Anda di halaman 1dari 10

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian

mengenai pengaruh aromaterapi lavender secara inhalasi terhadap nyeri jahitan

perineum pada ibu postpartum di RSUD Surakarta

A. Tingkat Nyeri Jahitan Perineum Sebelum Diberi Aromaterapi Lavender

secara Inhalasi

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa sebelum diberikan aromaterapi

lavender secara inhalasi didapatkan mayoritas responden mengalami nyeri

sedang.

Tingkat nyeri dalam penelitian ini dikategorikan dalam 5 kategori, yaitu

tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat dan nyeri sangat berat.

Responden dalam penelitian ini mengalami variasi nyeri. Mayoritas

mengalami nyeri sedang yaitu sebanyak 23 responden (76,6%), sedangkan

nyeri ringan dialami 2 responden (6,6%), 5 diantaranya mengalami nyeri

berat (16,6%) dan tidak ada satupun yang mengalami nyeri sangat berat

ataupun tidak nyeri. Menurut Potter dan Perry (2009) nyeri merupakan

sesuatu yang kompleks, sehingga banyak faktor yang dapat meningkatkan

atau mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Faktor-faktor tersebut antara

lain usia, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, keletihan,

pengalaman sebelumnya, gaya koping serta dukungan keluarga dan sosial.

commit to user

38
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

Tingkat nyeri jahitan perineum sebelum pemberian aromaterapi lavender

menunjukkan sebanyak 5 responden mengalami nyeri berat. Potter dan Perry

(2006) menyatakan bahwa usia merupakan faktor yang memengaruhi persepsi

nyeri seseorang. Responden dengan nyeri berat berada pada rentang usia

beranjak dewasa dimana pada usia tersebut individu sedang dalam masa

transisi menuju dewasa dan memiliki ketidakstabilan kondisi psikologis.

Santrock (2012) memaparkan bahwa usia beranjak dewasa adalah usia 18-

25 tahun dimana masa ini adalah masa transisi dari remaja menjadi dewasa.

Masa ini adalah masa kritis yang dialami seorang individu yang akan

memasuki usia dewasa. Masa ini ditandai dengan ketidakstabilan individu

dalam memilih jalan hidupnya. Berbeda dengan individu dengan usia lebih

dari 25 tahun yang telah memiliki kestabilan emosi.

Ketidakstabilan emosi pada usia beranjak dewasa menyebabkan kondisi

psikologis dari responden tidak stabil. Responden dengan kondisi psikologis

yang tidak stabil menyebabkan dengan mudahnya individu tersebut

mempersepsikan nyeri yang sedang dialami.

Lima responden dengan nyeri berat juga memiliki pengalaman pertama

penjahitan perineum. Pengalaman pertama penjahitan perineum dapat

memengaruhi persepsi nyeri. Hal ini sesuai dengan teori Potter dan Perry

(2006) yang menyebutkan bahwa individu yang tidak pernah mengalami

nyeri maka persepsi pertama nyeri akan mengganggu koping terhadap nyeri.

Paritas tidak memengaruhi tingkat nyeri jahitan perineum yang dialami

responden karena dalam penelitian ini responden dengan status primigravida


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

tidak serta merta lebih menderita nyeri yang lebih dibandingkan dengan

multigravida. Perbedaan tingkat nyeri yang bervariasi dapat dipengaruhi oleh

ambang batas nyeri seseorang.

Perbedaan nyeri antara individu satu dengan lainnya disebabkan oleh

ambang batas nyeri seseorang yang berbeda-beda. Ambang batas nyeri

seseorang yang berbeda-beda menghasilkan tingkat nyeri yang berbeda-beda

pula. Individu dengan ambang batas nyeri rendah akan dengan sangat mudah

mempersepsikan nyeri, sedangkan individu dengan ambang batas nyeri tinggi

tidak dengan mudah merasakan nyeri.

Hal ini didukung dengan teori Kozier (2009) yang menyatakan bahwa

individu dengan individu lainnya berbeda tolerasi nyerinya. Satu individu

dapat menahan nyeri, namun tidak dengan individu lainnya.

