File PDF
File PDF
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
ROHATIN
0806365274
DEPARTEMEN KIMIA
DEPOK
JULI 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
ROHATIN
0806365274
DEPARTEMEN KIMIA
DEPOK
JULI 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Rohatin
NPM : 0806365274
DEWAN PENGUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Rabb Allah SWT atas segala berkah, anugerah, dan
kasih sayang yang tidak berkesudahan di dalam kehidupan penulis dan kepada
Rasulullah SAW yang menjadi suri teladan yang benar-benar sempurna selama
ini.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr. Yoki Yulizar dan Dra. Tresye Utari, M.si selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan
saya dalam penyusunan skripsi ini.
2. Novena Damar Asri, S.Si. Terima kasih atas masukan, diskusi,
pengertiannya, arahan dalam penyusunan skripsi.
3. Dr. Ridla Bakri, selaku Ketua Jurusan Kimia.
4. Dra. Siswati Setiasih M.Si selaku pembimbing akademik penulis.
5. Drs. Riswiyanto M.Si selaku Ketua Program Ekstensi Kimia dan selaku
Koordinator Penelitian, terima kasih telah banyak membantu penulis.
6. Dr. Widayanti Wibowo, Drs. Riswiyanto, M.Si, Dr. Yuni Krisyuningsih
Krisnandi selaku dewan penguji yang telah memberi saran, masukan,
arahan dalam penyusunan skripsi.
7. Bapak dan Ibu dosen Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia,
terima kasih atas ilmu yang telah diberikan.
8. Teman dekat penulis: mas Andri yang mengajarkan kesabaran, arti hidup,
semangat yang sangat berarti bagi penulis, dukungan dan pengertiannya
selama penelitian.
9. Rekan penelitian : Shabrina, Asri, Ari dan bu Nurlita.Terima kasih atas
kerjasama, kenyamanan, bantuan, diskusi, saran, sharing, keceriaannya,
dukungan dan pengertiannya selama penelitian.
10. Teman-teman penelitian: Temi,Wiwit, Omi, Nadia, Nadhiroh, Hani, Fitri,
Sherly, Zetry, Ina, Dante, Destya, Retno, Puput, mbak Sofi, bu Indri, Bu
Nana dan teman-teman penelitian lantai 4. Terima kasih atas kerjasamanya
diskusi, saran, sharing dan keceriaannya selama penelitian.
11. Sahabat penulis:Vina, Dwi, Diana, Kak Boni, Selvi, Uus, Agnes, Indri,
Dani, Ade. Terima kasih atas persahabatan, kekeluargaan yang luar biasa
dan menyenangkan.
12. Pihak-pihak yang telah membantu proses penelitian: tim afiliasi, pak
Sutrisno Babeh, pak Hedi, mbak Ina, mbak Cucu, pak Hadi, pak Marji,
dan semua karyawan Departemen Kimia FMIPA UI.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu oleh penulis.
Akhirnya, dengan segala kekurangan, penulis berharap agar skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
ABSTRAK
Nama : Rohatin
ABSTRACT
Nama : Rohatin
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
sensor, katalis serta mudah dalam proses pemisahan ion logam yang telah
teradsopsi. Selama ini zeolit alam terkenal sebagai adsorben yang dapat menyerap
logam-logam berat, dikarenakan pori-porinya yang cukup luas untuk berikatan
dengan logam-logam lain, oleh karena itu zeolit diimobilisasi dengan
beberapa logam untuk keperluan baik adsorpsi identifikasi logam berat,
karena diharapkan zeolit mampu meningkatkan afinitas logam (Amun,
amri, et al. 2004).
E. Erdem, et al. 2004 menyatakan bahwa Adsorpsi menggunakan
ion logam berat Co2+, Cu2+, Zn2+, dan Mn2+ dengan zeolit klinoptilolit
bergantung pada pertukaran kation, diameter hidrasi ion dan data isoterm
adsorpsi (Langmuir, Freundlich dan Dubinin-Kagener-Radushkevich
(DKR), diperoleh dengan urutan penyerapan ion logam optimum adalah
Co2+> Cu2+> Zn2+> Mn2+.
(C.Wang, et al. 2009) mempelajari studi abu layang yang berasal dari
pembakaran batubara, berhasil ditransformasi ke zeolit-P dan memiliki potensi
aplikasi dalam pengolahan air limbah industri pengolahan batu bara, yang
mengandung kation logam berat seperti Al3+, Fe2+, Mn2+, Zn2+, Cu2+, Ni2+.
Selain menggunakan zeolit klinoptilolit dan abu layang sebagai
adsorben Mircea. Stefan et al, 2008 mempelajari monmorilonit sebagai
adsorben ion logam Cd2+, Pb2+, dan Zn2+, dimana adsorpsi bergantung
pada pH dan sesuai hard-soft-acid-base theory (HSAB), dengan urutan
penyerapan ion logam optimum Zn2+<Cd2+<Pb2+.
Nanopartikel merupakan partikel berukuran antara 1-100 nm.
Nanopartikel menjadi perhatian dalam bidang ilmiah karena peranannya
sebagai jembatan antara material bulk (larutan) dan srtuktur atomik atau
molekular. Material bulk memiliki sifat fisik yang konstan tanpa
memperhatikan ukurannya, tapi pada skala nano tidak terjadi hal yang
sama. Perubahan ukuran material menjadi skala nanometer dapat merubah
sifatnya. Sifat fisik dan kimia nanomaterial berbeda dengan partikel besar
(skala mikron), walaupun secara subtansi sama. Beberapa sifat yang berubah
diantaranya warna, solubilitas, kekuatan, konduktivitas listrik, daya magnet,
mobilitas, reaktivitas. Perubahan sifat inilah yang menjadi tujuan rekayasa
imobilisasi dengan karakter lebih menyukai ikatan dengan ion Pb (II) dari pada
ion logam Cd (II), Cu (II), Zn (II), Fe (III), modifikasi dengan asam 3-
merkaptopropanoat membutuhkan substrat sebagai tempat tumbuhnya
asam 3-merkaptopropanoat. Pemilihan nanopartikel Au didasarkan pada
sifatnya yang inert dan tidak mudah teroksidasi. Selain itu asam 3-
merkaptopropanoat memiliki gugus-SH yang memiliki afinitas tinggi
terhadap ion logam khususnya emas.
