua pasien mengatakan akan melakukan
anjuran perawat seperti makan sedikit tapi sering dan menyelingi
makan dengan minum. Data objektif pasien nampak segar,
konjungtiva normal, makanan yang disediakan oleh rumah sakit
dihabiskan atau di makan 1porsi, sehingga masalah ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi.
Evaluasi masalah kurang pengetahuan yaitu orang tua pasien
mengatakan sudah mengerti tentang tindakan keperawatan dan
penyakit yang diderita anak. Data objektif yang diperoleh yaitu orang
tua pasien mengerti penjelasan mengenai penyebab anak panas dan
tindakan keperawatan yang dilakukan, orang tua mampu mengulang
penjelasan yang diberikan oleh perawat, sehingga masalah kurang
pengetahuan dapat teratasi
5.2. Saran
5.2.1. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Diharapkan agar lebih menguasai teori dan praktik keperawatan lewat
literatur-literatur keperawatan, latihan lab klinik, maupun saat praktik lab
klinik di rumah sakit, agar dapat melaksanakan asuhan keperawatan kepada
pasien dengan baik dan benar, baik pada saat menjalani praktik lab klinik
maupun kelak ketika sudah bekerja di instansi-instansi kesehatan.
5.2.2. Bagi Perawat
Hendaknya perawat lelah fokus pada penanganan pasien termasuk
pasien dengan penyakit typhoid fever karena pada anak terutama bayi
membutuhkan penanganan yang khusus supaya kriteria hasil yang diharapkan
dapat tercapai dengan baik, serta perawat juga lebih fokus pada keluarga
pasien untuk memberikan Health Education supaya dapat meningkatkan
pengetahuan keluarga pasien tentang demam tifoid.
5.2.3. Bagi Rumah Sakit
Keberhasilan rumah sakit dapat ditinjau dari kepuasan pasien saat
dirawat dirumah sakit tersebut.

74

Anda mungkin juga menyukai