Laserasi perineum dibagi menjadi 4 derajat. Derajat I adalah robekan

perineum hanya sampai dengan mukosa vagina dan komisura posterior.

Derajat II adalah robekan perineum sampai dengan otot perineum. Derajat III

adalah robekan perineum sampai dengan otot sfingter ani dan derajat IV

adalah robekan perineum sampai dengan dinding rektum. Perbedaan derajat

robekan perineum memengaruhi perbedaan jumlah jahitan pada perineum.

Hal tersebut akan menghasilkan derajat nyeri yang berbeda-beda pula. Nyeri

perineum dengan derajat IV akan lebih sakit dibandingkan dengan robekan

perineum hanya derajat I.

Perbedaan nyeri perineum juga dapat disebabkan oleh kebutuhan dasar ibu

nifas yang sudah terpenuhi. Kebutuhan ambulasi adalah kebutuhan mobilisasi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

dini oleh ibu nifas. Mayoritas responden sudah dapat duduk diatas tempat

tidur dan berjalan ke kamar mandi. Hal ini dapat memengaruhi nyeri jahitan

perineum. Ambulasi merupakan salah satu gaya koping responden untuk

mengurangi tingkat nyeri jahitan perineum yang sedang dialami. Ibu dengan

ambulasi (gaya koping) yang baik akan berbeda persepsi nyerinya dengan ibu

yang memiliki gaya koping yang tidak baik.

Kebutuhan ibu nifas yang lain adalah kebutuhan istirahat. Ibu yang sudah

beristirahat akan berkurang keletihannya. Istirahat berhubungan dengan

keletihan yang ibu rasakan. Potter dan Perry (2006) memaparkan bahwa

keletihan adalah salah satu faktor yang memengaruhi nyeri. Seseorang

dengan keletihan yang berat akan dengan mudah mempersepsikan nyeri yang

sedang dialaminya.

Kebutuhan eliminasi yaitu kebutuhan buang air kecil. Mayoritas ibu sudah

dapat buang air kecil ke kamar mandi. Hal tersebut mendukung proses

mobilisasi yang dapat memengaruhi rasa nyerinya (Saleha,2009).

Menurut Bobak (2014), nyeri dapat ditatalaksana dengan dua cara yaitu

farmakologi dan nonfarmakologi. Cara farmakologi adalah cara mengurangi

nyeri dengan obat anti nyeri. Sedangkan non farmakologi adalah dengan

selain obat. Cara alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan terapi aroma.

Salah satunya menggunakan aromaterapi lavender yang dapat diberikan

secara inhalasi (dihirup).

Penatalaksanaan nyeri di RSUD Surakarta menggunakan terapi

farmakologi yaitu obat analgetik (anti nyeri). Obat analgetik ini akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

diberikan kepada pasien postpartum dengan jahitan perineum setelah 6 jam

postpartum. Belum ada terapi lainnya yang diberikan tenaga kesehatan di

rumah sakit tersebut selain menggunakan cara farmakologi.

Baston (2012) menyatakan bahwa nyeri perineum adalah suatu sumber

morbiditas yang bermakna bagi banyak ibu setelah melahirkan. Oleh karena

itu, asuhan penatalaksanaan nyeri perineum harus komprehensif. Selain

menggunakan cara farmakologi, juga ditambahkan menggunakan cara non

farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami ibu. Tenaga kesehatan

khususnya bidan harus selalu update dengan perkembangan asuhan mandiri

demi kenyamanan dan kesembuhan pasien. Salah satu asuhan mandiri yang

dapat diberikan kepada pasien dengan nyeri jahitan perineum adalah

menggunakan aromaterapi lavender. Terapi ini menggunakan bau-bauan

bunga lavender dimana dengan menghirup aroma tersebut, maka pasien akan

tenang dan persepsi nyeri jahitan yang dirasakan akan berkurang.

B. Tingkat Nyeri Jahitan Perineum Setelah Diberi Aromaterapi Lavender

secara Inhalasi

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan tingkat nyeri setelah diberi

aromaterapi lavender mayoritas adalah nyeri ringan dan nyeri sedang yaitu

masing-masing 14 responden. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan

bahwa terjadi penurunan tingkat nyeri jahitan sebelum diberi aromaterapi

lavender (pretest) dan sesudah diberi aromaterapi lavender (posttest). Jumlah

nyeri ringan sebelum diberi aromaterapi lavender dialami oleh 2 responden


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

sedangkan setelah diberi aromaterapi lavender, jumlah responden dengan

nyeri ringan meningkat menjadii 14 responden. Jumlah nyeri sedang sebelum

diberi aromaterapi sebanyak 23 responden. Jumlah responden tersebut

menurun menjadi nyeri ringan sehingga responden dengan nyeri sedang

setelah diberi aromaterapi menurun menjadi 14 responden. Nyeri berat yang

sebelumnya dialami sebanyak 5 responden berubah menurun menjadi 2

responden setelah diberi aromaterapi lavender. Mayoritas responden setelah

diberi aromaterapi lavender merasakan relaks dan tenang sehingga persepsi

nyeri akan berubah menurun. Hal ini sesuai dengan Prima Dewi (2011) yang

memaparkan bahwa salah satu kandungan minyak lavender adalah linalool

yang berperan pada efek relaksasi.

C. Pengaruh Aromaterapi Lavender terhadap Nyeri Jahitan Perineum

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh

aromaterapi lavender secara inhalasi terhadap nyeri jahitan perineum.

Pengukuran nyeri jahitan dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan skala Numeric Rating Scale (NRS).

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan perubahan nyeri jahitan perineum

sebelum dan setelah diberi aromaterapi lavender secara inhalasi. Pada tabel

4.6 menunjukkan jumlah nyeri sedang berubah menurun menjadi nyeri ringan

sebanyak 12 responden. Nyeri berat semula dialami 5 responden menurun

menjadi 3 responden. Hal ini sesuai dengan teori Prima Dewi (2011) yang

menyatakan bahwa minyak lavender mengandung linalool yang memiliki


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

sasaran pada sistem limbik yaitu pusat nyeri sehingga memengaruhi persepsi

nyeri responden. Nyeri yang semula adalah nyeri sedang menjadi nyeri

ringan.

Potter dan Perry (2006) menambahkan bahwa perhatian merupakan salah

satu faktor yang memengaruhi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan

dengan respon nyeri yang menurun. Pemberian aromaterapi lavender

mengalihkan fokus perhatian responden terhadap nyeri yang dialaminya.

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan pula 15 responden yang tidak

mengalami perubahan nyeri meskipun sudah diberi aromaterapi lavender

secara inhalasi yaitu 11 responden tetap mengalami nyeri sedang, 2 responden

tetap mengalami nyeri ringan dan 2 responden tetap mengalami nyeri berat.

Nyeri jahitan perineum yang tidak berubah setelah diberi aromaterapi

lavender secara inhalasi dapat disebabkan oleh pengalaman pertama

penjahitan perineum dan kehamilan yang tidak direncanakan. Dari 15

responden didapatkan 9 responden dengan pengalaman pertama penjahitan

perineum dan 3 responden dengan kehamilan yang tidak direncanakan.

Responden dengan pengalaman pertama penjahitan perineum memiliki

sensivitas tinggi terhadap nyeri. Individu belum pernah mengalami nyeri

sebelumnya dan belum memiliki pengalaman untuk mengendalikan sensasi

nyeri tersebut. Sehingga individu tersebut sulit untuk menginterpretasikan

sensasi nyeri yang dialami (Potter dan Perry, 2006).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

Tiga responden menunjukkan nyeri yang tidak berubah setelah diberi

aromaterapi lavender secara inhalasi. Tiga responden tersebut adalah

responden dengan kehamilan yang tidak direncanakan. Kehamilan yang tidak

direncanakan memengaruhi kondisi psikologis ibu. Ibu dengan kondisi

psikologis tidak stabil akan mempersepsikan nyeri lebih dibandingkan dengan

psikologis yang stabil. Kondisi psikologis ini akan memengaruhi perhatian

responden lebih terfokus terhadap nyeri yang dialami sehingga intervensi

aromaterapi lavender guna pengalihan perhatian tidak memberikan efek

terhadap nyeri.

