Anda di halaman 1dari 6

PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK DAN ASPEK SANITASI

Oleh : Sri Wahyono, S.Si, M.Sc*)

Abstract
Organic waste is one of major problems that potentially degrade environmental
quality and public health so that it have to be treated proposionally. In the
recent time, there are organic treatment technologies such as composting,
incinerating, landfilling, etc. In this article, the author talks about organic waste
treatment and sanitation aspect of wastes.

Kata Kunci : Sampah organik, sanitasi, kompos, sanitary landfill, incinerator

1. PENDAHULUAN Dilihat dari aspek sanitasi dan


lingkungan seperti diketengahkan di atas,
Pengertian sederhana istilah sampah organik perlu mendapatkan
sampah adalah padatan yang sudah tidak penanganan atau perhatian yang serius
terpakai lagi dan dibuang. Sampah dapat karena jumlah timbulannya cukup besar
berasal dari kegiatan kita sehari-hari atau yaitu sekitar 70 80% dari keseluruhan
berasal dari industri, tempat-tempat sampah kota.
komersial, pasar, taman dan kebun, dsb.
Dari kandungan materinya, sampah 2. PENANGANAN SAMPAH SAAT INI
dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu
sampah organik (sampah yang berasal dari Prosedur penanganan sampah yang
bagian hewan, tumbuhan dan manusia) dan umum dilaksanakan oleh daerah perkotaan
sampah anorganik (sampah yang berasal saat ini adalah dengan metode 3P
dari bahan mineral seperti logam, kaca, (pengumpulan, pengangkutan dan pem-
plastik, dsb). buangan). Sampah dikumpulkan dari sum-
Sampah organik mengandung bernya dan diangkut ke tempat penampung-
berbagai macam zat seperti karbohidrat, an sementara (TPS) lantas diangkut lagi ke
protein, lemak, mineral, vitamin, dsb. Secara tempat pembuangan akhir (TPA).
alami, zat-zat tersebut mudah
terdekomposisi oleh pengaruh fisik, kimia, 2.1. Pengumpulan sampah
enzim yang dikandung oleh sampah itu
sendiri dan enzim yang dikeluarkan oleh Sampah dikumpulkan dari
organisma yang hidup di dalam sampah. sumbernya seperti rumah tangga, jalan dan
Proses dekomposisi sampah taman, perkantoran, pertokoan, pasar, hotel,
organik yang tidak terkendali umumnya dsb. Sampahsampah tersebut dikumpulkan
berlangsung anaerobik (tanpa oksigen). Dari dalam suatu wadah berupa bak, tong,
proses ini timbul gas-gas seperti H2S dan kantong plastik, keranjang atau ember.
CH4 yang baunya menyengat sehingga Umumnya sistem pewadahan sampah
proses ini dikenal sebagai proses masih belum memenuhi persaratan teknis
pembusukan. Dari proses ini timbul pula dan sanitasi. Wadah sampah yang baik
leachate (air lindi) yang dapat menyebabkan adalah (a) selalu tertutup sehingga lalat,
pencemaran air tanah dan permukaan. anjing, kucing atau tikus bisa dicegah masuk
Sampah yang membusuk juga merupakan ke dalamnya, (b) mudah dibersihkan atau
sumber penyakit seperti bakteri, virus, dicuci sehingga terpelihara kebersihannya,
protozoa, maupun cacing. Contoh-contoh dan (c) mudah diambil sampahnya oleh
bibit penyakit patogen yang mungkin berada tukang sampah.
pada sampah dapat dilihat pada tabel 1.

*)
Penulis adalah peneliti sampah dan limbah padat. Saat ini bekerja di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Lingkungan BPPT

Pengolahan Sampah Organik dan Aspek Sanitasi (Sri Wahyono) 113


Tabel 1. Patogen dari sampah yang dapat menginfeksi manusia

Patogen Penyakit Asal


Bakteria
Brucella abortus Brucellosis Berasal dari sapi
Brucella suis Brucellosis Berasal dari babi
Brucella melitensis Brucellosis Berasal dari kambing
Leptospira icteroheremorrhagiae Leptospirosis Urin
Rikettsia typhi Typhus Ekskreta
Salmonella Salmonellosis Ekskreta
Listeria monocytogenenes Listerosis Berasal dari sapi/anjing,
Virus
Arbovirus Togavirus Ingestion
Herpes virus B virus Berasal dari monyet
Pox virus cowpox Berasal dari sapi
Protozoa
Toxoplasma gondii Toxoplasmosis Berasal dari mamalia atau burung
Helminth
Fasciola hepatica Fasciolasis Ekskreta
Taenia saginata Taeniasis Berasal dari sapi
Taenia solium Taeniasis Berasal dari babi
Fungi
Microsporium kanis Ringworm Berasal dari anjing

Sumber : (Obeng, 1987)

2.2. Pengangkutan Sampah dumping. Area open dumping biasanya


berupa area terbuka cukup luas yang digali
Pengangkutan sampah biasa atau bekas jurang. Area tersebut kemudian
dilakukan dengan gerobak kecil dari sumber digunakan sebagai tempat pembuangan
sampah ke tempat penampungan sampah dari segala penjuru kota.
sementara (TPS) yang biasanya berupa Pengoperasian open dumping relatif mudah,
transfer depo, kontainer atau pool gerobak. murah dan luwes.
Pengangkutan sampah secara teratur dan Namun fasilitas ini berpotensi
berkala akan mencegah menumpuknya mendatangkan masalah pada lingkungan
sampah di sekitar wadah. terutama dari air lindi (leachate) yang dapat
Di TPS, sampah diangkut secara mencemari air tanah serta timbulnya bau
berkala ke TPA. Jika tidak, maka beberapa dan lalat yang mengganggu. Sampah yang
permasalahan akan muncul seperti bau membusuk dengan jumlah ratusan ribu ton
busuk, berkembangbiaknya ribuan lalat, di TPA memang tak terelakan. Maka jangan
sarang nyamuk, tikus, kucing dan anjing, heran kalau kemudian timbul bebagai
sampah tercecer ke jalanan dan got masalah lingkungan sehingga timbul aksi
sehingga terkesan kumuh dan dapat boikot masyarakat terhadap operasi TPA
mengakibatkan banjir. seperti yang terjadi pada TPA Keputih di
Pengangkutan sampah dari TPS ke Surabaya dan TPA BantarGebang di
TPA menggunakan truk sampah. Diperkira- Bekasi.
kan hanya sekitar 60 % sampah di kota-kota Mengapa hal tersebut terjadi?
besar bisa terangkut ke TPA karena jumlah Persoalan dasarnya adalah belum adanya
armada angkutan sampah masih jauh dari kebijakan yang menyeluruh dan konsisten
jumlah yang diperlukan. Maka jangan heran dalam pengelolaan dan penanganan
kalau kita sering menemui sampah yang sampah yang terintegrasi. Kenyataan lain
menggunung di TPS-TPS. adalah bahwa permasalahan sampah masih
dianggap hal yang tidak penting
2.3. Pembuangan Akhir dibandingkan dengan masalah lainnya.
Pemerintah kota baru kalang kabut kalau
Pembuangan akhir merupakan sudah terjadi permasalahan sampah yang
kegiatan akhir dalam mengelola sampah. ruwet dan sulit dicari pemecahannya.
TPA yang beroperasi saat ini umumnya
menggunakan sistem landfill atau open

114 Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.2, No. 2, Mei 2001 : 113-118


dihasilkan sekecil mungkin dan emisi gas
3. TEKNOLOGI PENANGANAN SAMPAH berbahaya dapat dicegah. Faktor-faktor
ORGANIK yang mempengaruhi efisiensi proses
pembakaran antara lain adalah karakteristik
Jenis-jenis teknologi penanganan sampah, kontrol pembakaran (waktu,
sampah cukup banyak. Contoh dari turbulensi, dan temperatur), suplai udara
teknologi penanganan sampah yang umum (oksigen), bahan bakar yang ditambahkan
dipakai antara lain sanitary landfill, dan kontrol emisi gas (Pavoni et.al. 1975).
incinerator, dan pengkomposan. Desain incinerator yang tidak
sempurna akan menyebabkan terjadinya
3.1. Sanitary Landfill polusi udara oleh gas buangnya dan polusi
tanah dan air oleh pembuangan residunya.
Sanitary landfill merupakan istilah Adanya potensi pencemaran tersebut
dari bahasa ingggris yang berarti mempengaruhi masyarakat untuk berhati-
pembuangan akhir sampah di suatu area hati dalam menerima teknologi incinerator.
terbuka skala besar secara sehat atau Berdasarkan material sampah yang
saniter. Yang dimaksud secara sehat disini akan dibakar, incinerator terbagi atas
adalah bahwa tempat pembuangan itu berbagai jenis seperti incinerator di pusat
dirancang untuk sedapat mungkin tidak pembuangan sampah (skala TPA), incine-
mencemari lingkungan, misalnya dengan rator untuk kawasan terbatas (skala TPS
memberi lapisan kedap air pada dasar untuk pemukiman), incinerator untuk bulky
landfill, membuat saluran air lindi, pemipaan material (seperti ban bekas, perabotan
gas dan penutupan dengan lapisan tanah rumah tangga bekas, sampah kayu, dsb),
secara reguler. incinerator untuk sampah berbahaya
Dengan sistem itu diharapkan (seperti sampah rumah sakit, sampah
masalah bau, lalat, polusi air atau tanah radioaktif, dsb), dan incinerator untuk lumpur
dapat direduksi atau dihilangkan. Adanya (seperti lumpur dari saluran pembuangan
proses dekomposisi sampah di dalam sampah cair).
sanitary landfill menghasilkan gasbio yang
dapat dipanen dan dimanfaatkan sebagai 3.3. Teknologi Pengkomposan
bahan bakar. Dari literatur diperoleh
gambaran bahwa produksi biogas dari Pengkomposan adalah proses
sanitary landfill sebesar 20 25 ml/kg kering biologi yang dilakukan oleh mikroorganisme
sampah/hari (Damanhuri, 2001). Sanitary untuk mengubah limbah padat organik
landfill adalah ujung terakhir dari pembuang- menjadi produk yang stabil menyerupai
an sampah atau kita kenal sebagai tempat humus. Proses pengkomposan pada
pembuangan akhir (TPA). dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam
Di negara seperti AS, sanitary tiga kriteria yakni berdasarkan penggunaan
landfill adalah hal yang begitu penting dalam oksigen, suhu dan pendekatan teknik.
pengelolaan sampah padat. Namun sistem Jika penggunaan oksigen sebagai
ini akan menjadi sulit dilakukan terutama di dasar, maka pembagiannya adalah aerobik
kota-kota besar karena lahan yang tersedia (kondisi dengan menggunakan oksigen) dan
sulit dicari. anaerobik (kondisi tanpa oksigen). Proses
pembuatan kompos secara aerob
3.2. Incinerasi memanfaatkan jasad renik aerob dan
ketersediaan oksigen selama proses
Incinerasi adalah proses berlangsung. Prosesnya biasanya dicirikan
pembakaran sampah yang terkendali oleh suhu yang tinggi, tidak berbau busuk
menjadi gas dan abu. Alat incinerasi disebut dan dekomposisinya lebih cepat bila
incinerator. Gas yang dihasilkan adalah dibandingkan dengan proses yang anaerob.
karbondiokasida dan gas-gas yang lain Sedangkan proses anaerob,
yang kemudian dilepaskan ke udara. dekomposisinya dilakukan oleh jasad renik
Sedangkan abunya dibuang ke TPA atau anaerob, dimana oksigen (udara) tidak
dicampur dengan bahan lainnya sehingga diperlukan lagi. Ciri-ciri dari dekomposisi
menjadi produk berguna. Untuk anaerob adalah suhu rendah (kecuali
mendapatkan operasi incinerasi yang digunakan panas dari sumber luar),
optimum dan efisien, proses pembakaran menghasilkan produk yang agak berbau
harus dikontrol sehingga residu yang serta prosesnya biasanya lebih lambat bila

Pengolahan Sampah Organik dan Aspek Sanitasi (Sri Wahyono) 115


dibandingkan dengan pengkomposan diperoleh produksi biogas sebesar 140 L/kg
secara aerob. kering sampah dengan 65% metan
Pengkomposan sampah organik (Damanhuri, E. 2001).
dapat dilakukan pada skala rumah tangga
(home composting), skala kawasan dan 4.3. Pelet Pakan Ternak
skala besar (centralised composting).
Pengkomposan skala rumah tangga dapat Sisa-sisa makanan dari warung
menggunakan komposter yang terbuat dari makan atau restoran dapat dimanfaatkan
tong atau kotak bekas, sistem timbun di menjadi pelet. Teknologi ini sudah dipakai di
dalam tanah dan vermicomposting Jepang. Pertama-tama, sisa makanan
(pengkomposan dengan budidaya cacing). dicacah dan diblender menjadi bubur
Pengkomposan skala kawasan dapat setengah padat. Kemudian padatan tersebut
menggunakan sisten open windrow, bak masuk ke dalam screw press sehingga
aerasi, atau sistem cetak. Sedangkan kadar airnya berkurang dan selanjutnya
pengkomposan skala besar biasanya masuk ke peletizer. Padatan yang sudah
menggunakan sistem open windrow. menjadi pelet kemudian dikeringkan dan
dikemas, siap menjadi pakan ternak.
4. ALTERNATIF PENANGANAN LAIN
5. TEKNOLOGI STERILISASI SAMPAH
alternatif penanganan sampah ORGANIK
organik lainnya adalah dengan cara
pembriketan, produksi gas bio, dan pelet Umumnya, patogen bersifat mesofil,
ternak. yakni hidup pada suhu dibawah 40oC. Oleh
karena itu, patogen akan mati jika diekspos
4.1. Briket Sampah pada suhu tinggi dalam waktu tertentu.
Teknologi yang dapat digunakan untuk
Sampah organik yang bersifat keras mereduksi dan membasmi patogen yang
seperti ranting dan batok kelapa dapat berada dalam sampah organik antara lain
dijadikan briket bahan bakar. Sampah adalah pasterurisasi, perlakuan dengan
tersebut pertama-tama dibakar di dalam panas yang tinggi, iradiasi dan
wadah atau drum selapis demi selapis pengkomposan. Diantara keempat teknologi
sampai menjadi arang. Arang tersebut tersebut, teknologi pengkomposan merupa-
kemudian dihancurkan menjadi bubuk. kan cara yang mudah, murah, dan cocok
Sementara itu dipersiapkan pula adonan untuk kondisi Indonesia. Teknologi sanitasi
daun segar yang telah digerus. Serbuk selain kompos biayanya besar dan opera-
arang dan adonan daun kemudian dicampur sional serta pemeliharaanya juga relatif sulit.
dengan komposisi 83% serbuk arang dan
13% adonan daun. Campuran tersebut 5.1. Pasteurisasi
kemudian dicetak atau dipres menjadi briket
dengan beberapa lubang di dalamnya. Dengan pasteurisasi, sampah padat
Fungsi dari adonan daun adalah untuk diekspos pada suhu 70oC selama 30 menit
merekatkan serbuk arang. di dalam reaktor tertutup baik dengan sistem
batch atau kontinyu. Sistem pemanasnya
4.2. Digestor Anaerobik biasanya menggunakan suatu unit heat
exchanger yang dapat memanfaatkan
Sampah organik dapat difermen- kembali energi yang dilepaskan sehingga
tasikan di ruang tertutup (reaktor/digestor) ongkos prosesnya bisa direduksi. Dengan
secara anaerobik untuk menghasilkan proses ini telur parasit tidak dapat bertahan
biogas. Sebelum dimasukan ke dalam hidup. Sementara itu jumlah enterobakteria
digestor, sampah dicacah terlebih dahulu yang berada di sampah dapat ditekan
dan dijadikan bubur. Dengan memanfaatkan sampai ambang batasnya yaitu sekitar 100
kinerja bakteri anaerobik, dari sampah yang enterobakteria per gram. Proses
terdekomposisi muncul gas yang pasteurisasi digunakan di Swiss dan Jerman
mengandung metan. Dari 1 m3 biogas akan untuk mensanitasi sludge yang berasal dari
terkandung energi sekitar 5500 kcal yang kotoran manusia maupun hewan (Foster,
equivalen dengan 0,58 liter bensin atau 5,80 et.al. 1987).
kWH listrik. Sebagai contoh, dari digestor
skala komersial di Valorga (Perancis)

116 Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.2, No. 2, Mei 2001 : 113-118


5.2. Ekspos Pada Suhu Tinggi menimbulkan efek seperti proses
pasteurisasi yang dapat mereduksi atau
Perlakuan panas (heat treatment) membasmi patogen, parasit, dan bibit
terhadap sampah lebih ekstrim gulma. Suhu tinggi yang dihasilkan tersebut
dibandingkan dengan cara pasteurisasi. terjadi secara alamiah sebagai hasil dari
Suhu yang digunakan mencapai sekitar proses degradasi materi organik dalam
200oC dengan tekanan sekitar 20 bar. Di kondisi aerobik. Hal ini biasanya terjadi pada
Perancis dan Jerman proses ini digunakan minggu-minggu awal proses peng-
untuk mereduksi kadar air sludge dan komposan. Suhu tumpukan dapat
memproduksi padatan yang inert dan stabil. dipertahankan berada di atas 50oC selama
Dalam kondisi suhu dan tekanan yang tinggi sekitar satu bulan. Suhu tertinggi yang dapat
tersebut kandungan organisma baik yang dicapai sekitar 80oC.
patogen maupun nonpatogen akan musnah Untuk menjaga agar suhu tinggi
sehingga padatan yang dihasilkan dalam dapat bertahan dalam waktu beberapa hari
kondisi steril. Namun demikian proses ini atau minggu, kondisi pengkomposan harus
menghasilkan sampah cair dengan COD dikendalikan dengan baik. Pengendalian itu
setinggi 25000 mg/L (Foster, et.al. 1987). mencakup sistem aerasi yang baik,
ketersediaan nutrien yang cukup, dan
5.3. Iradiasi kelembaban yang sesuai dengan sistem
pengkomposan.
Sementara itu, saat ini sedang Sistem aerasi yang baik dapat
dikembangkan pula teknologi iradiasi untuk didukung dengan memanfaatkan porositas
sterilisasi sampah. Teknik Iradiasi umumnya bahan, terowongan angin dibawah
digunakan untuk sterilisasi makanan, tumpukan, dan pembalikan tumpukan yang
minuman dan bahan buangan medis. reguler. Ketersediaan nutrien dapat dicukupi
Radiasi dapat dilakukan dengan dengan mengatur rasio karbon dan nitrogen
menggunakan sumber radionukleotida Co- (C/N ratio) sampah yang dikomposkan.
60 dan Cs-137. Teknik ini dapat pula Sedangkan kelembaban sampah dapat
menggunakan akselerator electron beam diatur dengan banyaknya air yang disiram-
(Foster, et.al. 1987). kan ke sampah yang sedang dikomposkan.
Faktor-faktor tersebut merupakan kunci
5.4. Teknologi Pekngkomposan penentu pencapaian suhu tinggi dan selang
waktu pengeksposan yang cukup lama
Teknologi pengkomposan secara sehingga patogen dapat direduksi atau
aerob dapat digunakan untuk sanitasi dibasmi.
sampah karena kemampuannya dalam Di Amerika Serikat terdapat regulasi
memproduksi panas yang tinggi dalam yang mensyaratkan adanya tingkat minimal
jangka waktu tertentu. Prinsip utama suhu yang harus dicapai selama proses
sanitasi sampah dengan sistem pengkomposan dan lamanya waktu peng-
pengkomposan adalah berdasarkan eksposan terhadap suhu tersebut sehingga
pedoman hubungan antara suhu tinggi patogen di dalam sampah dapat direduksi
dengan waktu pengeksposan terhadap suhu atau dibasmi.
tersebut. Hal ini seperti yang berlaku pada Regulasi sistem pengkomposan
teknik pasteurisasi. Pada teknik pasteurisasi yang aman dari patogen dituangkan dalam
susu dipanaskan sampai suhu 60o - 63oC regulasi yang dikenal dengan istilah
selama 20 30 menit untuk Processes to Further Reduce Pathogens
membebaskannya dari bakteri patogen. (PFRPs).
Penting dicatat bahwa hubungan Untuk pengkomposan aerobik di
temperatur dan waktu pengeksposan itu dalam reaktor tertutup atau sistem
perlu diperhatikan. Temperatur yang relatif tumpukan statik yang teraerasi, minimal
rendah dengan waktu pengeksposan yang suhu yang harus dicapai adalah 55oC dan
relatif lama akan sama efektifnya dengan dijaga keberlangsungannya selama tiga hari
temperatur yang tinggi dengan waktu berturut-turut. Sedangkan untuk sistem open
pengeksposan yang pendek. windrow, suhu minimal yang harus dicapai
Telah diketahui umum bahwa adalah sama, hanya saja waktunya harus
proses pengkomposan secara aerobik dapat lebih lama, yaitu 15 hari. Dalam periode
menghasilkan suhu sampai 70oC dalam tersebut pembalikan dilakukan sedikitnya 5
waktu yang relatif lama sehingga kali. Sementara produk komposnya harus

Pengolahan Sampah Organik dan Aspek Sanitasi (Sri Wahyono) 117


masuk ke kelas A dimana kepadatan fecal dengan kondisi dan kemampuan lokal.
coliform harus lebih kecil dari 1000 MPN per Sebaiknya teknologi yang dipilih sifatnya
gram total berat kering padatan, atau tepat guna, sederhana dan mudah
kepadatan Salmonella sp. lebih kecil dari 3 dioperasikan. Contoh dari teknologi
MPN per 4 gram total berat kering padatan tersebut adalah teknologi pengkomposan.
(Epstein, 1997). Dengan penerapan teknologi ini, disamping
masalah sampah organik tertangani,
dihasilkan juga produk yang bernilai
80 komersial berupa pupuk kompos.
Temperature (oC)

70

60 DAFTAR PUSTAKA
50

40
1. Damanhuri, E. 2001. Minimisasi
30
Sampah Terangkut dan Optimasi TPA.
20
Dalam Workshop Sehari tentang
10

0
Pengelolaan Sampah di Kawasan
1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 Metropolitan, Departemen Permukiman
Waktu (hari) dan Prasarana Wilayah.
2. Epstein, E. 1997. The Science of
Gambar 1. Profil temperatur pada tumpukan Composting
sampah yang dikomposkan 3. Foster, , F.C dan Wase, D.A.J. 1987.
Environmental Biotechnology. Ellis
Horwood Limited.
4. Obeng, L.A. dan Wright, F.W. 1987. The
Suhu udara
40o 30oC
co-composting of domestic solid and
o
50 human wastes. World Bank Technical
Paper. No: 57.
75o 60o 5. Pavoni, J.L., Heer, J,E., dan Hagerty,
D.J. 1975. Handbook of Solid Waste
Disposal. Van Nostrand Reinhold
Company.

RIWAYAT PENULIS
Gambar 2. Profil sebaran temperatur pada
tumpukan sampah yang dikomposkan Sri Wahyono, lahir di Purwokerto, 8 Maret
1969. Menyelesaikan pendidikan sarjana
6. PENUTUP Biologi ITB, pada akhir tahun 1993. Pernah
mengikuti program training bidang
Sampah organik merupakan jenis penanganan limbah padat di Jerman (tahun
sampah yang mudah membusuk dan 1996). Menyelesaikan program magister di
berpotensi mencemari lingkungan dan bidang bioteknologi di ITB, Bandung dan
kesehatan masyarakat. Pengelolaan dan University of New South Wales (UNSW),
pengolahannya mutlak diperlukan sehingga Australia pada tahun 2000. Sejak tahun
lingkungan menjadi bersih dan kesehatan 1994 sampai sekarang bekerja sebagai
masyarakat dapat dijaga. peneliti di bidang bioteknologi penanganan
Berbagai teknologi pengolahan limbah padat. Saat ini sebagai Koordinator
sampah organik cukup beragam dengan Kelompok Teknologi Penanganan Sampah
berbagai kelemahan dan kelebihannya. dan Limbah Padat, Pusat Pengkajian dan
Pemilihan jenis teknologi yang akan Penerapan Teknologi Lingkungan, BPP
diaplikasikan hendaknya disesuaikan Teknologi.

118 Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.2, No. 2, Mei 2001 : 113-118

Anda mungkin juga menyukai