Anda di halaman 1dari 14

ASAS FILOSOFIS SHINTOISME SEBAGAI RELIGI JEPANG MASA

TOKUGAWA

Diajukan Sebagai Tugas Kelompok

Mata Kuliah Pemikiran Politik Timur

Drs. M. Saeri, M.Hum

Oleh Kelompok 5 :

M. Idris 1501112021

Nur Auliani Safitri 1501121335

Ramadhani Maghfira 1501116500

Sri Wulandari 1501111884

HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Religi Jepang Masa Tokugawa dengan topik utama yang akan dibahas yaitu
mengenai Asas filosofis Shintoisme. Seterusnya kami kirimkan shalawat
beriringan salam kepada nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan yang patut
kita teladani, semoga Allah memberikan shalawat dan salam tersebut kepada
Beliau.

Beragam upaya telah dilakukan dalam penyusunan makalah, yaitu dengan


mendapatkan semua materi yang terdapat didalamnya dari berbagai sumber,
seperti media elektronik dan beberapa jurnal yang mendukung dalam penyelesaian
makalah ini. Kami bermaksud agar penulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Kami juga meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila ada pihak yang merasa
kurang nyaman dengan kata-kata dalam makalah ini, kami menyadari akan
banyaknya kekurangan yang terdapat dalam karya ini, baik dari segi penulisan
maupun yang lainnya.

Harapan kami yaitu makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


wawasan pembaca mengenai pembahasan yang kami tulis. Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini.

Pekanbaru , 28 September 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN..............................................................................................

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan...............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................

2.1 Religi Jepang masa Tokugawa..........................................................................3

2.2 Asas Filosofi Shintoisme..................................................................................5

BAB III PENUTUP...............................................................................................

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agama merupakan bagian dari kehidupan masyarakat di Jepang dari


zamam pra modern hingga sekarang. Pelaksanaan kehidupan beragama di Jepang
pun terbilang mempunyai keunikan sendiri. Seperti adanya keterkaitan yang erat
di antara beberapa agama dengan agama yang lain di masa Tokugawa.
Sebagai Negara yang dikenal dengan nilai budaya yang masih terjaga dan
terpelihara hingga kini, Jepang bahkan menganggap religi tersebut bagian dari
kebudayaan serta adat istiadat mereka. Dalam masa Tokugawa, ada 3 agama yang
berkembang, meliputi Shinto, Budha, dan Konfusius. Dan Shinto dikatakan
sebagai agama asli dan murni lahir dan berkembang. Dan agama Shinto itupun
mengalami pengaruh dari Budha.
Walaupun mayoritas masyarakat Jepang sangat toleran terhadap beberapa
ajaran agama yang ada, artinya dalam kehidupan beragama orang Jepang bahkan
mempercayai 2 keyakinan. Sangat bertolak belakang dengan masyarakat dunia.
Sikap toleransi itu juga tercermin dalam hal penerimaan terhadap agama yang
datang dari luar serta kebebasan dalam mengembangkan aliran agama baru
(sekte). Dan Jepang sudah mengundangkannya sehingga negara Jepang menjamin
adanya kebebasan beragama di kalangan masyarakat.
Pada masa Pemerintahan Tokugawa, ajaran Buddha sudah menjadi agama
resmi negara, tapi agama asli Jepang tetaplah Shinto. Tetapi terdapat juga
beberapa sistem yang tidak menganut dua agama tersebut, aliran yang mereka
anut adalah Konfusianisme, dengan konsep masyarakat menjalankan kehidupan
dengan damai dan tentram. Walaupun sebenarnya Konfusianisme ini bukanlah
agama tapi banyak masyarakat yang menjadikan petunjuk kehidupan mereka.
Dan pada era ini juga, banyak dilakukan pembaharuan dan formalisasi
agama. Perubahahan tersebut meliputi beberapa aspek, seperti mekanisme sosial,
kebijakan, tingkah laku, bahkan kebiasaan. Dan agama Shinto pun diperbaharui

1
untuk memurnikan kembali ajaran Shinto yang asli agar tidak dipengaruhi oleh
budaya-budaya luar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja Religi Jepang Masa Tokugawa?
2. Bagaimana Asas Filosofis Shintoisme?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Religi Jepang Masa Tokugawa
2. Untuk mengetahui Asas Filosofis Shintoisme

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Religi Jepang Masa Tokugawa

Pada masa Tokugawa ada 3 religi Jepang yang berkembang, yaitu Shinto,
Budha dan Konfusius dan 3 religi tersebut saling berhubungan. Pada masa
pertengahan, agama Budhalah yang lebih mendominasi, namun ajaran Shinto
tetap dilaksanakan karena itu adalah agama asli Jepang. Untuk membedakan dua
religi tersebut lahirlah Reformasi Shinto atau Fukko Shinto Tujuan utama dari
reformasi Shinto adalah mengulik kembali agama Shinto yang murni dan asli.
Namun pada umumnya digunakan metode dan cara berpikir dari Buddhisme dan
Konfusianisme dalam meneliti hal tersebut, dan menghasilkan kelahiran Shinto
baru yang bercorak Budhisme dan Konfusianisme. Dalam perkembangannya 3
agama tersebut dapat berjalan bersamaan dan saling melengkapi satu sama
lain.Untuk dapat membedakan antara 3 agama ini, kami akan mengurai satu per
satu.

a. Shintoisme

Agama Shinto merupakan agama asli bangsa Jepang atau juga agama
tradisional bangsa Jepang. Pada awalnya, ajaran Shinto hanya dilaksanakan oleh
keluarga yang memiliki kekuatan saja, keluarga tersebut dikenal dengan nama
klan. Agama itu mempercayai bahwa pendiri bangsa Jepang berasal dari Surga
atau khayangan yang kemudian turun kebumi dan membentuk Negara Jepang
sekaligus menjelma kedalam Tenno atau kaisar. Hal itulah yang menyebabkan
adanya pandangan yang mempercayai bahwa tenno adalah titisan dari dewi
Amaterasu Oomikami.
Perkembangan Agama Shinto bersamaan dengan perkembangan
masyarakat pertanian beras yang berlandaskan pada pemujaan pada dewa padi
dan nenek moyangnya. Agama itu mengenal Tuhannya atau dalam bahasa

3
Jepangnya disebut kami sama dan melakukan pemujaan di kuil Shinto atau Jinja.1
Tidak ada panduan berupa kitab suci maupun pimpinan agamanya. Menurut
ajarannya, Tuhan dimiliki oleh semua mahluk hidup sehingga dapat dikatakan
bahwa jumlahnya sangat banyak, bahkan tidak terhitung. Hal itu dapat terlihat
dalam salah satu mitologi Jepang yang berjudul Yaoyorozu no Kami atau delapan
juta Tuhan.

b. Buddhisme
Pada masa pemerintahan Tokugawa, semua orang Jepang diwajibkan
untuk jadi anggota sekte Budha yang resmi sebagai bentuk perlawanan terhadap
agama Kristen yang berkembang pesat. Hal ini melibatkan sejumlah besar pendeta
Budha dalam struktur control social pemerintahan Tokugawa. Kenyataan ini juga
dikemukakan untuk menjelaskan kelesuan umum yang dialami Budhisme
padamasa Tokugawa. Dapat dikatakan juga, gerakan-gerakan religious penting
tidak berasal darikalangan Budha.
c. Konfusianisme
Padadasarnya, Konfusianisme ini merangkum berbagai macam aliran yang
berbeda. Tidak mempunyai struktur campuran, tetapi secara structural serupa
dengan alira-aliran filsafat kuno yaitu, yang diturunkan dari guru kemurid dan
berkelanjutan serta diteruskan dalam lembaga-lembaga pendidikan. Pengaruh
yang terbesar dapat dilihat dikalangan mereka yang paling terpelajar di
lingkungan samurai perkotaan. Berabad-abad lamanya kepercayaan ini menembus
masuk ke dalam kesadaran dan adat istiadat serta kebiasaan rakyat Jepang. Etika
Budha maupun sekte-sekte Shinto pada dasarnya berasal dari Konfusius dan
sangat kuat dipengaruhi oleh Metafisiska, Neo-konfusian. Hampir semua gerakan
baru yang penting pada masa Tokugawa telah menunjukkan adanya pengaruh
yang kuat dari Konfusianisme.