Nyeri ringan yang responden alami tidak akan berubah menjadi tidak nyeri

karena menurut Sjamsuhidayat (2010) mengatakan bahwa masa pemulihan

luka salah satunya adalah fase inflamasi. Fase inflamasi memiliki tanda

cardinal antara lain tumor (bengkak), kalor (panas), dolor (nyeri) dan rubor

(merah). Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira

hari kelima. Sehingga apabila belum sampai dengan hari kelima, responden

akan tetap merasakan nyeri walaupun hanya mengalami nyeri ringan. Hal ini

yang mendasari responden dengan nyeri ringan tidak menunjukkan

penurunan nyeri menjadi tidak nyeri.

Hasil uji analisis bivariat menggunakan marginal homogeneity

mendapatkan hasil bahwa nilai value sebesar 0,000 (<0,05). Hal ini dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara aromaterapi lavender

secara inhalasi terhadap nyeri jahitan perineum.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

Aromaterapi lavender diberikan dengan metode inhalasi, yaitu dihirup

melalui hidung. Menurut Primadiati (2002) rongga hidung mempunyai

hubungan langsung dengan sisten susunan saraf pusat yang

bertanggungjawab terhadap kerja minyak esensial. Buckle (2004) juga

menambahkan melalui inhalasi sangat efektif bila dibutuhkan hasil yang cepat

(immediate result).

Minyak lavender yang digunakan secara inhalasi, akan memasuki

hidung dan pesan ini akan mengaktifkan pusat emosi didalam sistem limbik

yang selanjutnya akan mengantarkan pesan balik ke seluruh tubuh melalui

sistem sirkulasi. Pesan yang diantar ke seluruh tubuh akan dikonversikan

menjadi suatu aksi dengan pelepasan substansi neurokimia yaitu endorphin

yang menyebabkan perasaan senang, rileks, tenang (Koensoemardiyah,

2009). Dengan demikian aromaterapi lavender secara inhalasi akan

memengaruhi reaksi emosi terhadap nyeri melalui manipulasi sistem limbik

yang diatur untuk menghasilkan perasaan rileks, senang dan tenang. Buckle

(2004) mengatakan bahwa relaksasi telah menunjukkan perubahan persepsi

klien terhadap nyeri.

Penelitian serupa telah dilakukan Wening (2013) dengan judul Efek

Aromaterapi Lavender Inhalasi terhadap Intensitas Nyeri Pasca Sectio

Caesaria didapatkan hasil value 0,001. Dengan demikian berarti terdapat

pengaruh aromaterapi lavender inhalasi terhadap nyeri pasca sectio caesaria.

Penelitian serupa lainnya yaitu Widyastuti (2013) dengan judul

Efektivitas Aromaterapi Lavender dalam Menurunkan Nyeri dan Kecemasan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

Pada Pasien Pre Operasi Fraktur Femur di RS Ortopedi Prof Dr. R. Soeharso

Surakarta. Metode pemberian aromaterapi dengan inhalasi mendapatkan hasil

bahwa aromaterapi lavender secara inhalasi memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap penurunan nyeri dan kecemasan pada pasien pre operasi

fraktur femur.

Hasil penelitian juga sesuai dengan penelitian Usatama (2013) dengan

judul Pengaruh Pijat Aromaterapi terhadap Skala Nyeri Klien Inpartu Kala I

Fase Aktif didapatkan hasil value 0,001. Perbedaan dengan penelitian ini

adalah metode yang digunakan yaitu pijat. Hasil value menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan antara pijat aromaterapi lavender terhadap

skala nyeri klien inpartu kala I fase aktif.

Dari beberapa hasil penelitian sejenis yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sejenis

tersebut yaitu terdapat pengaruh aromaterapi lavender secara inhalasi

terhadap nyeri jahitan perineum di RSUD Surakarta.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai