Tugas Religi Jepang Masa Tokugawa
Tugas Religi Jepang Masa Tokugawa
TOKUGAWA
Oleh Kelompok 5 :
M. Idris 1501112021
HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Religi Jepang Masa Tokugawa dengan topik utama yang akan dibahas yaitu
mengenai Asas filosofis Shintoisme. Seterusnya kami kirimkan shalawat
beriringan salam kepada nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan yang patut
kita teladani, semoga Allah memberikan shalawat dan salam tersebut kepada
Beliau.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN..............................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
untuk memurnikan kembali ajaran Shinto yang asli agar tidak dipengaruhi oleh
budaya-budaya luar.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada masa Tokugawa ada 3 religi Jepang yang berkembang, yaitu Shinto,
Budha dan Konfusius dan 3 religi tersebut saling berhubungan. Pada masa
pertengahan, agama Budhalah yang lebih mendominasi, namun ajaran Shinto
tetap dilaksanakan karena itu adalah agama asli Jepang. Untuk membedakan dua
religi tersebut lahirlah Reformasi Shinto atau Fukko Shinto Tujuan utama dari
reformasi Shinto adalah mengulik kembali agama Shinto yang murni dan asli.
Namun pada umumnya digunakan metode dan cara berpikir dari Buddhisme dan
Konfusianisme dalam meneliti hal tersebut, dan menghasilkan kelahiran Shinto
baru yang bercorak Budhisme dan Konfusianisme. Dalam perkembangannya 3
agama tersebut dapat berjalan bersamaan dan saling melengkapi satu sama
lain.Untuk dapat membedakan antara 3 agama ini, kami akan mengurai satu per
satu.
a. Shintoisme
Agama Shinto merupakan agama asli bangsa Jepang atau juga agama
tradisional bangsa Jepang. Pada awalnya, ajaran Shinto hanya dilaksanakan oleh
keluarga yang memiliki kekuatan saja, keluarga tersebut dikenal dengan nama
klan. Agama itu mempercayai bahwa pendiri bangsa Jepang berasal dari Surga
atau khayangan yang kemudian turun kebumi dan membentuk Negara Jepang
sekaligus menjelma kedalam Tenno atau kaisar. Hal itulah yang menyebabkan
adanya pandangan yang mempercayai bahwa tenno adalah titisan dari dewi
Amaterasu Oomikami.
Perkembangan Agama Shinto bersamaan dengan perkembangan
masyarakat pertanian beras yang berlandaskan pada pemujaan pada dewa padi
dan nenek moyangnya. Agama itu mengenal Tuhannya atau dalam bahasa
3
Jepangnya disebut kami sama dan melakukan pemujaan di kuil Shinto atau Jinja.1
Tidak ada panduan berupa kitab suci maupun pimpinan agamanya. Menurut
ajarannya, Tuhan dimiliki oleh semua mahluk hidup sehingga dapat dikatakan
bahwa jumlahnya sangat banyak, bahkan tidak terhitung. Hal itu dapat terlihat
dalam salah satu mitologi Jepang yang berjudul Yaoyorozu no Kami atau delapan
juta Tuhan.
b. Buddhisme
Pada masa pemerintahan Tokugawa, semua orang Jepang diwajibkan
untuk jadi anggota sekte Budha yang resmi sebagai bentuk perlawanan terhadap
agama Kristen yang berkembang pesat. Hal ini melibatkan sejumlah besar pendeta
Budha dalam struktur control social pemerintahan Tokugawa. Kenyataan ini juga
dikemukakan untuk menjelaskan kelesuan umum yang dialami Budhisme
padamasa Tokugawa. Dapat dikatakan juga, gerakan-gerakan religious penting
tidak berasal darikalangan Budha.
c. Konfusianisme
Padadasarnya, Konfusianisme ini merangkum berbagai macam aliran yang
berbeda. Tidak mempunyai struktur campuran, tetapi secara structural serupa
dengan alira-aliran filsafat kuno yaitu, yang diturunkan dari guru kemurid dan
berkelanjutan serta diteruskan dalam lembaga-lembaga pendidikan. Pengaruh
yang terbesar dapat dilihat dikalangan mereka yang paling terpelajar di
lingkungan samurai perkotaan. Berabad-abad lamanya kepercayaan ini menembus
masuk ke dalam kesadaran dan adat istiadat serta kebiasaan rakyat Jepang. Etika
Budha maupun sekte-sekte Shinto pada dasarnya berasal dari Konfusius dan
sangat kuat dipengaruhi oleh Metafisiska, Neo-konfusian. Hampir semua gerakan
baru yang penting pada masa Tokugawa telah menunjukkan adanya pengaruh
yang kuat dari Konfusianisme.
1
Public Affairs Headquarters for Shikinen-Sengu
http://web4.uwindsor.ca/units/hro/main.nsf/0/bcf142edbbaf1b688525762400509cd7/$FILE/Shinto
.pdf Soul of Japan hal.14 April 2013 diakses pada tanggal 23 September 2017 pukul 15:10 wib
4
Ajaran-ajaran Shinto, Buddha dan Konfusius cukup berperan penting
dalam aspek kehidupan masyarakat Jepang. Agama Buddha dikembangkan
berdasarkan perlindungan terhadap pemerintahan, dan Shinto sebagai
perlindunngan terhadap alam dan kebudayaan, maka kehidupan secara luas
cenderung mengadaptasi kebudayaan Shinto, Buddha dan Konfusianisme.
Kebudayaan Jepang dengan sendirinya terjadi dan mengalami pembauran dengan
masyarakat Jepang, termasuk filsafat hidup dan pola-pola dasar struktur, social
yang menjadi dasar kehidupan rakyat Jepang. Kekuatan kebudayaan yang dimiliki
Jepang dijadikan suatu pondasi dalam sistem-sistem nilai kehidupan. Ajaran
tentang kesadaran hidup (Shinto) dan menyatakan bahwa kebahagiaan dunia ini
tidak kekal, yang kekal hanyalah Buddha (jodo) dijadikan pegangan oleh rakyat
dalam menghadapi penderitaan dari penindasan para penguasa feodal.Stratifikasi
social yang diciptakan pemerintahan Tokugawa yang diciptakan berdasarkan
ajaran Konfusianisme yang menyatakan bahwa manusia hidup sesuai dengan
kodratnya. Disisi lain ajaran Buddha tentang kesetiaan terhadap On sebagai
konsep tuhan, On yang dimaksudkan disini adalah Kaisar sebagai penguasa
pemerintahan. Konfusionalisme ikut berperan dalam politik Jepang, salah satu
mazhab Konfusianisme adalah menekankan peran dalam mengatur Negara,
artinya menciptakan dan memelihara sebuah masyarakat yang tertib.
5
pengaruh dari budaya istana dan bangsawan. Sebagai contoh, perkembangan nilai-
nilai Bushido (moral militer) sepertisifat-sifat kesederhanaan, sifat ekonomis,
kesetiaan dan ksatria.Sejauh itu, kebudayaan tradisional Jepang seperti upacara
minum teh (Saado) seni merangkai bunga (Kadou) dan seni membuat kue Jepang,
drama Noh (Nou), seni arsitektur puri, musik samisen, drama boneka Joururi,
drama kabuki. Dapat dikatakan dalam masa ini adalah masa keemasan budaya
tradisional Jepang.
masehi. Kata Shinto berasal dari dua kanji, yaitu shin yang artinya dewa
dan to yang artinya jalan. Dengan demikian, apabila kedua kanji itu
digabungkan akan tercipta suatu arti, yaitu jalan dewa atau jalan Tuhan.2
Shintoisme adalah faham yang berbau keagamaan yang khusus di anut oleh
bangsa jepang. Shintoisme juga merupakan filsafat tradisional atau Dentooteki
Shuukyoo digunakan sebagai warisan nenek moyang bangsa Jepang yang
dijadikan pandangan hidup.3 Paham Shintoisme pada mulanya merupakan
perpaduan antara faham serba jiwa atau animisme dengan pemujaan terhadap
gejala-gejala alam. Agama ini mengandung 2 unsur kepercayaan yaitu : a).
menyembah alam (nature worship) b). menyembah roh nenek moyang
Dalam perkembangannya, Shintoisme dihadapkan pada pertemuan antara
agama Budha dengan kepercayaan asli bangsa Jepang (Shinto) yang akhinya
mengakibatkan munculnya persaingan yang cukup hebat antara pendeta bangsa
Jepang dengan para pendeta agama Buddha, maka untuk mempertahankan
2
Andriani, Sri Dewi, https://media.neliti.com/media/publications/166647-ID-eksistensi-agama-
shinto-dalam-pelaksanaa.pdf Jurnal LINGUA CULTURA Vol.1 No.2 November 2007: 132-141.
diakses pada tanggal 23 September 2017 pukul 13:45 wib
3
http://dimhad31.xayo.net/box/files/Zen%20dan%20spiritual%20lainnya.pdf diakses pada tanggal
27 September 2017 23:15 WIB
6
kelangsungan hidup agama Shinto para pendetanya menerima dan memasukkan
unsur-unsur Buddha ke dalam sistem keagamaan mereka. Akibatnya agama
Shinto justru hampir kehilangan sebagian besar sifat aslinya.
Pada abad ke-19 tepatnya tahun 1868 agama Shinto diproklamirkan menjadi
agama negara yang saat itu agama Shinto mempunyai 10 sekte dan 21 juta
pemeluk. Sejak saat itu dapat dikatakan paham Shintoisme merupakan suatu
ajaran yang mengandung politik religius bagi Jepang, sebab pada saat itu taat
kepada ajaran Shinto berarti taat pula kepada kaisar, berbakti kepada negara dan
politik negara.
Kepercayaan agama Shinto mempercayai bahwa benda mati ataupun hidup
dianggap memiliki ruh. Dalam Shinto dikenal adanya kami yang dipercayai
sebagai roh leluhur atau nenek moyang. Kami secara umum menunjuk pada suatu
hal yang misterius dan gaib yang mempunyai kekuatan yang melampaui kekuatan
manusia di dunia.4Penganut agama Shinto mempunyai semboyan yang berbunyi
Kami negara no mishi yang artinya tetap mencari jalan dewa. Orang Jepang
(Shinto) mengakui adanya dewa bumi dan dewa langit (dewa surgawi). Dewa
yang tertinggi adalah Dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan
dengan pemberi kamakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang
pertanian. Disamping mempercayai adanya dewa-dewa yang memberi
kesejahteraan hidup, mereka juga mempercayai adanya kekuatan gaib yang
mencelakakan, yakni yakni roh yang jahat atau disebut Aragami. Ada tiga hal
yang terdapat dalam konsepsi agama Shinto, yakni :5
Dewa-dewa yang pada umumnya merupakan personifikasi dari gejala-
gejala alam itu dianggap dapat mendengar, melihat dan sebagainya
sehingga harus dipuja secara langsung.
Dewa-dewa tersebut dapat terjadi (penjelmaan) dari roh manusia yang
sudah meninggal.
4
Informasi dikutip dari laman http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab5/2007-3-00259-
JP%20BAB%205.pdf diakses pada tanggal 23 September 2017 pukul 13:30 WIB
5
Lihat dilaman http://deviutariwidhowati.blogspot.co.id/2012/11/shinto-religion-from-japan.html
diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 23:40 WIB
7
Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit (mitama) yang
beremanasi dan berdiam di tempat-tempat suci di bumi dan mempengaruhi
kehidupan manusia.
Menurut agama Shinto watak manusia pada dasarnya adalah baik dan
bersih. Adapun jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua, dan merupakan
keadaan negatif yang harus dihilangkan melalui upacara pensucian (Harae).
Karena itu agama Shinto sering dikatakan sebagai agama yang dimulai dengan
dengan pensucian dan diakhiri dengan pensucian. Ritus-ritus yang dilakukan oleh
penganut Shinto terutama untuk memuja Dewi Matahari (Ameterasu Omikami)
yang dikaitkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam
bidang pertanian (beras), ritus ini dilakukan rakyat Jepang pada Bulan Juli dan
Agustus di atas gunung Fujiyama. Tempat-tempat yang digunakan untuk
melakukan pemujaan Shinto disebut Shrines (Tempat Suci).
Tujuan utama dari Shinto adalah mencapai keabadian di antara mahluk-
mahluk rohani, Kami. Kami dipahami oleh penganut Shinto sebagai satu
kekuasaan supernatural yang suci hidup di atau terhubung dengan dunia roh.
Ritual agama Shinto salah satunya ialah Matsuri.6 Matsuri adalah kata
dalam bahasa Jepang yang menurut pengertian agama Shinto berarti ritual yang
dipersembahkan untuk Kami, sedangkan menurut pengertian sekularisme berarti
festival, perayaan atau hari libur perayaan. Matsuri berasal dari kata matsuru
(matsuru: menyembah, memuja) yang berarti pemujaan terhadap Kami atau ritual
yang terkait. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri
yakni penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito), dan pesta makan.
Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang
dilakukan di depan Amano Iwato.
Matsuri dalam bentuk pembacaan doa masih tersisa seperti dalam bentuk
Kigansai (permohonan secara individu kepada jinja atau kuil untuk didoakan dan
Jichinsai (upacara sebelum pendirian bangunan atau konstruksi).
6
Andriani, Sri Dewi, Op,cit...hal 135
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
9
terpisahkan dari kehidupan mereka seperti yang terlihat dalam kegiatan-kegiatan
keluarga, rukun tetangga dan hari-hari libur nasional Jepang.
10
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Sri Dewi, Jurnal LINGUA CULTURA Vol.1 No.2 November 2007:
132-141 http://deviutariwidhowati.blogspot.co.id/2012/11/shinto-religion-from-
japan.html
Jingu Sicko, 2013.Soul of Japan, An introduction of Shinto and Iisengue Jengu.
Yoyogi Shibuya-ku, Tokyo 151-0053 Japan
http://library.umac.mo/ebooks/b28360102.pdf
11