Anda di halaman 1dari 5

Upaya Perkembangan dan Penanggulangan

Pada Anak Balita yang Mengalami Kekerdilan

Johanes Romandy N Wawin

102012064 / A3

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jakarta

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Johanesromandi20@gmail.com

Pendahuluan

Seperti yang kita ketahui bahwa kekerdilan pada anak Balita masih ada dan merajalela
dimana-mana khususnya di daerah terpencil di Indonesia negara kita yang bisa dibilang
sebagai negara berkembang. Dimana hasil penelitian yang menganalisa suatu resiko
kekerdilan / stunting pada anak balita usia 24-59 bulan yan terjadi di daerah Sumatra. Dimana
menggunakan design penelitian cross sectional yang melibatkan sebanyak 1.239 anak Balita
di provinsi Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Selatan dan Lampung. Dengan menggunakan
pengumpulan data dengan cara mengisi kuisioner dan melakukan pengukuran Antropometri.
Dengan menggunakan analisa Chi square dan regresi logistik digunakan untuk mengetahui
hubungan antara faktor resiko dengan kejadian stunting pada Balita. Dan dari hasil yang
didapatkan faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada Balita adalah
jumlah anggota rumah tangga. Dan diharapkan untuk setiap keluarga dapat membatasi jumlah
anak sesuai dengan program Keluarga Berencana atau KB.1

Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada empat


program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita
pendek (stunting), pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak menular.
Upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek
menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok
Rencana Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015 2019. Target penurunan prevalensi
stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (dibawah 2 tahun) adalah menjadi
28%.2,3
Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi oleh banyak faktor dan
faktor-faktor tersebut saling berhubungan.2 Dan secara garis besar penyebab stunting dibagi
menjadi 3 tingkat, yaitu tingkat masyarakat, keluarga dan juga individu. Sistem ekonomi,
pendidikan, kesehatan, sanitasi serta air bersih menjadi faktor dari masyarakat. Sedangkan
kuantitas dan kualitas makanan yang kurang, tingkat pendapatan, pola asuh anak yang kurang
memadai dan jumlah dan struktur anggota keluarga menjadi faktor keluarga. Faktor individu
terpengaruh oleh faktor keluarga sehingga anak kurang mendapat makanan seimbang, berat
badan lahir rendah dan status kesehatan yang buruk.3

Pembahasan

A. Upaya kesehatan pokok Puskesmas ditimbang dari segi nilai gizi :

Dimana kita melakukan intervensi gizi dan keshatan bertujuan memberikan pelayanan
langsung kepada balita. Terdapat dua bentuk pelayanan gizi dan kesehatan, yaitu pelayanan
perorangan dalam rangka menyembuhkan dan memulihkan anak dari kondisi gizi buruk, dan
pelayanan masyarakat dalam mencegah timbulnya gizi buruk di masyarakat. Pokok kegiatan
intervensi gizi dan kesehatan pada Balita adalah sebagai berikut :8

1. Perawatan/ pengobatan gratis di rumah sakit dan Puskesmas balita yang mengalami
kondisi gizi buruk dari keluarga miskin (GAKIN)
2. Pemberian makanan tambahan atau PMT berupa MP-ASI bagi anak usia 6-59 bulan
kepada balita gizi kurang dari keluarga miskin.
3. Pemberian suplementasi gizi seperti kapsul vitamin A berupa tablet atau sirup Fe.

Kemudian kita juga melakukan promosi kepada setiap keluarga untuk sadar gizi atau
sering disingkat dengan KADARSI. Bertujuan supaya dipraktekannya norma keluarga sadar
gizi bagi seluruh keluarga di Indonesia, untuk mencegah terjadinya masalah kurang gizi,
khususnya gizi buruk yang menyebabkan tumbuh kembang pada anak Balita terhambat dan
mengalami kekerdilan. Kegiatan promosi keluarga sadar gizi dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek sosial budaya. Pokok kegiatan promosi keluarga sadar gizi
meliputi :9

1. Menyusun strategi atau pedoman promosi keluarga sadar gizi.


2. Mengembangkan, menyediakan dan menyebarluaskan materi promosi pada
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan, tempat kerja, dan
tempat-tempat umum.
3. Melakukan kampanye secara bertahap supaya masyarakat dapat mencerna dengan
baik secara perlahan.
4. Menyelenggarakan diskusi keloompok terarah melalui DASAWISMA dengan
dukungan petugas/ kader Posyandu.

