Anda di halaman 1dari 4

PENYAKIT ALZEIMER

Alzheimer bukan penyakit menular, namun sejenis sindrom dengan apoptosis sel-
sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan mengecil.
Alzheimer juga dikatakan sebagai penyakit yang sinonim dengan orang tua.

A. Epidemologi:
Alzheimer biasanya banyak terjadi pada negara-negara maju dimana didalam
negara maju tersebut angka hidupnya panjang sehinnga orang tua yang masih hidup
banyak dan yang mengalami alzheimer juga banyak. Meskipun penyakit Alzheimer
biasanya muncul pada seseorang yang berusia 60-an dengan jumlah yang meningkat
secara nyata pada usia 80-an, penyakit alzheimer ini dapat juga mengenai orang-orang
yang berusia 40-50 tahun. Jadi ini bukan penyakit khusus untuk orang-orang berusia tua
saja.
Beberapa peneliti melaporkan 50 % prevalensi Alzheimer diturunkan melalui gen
dominan autosom. Faktor lain adalah lingkungan, imunologi, trauma dan
neurotransmiter. Di Indonesia usia termuda yang mengalami penyakit ini berusia 56
tahun. Kira-kira 5% usia lanjut 65-70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali
lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri
kasus demensia 0.51.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 1015%
atau sekitar 34 juta orang. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak
di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 5070%. Demensia vaskuler penyebab kedua
sekitar 1520% sisanya 1535% disebabkan demensia lainnya.

B. Patofisiologi:
Simtoma Alzheimer ditandai dengan perubahan-perubahan yang bersifat
degeneratif pada sejumlah sistem neurotransmiter termasuk perubahan fungsi pada sistem
neural monoaminergik yang melepaskan asam glutamat, noradrenalin, serotonin dan
serangkaian sistem yang dikendalikan oleh neurotransmiter. Perubahan degeneratif juga
terjadi pada beberapa area otak seperti lobus temporal dan lobus parietal, dan beberapa
bagian di dalam korteks frontal dan girus singulat, menyusul dengan hilangnya sel saraf
dan sinapsis.
Sekretase- dan presenilin-1 merupakan enzim yang berfungsi untuk mengiris
domain terminus-C pada molekul AAP dan melepaskan enzim kinesin dari gugus
tersebut. Apoptosis terjadi pada sel saraf yang tertutup plak amiloid yang masih
mengandung molekul terminus-C, dan tidak terjadi jika molekul tersebut telah teriris. Hal
ini disimpulkan oleh tim dari Howard Hughes Institute yang dipimpin oleh Lawrence S.
B. Goldstein, bahwa terminus-C membawa sinyal apoptosis bagi neuron. Sinyal
apoptosis juga diekspresikan oleh proNGF yang tidak teriris, saat terikat pada pencerap
neurotrofin p75NTR, dan distimulasi hormon sortilin.
Penumpukan plak ditengarai karena induksi apolipoprotein-E yang bertindak
sebagai protein kaperon, defiensi vitamin B1 yang mengendalikan metabolisme glukosa
serebral seperti O-GlkNAsilasi, dan kurangnya enzim yang terbentuk dari senyawa
tiamina seperti kompleks ketoglutarat dehidrogenase-alfa, kompleks piruvat
dehidrogenase, transketolase, O-GlcNAc transferase, protein fosfatase 2A, dan beta-N-
asetilglukosaminidase. Hal ini berakibat pada peningkatan tekanan zalir serebrospinal,
menurunnya rasio hormon CRH, dan terpicunya simtoma hipoglisemia di dalam otak
walaupun tubuh mengalami hiperglisemia. Selain disfungsi enzim presenilin-1 yang
memicu simtoma ataksia, masih terdapat enzim Cdk5 dan GSK3beta yang menyebabkan
hiperfosforilasi protein tau, hingga terbentuk tumpukan PHF.
Hiperfosforilasi juga menjadi penghalang terbentuknya ligasi antara protein
S100beta dan tau, dan menyebabkan distrofi neurita, meskipun kelainan metabolisme
seng juga dapat menghalangi ligasi ini. Simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia juga
menginduksi hiperfosforilasi protein tau, dan oligomerasi amiloid-beta yang berakibat
pada penumpukan plak amiloid. Namun meski insulin menginduksi oligomerasi amiloid-
beta, insulin juga menghambat enzim aktivitas enzim kaspase-9 dan kaspase-3 yang juga
membawa sinyal apoptosis, dan menstimulasi sekresi Hsp70 oleh sel LAN5 untuk
mengaktivasi program pertahanan sel. Terdapat kontroversi minor dengan dugaan bahwa
hiperfosforilasi tersebut disebabkan oleh infeksi laten oleh virus campak, atau Borrelia.
Tujuh dari 10 kasus Alzheimer yang diteliti oleh McLean Hospital Brain Bank of
Harvard University, menunjukkan infeksi semacam ini.
C. Etiologi dan Faktor resiko:
a. Etiologi:
Timbulnya penyakit alzeimer belum diketahui, namun para ilmuwan percaya
bahwa penyakit ini merupakan kombinasi antara genetik, gaya hidup dan faktor
lingkungan. Penyakit alzeimer dapat disebabkan oleh beberapa struktur yang
mungkin dapat muncul seperti: kemungkinan peran plank, kemungkinan peran
neurofibrillary tangles, dan inflamasi.
b. Faktor resiko:
Faktor resiko dari penyakit alzeimer adalah faktor usia, keturunan, jenis kelamn,
penurunan kongnitif ringan, gaya hidup , tingkat pendidikan dan hipertensi.
D. Data kliniks yang khas
a) Data objektif:
Data objektif dari penyakit alzeimer adalah gaya hidup pasien yang kurang baik.
b) Data subjektif:
Data subjektif dari penyakit alzeimer adalah genetik
E. Terapi non-farmakologi dn farmakologi
Terapi non-farmakologi:
1. Memaksimalkan kemampuan yang masih ada
2. Mengurangi perilaku yang sulit
3. Memperbaiki kualitas hidup
4. Mengurangi stress
Terapi farmakologi:

a) Terapi untuk mengatasi gejala penurunan kognisi atau menunda progresivitas


penyakit

b) Terapisimptomatik

Terapi menunda progresivitas penyakit

a) inhibitor kolinesterase -> meningkatkan kadar asetilkolin -> takrin, donepezil,


rivastigmin, galantamin

b) Antagonis reseptor NMDA : Memantine

c) antioksidan -> memperlambat progresivitas penyakit -> Vit E, selegilin (MAO


inhibitor)

d) alternatif terapi : ekstrak gingko biloba neuroprotektif mengurangi kerapuhan


kapiler, efek antioksidan, dan menghambat agregasi platelet masih perlu
evidence yang lebih banyak.

Anda mungkin juga menyukai