Hasil fabrikasi material dengan keunggulan-keunggulan ini diharapkan
dapat menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat dimana
selain sifatnya yang toksik, logam berat juga bersifat akumulatif sehingga
keberadaannya dalam tubuh makhluk hidup sangat berbahaya. Selain itu,
sifat yang akumulatif juga memungkinkan logam berat dapat membahyakan
manusia melalui rantai makanan. Melalui rantai makanan, logam berat yang
terkandung dalam tubuh ikan dapat terbawa hingga masuk ke tubuh manusia.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memutus siklus kerugian akibat
logam berat. Selain itu, penelitian ini juga melakukan regenerasi terhadap
zeolit@Au@AMP-ion logam agar dapat digunakan kembali, sehingga
tidak menimbulkan limbah baru. Lebih jauh, hasil fabrikasi zeolit ini juga
akan diaplikasikan sebagai adsorben logam berat yang dihasilkan dari limbah
industri. Langkah ini diharapkan semakin mendekatkan hasil riset yang
bersifat aplikatif, dimana hasil riset tidak hanya berhasil dalam skala
laboratorium, tetapi juga dapat diaplikasikan secara nyata dilapangan.
1.3 Hipotesa
7 Universitas Indonesia
dan carbocxylic dengan ikatan hidrogen yang kuat dan memiliki aplikasi
sebagai cancer therapy.
f. (G, Torresdey. 2003) mempelajari studi sintesis nanopartikel Au dan Ag
dari ekstrak tanaman Alfalfa pada media padat, yang dapat digunakan
sebagai idikator biologi untuk mengurangi kontaminasi air dan tanah yang
terkontaminasi logam berat Cr6+ dan Cr3+.
g. (Sujit Kumar Ghosh dan Tarasankar Pal. 2007) mempelajari sintesis
nanopartikel emas dengan trisodium fosfat sebagai zat pereduksinya dan
proses fotoaktivasi pada temperatur ruang dan asam 3-merkaptopropanoat
sebagai stabilizer. Adanya gugus COOH dan ikatan hidrogen dari gugus
karboksilat terjadi transfer elektron lebih mudah dan ikatan koordinasi yang
lebih stabil sehingga terbentuk nanopartikel emas yang dihasilkan lebih stabil.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
kerangka yang paling stabil yang tersusun dari Si dan Al pada pusat
tetrahedral dan atom O pada keempat sudut tetrahedral.
Pada saat ini dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam, meskipun yang
dapat mempunyai nilai komersil ada sekitar 12 jenis, diantaranya
klinoptilolit, mordenit, filipsit, kabasit, erionit, dan lain-lain. (Ghost,
Sujit Kumar, et al. 2002)
b. Unit pembangun sekunder
Unit pembangun sekunder merupakan gabungan beberapa
unit primer yang bergabung dengan menggunakan atom sebagai
sudut dua tetrahedral membentuk cincin ganda dengan 4, 5, 6, 7,
dan 8 tetrahedral.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
untuk menjaga kenetralan zeolit. Ion-ion ini dapat bergerak bebas sehingga
pertukaran ion yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun
jenis zeolitnya. Sifat sebagai penukar ion dari zeolit tergantung dari sifat
kation, suhu dan jenis anion. Penukaran kation dapat menyebabkan
perubahan beberapa sifat zeolit seperti stabilitas terhadap panas, sifat
adsorpsi dan aktifitas katalisis. ( Kuronen et al, 2006)
b) Zeolit sebagai penyaring molekul
Zeolit dapat menyaring molekul karena adanya rongga zeolit yang
berukuran molekul. Molekul dapat tersaring karena adanya perbedaan ukuran,
bentuk, dan polaritas molekul. Oleh karena itu, ada beberapa molekul yang
dapat tersaring dan ada molekul yang tidak dapat tersaring bergantung dari
besarnya ukuran molekul. Karenanya zeolit dapat digunakan sebagai penyaring
molekul yang selektif.
c) Zeolit sebagai bahan penyerap
Kristal zeolit mempunyai rongga yang terisi molekul air bebas yang
berada disekitar kation. Jika dilakukan proses kalsinasi pada suhu tinggi maka
akan terjadi penguapan molekul air yang mengakibatkan zeolit mempunyai
luas permukaan kontak yang besar sehingga memungkinkan zeolit memiliki
kemampuan untuk menyerap molekul gas atau cairan. Kapasitas adsopsi
zeolit dipengaruhi beberapa faktor yaitu: suhu, lama adsorpsi, ukuran
partikel adsorben, dan kadar. Proses adsorpsi zeolit merupakan proses
fisika (Fisisorbsi) yang disebabkan oleh gaya interaksi molekuler
secara fisikokimiawi yang besarnya sama dengan gaya Van der waals
(Sunartintyas, S. 2008)
d) Zeolit sebagai katalis
Zeolit merupakan katalisator yang baik karena memiliki pori-pori
yang besar dengan permukaan yang maksimum. Zeolit memiliki ciri paling
khusus yang secara praktis akan menentukan sifat khusus di dalam mineral
ini, yaitu adanya ruang kosong yang akan membentuk saluran di dalam
strukturnya. Pada proses penyerapan atau katalisis, pemakaian zeolit akan
mengakibatkan difusi molekul ke dalam ruang bebas atau hampa di antara
kristal, sehingga dimensi dan lokasi saluran sangat penting. Sistem saluran
Universitas Indonesia
ada 3 macam, yaitu: satu, dua dan tiga dimensi. Pada saluran satu dimensi
molekul hanya dapat bergerak ke satu arah saja. Saluran dua dimensi
memberikan kemungkinan molekul berdifusi ke dua arah atau dalam satu
bidang datar, sedangkan pada saluran tiga dimensi molekul yang berdifusi
dapat bergerak ke semua arah atau sisi kristal. Saluran tersebut akan
berulang tergantung dari system simetri kristal. (Murat, A et al. 2006)
2.5 Nanopartikel
Nanopartikel adalah partikel yang memiliki ukuran diantara 1-100 nm.