1
Public Affairs Headquarters for Shikinen-Sengu
http://web4.uwindsor.ca/units/hro/main.nsf/0/bcf142edbbaf1b688525762400509cd7/$FILE/Shinto
.pdf Soul of Japan hal.14 April 2013 diakses pada tanggal 23 September 2017 pukul 15:10 wib

4
Ajaran-ajaran Shinto, Buddha dan Konfusius cukup berperan penting
dalam aspek kehidupan masyarakat Jepang. Agama Buddha dikembangkan
berdasarkan perlindungan terhadap pemerintahan, dan Shinto sebagai
perlindunngan terhadap alam dan kebudayaan, maka kehidupan secara luas
cenderung mengadaptasi kebudayaan Shinto, Buddha dan Konfusianisme.
Kebudayaan Jepang dengan sendirinya terjadi dan mengalami pembauran dengan
masyarakat Jepang, termasuk filsafat hidup dan pola-pola dasar struktur, social
yang menjadi dasar kehidupan rakyat Jepang. Kekuatan kebudayaan yang dimiliki
Jepang dijadikan suatu pondasi dalam sistem-sistem nilai kehidupan. Ajaran
tentang kesadaran hidup (Shinto) dan menyatakan bahwa kebahagiaan dunia ini
tidak kekal, yang kekal hanyalah Buddha (jodo) dijadikan pegangan oleh rakyat
dalam menghadapi penderitaan dari penindasan para penguasa feodal.Stratifikasi
social yang diciptakan pemerintahan Tokugawa yang diciptakan berdasarkan
ajaran Konfusianisme yang menyatakan bahwa manusia hidup sesuai dengan
kodratnya. Disisi lain ajaran Buddha tentang kesetiaan terhadap On sebagai
konsep tuhan, On yang dimaksudkan disini adalah Kaisar sebagai penguasa
pemerintahan. Konfusionalisme ikut berperan dalam politik Jepang, salah satu
mazhab Konfusianisme adalah menekankan peran dalam mengatur Negara,
artinya menciptakan dan memelihara sebuah masyarakat yang tertib.

Jepang merupakan Negara yang cerdas dalam memadukan antara modern


dengan tradisional secara harmonis. Ini dapat dilihat dari sikap Negara ini yang
tidak hanya mengutamakan kemajuan teknologi, namun juga mengutamakan
keunikan budaya yang tak akan tengelam ditengah arus modernisasi. Budaya
jepang dalam banyak hal berlandaskan pada semangat konfusianisme dan
Shintoisme yang menjadi corak kehidupan social dan ekonomi, ajaran mengenai
kesederhanaan dalam mencapai kemakmuran. Pengaruhajaran Shinto, Buddha dan
Konfusianisme terhadap kebudaayan masa Tokugawa pada zaman feodal terdapat
perkembangan yang sangat menakjubkan dimana banyak tercipta kebudayaan
khas Jepang yang bahkan masih bertahan hingga saat ini. Kebudayaan ini
berkembang, tak hanya dapat pengaruh dari budaya militer, tetapi juga mendapat

5
pengaruh dari budaya istana dan bangsawan. Sebagai contoh, perkembangan nilai-
nilai Bushido (moral militer) sepertisifat-sifat kesederhanaan, sifat ekonomis,
kesetiaan dan ksatria.Sejauh itu, kebudayaan tradisional Jepang seperti upacara
minum teh (Saado) seni merangkai bunga (Kadou) dan seni membuat kue Jepang,
drama Noh (Nou), seni arsitektur puri, musik samisen, drama boneka Joururi,
drama kabuki. Dapat dikatakan dalam masa ini adalah masa keemasan budaya
tradisional Jepang.

2.2 Asas Filosofis Shintoisme

Agama Shinto merupakan agama asli di Jepang. Nama shinto digunakan


pertama kali untuk menyebut agama asli bangsa Jepang yang pada saaat itu agama
Buddha dan agama konfusius (Tiongkok) datang ke Jepang pada abad ke-6

masehi. Kata Shinto berasal dari dua kanji, yaitu shin yang artinya dewa

dan to yang artinya jalan. Dengan demikian, apabila kedua kanji itu

digabungkan akan tercipta suatu arti, yaitu jalan dewa atau jalan Tuhan.2
Shintoisme adalah faham yang berbau keagamaan yang khusus di anut oleh
bangsa jepang. Shintoisme juga merupakan filsafat tradisional atau Dentooteki
Shuukyoo digunakan sebagai warisan nenek moyang bangsa Jepang yang
dijadikan pandangan hidup.3 Paham Shintoisme pada mulanya merupakan
perpaduan antara faham serba jiwa atau animisme dengan pemujaan terhadap
gejala-gejala alam. Agama ini mengandung 2 unsur kepercayaan yaitu : a).
menyembah alam (nature worship) b). menyembah roh nenek moyang
Dalam perkembangannya, Shintoisme dihadapkan pada pertemuan antara
agama Budha dengan kepercayaan asli bangsa Jepang (Shinto) yang akhinya
mengakibatkan munculnya persaingan yang cukup hebat antara pendeta bangsa
Jepang dengan para pendeta agama Buddha, maka untuk mempertahankan

2
Andriani, Sri Dewi, https://media.neliti.com/media/publications/166647-ID-eksistensi-agama-
shinto-dalam-pelaksanaa.pdf Jurnal LINGUA CULTURA Vol.1 No.2 November 2007: 132-141.
diakses pada tanggal 23 September 2017 pukul 13:45 wib
3
http://dimhad31.xayo.net/box/files/Zen%20dan%20spiritual%20lainnya.pdf diakses pada tanggal
27 September 2017 23:15 WIB

6
kelangsungan hidup agama Shinto para pendetanya menerima dan memasukkan
unsur-unsur Buddha ke dalam sistem keagamaan mereka. Akibatnya agama
Shinto justru hampir kehilangan sebagian besar sifat aslinya.
Pada abad ke-19 tepatnya tahun 1868 agama Shinto diproklamirkan menjadi
agama negara yang saat itu agama Shinto mempunyai 10 sekte dan 21 juta
pemeluk. Sejak saat itu dapat dikatakan paham Shintoisme merupakan suatu
ajaran yang mengandung politik religius bagi Jepang, sebab pada saat itu taat
kepada ajaran Shinto berarti taat pula kepada kaisar, berbakti kepada negara dan
politik negara.
Kepercayaan agama Shinto mempercayai bahwa benda mati ataupun hidup
dianggap memiliki ruh. Dalam Shinto dikenal adanya kami yang dipercayai
sebagai roh leluhur atau nenek moyang. Kami secara umum menunjuk pada suatu
hal yang misterius dan gaib yang mempunyai kekuatan yang melampaui kekuatan
manusia di dunia.4Penganut agama Shinto mempunyai semboyan yang berbunyi
Kami negara no mishi yang artinya tetap mencari jalan dewa. Orang Jepang
(Shinto) mengakui adanya dewa bumi dan dewa langit (dewa surgawi). Dewa
yang tertinggi adalah Dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan
dengan pemberi kamakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang
pertanian. Disamping mempercayai adanya dewa-dewa yang memberi
kesejahteraan hidup, mereka juga mempercayai adanya kekuatan gaib yang
mencelakakan, yakni yakni roh yang jahat atau disebut Aragami. Ada tiga hal
yang terdapat dalam konsepsi agama Shinto, yakni :5
Dewa-dewa yang pada umumnya merupakan personifikasi dari gejala-
gejala alam itu dianggap dapat mendengar, melihat dan sebagainya
sehingga harus dipuja secara langsung.
Dewa-dewa tersebut dapat terjadi (penjelmaan) dari roh manusia yang
sudah meninggal.

4
Informasi dikutip dari laman http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab5/2007-3-00259-
JP%20BAB%205.pdf diakses pada tanggal 23 September 2017 pukul 13:30 WIB
5
Lihat dilaman http://deviutariwidhowati.blogspot.co.id/2012/11/shinto-religion-from-japan.html
diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 23:40 WIB

7
Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit (mitama) yang
beremanasi dan berdiam di tempat-tempat suci di bumi dan mempengaruhi
kehidupan manusia.
Menurut agama Shinto watak manusia pada dasarnya adalah baik dan
bersih. Adapun jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua, dan merupakan
keadaan negatif yang harus dihilangkan melalui upacara pensucian (Harae).
Karena itu agama Shinto sering dikatakan sebagai agama yang dimulai dengan
dengan pensucian dan diakhiri dengan pensucian. Ritus-ritus yang dilakukan oleh
penganut Shinto terutama untuk memuja Dewi Matahari (Ameterasu Omikami)
yang dikaitkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam
bidang pertanian (beras), ritus ini dilakukan rakyat Jepang pada Bulan Juli dan
Agustus di atas gunung Fujiyama. Tempat-tempat yang digunakan untuk
melakukan pemujaan Shinto disebut Shrines (Tempat Suci).
Tujuan utama dari Shinto adalah mencapai keabadian di antara mahluk-
mahluk rohani, Kami. Kami dipahami oleh penganut Shinto sebagai satu
kekuasaan supernatural yang suci hidup di atau terhubung dengan dunia roh.
Ritual agama Shinto salah satunya ialah Matsuri.6 Matsuri adalah kata
dalam bahasa Jepang yang menurut pengertian agama Shinto berarti ritual yang
dipersembahkan untuk Kami, sedangkan menurut pengertian sekularisme berarti
festival, perayaan atau hari libur perayaan. Matsuri berasal dari kata matsuru
(matsuru: menyembah, memuja) yang berarti pemujaan terhadap Kami atau ritual
yang terkait. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri
yakni penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito), dan pesta makan.
Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang
dilakukan di depan Amano Iwato.
Matsuri dalam bentuk pembacaan doa masih tersisa seperti dalam bentuk
Kigansai (permohonan secara individu kepada jinja atau kuil untuk didoakan dan
Jichinsai (upacara sebelum pendirian bangunan atau konstruksi).

6
Andriani, Sri Dewi, Op,cit...hal 135

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat dikatakan bahwa paham Shintoisme merupakan ajaran yang


mengandung unsur politik sekaligus agama bagi Jepang, karena pada saat itu taat
kepada ajaran Shinto berarti juga taat kepada kaisar dan berarti pula berbakti
kepada negara dan politik Negara, kemudian agama Shinto bercampur dengan
agama budha demikian pula dengan agama konghucu yang masuk ke Jepang
langsung dari tanah asalnya kira kira pada abad pertengahan ke 7, Tentang
pengaruh agama Buddha yang lain nampak pada hal-hal seperti anggapan bahwa
dewa-dewa Shintoisme merupakan Awatara Buddha (penjelmaan dari Buddha dan
Bodhisatwa), Dainichi Nyorai (cahaya besar) merupakan figur yang disamakan
dengan Waicana (salah satu dari dewa-dewa penjuru angin dalam Budhisme
Mahayana), hal im berlangsung sampai abad ke 17 masehi. Ahirnya ketiga agama
itu bergandengan bersama sampai sekarang.
Sampai saat ini Shinto masih memiliki pengaruh dalam pemikiran Jepang dan
memiliki peranan penting dalam menjaga keaslian tradisi Jepang dari pengaruh
asing. Shinto sudah seperti tradisi bagi masyarakat Jepang yang berkembang
menjadi sebuah agama. Walaupun perkembangan teknologi sangat maju dan
percepatan modernisasi yang amat pesat di Jepang, namun nilai-nilai Shinto tidak
pernah pudar. Bahkan dapat dikatakan bahwa tidak ada negara lain di dunia ini
yang memiliki sistem kepercayaan primitif sekuat Jepang.
Di zaman modern ini Shinto berpengaruh pada perlunya kerjasama dan
kolaborasi, dapat dilihat di seluruh kebudayaan Jepang bahkan hari ini. Dengan
demikian, di perusahaan-perusahaan Jepang yang modern tidak ada tindakan yang
diambil sebelum konsensus tersebut tercapai (bahkan jika hanya secara dangkal)
di antara semua pihak untuk mengambil keputusan.
Dapat dikatakan bahwa agama rakyat merupakan sistem kepercayaan yang
benar-benar hidup di kalangan rakyat Jepang dan merupakan bagian yang tak

9
terpisahkan dari kehidupan mereka seperti yang terlihat dalam kegiatan-kegiatan
keluarga, rukun tetangga dan hari-hari libur nasional Jepang.

10
DAFTAR PUSTAKA

JURNAL DAN PDF :

Andriani, Sri Dewi, Jurnal LINGUA CULTURA Vol.1 No.2 November 2007:
132-141 http://deviutariwidhowati.blogspot.co.id/2012/11/shinto-religion-from-
japan.html
Jingu Sicko, 2013.Soul of Japan, An introduction of Shinto and Iisengue Jengu.
Yoyogi Shibuya-ku, Tokyo 151-0053 Japan
http://library.umac.mo/ebooks/b28360102.pdf

Public Affairs Headquarters for Shikinen-Sengu


http://web4.uwindsor.ca/units/hro/main.nsf/0/bcf142edbbaf1b688525762400509c
d7/$FILE/Shinto.pdf
http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab5/2007-3-00259-JP%20BAB%205.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/166647-ID-eksistensi-agama-shinto-
dalam-pelaksanaa.pdf
http://dimhad31.xayo.net/box/files/Zen%20dan%20spiritual%20lainnya.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai