Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Definisi
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet
atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler.
Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma (De Jong &
Syamsuhidayat, 1998).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme (Sri
2. Klasifikasi
Berdasarkan Fisiologisnya
a. Eutiroidisme
b. Hipotiroidisme
atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.
c. Hipertiroidisme
metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan
atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid,
sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar
dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar,
tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid
tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot. Gambar penderita hipertiroidisme
Berdasarkan Klinisnya
sebagai berikut :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan
struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan
bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain.
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler
toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
hiperaktif.
mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya
rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi
struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik
disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple
goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air
pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid
sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada
saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada
adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak
napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam
nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya
endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan
seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang
diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI
Berdasarkan morfologinya :
menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak
untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel
pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga
akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan
tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan,
stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan
kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari
yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi
normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid
yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk
memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan
lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti
ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami
3. Etiologi
yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari
b. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit
tiroid autoimun
c. Goitrogen :
4. Faktor resiko
Gondok dapat menyerang siapa saja. Gondok dapat terjadi pada saat
kelahiran dan terjadi kapan saja sepanjang hidup, walaupun lebih sering terjadi
setelah usia 50 tahun. Beberapa faktor risiko umum munculnya gondok adalah :
Kurangnya diet yodium. Orang-orang yang tinggal di daerah dimana yodium sulit
laki-laki.
Usia lanjut. Umur di atas 50 tahun atau lebih berisiko lebih tinggi terkena
gondok.
Kehamilan dan menopause. Masalah tiroid lebih sering terjadi setelah kehamilan
dan menopause.
ke leher atau dada atau terkena radiasi di fasilitas nuklir (Long&Barbara, 1996).
5. Patofisiologi
Terlampir
6. Manifestasi klinis
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, maka tanda dan gejala pasien
2) Nadi meningkat
3) Mata : Exophtalamus
bawah.
5) Jantung : takikardi
c. Gejala Khusus
1) Struma kistik
a) Mengenai 1 lobus
c) Kadang multilobularis
d) Fluktuasi (+)
2) Struma Nodusa
a) Batas jelas
3) Struma Difusa
4) Struma vaskulosa
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit
beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau
noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi
Palpasi
duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan
meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk
penderita.
b. Pemeriksaan Medis
tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total
tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada
dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit
Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan
ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau
Pemeriksaan Lain
Tes fungsi paru dapat dilakukan bila ada gejala klinis kompresi
kanker tiroid :
- Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak anak atau dewasa
- Nodul yang tunggal ,berbatas tegas , keras, irregular dan sulit digerakan
- Paralysis pita suara
Operasi/Pembedahan
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik
atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan
makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan
dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid
yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang
Yodium Radioaktif
kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau
diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit,
obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu
untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga
pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini
9. Komplikasi
Oftalmopati Graves
diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat
terganggu.
Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas
10. Pencegahan
Pencegahan Primer
menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat
dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan
dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum.
pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan
menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis
sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan
Pencegahan Sekunder
Pencegahan Tersier
fisik dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang
dengan kecantikan.
THYROIDECTOMY
1. Definisi
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan
semua atau sebagian dari kelenjar tiroid. Tindakan bedah terutama dilakukan pada
kanker tiroid, dapat juga diindikasikan pada pembesaran jinak kelejar tiroid bila sudah
menyebabkan penekanan pada trakea, esophagus dengan keluhan sesak nafas, rasa
tercekik dan gangguan menelan.
Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan tiroidektomi yang biasa
digunakan :
Tiroidektomi : pengangkatan kelenjar tiroid.
Lobektomi : pengangkatan satu lobus kelenjar tiroid.
Ismolobektomi : pengangkatan satu lobus kelenjar tiroid beserta isthmusnya.
Near total tiroidektomi: ismolobektomi dekstra dgn subtotal lobektomi sinistra dan
sebaliknya, sisa jaringan tiroid masing-masing 12 gram.
Total tiroidektomi: pengangkatan seluruh kelenjar tiroid.
2. Klasifikasi
Tiroidektomi terbagi atas :
1. Tiroidektomi total
Tiroidektomi total, yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien yang menjalani
tindakan ini harus mendapat terapi hormone pengganti yang besar dosisnya
beragam pada setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, dan
aktifitas.
2. Tiroidektomi subtotal
Tiroidektomi subtotal, yaitu mengangkat sebagian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau
kanan yang mengalami pembesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang masih
tersisa masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid
sehingga tidak diperlukan terapi penggantian hormon.
3. Indikasi Tiroidektomi
Tiroidektomi pada umumnya dilakukan pada :
1. Penderita dengan tirotoksikosis yang tidak responsif dengan terapi
medikamentosa atau yang kambuh
2. Tumor jinak dan ganas tiroid
3. Gejala penekanan akibat tonjolan tumor
4. Tonjolan tiroid yang mengganggu penampilan seseorang
5. Tonjolan tiroid yang menimbulkan kecemasan seseorang
4. Kontraindikasi
Kontraindikasi tiroidektomi yaitu : Inoperable tumor (sudah ekstensi ke struktur organ
lain: trachea, esofagus, dll).
5. Teknik Operasi
1. Posisi penderita telentang, leher ekstensi dg ganjal bantal dibawah pundak
penderita, posisi meja sedikit head up, dg sudut 20 derajat (reverse
Trendelenburg).
2. Kepala diletakkan diatas donut baloon, yakinkan posisi dagu sejajar dg long axis
tubuh pada garis median.
3. Desinfeksi lapangan operasi dg batas lateral: tepi depan m.trapezius, batas atas:
bibir bawah, batas bawah: kosta 3.
4. Dibuat marker untuk insisi dg menggunakan silk 2-0 pada lipatan kulit leher 2 jari
diatas sternal notch (atau 1 cm dibawah kartilago krikoid), memanjang sampai ke tepi
anterior sternokleidomastoid.
5. Insisi kulit, subkutis dan platysma, sekaligus menjadi satu flap, untuk mencegah
perdarahan, edema, dan perlengketan pasca operasi.
6. Klem lurus (5 bh) pada dermis untuk traksi. Pertama kali flap atas.Diseksi dapat
dikerjakan secara tumpul, atau secara tajam menggunakan kauter atau skalpel.
7. Diseksi tumpul dengan jari atau kassa pada batas
platysma dengan loose areolar tissue dibawahnya, tepat
superfisial dari vena jugularis anterior. Diseksi dilakukan ke arah kaudal (sampai
sternal notch) dan kranial (sampai terlihat cartilago tiroidea) dan dibuat flap yang
difiksasi ke kain drapping.
10. Strap muscle (m.sternohyoid dan m.sternotiroid) diretraksi ke kiri dan ke kanan.
11. Dilakukan pemisahan kelenjar tiroid pada cleavage plane (antara kel.tiroid dengan
m.sternokleidomastoideus).
12. Pada tumor yang besar dapat dilakukan pemotongan strap muscle secara horizontal
di 1/3 proksimalnya (seproksimal mungkin) setelah sebelumnya v.jugularis anterior
diligasi.
16. Diseksi dilanjutkan ke pool bawah dg mengidentifikasi arteri dan vena tiroidea
inferior, juga harus diidentifikasi dan preservasi n.rekuren laringeus yang terletak di
daerah sulkus trakeo-esofageal, umumnya berjalan diantara bifurcatio arteri tiroidalis
inferior.
17. Ligasi a. tiroidea inferior distal dari suplai ke paratiroid.
18. Vena tiroidea inferior pada pool bawah tiroid diligasi dg silk 2/0 pada 2 tempat dan
dipotong diantaranya.
19. Untuk melakukan subtotal lobektomi maka dengan menggunakan klem lurus dibuat
markering pada jar tiroid diatas n.rekuren dan kel.paratiroid atas bawah dan
jaringan tiroid disisakan sebesar satu ruas jari kelingking penderita ( 6-8 gram).
20. Identifikasi arteri dan vena tiroidea superior pada pool atas tiroid, kemudian dibuat 2
(3) ligasi pada pembuluh darah tadi dan dipotong diantaranya, yang diligasi betul-
betul hanya pembuluh darah saja.
21. Untuk hindari cedera n. laringeus superior : hindari kauter & diseksi dari medial ke
lateral.
22. Kelenjar paratiroid dilepaskan dari kel.tiroid, sambil dipreservasi arteri yang
memperdarahinya.
23. Diseksi dilanjutkan kearah isthmus (pada cleavage plane), ligamentum Berry dan
isthmus diklem dan dipotong.
24. Perhatian : a & v kecil (laryngeal inferior) yang biasanya menembus posterior lig.
Berry sisi cranial / pada lokasi RLN memasuki m. krikotiroid pressure / Gelfoam.
25. Dilakukan penjahitan omsteking (jahit ikat) CCG 3-0 (continuous interlocking) pada
jaringan tiroid yang diklem tadi.
26. Kontrol perdarahan, terutama dilihat pada vasa tiroidea superior.
27. Setelah klj. Tiroid terangkat inspeksi apakah kelj. Paratiroid ikut terangkat.
28. Cuci dg NaCl fisiologis (Shah : irigasi luka dengan Bacitracin sol.)
29. Posisi leher dikembalikan dg mengambil bantal dibawah pundak penderita.
30. Evaluasi ulang, rawat perdarahan.
31. Pasang drain Penrose (Shah) melalui celah pada luka atau Redon no.12 yang
ditembuskan ke kulit searah dg tepi sayatan luka operasi, kemudian difiksasi dg silk
3/0.
32. Kalau kelenjar paratiroid terambil, sebelum menutup luka operasi kelenjar paratiroid
ditanam (replantasi) pada m. SCM, strap muscles atau otot lengan bawah. Dipotong-
potong setebal 1 mm dan ditanamkan dalam kantong-kantong secara terpisah.
33. Strap muscle diaproksimasikan dengan jahitan interrupted CCG 3-0.
34. Platysma didekatkan dan dijahit interrupted dg chromic 3/0.
35. Kulit dijahit secara subkutikular dgn benang sintetis 4/0.
36. Luka operasi ditutup dg kassa steril.
37. Pada waktu ekstubasi, perhatikan keadaan pita suara dg melihat laring
menggunakan laringoskop, adakah parese / asimetri pada korda vokalisnya.
7. Komplikasi Tiroidektomi
1. Perdarahan. Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam mengamankan
hemostasis. Perdarahan selau mungkin terjadi setelah tiroidektomi. Bila ini timbul
biasanya ini adalah suatu kedaruratan bedah, yang perlu secepat mungkin dilakukan
dekompresi leher dan mengembalikan pasien ke kamar operasi.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara. Dengan
tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten dan teknik bedah
yang cermat, bahaya ini harus minimum dan cukup jarang terjadi.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. Ia menimbulkan paralisis sebagian atau
total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan kehati-
hatian pada operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus
laryngeus superior.
4. Memaksa sekresi glandula dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan
tekanan. Hal ini dirujuk pada throtoxic storm, yang sekarang jarang terlihat karena
persiapan pasien yang adekuat menghambat glandula tiroid overaktif pada pasien
yang dioperasi karena tirotoksikosis.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Perhatian bagi hemostasis adekuat saat
operasi dilakukan dalam kamar operasi berventilasi tepat dengan peralatan yang
baik dan ligasi yang dapat menghindari terjadinya infeksi.
6. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hipotiroidisme setelah reseksi bedah
tiroid jarang terlihat saat ini. Ini dilakukan dengan pemeriksaan klinik dan biokimia
yang tepat pasca bedah.
1. Pre Tiroidektomi
a. Pengkajian
1. Aktivitas / latihan
Insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan
berat,atrofi otot, frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea.
2. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, diare.
3. Koping / pertahanan diri
Mengalami ansietas dan stres yang berat, baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi.
4. Nutrisi dan metabolic
Mual dan muntah, suhu meningkat diatas 37,4C.Pembesaran tiroid, edema non-
pitting terutama di daerah pretibial, diare atau sembelit.
5.Kognitif dan sensori
Bicaranya cepat dan parau, bingung, gelisah, koma, tremor pada tangan, hiperaktif
reflek tendon dalam (RTD), nyeri orbital, fotofobia, palpitasi, nyeri dada (angina).
6. Reproduksi / seksual
Penurunan libido, hipomenorea, menorea dan impoten.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan ansietas
berkurang, dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya ringan sampai sedang, dan
selalu menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, konsentrasi, dan koping.
Kriteria Hasil :
o Pengendalian-Diri terhadap ansietas: tindakan personal untuk menghilangkan
atau mengurangi perasaan khawatir,tegang atau perasaan tidak tenang akibat
sumber yang tidak dapat diidentifikasi.
o Konsentrasi: Kemampuan untuk focus pada stimulus tertentu.
o Koping: tindakan personal untuk mengatasi stressor yang membebani sumber-
sumber individu.
Intervensi
a. Kaji untuk faktor budaya (misalnya,konflik nilai) yang menjadi penyebab
ansietas.
b. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi fisik,
setiap hari.
c. Pada saat ansietas berat, damping pasien, bicara dengan tenang dan berikan
ketenangan serta rasa nyaman.
d. Berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu.
2. POST TIROIDEKTOMI
a. Pengkajian
Pengkajian pada pasien bedah saat kembali ke unit terdiri atas :
1. Respirasi : Kepatenan jalan napas, Kedalaman, Frekuensi, Bunyi napas
2. Sirkulasi :
o Tanda-tanda vital : T/D, suhu, nadi
o kondisi kulit : dingin, basah
o sianotis
3. Neurologi : tingkat respons, neurosensori, fungsi bicara, kualitas dan tonasi
4. Drainase
o Mengantisipasi perdarahan: Perhatikan cairan drainase yang keluar khususnya
24 jam pertama pasca operasi.
o Inspeksi balutan luka
1. Kenyamanan
Tipe nyeri dan lokasi
Mual dan muntah
Perubahan posisi yang dibutuhkan
2. Keselamatan : Kebutuhan akan pagar tempat tidur; Peralatan diperiksa untuk
fungsi yang baik
Gardjito, Widjoseno et al (editor). 1997. Sistem Endokrin, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Hal.
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2, Jakarta: EGC
Hartini. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Jakarta: FKUI Syaifudin. 2002.
Widya Medika Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit,
Junadi, Purnawan, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, Jakarta: FKUI
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.