Nanopartikel dapat memiliki sifat atau fungsi yang berbeda dari material sejenis
dalam ukuran besar (bulk). Dua hal utama yang membuat nanopartikel berbeda
dari material sejenis dalam ukuran besar yaitu: karena ukurannya yang kecil
nanopartikel memiliki perbandingan antara luas permukaan dan volume yang
lebih besar jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Hal
ini membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan
Universitas Indonesia
2.6 Emas
Pada susunan tabel periodik unsur emas termasuk pada golongan logam
transisi. Emas memiliki nomor atom 79, dengan konfigurasi elektron [Xe]4f14 5d10 6s1
, massa atom 196,967 gram per mol dan jari-jari atom 0,1442 nm. Dalam bentuk
warna emas adalah coklat keemasan. Logam ini melebur pada suhu 1064oC. Logam
emas tahan terhadap asam. Dalam bentuk garam emas dapat larut dalam air
membentuk anion tetrakloroaurat [AuCl4]-. Baik pada bentuk monovalen maupun
trivalennya emas dapat dengan mudah direduksi menjadi logamnya. Senyawa emas
(I) relatif kurang stabil dibandingkan senyawa-senyawa emas (III).
Emas sangat mudah ditempa, memiliki kekerasan antara 2,5 sampai 3,
sehingga merupakan logam yang lunak. Emas memiliki kemampuan untuk
menghantarkan panas dan listrik lebih baik dibandingkan tembaga dan perak.
Emas juga memiliki sifat tahan terhadap korosi. Emas hanya dapat terkorosi oleh
campuran asam nitrat dan asam hidroklorida (aquaregia). (Norsten, Tyler, et al.
2002)
Universitas Indonesia
Nanopartikel emas dapat dibentuk dengan dua cara yaitu cara fisika dan kimia.
Cara fisika dapat dilakukan dengan cara melebur batangan emas menjadi partikel
berukuran nanometer (top-down) sedangkan dengan cara kimia dilakukan dengan
menumbuhkan nanopartikel dari atom logam atau molekul-molekul yang membentuk
cluster-cluster yang di assembly membentuk partikel berukuran nanometer.
(Mikrajuddin, A dkk. 2008)
Nanopartikel Au
Au3+
Universitas Indonesia
b. Metode Turkevich
Pada metode ini pembentukan nanopartikel emas (Au) dibuat dengan cara
mereduksikan HAuCl4 dengan menggunakan Sodium Citrate. Reaksi utamanya
adalah reduksi dari garam Au (HAuCl4) sehingga akan membentuk logam emas.
Dalam bidang kimia, tiol dikenal dengan nama merkaptan, yaitu seyawa yang
terdiri dari gugus tiol (-SH) yang menempel pada atom karbon. Thiol hampir
sama dengan alkohol, dimana oksigen dari gugus hidroksi (-OH) digantikan oleh
atom sulfur (belerang). Oksigen dan sulfur memiliki karakter kimia yang hampir
sama karena letaknya dalam satu golongan dalam tabel susunan berkala. Tiol
dapat membentuk thioester dan thioasetal.
Sejumlah besar tiol adalah cairan yang tidak berwarna dan mempunyai bau
seperti bawang putih. Bau yang dimilikinya itu kuat dan tidak enak. Contoh tiol
adalah metil merkaptan (CH3SH), etil merkaptan (C2H5SH), koenzim A, dan
sistein. (Sardar, Rajesh et al. 2009)
Universitas Indonesia
g/mol, mempunyai berat jenis 1,21 g/cm3, titik leleh 17-19oC dan titik didih 110-
111oC (15 torr). Senyawa ini mengandung gugus tiol dan gugus karboksilat,
seperti terlihat di bawah ini: (Sujit Kumar Ghosh dan Tarasankar Pal. 2007)
HS OH
Pada umumnya, nanopartikel memiliki sifat yang tidak stabil karena energi
permukaannya tinggi, sehingga dibutuhkan kestabilan untuk melawan agregasi
antar partikel dengan memodifikasi permukaannya menggunakan ligan yang
cocok. Ligan tersebut dapat memiliki gugus fungsi seperti: siano (-CN), merkapto
(-SH), dan amina (-NH2), dimana gugus tersebut diketahui memiliki afinitas yang
tinggi terhadap ion logam khususnya emas. (Aryal, Santhosh, et al. 2005)
Penambahan molekul ligan asam 3-merkaptopropanoat pada nanopartikel Au
akan membentuk suatu senyawa stabil. Tiol akan membentuk lapisan tunggal pada
permukaan nanopartikel logam (self Assembly Monolayer) yang berarti asam 3-
merkaptopropanoat telah memodifikasi permukaan nanopartikel yang berbentuk bola
atau ruang 3 dimensi. Dalam modifikasi ini terjadi interaksi antara gugus-SH dari asam
3-merkaptopropanoat dengan nanopartikel Au. Proses menempelnya gugus SH tersebut
pada permukaan nanopartikel Au dapat diidentifikasikan dengan teknik pengukuran
UV-Vis spektrofotometer. Hasil modifikasi nanopartikel Au dapat diamati dari
spektrum yang mengalami pergeseran pada panjang gelombang maksimumnya
jika dibandingkan dengan spektrum nanopartikel Au yang belum termodifikasi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu
bersifat toksik tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Pb, Cu, Cd dan Zn. Bersifat
toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co. Sedangkan yang bersifat toksik
rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.
2.9.1 Logam Pb
Timbal atau dikenal sebagai ion Pb (II) dalam susunan unsur merupakan logam
berat yang dapat secara alami dalam kerak bumi dan tersebar di alam dalam jumlah
kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi. Pb merupakan logam lunak
berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh 327,5oC dan titik
didih 1,740oC pada tekanan atmosfer. Timbal mempunyai nomor atom terbesar dari
semua unsur yang stabil yaitu 82. Namun logam ini sangat beracun yang dapat merusak
sistem syaraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang dalam jangka waktu
yang lama. Timbal terdapat dalam isotop 204 Pb (1,4%), 206 Pb (24,1%), 207 Pb
(22,1%), dan 208 Pb (52,4%) kesemuanya adalah radiogenic dan merupakan produk
akhir dari pemutusan rantai kompleks. Logam ini sangat resisten terhadap korosi, oleh
karena itu seringkali dicampur dengan cairan yang bersifat korosif (seperti asam sulfat)
(Sekar et al, 2004)
2.9.2 Logam Cu
Tembaga (cuprum; Cu) merupakan elemen kimia pada tabel periodik yang
mempunyai nomor atom 29. Tembaga merupakan logam yang mempunyai
konduktifitas termal dan elektrik yang cukup tinggi, sehingga banyak digunakan
sebagai konduktor elektrik dan termal. Selain itu, tembaga juga digunakan sebagai
bahan bangunan yaitu sebagai perlatan logam rumah tangga, dan sebagai bahan dalam
campuran logam (alloy) seperti koin uang logam, dibidang pertanian senyawa tembaga
sulfat sebagai fungisida dan mengontrol perkembangan alga di perairan. Selain itu
juga tembaga dan senyawanya banyak digunakan sebagai zat warna.
Tembaga juga merupakan nutrien yang esensial bagi semua tumbuhan
tingkat tinggi dan hewan. Pada hewan, termasuk manusia tembaga ditemukan di
aliran darah, dan sebagai kofaktor di beberapa enzim. Namun, dalam jumlah yang
Universitas Indonesia
cukup tembaga bisa menjadi beracun dan bahkan bisa berakibat fatal bagi
organisme. Senyawa tembaga harus diperlakukan sebagai senyawa toksik. Kadar
tembaga yang direkomendasikan aman dalam air minum berkisar antara 1,5
sampai 2 miligram per liter (ppm). Terlalu banyak tembaga di perairan juga
mampu merusak kehidupan air. Efek yang terlihat dari konsentrasi tinggi dari
tembaga terhadap ikan dan makhluk hidup lain adalah kerusakan pada insang,
hati, ginjal, dan sistem syaraf. Tembaga juga menggangu indera penciuman ikan,
yang bisa menghalangi mereka dalam reproduksi. (M.S. Saeni, 1997).
2.9.3 Logam Zn
Seng (zinck) adalah unsur kimia dengan lambang Zn, nomor atom 30 dan
massa atom relatif 65,39. Seng tidak diperoleh dengan bebas di alam, melainkan
dalam bentuk terikat. Mineral yang mengandung seng di alam bebas antara lain
calamite (ZnCO3), willemite (ZnSiO4), dan zinck blade (ZnS). Dalam industri,
zinck mempunyai arti penting yaitu melapisi besi atau baja untuk mencegah
proses karat. Zinck digunakan untuk bahan batere dan alinasenya digunakan untuk
cetakan logam, penyepuhan listrik dan metalurgi. Bubuk zinck dalam bentuk
oksida digunakan untuk industri kosmetik, plastik, karet, sabun, pigmen dalam cat
dan tinta. Logam Seng termasuk unsur sedikit berbahaya. Kelebihan logam seng
hingga dua kali AKG (Angka Kekurangan Gizi) menurunkan absorbsi tembaga.
Kelebihan sampai 10 kali AKG mempengaruhi metabolisme kolesterol,
mengubah nilai lipoprotein, dan dapat mempercepat timbulnya aterosklerosi.
Mengkonsumsi logam seng (LD50) sebanyak 2 g/kg atau lebih, dapat
menyebabkan muntah, diare, demam, kelelahan, anemia dan gangguan
reproduksi. (Ali, H.O et al. 2006)
2.9.4 Logam Cd
Universitas Indonesia
penyakit paru-paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan kelenjer
pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Marganof, 2003).
2.9.5 Logam Fe
Besi atau ferrum (Fe) adalah logam berwarna putih keperakan, liat dan dapat di
bentuk. Di alam dapat sebagai hematite, di dalam air minum Fe menimbulkan rasa,
warna (kuning), pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi dan
kekeruhan Fe akan mempengaruhi pembentukan Hb tersebut. Sel darah merah muda
(korpuskula) mengandung Hb dan bahan ini diproduksi dalam sum-sum tulang untuk
mengganti sel darah merah yang rusak. Besi juga berperan dalam aktivitas beberapa
enzim seperti sitokrom dan flavor potein. Banyaknya Fe di dalam tubuh dikendalikan
pada fase absorbsi tubuh tidak dapat mengekresikan Fe. Karenanya mereka yang
sering mendapat transfusi darah, warna kulitnya menjadi hitan karena akumulasi Fe
Sekalipun Fe diperlukan oleh tubuh, tetrapi dalam dosis besar dapat merusak dinding
usus. Kematian seringkali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Debu Fe juga
dapat diakumulasi di alam alverri paru-paru.
2.11 Adsorben
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Prinsip FT-IR adalah serapan dari senyawa dengan tingkat energi vibrasi
dan rotasi pada ikatan kovalen yang mengalami perubahan momen dipol dalam
suatu molekul. Radiasi IR yang umunya dipakai untuk analisis instrumental
adalah daerah bilangan gelombang 4000-670 cm-1. Bentuk dan struktur molekul
menjadi penentu terjadinya interaksi radiasi IR dengan molekul. Hanya molekul
diatomik tertentu misalnya H2, N2 dan O2 yang tidak dapat mengabsorbsi IR
karena vibrasi dan rotasinya tidak menghasilkan perubahan momen dipol
(Sunardi.2007).
a. Atomisasi sampel.
b. Absorbsi radiasi dari sumber sinar oleh atom bebas.
Prinsip dari XRF adalah penembakan sinar X atau rendah dari sumber
radioaktif pada sampel untuk mendeteksi unsur tertentu yang diinginkan.
Universitas Indonesia
Penembakan akan menyebabkan elektron pada kulit atom terdalam unsur tersebut
tereksitasi ke level energi yang lebih tinggi. Kulit yang kosong akan diisi oleh elektron
pada kulit atom selanjutnya. Keadaan eksitasi dari elektron yang ditembak tidak akan
stabil sehingga elektron tereksitasi akan turun ke level energi yang lebih rendah
sehingga lebih stabil sambil memancarkan kelebihan energi yang berasal dari
penembakan sumber dalam bentuk sinar X. Besarnya sinar yang dipancarkan spesifik
untuk setiap unsur dan foton tersebut akan dideteksi oleh detektor sehingga bisa
menampilkan data yang kualitatif dan kuantitatif dari sampel. (Chem-is-try.org. 2011)
Teori BET diperkenalkan tahun 1938 oleh Stephen Brunaeur, Paul Hugh
Emmet, dan Edward Teller. BET adalah singkatan dari nama ketiga ilmuwan
tersebut. Teori ini menjelaskan fenomena adsorpsi molekul gas di permukaan zat
padat (melekatnya molekul gas di permukaan zat padat). Kuantitas molekul gas
yang diadsorpsi sangat bergantung pada luas permukaan yang dimiliki zat padat
tersebut. Dengan demikian, secara tidak langsung teori ini dapat dipergunakan untuk
menentukkan luas permukaan zat padat.
