Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

MEI 2016

Suspek Hospital Acquired Pneumonia, Hipertensi, Diabetes Mellitus Type II


dan Anemia Normositik Normokrom

Oleh :
Gheatrix Bareallo P.
Din Suryajani Siregar
Anggie Syamsuddin
Agni Khairani
Medita Aninditia Novianty
Andi Raynaldi

Pembimbing :

dr. Ferica Kuhuwael

BAGIAN PULMONOLOGI DAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Badak No. 52 Makassar
Agama : Islam
No. RM : 754588
Tanggal masuk : 20 April 2016

ANAMNESIS

Autoanamnesis

Keluhan Utama : Batuk

Anamnesis Terpimpin:

Pasien dikonsul dari TS Bedah dengan riwayat post amputasi ecausa


gangren foot diabetic dextra. Pasien dikonsul pada tanggal 9 Mei 2016 dengan
keluhan batuk. Batuk dialami sejak 1 minggu yang lalu. Batuk disertai lendir
berwarna kehijauan. Dari hasil anamnesis, pasien tidak memiliki riwayat batuk
sebelumnya. Riwayat batuk darah disangkal. Pasien juga mengeluh ada sesak
napas sejak 4 hari terakhir. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca
dan perubahan posisi. Pasien mengatakan tidak pernah bangun di malam hari
karena sesak napas. Pasien tidur menggunakan 1 bantal. Saat ini pasien tidak
demam, namun memiliki riwayat demam 1 minggu yang lalu.

Riwayat penyakit dahulu

1. Riwayat konsumsi OAT tidak ada


2. Riwayat Hipertensi ada sejak 3 tahun lalu dan tidak berobat teratur.
3. Riwayat penyakit diabetes melitus ada

2
4. Riwayat penyakit jantung koroner disangkal
5. Riwayat merokok ada kurang lebih sejak 30 tahun yang lalu, merokok
sekitar 2 bungkus per hari
6. Riwayat konsumsi alkohol tidak ada

STATUS PRESENT

Sakit berat / gizi lebih / Composmentis


BB = 75 kg
TB = 160 cm
IMT = 27 kg/m2 (Obesitas I)
Lingkar pinggang = tidak dilakukan
Tanda vital :

Tekanan Darah : 140/80 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Pernapasan : 26 x/menit

Suhu : 37,50C

II. PEMERIKSAAN FISIS


Kepala
Ekspresi : biasa

Simetris muka : simetris kiri = kanan

Deformitas : (-)

Rambut : hitam, sukar dicabut, alopesia (-)

Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)

Gerakan : ke segala arah

3
Kelopak Mata : edema (-)

Konjungtiva : anemis (+)

Sklera : ikterus (-)

Kornea : jernih

Pupil : bundar/isokor diameter 2,5mm ODS

Telinga
Pendengaran : kesan normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1 T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-),
Gigi geligi : dalam batas normal
Gusi : dalam batas normal

Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Thoraks
- Inspeksi :

4
Bentuk : asimetris. Hemithorax kanan tertinggal saat
inspirasi.
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada : tidak ada kelainan
Sela Iga : dalam batas normal
- Palpasi :
Fremitus raba : meningkat di hemithorax dextra
Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Massa tumor : tidak ada massa tumor
- Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : Pekak pada hemithoraks dextra setinggi ICS III
Batas paru-hepar : Setinggi ICS VI dextra
Batas paru belakang kanan : CV Th. VIII dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. IX sinistra

- Auskultasi :
Bunyi pernapasan: Vesikuler, bunyi napas meningkat pada
hemithoraks dextra
Bunyi tambahan : Rhonki bilateral, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung kanan = kiri dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler (+), murmur (-), gallop
(-)
Perut
- Inspeksi : Lemas, ikut gerak nafas
- Auskultasi : Peristaltik usus dalam batas normal
- Perkusi : Timpani (+)

5
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepar dan lien tidak
teraba.
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Palpasi : NT (-), MT (-), Gibbus (-)
Nyeri ketok : -/-
Auskultasi : Wheezing -/-
Gerakan : Normal
Ekstremitas
Edema dorsum pedis -/-
Edema pretibial -/-

6
Pemeriksaan tambahan lainnya:

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
JENIS HASIL NILAI RUJUKAN
PEMERIKSAAN
DARAH RUTIN
-WBC 12.600/uL 4,00-10,00
-RBC 2.56/uL 4.0-6.0
-HGB 7.5 g/dL 12.00-16.00
-MCV 91.8 fl 80.0-97.0
-MCH 29.3 pg 26.5-33.5
-MCHC 31.9 gr/dl 31.5-35.0
-PLT 450 150-450
ELEKTROLIT
-Natrium 137mmol/L 136-145
-Kalium 3.7 mmol/L 3.5-5.1
-Klorida 98 mmol/L 97-111
Kimia Darah
-GDS 462 mg/dl 80-180
-SGPT 31 U/L <35
-SGOT 54 U/L <45
Fungsi Ginjal
-Ureum 44 mg/dl 10-50
-Kreatinin 0.72U/L <1.3

7
Pemeriksaan Radiologi

Hasil foto Thorax :


- Perselubungan inhomogen pada lapangan tengah dan bawah paru
kanan serta lapangan atas paru kiri
- Cor kesan normal, aorta normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak

Kesan : Pneumonia bilateral

III. ASSESSMENT :
1. Suspek Hospital Acquired Pneumonia
2. Hipertensi

8
3. Diabetes Mellitus Tipe II
4. Anemia

IV. PENATALAKSANAAN AWAL


- O23 LPM via nasal kanul
- IVFD RL 20 tpm
- N-Ace 200 mg / 8 jam /oral
- Ceftazidime 1 gr/ 12 jam/ iv
- Amlodipine 10 mg/ 24 jam/ oral
- Noverapid 10-10-10 / sc
- Levemir 0-0-14

V. RENCANA PEMERIKSAAN
- Kultur dan pewarnaan gram
- Tes sensitivitas antibiotik
- Cek GDS
- Evaluasi Elektrolit
- Cek Analisa Gas Darah
- Kontrol darah rutin

VI. PROGNOSIS
Ad functionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

Ad vitam : Dubia

VII. RESUME

Pasien dikonsul dari TS Bedah dengan riwayat post amputasi


ecausa gangren foot diabetic dextra. Pasien dikonsul pada tanggal 9 Mei
2016 dengan keluhan batuk. Batuk dialami sejak 1 minggu yang lalu.

9
Batuk disertai lendir berwarna kehijauan. Dari hasil anamnesis, pasien
tidak memiliki riwayat batuk sebelumnya. Riwayat batuk darah disangkal.
Pasien juga mengeluh ada sesak napas sejak 4 hari terakhir. Sesak napas
tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca dan perubahan posisi. Pasien
mengatakan tidak pernah bangun di malam hari karena sesak napas. Pasien
tidur menggunakan 1 bantal. Saat ini pasien tidak demam, namun memiliki
riwayat demam 1 minggu yang lalu. Ada riwayat hipertensi ada sejak 3
tahun lalu dan tidak berobat teratur, ada riwayat penyakit diabetes
mellitus, ada riwayat merokok.

Pada pemeriksaan fisis ditemukan pasien obesitas I, hipertensi


grade I, takipnea, kongjungtiva anemis, bentuk thorax asimetris saat
inspirasi , fremitus raba meningkat pada hemithorax dextra . Ditemukan
bunyi napas v esikuler, bunyi napas meningkat pada hemithoraks dextra,
rhonkhi bilateral pada hemithorax dextra dan di apex paru sinistra.

Hasil kesan radiologi chest x-ray ditemukan pneumonia bilateral.


Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, anemia
normosiitik normokrom dan hyperglikemia.

VIII. DISKUSI

1. Hospital Acquired Pneumonia


Hospital Acquired Pneumonia atau pneumonia nosokomial adalah
pneumonia yang muncul setelah 48 jam setelah dirawat di Rumah
Sakit dan tidak diintubasi saat masuk.

Dari hasil anamnesis ditemukan bahwa pasien mengalami batuk


sejak 1 minggu yang lalu. Batuk disertai lendir berwarna kehijauan..
Riwayat batuk darah disangkal. Pasien juga mengeluh ada sesak napas
sejak 4 hari terakhir. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca
dan perubahan posisi. Pasien mengatakan tidak pernah bangun di malam

10
hari karena sesak napas. Pasien tidur menggunakan 1 bantal. Saat ini
pasien tidak demam, namun memiliki riwayat demam 1 minggu yang
lalu.

Dari hasil pemeriksaan fisis ditemukan takipnea ( 26x/menit) dan


hasil pemeriksaan thorax ditemukan bentuk asimetris saat inspirasi,
fremitus raba meningkat di hemithorax dextra, perkusi di paru kiri sonor
dan diparu kanan pekak pada hemithoraks dextra setinggi ICS III,
auskultasi didapatkan bunyi pernapasan vesikuler.

Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-


Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah
sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi
pada waktu masuk rumah sakit.
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :

Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif


Ditambah 2 diantara kriteria berikut:
o
- suhu tubuh > 38 C
- sekret purulen
- leukositosis

Plan diagnostik yang dianjurkan adalah pewarnaan gram dan kultur


sputum , tes sensitivitas antibiotik, dan cek analisa gas darah.
Terapi farmakologi yang diberikan adalah :
O2 3 lpm via nasal kanula
Ceftazidime 1gr / 12 jam / iv
N-Ace 200 mg / 8 jam / oral

11
2. Hipertensi
Dari hasil anamnesis ditemukan bahwa pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu namun tidak berobat
teratur. Ditemukan riwayat merokok sejak 30 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisis temukan pasien obesitas I dengan IMT 27
kg /m2, serta tekanan darah 140/80 mmHg.
Plan monitoring yang dilakukan adalah observasi tekanan
darah.
Plan terapi non farmakologi adalah diet rendah garam serta
penurunan berat badan. Terapi farmakologi untuk kasus ini adalah
amlodipine 10 mg / 24 jam/ oral.

3. Diabetes Mellitus Type II


Dari hasil anamnesis didapatkan adanya riwayat diabetes mellitus
yang tidak berobat teratur. Pada pemeriksaan fisis ditemukan kondisi post
amputasi ecausa gangren foot dextra, pasien obesitas I dengan IMT 27 kg
/m2 . Pada pasien ini juga ditemukan faktor resiko hipertensi grade I, dan
faktor predisposisi yaotu usia > 45 tahun.Pada hasil pemeriksaan
laboratorium, ditemukan GDS 462 mg /dl.
Plan monitoring untuk pasien ini adalah cek GDS rutin.
Plan terapi yang diberikan untuk pasien ini adalah :
Levemir 0-0-14 IU /subkutan
Novorapid 10-10-10 IU / subkutan

4. Anemia Normositik Normokrom


Dari pemeriksaan fisis ditemukan kongjungtiva pucat. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium ditemukan RBC 2.56 /uL, HGB 7.5 g/dL, MCV
91.8 fl, MCH 29.3 pg, dan MCHC 31.9 gr/dl.
Plan diagnostik yang dilakukan adalah apusan darah tepi. Plan
terapi yang diberikan adalah transfusi PRC 2 bag.

12
PEMBAHASAN

A. PENDAHULUAN
Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah
pneumonia yang didapat saat menjalani rawat inap di rumah sakit.
Pneumonia nosokomial menduduki peringkat ketiga tersering dari seluruh
infeksi nosokomial pada pasien anak. Di Indonesia, angka kejadian
sebenarnya dari pneumonia nosokomial pada anak tidak diketahui dengan
pasti disebabkan antara lain tidak terdapat data nasional dan data yang ada
hanya berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta
angkanya sangat bervariasi. Secara umum, pneumonia nosokomial
ditemukan pada 15% dari pasien anak dengan infeksi nosokomial.
Meskipun insidennya kecil, pneumonia nosokomial merupakan infeksi
nosokomial yang mengancam nyawa dengan angka kematian berkisar 20%
hingga 70%.

B. DEFINISI
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah
pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang
terjadi sebelum masuk rumah sakit.

C. ETIOLOGI
Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug
resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin
Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance
Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan
jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi.

13
Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil
dari dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus,
biopsi aspirasi transtorakal dan biopsi aspirasi transtrakea.

D. PATOGENESIS
Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan
pneumonia komuniti. Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran
napas bagian bawah. Ada empat rute masuknya mikroba tersebut ke dalam
saluran napas bagian bawah yaitu :
1.Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu
seperti kasus neurologis dan usia lanjut
2.Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang
digunakan pasien
3. Hematogenik
4. Penyebaran langsung

Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai


risiko mengalami pneumonia nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam
jumlah besar berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian bawah yang
steril, maka pertahanan pejamu yang gagal membersihkan inokulum dapat
menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia.
Interaksi antara faktor pejamu (endogen) dan faktor risiko dari luar
(eksogen) akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas
bagian atas atau pencernaan makanan. Patogen penyebab pneumonia
nosokomial ialah bakteri gram negatif dan Staphylococcus aureus yang
merupakan flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi di saluran napas
bagian atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik awal yang
penting untuk terjadi pneumonia.

E. DIAGNOSIS

14
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta),
diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit
dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada
waktu masuk rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
Ditambah 2 diantara kriteria berikut:
o
- suhu tubuh > 38 C
- sekret purulen
- leukositosis

Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS


1. Dirawat di ruang rawat intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan
O2 > 35 % untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 %

3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar


atau kaviti dari infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi
dan atau disfungsi organ yaitu :
Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
Memerlukan vasopresor > 4 jam
Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi


sputum atau aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau
trakeostomi.

15
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan
apusan langsung dan biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25
/ lapangan pandang kecil (lpk) dan sel epitel < 10 / lpk.
2. Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit
3. bronkoskopi
F. TERAPI
Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :
1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik
yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen
yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi
setempat
2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat
dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin
efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis harus intravena
dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis
dan fungsi saluran cerna yang baik.
3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah
ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada
perbaikan respons klinis.
4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan
terinfeksi kuman MDR
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan
klinis memburuk
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan
empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi
pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan
tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah
memberikan hasil yang memuaskan.

16
Tabel 1. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP

pada pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan

semua derajat penyakit Antibiotik yang


(mengacu ATS / IDSA 2004) direkomendasikan
Patogen potensial

Betalaktam +
Streptocoocus pneumoniae antibetalaktamase

Haemophilus influenzae (Amoksisilin klavulanat)

Metisilin-sensitif atau
Staphylocoocus aureus
Sefalosporin G3
Antibiotik sensitif basil nonpseudomonal
Gram negatif enterik (Seftriakson, sefotaksim)
- Escherichia coli atau
- Klebsiella pneumoniae Kuinolon respirasi
- Enterobacter spp (Levofloksasin,
Moksifloksasin)
- Proteus spp

- Serratia marcescens

17
Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP

untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut

atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu ATS /

IDSA 2004) Patogen potensial Terapi Antibiotik kombinasi

Sefalosporin antipseudomonal
Patogen MDR tanpa atau (Sefepim, seftasidim, sefpirom)
dengan patogen pada Tabel 1
atau

Karbapenem antipseudomonal
Pseudomonas aeruginosa
(Meropenem, imipenem)
Klebsiella pneumoniae
atau
(ESBL)
-laktam / penghambat
Acinetobacter sp
laktamase
Methicillin resisten
(Piperasilin tasobaktam)
Staphylococcus aureus
ditambah
(MRSA)
Fluorokuinolon
antipseudomonal

(Siprofloksasin atau
levofloksasin)

atau

Aminoglikosida

(Amikasin, gentamisin atau

18
tobramisin)

ditambah

Linesolid atau vankomisin atau


teikoplanin

Tabel 3. Dosis antibiotik intravena awal secara empirik

untuk HAP dan VAP pada pasien dengan onset lanjut

atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada

ATS/IDSA 2004) Antibiotik Dosis

Sefalosporin 1-2 gr setiap 8 12 jam


antipseudomonal 2 gr setiap 8 jam
Sefepim 1 gr setiap 8 jam
Seftasidim

Sefpirom

Karbapenem 1 gr setiap 8 jam

Meropenem 500 mg setiap 6 jam / 1 gr


setiap 8 jam
Imipenem

G. PROGNOSIS
Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah
ini, yaitu

1. Umur > 60 tahun

2. Koma waktu masuk

19
3. Perawatan di IPI

4. Syok

5. Pemakaian alat bantu napas yang lama

6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral

7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl

8. Penyakit yang mendasarinya berat

9. Pengobatan awal yang tidak tepat

10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa,


S.malthophilia, Acinetobacter spp. atau MRSA)

11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen

12. Gagal multiorgan

13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada


pencegahan perdarahan usus

20
DAFTAR PUSTAKA
1. American Thoracic Society. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001;
163: 1730-54

2. American Thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults : Diagnosis,


assessment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive
strategies. Am J Respir Crit Care Med 1995; 153 : 1711-25
3. American Thoracic Society. Official Consensus Statement (1995): Hospital
Acquired Pneumonia in adults : Diagnosis, assesment of severity, initial
antimicrobial therapy and preventive strategies. Am J Respir Crit Care Med.
153 : 1711-25.

4. Bartlett JG (2001) : Hospital acquired pneumonia, in Management of


Respiratory Tract Infections. Ed Bartlett JG, Lippincott Williams &
rd
Wilkins, 3 , pp 71-8.

5. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995;


108: 1S-16S
6. Craven De, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new
perspectives on an old disease. Chest 1995; 108 : 1S-16S
7. Cunha BA 2001. Nosocomial Pneumonia : Diagnostic and therapeutic
considerations. The Medical Clinics of North America 2001: 79 114.

8. Dal Nogare AR (1996) : Nosocomial Pneumonia Outside The Intensive Care


Unit. In : Respiratory Infections. Ed : Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth
J. WB Saunders. pp. 139 46.

21
9. Fein A, Grossman R, Ost D, Farber B, Cassiere H (1999) : Diagnosis and
st
Management of Pneumonia and Other Respiratory Infections. 1 edit.
Professional Communication Inc. pp 133-50.

10. Fiel S. Guidelines and critical pathways for severe Hospital-acquired


Pneumonia. Chest 2001; 119 : 412S-8S.

22

Anda mungkin juga menyukai