Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma kepala meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. Trauma kepala paling sering
terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius diantara penyakit neurlogis lainnya
serta mempunyai proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Lebih dari setengah
dari semua pasien dengan trauma kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera
bagian tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada pasien trauma kepala biasanya karena
adanya cedera bagian tubuh lainnya. Resiko utama pasien yang mengalami trauma kepala
adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap
cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial (PTIK).

Cedera kepala bertanggung-jawab atas separuh kematian karena cedera. Merupakan


komponen yang paling sering pada cedera multipel. Ditemukan pada 75 % korban tewas
karena kecelakaan lalu-lintas. Untuk setiap kematian, terdapat dua kasus dengan cacad tetap,
biasanya sekunder terhadap cedera kepala. Masalah yang biasa dihadapi adalah jauhnya,
ketersediaan fasilitas serta tingkat kompetensi bedah saraf setempat, serta lambatnya tindakan
definitif, organisasi kegawat-daruratan, dan profil cedera. Yang terpenting adalah
pengelolaan ventilasi dan hipovolemia yang berperan dalam menimbulkan kerusakan otak
sekunder yang bisa dicegah. Transfer pasien yang memenuhi sarat dengan segera akan
mengurangi kesakitan dan kematian. Transfer tidak boleh diperlambat oleh tindakan
diagnostik. Penyebab kecacadan atau kematian yang dapat dicegah antara lain adalah
keterlambataan resusitasi atas hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi, keterlambatan tindakan
definitif terutama terhadap hematoma intrakranial yang berkembang cepat, serta kegagalan
mencegah infeksi

1
B. Tujuan

A. Umum
Mengetahui konsep teori, masalah keperawatan dan asuhan keperawatan pasien
dengan trauma kepala.
B. Khusus
Mengetahui pengertian trauma kepala. Mengetahui etiologi, klasifikasi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan pasien dengan
trauma kepala. Mengetahui masalah keperawatan dan asuhan keperawatan pasien
dengan trauma kepala.

C. Ruang Lingkup

Makalah ini akan membahas konsep teori tentang trauma kepala dan masalah
keperawatan pasien dengan trauma kepala serta asuhan keperawatan pasien dengan
trauma kepala.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

B. Klasifikasi
Didasarkan pada aspek :

a. Mekanisme trauma
(1). Tumpul : kecepatan tinggi, kecepatan rendah
(2). Tajam : cedera peluru, bacok, dll
b. Beratnya
Didasarkan pada Glasgow Coma Scale (GCS)
(1). Cedera kepala ringan (bila GCS 14-15)
(2). Cedera kepala sedang (bila GCS 9-13)
(3). Cedera kepala berat (bila GCS 3-8)
c. Berdasar morfologi :
(1). Fraktura tengkorak.
(a). Kalvaria :
1. Linier atau stelata.
2. Terdepres atau tidak terdepres.
(b). Basiler :
1. Anterior.
2. Media.
3. Posterior.
(2). Lesi intrakranial.
(a). Fokal :

3
(1). Perdarahan meningeal :
1. Epidural.
2. Subdural.
3. Sub-arakhnoid.
(2). Perdarahan dan laserasi otak :
Perdarahan intraserebral dan atau kontusi.
Benda asing, peluru tertancap.
(b). Difusa :
1. Konkusi ringan.
2. Konkusi klasik.
b. Cedera aksonal difusa.

BERDASAR MEKANISME

Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrating.


Sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak terdepres dapat
dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera
tulang. Istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan,
jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrating lebih sering dikaitkan dengan luka tembak
dan luka tusuk.

BERDASAR BERATNYA

Jennett dan Teasdale menentukan koma sebagai ketidakmampuan untuk menuruti


perintah, mengucapkan kata-kata dan membuka mata. Pada pasien yang tidak mempunyai
ketiga aspek pada definisi tersebut tidak dianggap sebagai koma. 90% pasien dengan skor
total delapan atau kurang, dan tidak untuk yang mempunyai skor 9 atau lebih, dijumpai
dalam keadaan koma sesuai dengan definisi tsb. Untuk kegunaan praktis, skor total GCS 8
atau kurang didefinisi sebagai pasien koma. Skor 9 hingga 13 dikelompokkan sebagai cedera
kepala sedang, dan skor GCS 14 hingga 15 sebagai ringan.

