Anda di halaman 1dari 11

Transport CO2 Dalam Darah dan Jaringan

Abstrak
Respirasi didefinisikan sebagai proses penyediaan O2 untuk kelangsungan proses
metabolisme dan mengeluarkan CO2 hasil metabolisme secara terus-menerus. Sistem
pernapasan juga erat kaitannya dengan keseimbangan asam-basa, karena sistem
pernapasan dapat mengeluarkan CO2 dari tubuh. Pertukaran gas di paru-paru antara
alveol dan kapiler jaringan berlangsung secara difusi pasif sederhana. Selain itu
terdapat juga Sistem keseimbangan darah yang sangat berhubungan erat dengan
sistem pernapasan tersebut yaitu sistem buffer dan sistem renal. Ada juga reaksi-
reaksi biokimia dalam tubuh makhluk hidup hanya dapat berlangsung pada pH
tertentu. Oleh karena itu, cairan tubuh harus merupakan larutan penyangga agar pH
senantiasa konstan ketika metabolisme berlangsung. Organ yang paling berperan
untuk menjaga pH darah adalah paru-paru dan ginjal.
Kata kunci: respirasi, CO2, biokimia

Abstract
Respiration is defined as the process of providing O 2 for the continuity of the
metabolic process and releasing the CO 2 of metabolism on a continuous basis. The
respiratory system is also closely related to acid-base balance, since the respiratory
system can secrete CO2 from the body. The exchange of gas in the lungs between the
alveol and the tissue capillaries takes place in simple passive diffusion. In addition
there is also a blood balance system that is closely related to the respiratory system is
the buffer system, respiratory system, and renal system. There are also biochemical
reactions in the body of a living being can only take place at a certain pH. Therefore,
body fluids should be buffer solutions to keep pH constant when metabolism takes
place. The most important organ to maintain blood pH is the lungs and kidneys.
Kata kunci: respiration, CO2, biochemical

Pendahuluan
Dalam kegiatan sehari-hari, tentu kita tidak pernah berhenti bernapas. Setiap hari
kita bernapas dengan menggunakan sistem pernapasan dalam tubuh. Organ-organ
respirasi terus menerus bekerja sebab kita tidak pernah berhenti bernapas. Proses
respirasi memiliki fungsi utama yaitu memperoleh oksigen (O 2) yang dibutuhkan
tubuh dan untuk mengeluarkan karbondioksida (CO2) yang diproduksi oleh sel.1
Metabolisme tubuh tidak akan dapat berjalan tanpa adanya oksigen, dan zat sisa
berupa karbon dioksida dapat dikeluarkan melalui nafas. Selain organ pertukaran gas,
sirkulasi darah, pergerakan otot-otot, Lingkunan dan persarafan dari Sistim Saraf
Pusat juga memiliki pengaruh besar dalam proses respirasi. Sirkulasi darah
menyebarkan gas O2 ke seluruh tubuh dari jaringan, dan membawa CO2 dari jaringan
ke paru-paru untuk dikeluarkan.

Mekanisme Pernapasan
Secara posisi anatomi, sistim respirasi dibagi menjadi dua bagian, yakni saluran

1
respirasi atas dan bawah. Saluran respirasi atas terletak di kepala, dan terdiri dari
rongga hidung, sinus paranasalis, dan faring (tenggorokan). Sementara saluran
respirasi bawah terdiri dari laring, trakea, bronkus, dan paru-paru. 1 Selain posisi
anatomi, sistim respirasi juga dapat dibagi menurut fungsinya pada udara yang
melewatinya. Bagian konduksi yang berfungsi menyalurkan udara bermula dari
rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus (ekstrapulmonal dan
intrapulmonal), dan bronkiolus terninalis. Bagian respirasi terdiri atas bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveolus.2

Gambar 2. Saluran Respirasi Atas.3


Pada saluran respirasi atas, yang dimulai di rongga hidung, terdapat mekanisme
perlindungan berupa rambut-rambut hidung dan lapisan mukosa. Keduanya berfungsi
untuk menangkap partikel yang ikut terinhalasi agar tidak terhirup hingga saluran
dalam. Bila tertangkap oleh rambut hidung atau mukosa, maka partikel akan
diarahkan ke faring oleh sel epitel bersilia. Mekanisme perlindungan selain menyaring
udara adalah menghangatkan dan melembabkan udara masuk. Fungsi hidung yang
lain adalah sebagai organ penghidu, yang pada kesempatan kali ini tidak akan
dibahas. Rongga hidung dikelilingi oleh sinus paranasalis yang diperkirakan berguna
untuk meringankan kepala, ruang resonansi untuk berbicara, serta membantu
mengkangatkan dan melembabkan udara.3
Setelah kedua struktur tersebut, udara melalui faring (termasuk pita suara), laring,
dan kemudian masuk ke trakea. Trakea sebagai jalur utama masuknya udara akan
bercabang menjadi bronchus principalis dextra (kanan) dan sinistra (kiri) yang
masing-masing memasuki paru kanan dan kiri. Secara posisi, trakea terletak nyaris

2
tepat di bidang sagital, dengan bifurcation (percabangan) terdorong ke kanan akibat
adanya arcus aorta. ketika melakukan inspirasi dalam. Panjang trakea berkisar antara
10-11 cm, bermula dari vertebrae cervical ke 6 hingga vertebrae thoracal ke 5. Namun
pada inspirasi dalam, bifurcation dapat turun hingga setinggi vertebrae thoracal ke 6. 2-
4

Setelah percabangan, trachea menjadi bronchus principalis dextra (kanan) dan


sinistra (kiri), yang masih terletak di luar paru-paru. Ketiga struktur ini memiliki
rangka berupa tulang rawan hialin berbentuk cincin, dipersatukan oleh jaringan
fibrosa dan otot polos. Bronchus principalis dextra lebih lebar, dan terletak lebih
vertikal, sehingga masuknya benda asing ke paru-paru akan cenderung memasuki
bronchus dextra daripada bronchus sinistra. Semakin menuju bagian dalam paru,
saluran udara pun menjadi semakin tipis, dimana bronkiolus memiliki diameter 1
mm. Perlu dicatat, bronkiolus hanya berfungsi sebagai saluran, dan organ pertukaran
gas adalah alveoli saja. Hal ini menyebabkan adanya ruang rugi anatomi, dimana
udara pada ruang ini tidak mengalami pertukaran gas (tidak mencapai alveoli).2,3

Struktur Penunjang Respirasi


Selain pembagian menurut posisi anatomi dan fungsi terhadap udara, sistim
respirasi juga dapat dibedakan menurut gunanya dalam proses pertukaran gas.
Struktur utama adalah saluran udara pernafasan, seperti yang telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya. Struktur utama terdiri atas jalan nafas (hidung, faring, laring,
trakea, bronkus, dan bronkiolus) dan paru-paru. Struktur pelengkap adalah organ-
organ serta bagian-bagian yang diperlukan untuk menunjang kerja sistim pernafasan.
Struktur penunjang terdiri atas diafragma, pleura dan pembentuk dinding dada (tulang
rusuk dan otot-otot disekitarnya).4

3
Gambar 3. Otot-otot Struktur Penunjang Respirasi4
Otot pernapasan
Otot-otot yang telah disebutkan diatas tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk
dinding dada, namun juga sebagai otot pernafasan. Otot pernafasan dibagi tiga, yakni
otot inspirasi utama, otot inspirasi tambahan (sering juga disebut otot bantu nafas),
dan otot ekspirasi tambahan. Untuk ekspirasi biasa, tidak diperlukan kerja otot
tambahan, melainkan cukup dengan daya elastis paru. Otot ekspirasi tambahan
dibutuhkan saat pernafasan berat (active breathing), berbicara, menyanyi, betuk,
bersin, dan mengeden.2,4
Setelah ekspirasi selesai dan sebelum inspirasi dimulai, (keadaan REEL Resting
End Expiratory Level), tekanan intra-alveoler setara dengan tekanan atmosfir. Hal ini
menyebabkan tidak ada udara yang mengalir pada saluran udara. Mulainya inspirasi
biasanya dimulai dengan kontraksi dua otot inspirasi utama, yakni diafragma dan
musculus intercostalis externa, menyebabkan pembesaran rongga dada. Pembesaran
rongga dada pada inspirasi normal menyebabkan tekanan intra-alveoler turun 1
mmHg (759 mmHg), memungkinkan udara luar mengalir ke dalam paru-paru. Udara
mengalir masuk hingga perbedaan tekanan antara ruang intra-alveoler dan atmosfir
tidak ada lagi. Hal yang berlawanan terjadi saat ekspirasi, dimana otot-otot
berelaksasi, mengecilkan volume paru-paru, dan meningkatkan tekanan intra-alveoler.
Sifat elastisitas paru mengakibatkan terjadinya gerak recoil (kembali ke ukuran
semula). Volume paru kembali ke awal, namun tekanan intra-alveoler menjadi lebih
tinggi (761 mmHg) karena banyaknya molekul udara.5
Pada pernafasan dalam, otot-otot inspirasi tambahan juga berkontraksi, menarik

4
sternum dan dua tulang rusuk pertama ke arah atas. Hal ini mengakibatkan paru-paru
dapat mengembang lebih besar lagi, dan tentu menurunkan tekanan intra-alveoler
semakin jauh. Aliran udara yang masuk ke dada untuk inspirasi pun jauh meningkat
sehingga terjadi apa yang kita sebut pernafasan dalam. Setelah inspirasi selesai, otot-
otot inspirasi melemas dan mengembalikan ukuran paru-paru ke ukuran semula,
seperti yang telah dijelaskan diatas. Namun dapat juga terjadi ekspirasi aktif, dimana
paru-paru mengeluarkan udara lebih tuntas dan lebih cepat. Hal ini dimungkinkan
dengan kontraksi otot ekspirasi, mengurangi volume rongga dada dan paru-paru,
meningkatkan tekanan intra-alveoler dengan cepat. Otot yang paling penting adalah
otot dinding perut, yang ketika berkontraksi akan mendorong diafragma ke atas,
mengurangi volume rongga dada.
Transpor Oksigen
Sistem pengangkut O2 di tubuh terdiri atas paru dan sistem kardiovaskular.
Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O2 yang masuk ke
dalam paru, adanya pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju
jaringan, dan kapasitas darah untuk mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada
derajat konstriktusijalinan vaskular di jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 di
dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah,
dan afinitas hemoglobin terhadap O2.6
Pengangkutan O2 ke jaringan tertentu tergantung pada:
1. Jumlah O2 yang masuk paru-paru
2. Pertukaran gas yang cukup pada paru-paru
3. Aliran darah ke jaringan
4. Kapasiitas pengangkutan O2 oleh darah
Dinamika reaksi hemoglobin (Hb) dengan O2 sangat memudahkan pengangkutan
O2. Hemoglobin adalah protein yang tersusun dari 4 subunit, masing-masing sub unit
mengandung heme yang terikat pada rantai polipeptida.
Oksigen dapat dislaurkan dari paru-paru ke jaringan melalui dua cara yaitu secara
fisik larut dalam plasma atau secara kimia berikatan dengan Hb sebagai
oksihemoglobin (HbO2). Ikatan ini bersifat reversibel.
Pada tingkat jaringan, O2 mengalami disosiasi (berpisah) dari hemoglobin
kemudian berdifusi ke dalam plasma. Selanjutnya O 2 masuk ke sel-sel jaringan tubuh
untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkuran. Hemoglobin yang
melepaskan O2 pada tingkat jaringan disebut hemoglobin tereduksi. Hemoglobin ini

5
berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan pada daerah vena.7
Terdapat tiga keadaan penting yang mempengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-
oksigen yaitu pH, suhu, dan kadar 2,3 BPG. Peningkatan suhu atau penurunan pH
mengakibatkan PO2 yang lebih tinggi diperlukan agar hemoglobin dapat mengikat
sejumlah O2. Sebaliknya, penurunan suhu atau peningkatan pH dibutuhkan PO 2 yang
lebih rendah untuk mengikat sejumlah O 2. Suatu penurunan pH akan menurunkan
afinitas hemoglobin terhadap O2, yang merupakan suatu pengaruh yang disebut
pergeseran Bohr. Karena CO2 berekasi dengan air untuk membentuk asam karbonat,
maka jaringan aktif akan menurunkan pH di sekelilingnya dan menginduksi
hemoglobin supaya melepaskan lebih banyak oksigennya, sehingga dapat digunakan
untuk respirasi selular.

Transpor Karbon Dioksida


Selain perannya dalam transpor oksigen, hemoglobin juga membantu darah untuk
mengangku karbon dioksida dan membantu dalam penyanggan pH darah yaitu,
mencegah perubahan pH yang membahayakan. Sekitar 7% dari karbon dioksida yang
dibebeaskan oleh sel-sel yang berespirasi diangkut sebagai CO2 yang terlarut dalam
plasma darah. Sebanyak 23% karbon dioksida terikat dengan banyak gugus amino
hemoglobin.6
Sebagain besar karbon dioksida, sekitar 70%, diangkut dalam darah dalam bentuk
ion bikaronat. Karbon dioksida yang dilepaskan oleh sel-sel yang berespirasi berdifusi
masuk ke dalam plasma darah dan kemudian masuk ke dalam sel darah merah,
dimana CO2 tersebut diubah menjadi bikarbonat.
Karbon dioksida pertama bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat,
yang kemudian berdisosiasi menjadi ion hydrogen dan ion bikarbonat. Sebagian besar
ion hydrogen berikatan di berbagai tempat pada hemoglobin dan protein lain sehingga
tidak mengubah pH darah. Ion bikarbonat lalu berdifusi ke dalam plasma. Ketika
darah mengalir melalui paru-paru, proses tersebut dibalik. Difusi O2 keluar dari darah
akan menggeser kesetibangan kimiawi di dalam sel darah merah kearah perubahan
bikarbonat menjadi CO2.
Transport karbondioksida dari jaringan ke paru-paru yang selanjutnya untuk dibuang
dilakukan dengan 3 cara yaitu:
1. 10% secara fisik larut dalam plasma
2. 20% berikatn dengan gugus amoni pada hemoglobin dalam sel darah merah.

6
Hemoglobin yang berikatan dengan CO2 disebut karbamonihemoglobin
3. 70% ditranspor sebagai bikarbonat plasma
Kelarutan CO2 dalam darah 20 kali lebih besar daripada kelarutan O 2. Dengan
demikian, pada larutan sederhana dapat dipastikan terdapat lebih banyak CO 2
daripada O2. Karbondioksida yang berdifusi ke dalam sel darah merah dapat dengan
cepat mengalami hidrasi menjadi H2CO3 yang disebabkan adanya aktivitas enzim
anhidrase karbonat. Selanjutnya H2CO3 berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3. Reaksi
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
CO2 + H2O H+ + HCO3
Keseimbangan asam dan basa sangat dipengaruhi oleh fungsi paru-paru serta
homeostasis karbondioksida. Istilah yang menggambarkan terganggunya
keseimbangan asam dan basa pada sistem respirasi adalah hiperventilasi dan
hipoventilasi. Hiperventilasi terjadi jika metabolisme tubuh terlampau tinggi sehingga
mendesak alveolus melakukan ventilasi secara berlebihan. Kondisi tersebut akan
menyababkan alkalosis respiratorik. Alkalosis adalah suatu kondisi di mana ekskresi
CO2 dari paru-paru berlebihan yang mengakibatkan naiknya pH darah (pH darah >
7,4). Sedangkan hipoventilasi dapat menyebabkan asidosis akibat retensi tertahannya
CO2 di dalam paru-paru. Hipoventilasi alveolus akan menyebabkan asidosis
respiratorik sehingga pH akan turun. Hipoventilasi alveolus dapat terjadi jika total
volume paru-paru berkurang (pengaruh ruang rugi) seperti yang terjadi apabila
seseorang bernapas cepat dan dangkal.7

Difusi Gas
Pertukaran gas di paru-paru antara alveol dan kapiler jaringan berlangsung secara
difusi pasif sederhana. Difusi pasif sederhana menuruni gradien tekanan parsial. Pada
udara atmosfer, terdapat berbagai gas dengan presentase Nitrogen (N 2) 80%,
Oksigen (O2) 20%, dimana presentase gas lain diabaikan. Total tekanan atmosfer
adalah 760 mmHg, sebagai jumlah tekanan masing-masing gas. Bila dihitung, maka
tekanan parsial gas N2 di atmosfir adalah (80% x 760 mmHg) 600 mmHg, dan
tekanan gas O2 (20% x 760 mmHg) 160 mmHg. Semakin besar tekanan parsial
suatu gas dalam media tertentu (termasuk di atmosfir dan dalam darah) menunjukkan
semakin banyak gas tersebut terlarut dalam media. Perbedaan tekanan gas tertentu
(tekanan parsial) antara dua media berbeda (misalkan, antara kapiler paru dengan
alveolus, atau kapiler darah dengan jaringan) disebut sebagai gradien tekanan parsial.

7
Gas akan berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya.5
Dalam alveol, tekanan parsial O2 mencapai 100 mmHg, sementara tekanan parsial
dari gas CO2 hanya 40 mmHg. Dalam kapiler darah yang memasuki jaringan paru
memiliki tekanan parsial gas O2 40 mmHg dan membawa CO2 dengan tekanan 46
mmHg. Selisih perbedaan tekanan parsial O2 adalah (100 40) 60 mmHg, dimana
tekanan dalam pembuluh darah lebih rendah, dan gas O 2 akan berdifusi masuk ke
pembuluh darah. Gas CO2, sebaliknya, akan berdifusi ke dalam alveol karena
memiliki perbedaan tekanan (46 40) 6 mmHg, dimana tekanan dalam alveol
lebih rendah. Lain halnya dengan difusi pada jaringan, yang memiliki tekanan O 2
sebanyak 40 mmHg dan tekanan CO2 sebanyak 46 mmHg. Difusi O2 terjadi ke arah
jaringan, dimana perbedaan tekanan (100 40) 60 mmHg dan pada CO2 perbedaan
tekanan (46 40) 6 mmHg membuat gas berdifusi ke kapiler darah.

Gambar 4. Difusi Gas O2 dan CO2 Pada Alveol dan Jaringan5

Selama inspirasi, udara bergerak dari luar ke dalam trakea, bronkus, bronkiolus,
dan alveoli. Selama ekspirasi, gas yang terdapat dalam alveolus prosesnya berjalan
seperti inspirasi dengan alur terbalik. Faktor fisik yang mempengaruhi keluar
masuknya udara dari dan ke paru-paru merupakan gabungan dari ventilasi mekanik
yaitu, perbedaan tekanan udara. Udara mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke
daerah bertekanan rendah. Selama inspirasi, pergerakan diafragma dan otot bantu
pernapasan lainnya memperluas rongga dada, sehingga menurunkan tekanan dalam
rongga dada sampai di bawah tekanan atmosfer. Hal ini menyebabkan udara tertarik
melalui trakea dan bronkus lalu masuk hingga ke dalam alveoli. Pada saat ekspirasi
normal, diafragma relaksasi dan paru-paru mengempis. Hal tersebut menyebabkan

8
penurunan luas rongga dada. Tekanan alveoli kemudian melebihi tekanan di atmosfer,
sehingga udara terdesak keluar dari paru-paru menuju atmosfer.
Stadium kedua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membran antara alveolus-kapiler yang tipis (< 0,5 mm). Kekuatan pendorong untuk
pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan O 2
dalam atmosfer sama dengan tekanan laut yang kurang lebih 149 mmHg (21% dari
760 mmHg).
Pada waktu O2 diinspirasi dan sampai pada alveolus, tekanan parsial ini
mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg sebagai akibat dari udara yang
tercampur dengan ruang rugi anatomis pada saluran udara dan dengan uap air. Faktor-
faktor yang menentukan kecepatan difusi gas mealui membran paru-paru adalah:
a. Semakin besar perbedaan tekanan pada membran maka semakin cepat kecepatan
difusi.
b. Semakin besar area membran paru-paru maka semakin besar kuantitas gas yang
dapat berdifusi melewati membran dalam waktu tertentu.
c. Semakin tipis membran mka semakin cepat difudi gas melalui membran tersebut ke
bagian yang berlawanan.
d. Koefisien difusi secara langsung berbanding lurus terhadap kemampuan terlarut
suatu gas dalam cairan membran paru-paru dan berbanding terbalik terhadap ukuran
molekul.8
Penyangga (buffer,dapar) adalah suatu bahan yang dapat berikatan secara
reversibel dengan H+. H+ berikatan dengan penyangga untuk membentuk suatu asam
lemah (H pemyangga). Jika kojnsentrasi H+ meningkat, reaksi bergerak ke kanan dan
lebih banyak H+ yang berikatan dengan penyangga selama penyangga masih tersedia.
Jika konsentrasi H+ menurun, reaksi bergeser ke arah kiri, dan H+ dibebaskan dari
penyangganya.9

Penyangga + H+ H penyangga

CO2 + H2O H2CO3

H2CO3 terionisasi untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3-.

H2CO3 H+ + HCO3-

Jika suatu asam ditambah dalam penyangga ini, peningkatan konsentrasi ion hidrogen
di sangga oleh HCO3-.

9
H+ + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O

Penyangga bikarbonat bergantung pada kenyataan bahwa karbon dioksida yang


dihasilkan melalui oksidasi bahan bakar bereaksi secara reversibel dengan air untuk
menghasilkan suatu asam lemah, asam karbonat, yang mengalami disosiasi parsial
membentuk basa konjugatnya, bikarbonat. Reaksi karbon dioksida dengan air untuk
mengahasilkan asam karbonat dikalisis oleh enzim karbonat anhidrase, yang terletak
di dalam sel darah merah dan sel jenis lain. Pasangan asam-basa H 2CO3/HCO3 bekerja
sebagai penyangga. Selain itu, jumlah total asam karbonat dalam darah dapat
dikurangi dengan bernapas lebih dalam sehingga akan lebih banyak CO2 yang keluar
melalui paru. Strategi ini memungkinkan tubuh menangkal masuknya suatu asam
(asidosis metabolik) dengan menurunkan konsentrasi total asam melalui mekanisme
pernapasan kompensatorik (alkalosis respiratorik kompensasi). Sebaliknya, apabila
pH darah meningkat (apabila terjadi alkalosis metabolik), bernapas menjadi lebih
dangkal, CO2 ditahan, dan pH darah menurun (terjadi asidosis respiratorik
kompensasi).
Hemglobin berfungsi sebagai penyangga karena membawa histidin, yaitu asam
amino basa, pada sejumlah posisi terpajan. Residu-residu histidin ini dapat berkaitan
secara reversibel dengan ion-ion hidrogen, menghasilkan hemoglobin bentuk
berproton dan tidak berproton. Penyangga-penyangga dalam darah ini bekerja
bersama-sama dengan mekanisme di ginjal yang mengekskresikan proton serta
dengan mekanisme di paru yang mengeluarkan CO 2 untuk mempertahankan pH
dalam rentang normal.8

Kesimpulan

Proses respirasi berkaitan dengan keseimbangan asam basa yaitu, salah satunya
terjadi transport CO2. Ada 3 cara yang pertama secara fisik dimana pada proses ini
tidak terjadi reaksi kimia sama sekali. Kedua berikatan dengan protein, pada plasma
berikatan dengan Hb. Dan yang ketiga pembentukan asam bikarbonat.

Daftar Pustaka

1. Kahle W. Color atlas/test of human anatomy, vol. 2 4 th Ed. New York: Theime
Inc; 1993. p. 106-44.

10
2. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2009. h. 2-13, 50-4, 78-101.
3. Whitte S. The respiratory system. New York: Infobase Publishing; 2009. h. 31-7.
4. Djojodivroto RD. Respilogi. Jakarta: EGC; 2009. h. 5-20.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC. 2012. h. 496-
540.
6. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2008.
7. Somantri I. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta: Salemba Medika; 2007.
8. Suyono J. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan klinis. Jakarta: EGC;
2000.
9. Gaw A. Biokimia klinis. Jakarta: EGC; 2012.

11

Anda mungkin juga menyukai