Selain daripada itu Puskesmas juga memiliki peran dalam gerakan nasional perbaikan
gizi 1000 hari pertama kehidupan. Tingginya angka kematian balita di Indonesia salah
satunya disebabkan oleh karena masih tingginya angka kejadian gizi kurang dan gizi buruk
pada balita yang menyebabkan anak menjadi mudah terserang penyakit. Kasus balita gizi
kurang berupa stunting (balita pendek) masih banyak di jumpai di Indonesia terutama di
daerah pinggiran atau daerah dengan status ekonomi rendah. Salah satunya di daerah Tambak
Wedi Surabaya, tempat saya bertugas sebagai dokter puskesmas. Disana banyak saya jumpai
kasus stunting pada balita. Stunting sendiri terjadi bukan karena keturunan melainkan
disebabkan oleh kurangnya asupan gizi baik pada saat ibu hamil maupun pada saat anak
berusia sampai 2 tahun.9

Penyebab dari tingginya angka kejadian stunting secara langsung disebabkan oleh
rendahnya asupan gizi dan masalah kesehatan. Selain itu pengaruh tidak langsung berasal
dari pola asuh, ketersediaan makanan, ketersediaan air minum bersih serta sanitasi dan
pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Seluruh faktor penyebab ini dipengaruhi oleh
beberapa akar masalah yaitu kelembagaan, politik, kebijakan ekonomi, sumberdaya,
lingkungan, teknologi dan kependudukan. Dalam hal mempercepat perbaikan gizi tersebut,
Indonesia telah menginisiasi gerakan bersama berdasar Peraturan Pemerintah no.42/2013
berupa Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Kebijakan ini menekankan konsep
betapa pentingnya 1000 hari pertama kehidupan bagi seseorang.10

Seribu hari pertama kehidupan adalah masa awal kehidupan yang dimulai saat
didalam kandungan sampai 2 tahun pertama setelah kelahiran. Seribu hari pertama kehidupan
merupakan periode emas seorang anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Gangguan yang terjadi pada periode ini, khususnya asupan gizi yang tidak tepat, akan
berdampak pada kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak yang bersifat permanen dan
berjangka panjang serta lebih sulit untuk diperbaiki setelah anak berusia 2 tahun.10,11

Dampak terjadinya gangguan gizi pada masa seribu hari pertama kehidupan yaitu
Gangguan gizi kronis (pendek) dan kelebihan gizi. Gangguan gizi kronis (pendek) dapat
menyebabkan gangguan perkembangan otak yang berdampak jangka panjang pada rendahnya
kemampuan kognitif dan prestasi pendidikan, serta gangguan pertumbuhan yang berdampak
jangka panjang pada rendahnya daya tahan kemampuan kerja. Sedangkan untuk kelebihan
gizi (kegemukan) dapat menyebabkan gangguan metabolisme tubuh yang dapat
meningkatkan risiko penyakit metabolik seperti diabetes, obesitas, penyakit jantung, kanker,
stroke dan hiperten Selain berfokus pada penanganan gizi pada anak, Perempuan juga perlu
mendapat perhatian khusus akan hal ini. Mengapa? Karena perempuan dewasa yang kurang
gizi (berat badan kurang dan postur pendek) berisiko melahirkan bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR). Bayi BBLR berisiko gagal tumbuh selama usia anak, remaja dan
dewasa. Sehingga pada saat dewasa berisiko melahirkan generasi kurang gizi selanjutnya.
Kehamilan dini dari remaja yang kurang gizi akan menambah risiko lahirnya bayi dengan
BBLR dan remaja tersebut akan tumbuh menjadi perempuan dewasa dengan berat badan
rendah dan postur pendek. Apabila masalah ini tidak diatasi, maka akan terjadi masalah anak
pendek intergenerasi. Melalui gerakan seribu hari pertama kehiduppan ini akan memutus
rantai kekurangan gizi pada perempuan sehingga akan menghasilkan generasi baru yang lebih
sehat dan cerdas.10,11
B. Penimbangan oleh Posyandu.

Penimbangan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikkan gizi yang
menitik beratkan pada pencegahan dan peningkatan keadaan gizi anak. Penimbangan
terhadap bayi dan balita yang merupakan upaya masyarakat memantau pertumbuhan dan
perkembangannya. Partisipasi masyarakat dalam penimbangan tersebut digambarkan dalam
perbandingan jumlah balita yang ditimbang (D) dengan jumlah balita seluruhnya (S).
Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam penimbangan, maka semakin banyak pula data
yang dapat menggambarkan status gizi balita. Banyak hal yang dapat mempengaruhi tingkat
pencapaian partisipasi masyarakat dalam penimbangan, antara lain tingkat pendidikan,
tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi, faktor ekonomi dan sosial
budaya. Dari data yang ada menggambarkan bahwa pedesaan dan perkotaan tidak
memperlihatkan perbedaan yang menyolok dalam partisipasi masyarakat tetapi yang sangat
berpengaruh adalah faktor ekonomi dan sosial budaya. 12

Antara usia 0 dan 6 bulan berat bayi bertambah 682g/bulan. Berat badan lahir bayi
meningkat 2 kali ketika usia 5 bulan. Berat badan rata-rata bayi usia 6 bulan adalah 7,3 kg.
Antara usia 6 dan 12 bulan berat badan bayi bertambah 341g/bulan. Berat badan rata-rata
bayi usia 12 bulan adalah 9,8 kg.12

Dimana terdapat dari tujuan dilakukannya penimbangan yaitu untuk mengukur berat
badan bayi/ balita saat lahir (setelah suhu bayi stabil, kecuali kalau bayi memerlukan
pengobatan) atau pada saat bayi masuk rumah sakit adalah untuk :12,13
-
Mengidentifikasi dan mengantisipasi masalah yang berhubungan dengan
berat lahir rendah.
-
Memasukan ke grafik berat badan atau Kartu Menuju Sehat (KMS) guna
memantau pertumbuhan.
-
Menghitung dosis dan jumlah cairan bila diperlukan.

Hanya ada dua hasil setelah dilakukan penimbangan atau pengukuran pada Balita
yaitu Balita yang naik berat badannya dan Balita Bawah garis merah (BGM)

a. Balita yang berat badannya naik


Presentase Balita yang naik timbangannya dibandingkan dengan jumlah Balita
yang ditimbang dapat menggambarkan keberhasilan dalam memberikan
penyuluhan gizi kepada masyarakat di desanya, sehingga orang tua dapat
memberikan makanan yang cukup gizi kepada anaknya. Anak sehat bertambah
umur akan bertambah berat badannya dan presentase Balita yang naik
timbangannya dapat menggambarkan tingkat kesehatan Balita di wilayah kerja.
Beberapa yang mungkin mempengaruhi tingkat pencapaian Balita naik
timbangannya antara lain pengetahuan keluarga tentang kebutuhan gizi Balita,
penyuluhan gizi masyarakat dan ketersediaan pangan di tingkat keluarga.13
b. Balita Bawah Garis Merah (BGM)
BGM adalah merupakan hasil penimbangan dimana berat badan balita berada
dibawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Tidak semua BGM dapat
menggambarkan gizi buruk pada Balita, hal ini masih harus dilihat tinggi
badannya, jika tinggi badan sesuai umur maka keadaan ini merupakjan titik
waspada bagi oran tua untuk tidak terlanjur menjadi lebih buruk lagi, namun jika
Balita ternyata pendek maka belum tentu anak tersebut berstatus gizi buruk.
Target yang harus dicapai secara nasional untuk BGM adalah 5% atau lebih
rendah. Jika dilihat kaitan antara data partisipasi masyarakat dengan balita yang
naik timbangannya, maka dapat dilihat bahwa kabupaten atau kota dengan
pencapaian partisipasi masyarakat yang tinggi diikuti dengan tingginya tingkat
Balita yang naik berat badannya. Dari data tahun 2007 didapat informasi bahwa
kabupaten dengan partisipasi masyarakat cukup tinggi sebagian besar diikuti oleh
tingginya balita yang naik t imbangannya. Berbeda dengan kaitan antara balita
yang naik timbangannya dengan BGM, tidak selalu peningkatan presentase Balita
yang naik timbangannya diikuti oleh penurunan presentase BGM, jadi dapat
dikatakan bahwa tidak semua daerah yang berhasil membuat Balitanya sehat
namun belum tentu berhasil menurunkan kasus BGM.13

Anda mungkin juga menyukai