4
BERDASAR MORFOLOGI

Walau pasien tertentu yang mengalami perburukan secara cepat mungkin dioperasi
tanpa CT scan, kebanyakan pasien cedera berat sangat diuntungkan oleh CT scan sebelum
dioperasi. Karenanya tindak lanjut CT scan berulang sangat penting karena gambaran
morfologis pada pasien cedera kepala sering mengalami evolusi yang nyata dalam beberapa
jam pertama, bahkan beberapa minggu setelah cedera.

Fraktura Tengkorak

Mungkin tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linear atau stelata, mungkin
terdepres atau tidak terdepres. Fraktura tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos
dan biasanya perlu CT. Adanya tanda klinis membantu identifikasinya. Fraktura terdepres
lebih dari ketebalan tengkorak memerlukan operasi elevasi. Fraktura tengkorak terbuka atau
compound berakibat hubungan langsung antara laserasi kulit kepala dan permukaan serebral
karena duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi perbaikan segera. Fraktura
kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien sadar
dan 20 kali pada pasien tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak
mengharuskan pasien untuk dirawat.

Lesi Intrakranial

Kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma
epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Cedera otak difusa,
menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma
dalam.

Lesi Fokal

Hematoma Epidural. Klot terletak diluar dura. Paling sering diregio temporal atau
temporal-parietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media, namun mungkin
sekunder dari perdarahan vena/sinus pada sepertiga kasus, terutama diregio parietal-oksipital
atau fossa posterior. Tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma

5
cedera kepala), namun harus selalu diingat dan ditindak segera. Bila ditindak segera,
prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya biasanya masih terbatas. Outcome
langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi. Mortalitas dari hematoma epidural
sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien obtundan, dan 20% pada pasien koma
dalam. Hematoma Subdural. Lebih sering dari hematoma epidural, pada 30% penderita
dengan cedera kepala berat. Terjadi akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral
dan sinus draining, laserasi permukaan atau substansi otak. Kerusakan otak yang mendasari
jauh lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas 60%,
diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera.

Kontusi dan hematoma intraserebral.

Kontusi serebral cukup sering, hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural.
Majoritas dilobus frontal dan temporal, walau dapat pada setiap tempat. Perbedaan antara
kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Lesi jenis salt and

pepper klasik pada CT jelas kontusi, dan hematoma yang besar jelas bukan. Terdapat
zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam
beberapa hari. Ingat, kontusi bukan diagnosis klinis.

6
Cedera difusa

Cedera otak difusa membentuk kerusakan otak berat progresif yang berkelanjutan,
disebabkan cedera akselerasi-deselerasi otak, adalah jenis cedera kepala yang paling sering.
Konkusi Ringan. Konkusi (cerebral concussion) ringan : kesadaran tidak terganggu, terdapat
suatu tingkat disfungsi neurologis temporer. Sering terjadi dan karena ringan, sering tidak
dibawa kepusat medik. Bentuk paling ringan, berakibat konfusi dan disorientasi tanpa
amnesia. Pulih sempurna tanpa disertai sekuele major. Yang sedikit lebih berat menyebabkan
konfusi dengan amnesia retrograd maupun post traumatika. Konkusi Serebral Klasik.
Konkusi serebral klasik : hilangnya kesadaran. Selalu disertai amnesia retrograd dan post
traumatika, dan lamanya amnesia post traumatika adalah pengukur atas beratnya cedera.
Hilangnya kesadaran sementara, sadar sempurna dalam enam jam, walau biasanya sangat
awal. Tidak mempunyai sekuele kecuali amnesia atas kejadian terkait cedera, namun
beberapa mempunyai defisit neurologis yang berjalan lama, walau kadang-kadang sangat
ringan.

Cedera Aksonal Difusa (CAD).

CAD (Diffuse Axonal Injury, DAI) : koma pasca trauma yang lama(lebih dari enam
jam), tidak dikarenakan lesi massa atau kerusakan iskhemik. Dibagi menjadi kategori ringan,
sedang dan berat. CAD ringan jarang, koma berakhir pada 6 hingga 24 jam, dan pasien mulai
dapat ikut perintah setelah 24 jam. CAD sedang, koma yang berakhir lebih dari 24 jam tanpa
tanda-tanda batang otak. Bentuk CAD paling sering dan merupakan 45% dari semua pasien
dengan CAD. CAD berat biasanya terjadi pada kecelakaan kendaraan dan paling mematikan.
36% dari semua pasien dengan CAD. Koma dalam dan menetap untuk waktu yang lama.
Sering menunjukkan tanda dekortikasi atau deserebrasi dan cacad berat menetap bila
penderita tidak mati, disfungsi otonom seperti hipertensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan
sebelumnya tampak mempunyai cedera batang otak primer. CAD umumnya lebih banyak
berdasarkan pada fisiologi atas gambaran klinik yang terjadi.

7
Pemeriksaaan GCS

Dilakukan dengan memeriksa respon dari 3 area : membuka mata, respon verbal dan
respon motorik. Skor terendah 3 dan tertinggi 15. Respon motorik dinilai yang terbaik dari
kedua sisi.

Respon membuka mata (eye)

(4). Spontan dengan adanya kedipan


(3). Dengan suara
(2). Dengan nyeri
(1). Tidak ada reaksi

Respon bicara (verbal)

(5). Orientasi baik


(4). Disorientasi (mengacau/bingung)
(3). Keluar kata-kata yang tidak teratur
(2). Suara yang tidak berbentuk kata
(1). Tidak ada suara

Respon bicara (verbal) untuk anak-anak

(5). Kata-kata bermakna, senyum, mengikuti objek


(4). Menangis, tapi bisa diredakan
(3). Teriritasi secara menetap
(2). Gelisah, teragitasi
(1). Diam saja

Respon motorik (motor)

(6). Mengikuti perintah


(5). Melokalisir nyeri

8
(4). Menarik ekstremitas yang dirangsang
(3). Fleksi abnormal (dekortikasi)
(2). Ekstensi abnormal (decerebrasi)
(1). Tidak ada gerakan
Nilai GCS = (E+V+M) = 15 (terbaik) dan 3 (terburuk)

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

1. Minor

SKG 13 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

2. Sedang

SKG 9 12

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Berat

SKG 3 8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

C. Etiologi

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

9
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

Cedera akibat kekerasan.

D. Patofisiologis

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara
kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala,
yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada
area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan
hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan menyebar


sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan
hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa
lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang
menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada

10
seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak
tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

E. Manifestasi Klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
F. Komplikasi
1. Hemorrhagie
2. Infeksi
3. Edema
4. Herniasi
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
2. Rotgen Foto
3. CT Scan
4. MRI
H. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

11
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
I. Rencana Pemulangan
1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran,
perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.
3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari
pemberian obat.
4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah,
mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari
di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan
latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.
6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.
7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakrani

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN
Data tergantung tipe, lokasi, dan keparahan cedera tambahan pada organ organ
vital.
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala : merasa lemah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,quadriplegia, ataksia cara berjalan
tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera atau trauma ortopedi, kehilangan
tonus otot, otot spastic.
SIRKULASI
Gejala : perubahan tekanan darah atau noramal(hiprtensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bardikardia, disritmia).
INTEGRITAS EGO
Gejala : perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi danimpulsif.
ELIMINASI
Gejala : inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsi
MAKANAN/ CAIRAN
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah, gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
NEUROSENSORI
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinnitus, kehilangan pendengaran , baal pada ekstermitas. Perubahan dalam
penglihatan, sepertii ketajamannya, diplopia, kehilangan sebahagian lapang pandang,
foto fobia. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : perubahan kesadaran bias sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian dan konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/
tingkah laku dan memori). Kehilangan penginderaan, sepeerti pengecapan,

13
penciuman dan pendengaran. Genggaman lemah, tidak seimbang. Kehilangan sensasi
sebahagian tubuh. Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
NYERI/ KENYAMANAN
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama
Tanda : wajahnya menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bias beristirahat, merintih.
PERNAPASAN
Tanda : perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), napas
berbunyi. Ronki, mengi positif ( kemungkinan karena aspirasi)
KEAMANAN
Gejala : trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : fraktur/ dislokasi. Gangguan penglihatan. Kulit: laserasi, abrasi, perubahan
warna . gangguan kopgnitif, gangguan rentan gerak, tonus otot hilang, kekuatan
secara umum mengalam paralisis. Demam , gangguan dalam regulasi suhu tubuh.

Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran
saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

Pemeriksaan fisik

1. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,
ataksik)
2. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
3. Sistem saraf :
a. Kesadaran atas GCS.
b. Fungsi saraf kranial atas trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan
melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
c. Fungsi sensori-motor atas adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan
diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
4. Sistem pencernaan

14
a. Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan
mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola
makan?
b. Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
c. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
d. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak
volunter, ROM, kekuatan otot.
e. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia
akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
f. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari
keluarga.

B. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan
meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya
tekanan intrakranial.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma
kepala.
9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
10. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis.

15
11. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif,
penurunan kekuatan atau tahanan.
12. Risiko tinggi terhadap kurangnya nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk mencerna makanan/ nutrient(penurunan tingkat
kesadaran), kelemahan otot untuk mengunyah dan menelan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan
meningkatnya tekanan intrakranial. Dan berhubungan dengan krusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak
atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan
kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera
lakukan pengisapan lendir.
Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15
30 derajat.
Pemberian oksigen sesuai program.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral(respon
local atau umum pada cedera, perubahan metabolic) dan peningkatan tekanan
intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat,
kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
Intervensi :

16
Tinggikan posisi kepala 15 30 derajat dengan posisi midline untuk menurunkan
tekanan vena jugularis.
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver,
rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi). tekanan pada
vena leher.
pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada
vena leher).
Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota
badan, fleksi (harus bersamaan).
Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan
therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai
program.
Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat
meningkatkan edema serebral.
Monitor intake dan out put.
Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan
nutrisi.
Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil
atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih,
tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.

17
Intervensi :
Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan minum, mengenakan
pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
Perawatan kateter bila terpasang.
Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan
BAB.
Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.
4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang
ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam
batas normal. Intervensi :
Kaji intake dan out put.
Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata
cekung dan out put urine.
Berikan cairan intra vena sesuai program.
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya
tekanan intrakranial.
Tujuan : Anak terbebas dari injuri.
Intervensi :
Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri,
menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.
Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
Berikan analgetik sesuai program.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan : Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri,
dan tanda-tanda vital dalam batas normal.

18
Intervensi :
Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,
serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
Kurangi rangsangan.
Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.
Tujuan : Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-
tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam
batas normal.
Intervensi :
Kaji adanya drainage pada area luka.
Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.
Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala,
demam, muntah dan kenjang.
8. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
Tujuan : Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai
dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan
aktif dalam perawatan anak.
Intervensi :
Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan
tujuannya.
Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
Gunakan komunikasi terapeutik.
9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan
kulit tetap utuh.

19
Intervensi :
Lakukan latihan pergerakan (ROM).
Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.
Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak.
Kaji area kulit: adanya lecet.
Lakukan back rub setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan
pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.
10. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis.
Tujuan : mempertahankan/ melakukan kembali orientasi menta.
Intervensi :
Kaji rentan perhatian, kebingungan, dan catat tingkat ansietas pasien.
Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negative, argumentasi, dan
knfrontasi.
Jelaskan pentingnya pemeriksaan neurologis secara berulang ulang
Dengarkan dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan pasien
Tingkatkan sosialisasi dengan batas- batas yang wajar..
Instruksikan untuk melakukan teknik relaksasi.
11. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif,
penurunan kekuatan atau tahanan.
Tujuan : mempertahankan posisi fungsi optimal
Intervensi :
Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang
terjadi
Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional
Bantu untuk melakukan latihan rentan gerak
Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
12. Risiko tinggi terhadap kurangnya nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk mencerna makanan/ nutrient(penurunan
tingkat kesadaran), kelemahan otot untuk mengunyah dan menelan.
Tujuan : kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan

20
Intervensi :
Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah dan menelan
Berikan makanan dalam jumlah yang kecil dalam waktu yang sering dan teratur.
Timbang berat badan sesuai indikasi.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai intervensi.
E. EVALUASI

1. Efektifnya bersihan jalan nafas dan efektifnya pola nafas.


2. Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral dan tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intracranial, tanda tanda
viatal stabil.
3. Perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran
terpenuhi.
4. Volume cairan berhubungan mual dan munta terpenuhi.
5. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala berkurang
6. Tidak terjadi infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
7. Menurunnya kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat
trauma kepala.
8. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi teratasi.
9. Meningkatnya proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis.
10. Keaktifan mobilitas fisik berhubungan dengan perbaikan persepsi atau kognitif,
peningkatan kekuatan atau tahanan.
11. Intake nutrisi dari kebutuhan tubuh terpenuhi berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk mencerna makanan/ nutrient(penurunan tingkat kesadaran),
kekuatan otot untuk mengunyah dan menelan.
12. Tidak ada komplikasi.

21
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi
cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan
oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan
(deselerasi).

Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau
hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan
berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan
terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak
menyeluruh.

Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi.
Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24
jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk
pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.

SARAN

Jagalah kepala anda baik baik, karena kepala melindungi organ organ penting yang
merupakan pusat koordinasi manusia.

22
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2001.

Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta: EGC;
1996.

Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC;
2000.

Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta:
EGC; 1999.

23

Anda mungkin juga menyukai