Jika zat padat berupa patikel-partikel maka luas permukaan untuk zat
padat dengan massa tertentu makin besar jika ukuran partikel makin kecil. Dengan
mendefinisikan luas permukaan spesifik sebagai perbandingan luas total permukaan zat
padat terhadap massanya maka luas permukaan spesifik informasi makin besar jika
ukuran partikel makin kecil. Metode BET memberikan informasi tentang luas
Universitas Indonesia
permukaan spesifik zat padat. Dengan demikian metode ini dapat digunakan untuk
memperkirakan ukuran rata-rata partikel zat padat. Untuk material berpori, luas
permukaan spesifik ditentukan oleh porositas spesifik zat padat, yaitu molekul dapat
teradsorpsi pada permukaan zat padat hingga beberapa lapis dan tidak ada interaksi
antar molekul gas yang teradsorpsi pada permukaan zat padat.
molekul gas. Tidak ada adsorpsi gas lebih lanjut sehingga tekanan di dalam
chamber tidak berubah lagi dan menjadi P (tekanan kesetimbangan). (Khairurijjal,
et al. 2002)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: labu ukur, gelas
ukur, pipet volumetri, pipet tetes, gelas beaker, batang pengaduk, botol
semprot, bulb, tabung reaksi, neraca analitik, oven, dan magnetic stirrer.
Alat uji yang digunakan untuk karakterisasi pada penelitian ini yaitu:
Fourier Transmitan Infra Red (FTIR) Prestige 21 (Shimadzu), Particle Size
Analyzer (PSA) Malvern ZEN 1600, dan Atomic absorption Spectrometry
6300 (Shimadzu).
3.1.2 Bahan
31 Universitas Indonesia
10,42 mL dan diencerkan dengan aquades dalam labu ukur 250 mL hingga
tepat tanda batas; konsentrasi larutan HCl menjadi 0,05 M.
Universitas Indonesia
dikalsinasi selama 2 jam pada suhu 300 oC dan zeolit yang telah aktif
dikarakterisasi dengan menggunakan XRF dan BET.
Universitas Indonesia
tersisa. Sebelumnya kadar Pb2+ dalam larutan awal sebagai standar diukur
terlebih dahulu dengan SSA.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bagan Penelitian
Zeolit Klinoptilolit
Aktivasi
AAS
Zeolit@Au@AMP-Pb
Regenerasi
Zeolit@Au@AMP + Pb-EDTA
Universitas Indonesia
Zeolit alam yang digunakan pada penelitian ini yaitu jenis klinoptilolit
berasal dari daerah Bayah, Jawa Barat yang diproduksi oleh CV Transindo
Utama. Zeolit alam mempunyai bentuk kristal yang teratur dengan rongga atau
pori yang berhubungan ke semua arah. Karena berasal dari alam, maka zeolit
masih banyak mengandung pengotor, ion-ion logam atau molekul air di dalam
rongga-rongganya. Oleh karena itu, pengotor-pengotor dalam zeolit terlebih
dahulu harus dihilangkan sebelum digunakan yaitu dengan diaktivasi secara fisika
dan kimia. Setelah diaktivasi zeolit kemudian dikarakterisasi dengan FTIR, PSA,
XRF.
ukuran ion logam lainnya. Selanjutnya zeolit dikalsinasi pada suhu 300 oC untuk
menghilangkan air yang terjebak dalam pori-pori zeolit serta menghilangkan
senyawa-senyawa organik yang mungkin terkandung dalam zeolit.
AuCl4- 3++ 3+
Au Au
Au3+ Au3+
+
NaBH4
Permukaan zeolit
Zeolit@Au
Au Au
u
Au
Au
u
Au
Univeritas Indonesia
Univeritas Indonesia
Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa pori zeolit berukuran 9,611 x 101Ao atau
9,6 nm. Data ini menunjukkan, bahwa pengisisan pori-pori zeolit oleh
nanopartikel Au sangat mungkin dilakukan, karena nanopartikel Au yang
digunakan hanya berukuran 6,503 nm (data PSA Gambar 4.5 dan Lampiran1
Tabel 3). Data BET juga memperlihatkan, bahwa ukuran pori zeolit klinoptilolit
termasuk ukuran mesopori (ukuran pori berkisar antara mikro dan makropori) yaitu
3-50 nm.
Karakterisasi dengan XRF bertujuan melihat kandungan atom dalam
zeolit. Karakterisasi dilakukan terhadap zeolit dan zeolit@Au, untuk melihat
keberhasilan imobilisasi nanopartikel Au pada permukaan zeolit. Hasil
karakterisasi dengan XRF diperlihatkan pada Tabel 4.2. Pada Tabel 4.2
memperlihatkan bahwa zeolit setelah dimodifikasi terdapat unsur Au sebesar
13,792 sedangkan dari hasil analisa XRF pada zeolit aktif tidak dapat
didapatkan unsur Au. Hal ini menujukkan bahwa nanopartikel Au telah
berhasil di imobilisasi pada pori-pori zeolit.
Au 13.792
a b
Gambar 4.3 Zeolit aktivasi (a) dan Zeolit@Au (b)
Univeritas Indonesia
Dari Gambar 4.4 spektra PSA ukuran partikel zeolit aktif tidak
termodifikasi sebesar 671,8 nm, zeolit termodifikasi nanopartikel Au sebesar
772,2nm. Sedangkan pengukuran PSA untuk zeolit@Au@AMP 0,01 M sebesar
542.6 nm dan zeolit@Au@AMP 0,03 M sebesar 498.2 nm. Karakterisasi juga
dilakukan terhadap nanopartikel Au, Au@AMP dengan [AMP = 1,0 x 10-2 M]
dan Au@AMP dengan [AMP = 3,0 x 10-2 M] tanpa diimobilisasi ke dalam zeolit
seperti diperlihatkan pada Gambar spektra PSA 4.5 (Lampiran 1; Tabel.3).
Univeritas Indonesia
120
Zeolit dopping Au dopping AM P 0.03 M
Zeolit dopping Au
100 zeolit dopping Au dopping AM P 0.01 M
80 zeolit aktivasi
60
40 Zeolit Dopping Au
Zeolit dopping Au dopping AMP 0.03 M
Zeolit dopping Au dopping AMP 0.01 M
Zeolit Aktivasi
20
4000 3000 2000 1000
Dari Gambar 4.6 terlihat spektrum zeolit aktivasi dan zeolit@Au yang
hampir sama yang berbeda hanya intensitasnya. Pada zeolit@Au intensitasnya
lebih besar dibandingkan dengan zeolit aktivasi. Hal ini menandakan bahwa
nanopartikel Au telah terimobilisasi pada pori-pori zeolit. Pada spektra FTIR
nanopartikel Au sulit teridentifikasi karena jumlah Au yang kecil dibandingkan
zeolit. Untuk meyakinkan data yang didapat adanya nanopartikel Au telah
Univeritas Indonesia
14
Adsorbat Teradsorpsi
12
(mg/0,1g)
10
8
4.61
4.39 3.65
6
4
2
0
Zeolit aktivasi Zeolit@Au Zeolit@Au@AMP
Adsorben 0,01M
pada zeolit aktif tanpa modifikasi dan zeolit termodifikasi. Perbandingan adsorpsi
zeolit aktif tanpa modifikasi dan zeolit termodifikasi dapat dilihat pada Gambar 4.7
dan Tabel 4.3 (Lampiran 2; Tabel.4.)
Dari Gambar 4.7 terlihat perbandingan kemampuan masing-masing
adsorben. Adsoben zeolit@Au@AMP menyerap ion Zn(II) lebih besar dari zeolit
aktivasi dan zeolit@Au, tetapi memiliki perbedaan sedikit dalam kemampuannya
menyerap ion Zn(II), hal ini diduga karena ion Zn(II) memiliki ukuran atom yang
terlalu kecil sehingga kemungkinan sedikit berikatan dengan gugus COO- dari
ligan AMP dan mudah terhidrasi dengan H2O di dalam larutan.
Pada adsorben zeolit@Au dalam menyerap ion Zn(II) menurun
dibandingkan dengan zeolit aktivasi, hal ini diasumsikan bahwa pori-pori
zeolit telah terisi nanopartikel Au melalui pertukaran kation dengan Na+ yang
terdapat dalam rongga zeolit sehingga ion Zn(II) yang terserap pada pori-pori
zeolit berkurang. Untuk mengetahui persen perbandingan kenaikan Zn(II) yang
teradsopsi pada adsorben yang termodifikasi (zeolit@Au dan zeolit@Au@AMP
0,01M) terhadap zeolit yang tidak termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Ion Cu (II) yang digunakan berasal dari Cu(NO3)2.3 H2O dengan konsentrasi
513,032 ppm, adsorpsi larutan ion Cu (II) ini dilakukan oleh adsorben zeolit aktif
tanpa modifikasi; zeolit@Au dan zeolit@Au@AMP. Sebelum dan sesudah
diadsorpsi dilakukan pengukuran menggunakan spektroskopi serapan atom
untuk mengetahui konsentrasi ion Cu (II) yang terikat pada zeolit aktif tanpa
modifikasi dan zeolit termodifikasi. Perbandingan kemampuan adsorben zeolit
aktif tanpa modifikasi dan zeolit termodifikasi diperlihatkan pada Gambar 4.8 dan
Tabel 4.4 (Lampiran 3; Tabel.5).
Univeritas Indonesia
14
Adsorbat Teradsorpsi 12
10
(mg/0,1g)
8
6
2.72
2.12
4 1.36
2
0
Zeolit aktivasi Zeolit@Au Zeolit@Au@AMP
0,01M
Adsorben
Gambar 4.8 Grafik perbandingan jumlah ion Cu (II) teradsorpsi pada zeolit;
zeolit@Au; zeolit@Au@AMP 0,01M
Univeritas Indonesia
Teradsorpsi
( mg/L)
Zeolit aktivasi 21,20 (a)
Zeolit@Au 13,64 (b) -35,66 (d1)
Zeolit@Au@AMP 27,29 (c) 28,72 (d2)
0,01M
Univeritas Indonesia
besar untuk berikatan dengan gugus COO- dari ligan AMP, maka gugus COO- ini
akan berikatan kuat secara elektrostatik dengan ion Pb(II).
12.39
14
12
8.49
Adsorbat Teradsorpsi
10
6.01
(mg/0,1g)
0
Zeolit aktivasi Zeolit@Au Zeolit@Au@AMP
Adsorben 0,01M
Gambar 4.9 Grafik perbandingan jumlah ion Pb (II) teradsorpsi pada zeolit;
zeolit@Au; zeolit@Au@AMP 0,01M
Univeritas Indonesia
Univeritas Indonesia
14
Adsorbat Teradsorpsi
12
10
(mg/0,1g)
6.46
6.03 5.79
8
6
4
2
0
Zeolit aktivasi Zeolit@Au Zeolit@Au@AMP 0,01M
Adsorben
14
Adsorbat Teradsorpsi
12
(mg/01g)
10
8
6
1.98 2.09
4 1.06
2
0
Zeolit aktivasi Zeolit@Au Zeolit@Au@AMP
0,01M
Adsorben
besar dibandingkan dengan zeolit tanpa modifikasi ini diduga karena tetapan
pembentukan kompleks antara ion Fe(III) dengan ligan 3-AMP yang terlalu kecil
sehingga walaupun terjadi penyerapan sedikit sekali. Untuk mengetahui persen
perbandingan kenaikan Fe(III) yang teradsopsi pada adsorben yang termodifikasi
(zeolit@Au dan zeolit@Au@AMP) terhadap zeolit yang tidak termodifikasi dapat
dilihat pada Tabel 4.7.
Univeritas Indonesia
[AMP] pada Fe
Zn (II) Cu (II) Pb (II) Cd (II)
zeolit@Au@AMP (III)
AMP:0,01M (a) 46,15 27,29 123,97 64,6 20,91
AMP: 0,03M (b) 47,77 28,99 1201,54 125,25 34,71
% Kenaikan (c) 3,51% 6,22% 869,21% 93,88% 66%
sangat selektif terhadap ion logam Pb (II). Berdasarkan hasil ini, optimasi kondisi
dan regenerasi dilakukan terhadap zeolit@Au@AMP-Pb (II).
4.4.2 Adsorben Ion Logam Berat dari Limbah Buatan (Ion Campuran)
169.49
180
160
[M(II)/M(III)] Teradsorpsi
140
120
(mg/0,1g)
100
80
49.01
60
40 18.29 15.49
20 3.53
0
Zn(II) Cu(II) Pb(II) Cd(II) Fe(III)
Ion logam Uji
dengan ion logam lainnya sedangkan logam Zn (II) terserap paling sedikit.
Seperti terlihat pada Gambar 4.13.
1.56% 7.70%
19.60% Zn(II)
6.38%
Cu (II)
Pb (II)
71.45%
Cd (II)
Fe (III)
Univeritas Indonesia
188.22
200
180
[M(II)/M(III)] Teradsorpsi
160
140
(mg/0,1g)
120
100 79.85
80
60
40 21.25
11.48
20
0
Zn(II) Cu(II) Pb(II) Cd(II)
Ion logam Uji
9,36% 4,99%
33,65% Zn(II)
Cu(II)
79,35% Pb(II)
Cd(II)
Univeritas Indonesia
140
120.15
120
100
[Pb (II)] Teradsorpsi
85.04
82.94
80
( mg/0,1g)
80.24
60
40
20 12.39
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
[AMP] molar
Univeritas Indonesia
Hal ini dapat dilihat dari grafik % kenaikan jumlah ion Pb(II) yang teradsopsi
zeolit@Au@AMP dengan variasi konsentrasi AMP pada [Pb(II)] 2049,4 mg/ L
(Lampiran 9; Tabel. 11).
58.63%
60%
50% 41.50%
40% 39.15%
% Teradsorpsi
40%
30%
20%
6%
10%
0%
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
[AMP] (molar)
Univeritas Indonesia
140
80
60
40
23.8 26.6
20
0
0 1000 2000 3000 4000 5000
[Pb (II)] awal (mg/L)
Dari Grafik 4.18 di atas terlihat bahwa semakin besarnya konsentrasi ion
Pb(II) semakin kecil adsorpsinya, hal ini diduga banyaknya ion Pb(II) di dalam
larutan menyebabkan difusi ion Pb (II) dalam pori-pori zeolit berkurang karena
pori-pori zeolit yang sudah jenuh terisi dengan nanopartikel Au dan ion Pb (II)
lain yang sudah teradsdrpsii dalam rongga zeolit. Kemampuan untuk
membentuk kompleks dengan ligan AMP berkurang karena ruang ikatan yang
disediakan ligan 3-AMP untuk berikatan dengan gugus COO- dimungkinkan
terjadi kompetisi antara ion Pb (II) untuk berikatan secara elektrostatik dengan
gugus COO-, sehingga banyak konsentrasi ion Pb (II) sisa yang tidak terserap
pada zeolit@Au@AMP. Hal ini juga diperjelas dengan Gambar 4.19 persen
kenaikan daya adsorpsi zeolit@Au@AMP dengan variasi konsentrasi ion Pb(II)
(Lampiran 10; Tabel.14).
Univeritas Indonesia
58.63%
% [Pb(II)]awal/[Pb(II) Teradsorpsi
60.00% 52.75%
50.00%
38.11%
40.00%
26.67% 28.81%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
451.2 997.44 2049.4 2937.83 3987.24
[Pb(II)]awal (mg/L)
4.6 Regenerasi
Dari data dan pembahasan sebelumnya mengenai kemampuan adsorben zeolit
aktivasi; zeolit@Au; zeolit@Au@AMP dalam menyerap ion logam, didapatkan bahwa
adsorpsi optimum hanya selektif untuk ion Pb (II) saja, sehingga pada sub bab ini akan
dibahas mengenai regenerasi zeolit@Au@AMP-Pb menggunakan Na-EDTA.
[Pb(II)]
[Pb(II)]
terikat %
terserap
Adsorben Na-EDTA Regenerasi
mg/0,1g
mg/0,1g (c)
(a)
(b)
zeolit Aktivasi 8,49 7,67 90,34%
Zeolit@Au 6,01 3,76 62,56%
Zeolit@Au@AMP
12,39 8,51 68,68%
0,01 M
Zeolit@Au@AMP
120,15 93,33 77,67%
0,03M
Univeritas Indonesia
Ket: 0,1 gram zeolit untuk 10 mL larutan EDTA 10 mL; Perhitungan : c = x 100%
Dari Tabel 4.9 memperlihatkan, bahwa EDTA dapat menarik ion logam Pb (II)
dari masing-masing adsorben melalui subtitusi ligan. EDTA dapat menarik ion Pb (II)
terbesar dari zeolit aktif tanpa modifikasi sebesar 90,34% hal ini disebabkan karena
zeolit aktif yang tidak dimodifikasi dapat dikelat dengan sangat kuat oleh EDTA tanpa
melalui reaksi subtitusi ligan. EDTA juga dapat menarik ion Pb(II) pada zeolit yang
termodifikasi (zeolit@Au dan zeolit@Au@AMP) melalui subtitusi ligan karena EDTA
merupakan pengkelat yang sangat kuat dibandingkan dengan ligan AMP sehingga
EDTA mampu menarik ion Pb(II) dari permukaan ligan AMP, dapat terlihat pada
gambar grafik dibawah ini yaitu daya kelat EDTA untuk mengikat ion Pb(II) dari
zeolit aktif tanpa modifikasi; zeolit@Au; zeolit@Au@AMP.
90,34%
100
90 77,67%
68,68%
80
62,56%
% Regenerasi
70
60
50
40
30
20
10
0
zeolit Aktivasi Zeolit@Au Zeolit@Au@AMP Zeolit@Au@AMP
0,01 M 0,03M
Adsorben
Gambar 4.20 Grafik Daya kelat EDTA untuk mengikat ion Pb (II) dari zeolit
aktif tanpa modifikasi; zeolit@Au; zeolit@Au@AMP
Gambar 4.20 terlihat bahwa kuatnya sifat menarik kation dari EDTA
disebabkan karena EDTA merupakan suatu ligan heksadentat (memiliki 6 pasang
elektron bebas) sedangkan AMP hanya berupa ligan monodentat (memiliki 2 pasang
elektron bebas) jadi ion Pb(II) lebih cenderung berikatan dengan EDTA. Dari persen
regenerasi yang diperoleh didapatkan informasi bahwa zeolit@Au@AMP dapat
Univeritas Indonesia
Univeritas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan:
1. Sintesis zeolit termodifikasi nanopartikel emas berhasil dilakukan
dengan reduksi Au3+ menjadi Auo dengan NaBH4 sebanyak 3 kali
pelapisan, serta penanaman asam 3-merkaptopropanoat berhasil
memodifikasi permukaan zeolit@Au pada konsentrasi ligan 0,03 M.
2. Karakterisasi zeolit termodifikasi (zeolit@Au) dengan XFR, FTIR,
PSA dan (zeolit@Au@AMP) dengan FTIR dan PSA.
3. Aplikasi adsorben zeolit@Au@AMP selektif mengadsorpsi ion logam
Pb(II) dibandingkan ion logam Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Fe(III)
4. Aplikasi adsorben zeolit@u@AMP terbesar dalam mengadsorpsi ion
logam dengan urutan Pb2+(46,01)%>Cu2+(28,72%)>Cd2+ 7,04%>Fe3+
(5,06%)>Zn2+ (5%)
5. Daya adsorpsi zeolit@Au@AMP>zeolit aktivasi>zeolit@Au
6. Zeolit@Au@AMP meningkatkan kapasitas penyerapan zeolit sebesar
5-46,01% dengan persen kenaikan terbesar terdapat pada ion Pb(II)
sebesar 869,21%.
7. Kondisi optimum dicapai pada zeolit@Au@AMP dengan konsentrasi
AMP sebesar 0,03 M, dimana persen teradsorpsi mencapai 58,63%
Besarnya daya adsorpsi menunjukkan bahwa zeolit@Au@AMP
memiliki potensi besar dalam penanggulangan pencemaran oleh ion
logam berat.
8. Regenerasi zeolit@Au@AMP-Pb(II) berhasil dilakukan dengan
menggunakan Na-EDTA 0,1M.
73 Universitas Indonesia
5.2 Saran
1. Melakukan uji variasi pH terhadap ion logam berat untuk mengetahui
kompetensi daya adsorpsinya.
2. Melakukan uji regenerasi terhadap campuran ion logam dengan
variasi konsentrasi Na-EDTA dan pH.
Universitas Indonesia
Argun, M.E., Dursun, ., (2006). Removal of heavy metal ions using chemically
modified adsorbents. J. Int. Environ. Appl. Sci. 1, 27-40.
Bikash K. Jena, Sourov Ghosh, Rajkumar Bera, Ramendra S. Dey, Ashok K. Das
and C. Retna Raj. (2010). Bioanalytical Applications of Au Nanoparticles. Recent
Patents on Nanotechnology ,Vol. 4, pp 41-52
Das, R.N. and P. Pramanik, (2000). Chemical Synthesis of Fine Powder of Lead
Magnesium Niobate Using Niobium Tartarate Complex. Mater Lett. Vol 46, pp 7
Dutta. K. (2000). Hand Book of Zeolite Science and Technology. The Ohio State
University
Ghosh, Sujit Kumar, Subrata Kundu, Madhuri Mandal, Tarasankar Pal. (2002).
Silver and Gold Nanocluster Catalyzed Reduction of Methylene Blue by Arsine in
a Micellar Medium; Langmuir, Vol. 18, pp 8756-8760
Karatas, M., (2007). Removal of Cadmium from Water Using Clinoptilolite, Asian
J. Chem. Vol. 19, pp 3963-3970
Universitas Indonesia
Mrquez, G.E, Ribeiro, M.J.P, Ventura, J.M., Labrincha, J.A. (2004). Removal of
nickel from aqueous solutions by clay-based beds. Ceramics International,
Vol.30(1), 111119.
Mircea Stefan, Daniela Simina Stefan, Ioana Andreea Marinescu, Mihai Belcu,
Danut Ionel Vairenau. (2008). Simultaneous Sorption of Cadmium, Zinck, and
Lead on Montmorillonite. Revue Roumaine de Chimie, Vol.53(10), pp 965971
M.S. Saeni. (1997). Penentuan Tingkat Pencemaran Logam Berat dengan Analisis
Rambut. Orasi Ilmiah, Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Lingkungan, Fakultas
Matematika dan IPA IPB. Bogor
Universitas Indonesia
Norsten, Tyler B.; Frankamp, B.L; Rotello, V.M. (2002). Metal directed Assembly
of Terpyridine-Functionalized Gold Nanoparticles. Nano Letters , vol.2, No. 12,
1345-1348
Universitas Indonesia
Sujit Kumar Ghosh dan Tarasankar Pal. (2007). Interparticle Coupling Effect on
the Surface Plasmon Resonance of Gold Nanoparticles: From Theory to
Applications. Chem. Rev, Vol.107, pp 4797-4862
Sri Wahyuni, Neny. (2009). Interaksi Nanopartikel Emas pada Zeolit Klinoptilolit
Termodifikasi 11-MUA sebagai Adsorben Ion Pb (II). Karya Utama Sarjana
Kimia. Departemen Kimia. FMIPA UI
Vemula. P.K, U. Aslam, V.A. Mallia, G. John. (2007). In Situ synthesis of Gold
Nanoparticles Using Molecular Gels and Liquid Crystals from Vitamin-C
Amphiphiles. Chem. Mater, Vol.19, pp138.
Walker, C.H, J.V.St. John , P. Wisian-Neilson. (2001). Synthesis and size control
of gold nanoparticles stabilized by poly (methylphenylphosphazene). J. Am.
Chem. Soc. Vol.123, pp 3846
Universitas Indonesia
73 Universitas Indonesia
Lampiran 2
Absorbansi
0,8 0,1362 0.3
1 0,2002
0.2
2 0,4279
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
[Zn(II)] (mg/L)
Dimana :
y = Absorbansi Maka Konsentrasi larutan = x. Fp
Lampiran 3
Absorbansi
0.8 y = 0.082x + 0.038
6 0,5565 R = 0.994
9 0,806 0.6
13 1,0786 0.4
0.2
0
0 5 10 15
[Cu(II)] (mg/L)
Universitas Indonesia
Lampiran 4
Absorbansi
R = 0.998
10 0,1265 0.1
12 0,1484
15 0,1825 0.05
0
0 5 10 15 20
[Pb(II)] (mg/L)
Universitas Indonesia
Lampiran 5
Absorbansi
R = 0.976
0.4
0,8 0,1433
1 0,3021 0.3
2 0,6239 0.2
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
[Cd(II) ] (mg/L)
Universitas Indonesia
Lampiran 6
0.7
[Fe(III)] Kurva standar kalibrasi Fe(III)
Absorbansi 0.6
(mg/L)
1 0,0032 0.5
3 0,0192
Absorbansi
0.4 y = 0.045x - 0.080
8 0,2722 R = 0.987
0.3
10 0,3544
0.2
15 0,6117
0.1
0
0 5 10 15 20
Universitas Indonesia
Lampiran 7
d= x
Universitas Indonesia
Lampiran 8
Universitas Indonesia
Lampiran 9
Universitas Indonesia
Lampiran 10
Universitas Indonesia
Lampiran 11
Universitas Indonesia
Lampiran 12
Universitas Indonesia
Lampiran 13
Universitas Indonesia
Lampiran 14
Lampiran 15
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia