Anda di halaman 1dari 4

METODE PENGUKURAN / PEMETAAN

Posted: April 18, 2012 in Uncategorized


0

Metode atau cara pengukuran digunakan untuk perhitungan, pengolahan, dan koreksi data untuk
menentukan posisi (koordinat) setiap titik yang terukur dalam wilayah pemetaan. Secara umum
metode ini dapat dibagi sebagai berikut :

Metode pengukuran pada alat ukur sederhana :

1. Pengukuran jarak

Apabila jarak antara dua titik yang akan diukur lebih panjang dari alat ukur yang ada maka dua
tahapan yang harus dilakukan :

pelurusan (pembanjaran)

Pembanjaran dilakukan oleh dua orang, seorang membidik sementara yang lain menancapkan
yalon sesuai dengan komando dari si pembidik. Seprti yang terlihat pada gambar x, misalnya
akan diukur jarak AB, dua buah yalon harus ditancapkan di atas titik A dan B. Selanjutnya
pembidik berdiri di belakang yalon A dan mengatur agar mata pembidik satu garis dengan yalon
A dan B. Keadaan ini dapat diketahui jika mata si pembidik hanya melihat satu yalon saja. Di
antara yalon A dan B harus ditancapkan beberapa yalon atau patok yang jaraknya terjangkau
oleh alat ukur.

Seringkali dijumpai rintangan pada areal yang akan diukur sehingga pembanjaran tidak dapat
dilakukan seperti gambar diatas. Maka pembanjaran disini perlu perlakuan yang berbeda,
dikarenakan :

1. Kondisi lapangan yang bergelombang/curam/berbatasan dengan tembok tinggi.


2. Ada bangunan/rintangan di tengah areal yang akan diukur, dan sebagainya.

pengukuran jarak secara langsung

Pengukuran jarak dua titik dapat dilakukan dengan menggunakan kayu meter, rantai meter, pita
meter.

Untuk permukaan tanah yang miring, pengukuran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
pita/kayu ukur yang diatur horizontal dengan bantuan nineau serta mengukur langsung tanah
yang miring.

2. Pengukuran sudut miring

Pengukuran sudut miring sangat diperlukan dalam memperoleh informasi jarak (D) dan beda
tinggi (BT) secara tidak langsung.
Alat yang biasanya digunakan adalah abney level, yang penggunaannya dengan membidik
langsung pada puncak obyek yang diinginkan kemudian menggerakkan niveau yang
dihubungkan dengan penunjuk skala hingga berada pada posisi tengah benang. Hasilnya dapat
dibaca langsung pada penunjuk skala tersebut.

3. Pengukuran Beda Tinggi (BT)

Pengukuran beda tinggi antara dua titik di lapangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara
langsung dengan menggunakan alat ukur yang dipasang mendatar, serta cara tidak langsung
dengan mengukur panjang miringnya dan sudut yang terbentuk terhadap lereng.

Pengukuran dengan waterpass instrumen

1. Pengukuran Jarak dan Beda Tinggi

Pada waterpass pengukuran jarak memiliki rumus :

D = 100. (Ca Cb)

Untuk pengukuran beda tinggi (BT) antar dua titik dapat dihitung berdasarkan tinggi alat dan
nilai kurva tengah, sehingga dirumuskan menjadi :

BT = TA-Ct

2 . Pembacaan sudut horizontal

Sudut arah adalah sudut horizotal yang dibentuk oleh perpotongan suatu garis dengan meridian
bumi (utara-selatan) . dalam pengukuran , untuk menyatakan besarnya sudut dikenal dua cara
yaitu :bearing dan azimuth

Biaring merupakan sudut arah yang diukur dari utara atau selatan magnet bumi ke titik lain
searah atau berlawanan dengan arah putaran jarum jam dengan sudut kisaran antara 0- 90.
Azimut merupakan sudut arah yang diukur dari utara magnet bumi ke titik yang lain searah
jarum jam. Sehingga mempunyai kisaran attara 0-360

Pengukuran Dengan Theodolit

1. Pembacaan sudut horizontal (Az)

Sudut arah adalah sudut horisontal yang dibentuk oleh perpotongan suatu garis dengan meridian
bumi ( utara-selatan). Dalam pengukuran, untuk menyatakan besarnya sudut dikenal dua cara,
yaitu : Bearing dan Azimuth.

Bearing merupakan sudut arah yang diukur dari utara atau selatan magnet bumi ke titik lain yang
searah/berlawanan dengan arah putaran jarum jam, dengan sudut kisaran antara 0-90. Azimuth
merupakan sudut arah yang diukur dari utara magnet bumi ke titik yang lain searah jarum jam
sehingga mempunyai kisaran antara 0-360.

2. Pembacaan sudut miring (V)

Sudut miring merupakan sudut yang dibentuk oleh garis bidik teropong dengan bidang
horisontal. Pada umumnya besarnya sudut horisontal dan vertikal terdapat dalam satu
mikrometer, namun adapula yang dipisahkan.

3. Pengukuran jarak (D) dan beda tinggi (BT)

Jarak horisontal (H) dan Jarak (D)

D = 100 ( Ca-Cb). Cos

H = D. Cos

H = 100 ( Ca Cb). Cos2

Beda Tinggi (BT)

BT = H. Tg h

4. Penggambaran posisi tiap titik kenampakan pada peta

Penggambaran dapat dilakukan secara grafis dengan busur derajat untuk menentukan sudut arah
dan jaraknya dengan mistar (sesuai skala). Cara lain adalah menggunakan sistem koordinat yang
terdiri atas dua saling tegak lurus. Posisi tiap sasaran yang diukur digambarkan dengan
menghitung harga absis dan ordinatnya.

5. Poligon

Poligon adalah rangkaian titik-titik yang dihubungkan secara berurutan. Jika titik awal dan titik
akhir bertemu, disebut sebagai poligon tertutup. Sebaliknya jika titik awal dan titik akhir tidak
bertemu maka disebut sebagai poligon terbuka.

Poligon digunakan sebagai kerangka dasar di dalam pengukuran kenampakan di lapangan.


Poligon terbuka lebih sering untuk pekerjaan perencanaan/perbaikan jalan, saluran, irigasi dll.
Poligon tertutup untuk pembuatan peta areal/wilayah dan kontur.

Untuk pembuatan poligon tertutup, pengukuran sudut arah cukup dilakukan pada awal
pengukuran saja. Sudut arah untuk titik berikutnya didasarkan pada sudut arah awal (titik
sebelumnya) dari sudut dalam bersangkutan. Sudut dalam untuk menghitung sudut arah
(azimuth) adalah sudut dalam terkoreksi. Tiga parameter yang digunakan sebagai pedoman
adanya penyimpanan dan perlu koreksi adalah :
1. sudut dalam = (n-2) x 180
2. D sin = 0
3. D cos = 0

Jika data pengukuran menyompang dari syarat di atas, maka poligon tidak tertutup dan perlu
adanya koreksi.

Persamaan umum dalam menghitung sudut arah adalah :

Azimuth ()n = (n-1) + 1800 Sn

Untuk koreksi secara grafis, maka polygon yang tidak tertutup setelah tergambar dapat dikoreksi
dengan menghitung sudut atau cara graphical plot.

Anda mungkin juga menyukai