Tebu setelah ditebang, dikirim ke stasiun gilingan untuk dipisahkan antara bagian padat
(ampas) dengan cairannya yang mengandung gula (nira mentah). Alat penggiling tebu yang
digunakan di pabrik gula berupa suatu rangkaian alat yang terdiri dari alat pengerja
pendahuluan (Voorbewer keras) yang dirangkaikan dengan alat giling dari logam. Alat
pengerja pendahuluan terdiri dari Unigator Mark IV dan Cane knife yang berfungsi sebagai
pemotong dan pencacah tebu. Setelah tebu mengalami pencacahan dilakukan pemerahan
nira untuk memerah nira digunakan 5 buah gilingan, masing-masing terdiri dari 3 rol.
2. Pemurnian Nira
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk proses pemurnian gula yaitu cara defekasi, sulfitasi
dan karbonatasi.
Dalam proses defekasi pemurnian nira dilakukan dengan penambahan susu kapur sebagai
reagen. Reaktor untuk proses defekasi ini dinamakan defekator dan didalamnya terdapat
pengaduk sehingga larutan yang bereaksi dalam defekator menjadi homogen. Pemurnian
nira dengan cara defekasi dibagi menjadi 4 :
a. Defekasi Dingin
Pada defekator ditambahkan susu kapur sehingga pH menjadi 7.2 7.4. Setelah itu
nira dipanaskan menuju ke pengendapan. Pada defekasi dingin reaksi antara CaO
dengan Phospat lebih lambat, tetapi inversi dapat dikurangi. Karena suhu dingin
maka absorbsi bahan bukan gula oleh endapan yang terbentuk lebih jelek
dibandingkan defekasi panas.
b. Defekasi Panas.
Nira mentah dari gilingan dipanaskan terlebih dahulu, lalu direaksikan dengan susu
kapur.
c. Defekasi Bertingkat.
Susu kapur ditambahkan pada nira dalam keadaan dingin hingga pH 6.5, kemudian
nira dipanaskan dan ditambahkan susu kapur lagi hingga pH 7.2 7.4.
d. Defekasi sachharat
Sebagian nira ditambahkan susu kapur sedangkan sebagian yang lain dipanaskan,
kemudian dicampur.
Pada umumnya pabrik gula di indonesia memakai cara sulfitasi. Cara sulfitasi menghemat
biaya produksi, bahkan pemurnian mudah di dapat dan gula yang dihasilkan adalah gula
putih atau SHS (Superieure Hoofd Sumber). Alhasil,
pemurnian cara sulfitasi hasilnya lebih baik dibandingkan dengan cara defekasi.
Proses ini menggunakan tabung defekator, alat pengendap dan saringan Rotary Vacuum
Filter dan bahan pemurniannya adalah kapur tohor dan gas sulfit dari hasil pembakaran.
Mula-mula nira mentah ditimbang, dipanaskan, direaksikan dengan susu kapur dalam
defekator, kemudian diberi gas SO2 dalam peti sulfitasi, dipanaskan dan diendapkan dalam
alat pengendap. Nira kotor yang diendapkan kemudian disaring menggunakan Rotery
Vaccum Filter. Dari proses ini dihasilkan nira jernih dan endapan padat berupa blotong. Nira
jernih yang dihasilkan kemudian dikirim ke stasiun penguapan.
Endapan CaSO3 yang terbentuk dapat mengabsorbsi partikel koloid yang berada di
sekitarnya, sehingga kotoran yang terbawa olehendapan semakin banyak. Gas
SO2 juga mempunyai sifat dapat memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat
dihasilkan kristal denganwarna yang lebih terang, khususnya pada nira kental penguapan.
Proses ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur dan gas CO2 sebagai bahan pembantu.
Susu kapur yang ditambahkan pada cara inilebih banyak dibandingkan cara sulfitasi,
sehingga menghasilkan endapan yang lebih banyak. Kelebihan susu kapur yang terdapat
pada nira dinetralkan dengan menggunakan gas CO2.
Nira jernih masih banyak mengandung uap air. Untuk menghilangkan kadar air dilakukan
penguapan (evaporasi).
Dalam bejana Nomor 1 nira diuapkan dengan menggunakan bahan pemanas uap bekas
secara tidak langsung. Uap bekas ini terdapat dalam sisi ruang uap dan nira yang diuapkan
terdapat dalam pipa-pipa nira dari tombol uap. Dari sini, uap bekas yang mengembun
dikeluarkan dengan kondespot. dalam bejana nomor 2, nira dari bejana nomor 1 diuapkan
dengan menggunakan uap nira dari bejana penguapan nomor 1. Kemudian uap nira yang
mengembun dikeluarkan dengan Michaelispot. Di dalam bejana nomor 3, nira yang berasal
dari bejana nomor 2 diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana nomor 2. Demikian
seterusnya, sampai pada bejana terakhir merupakan nira kental yang berwarna gelap
dengan kepekatan sekitar 60 brik. Nira kental ini diberi gas SO2 sebagai belancing dan siap
dikristalkan. Sedangkan uap yang dihasilkan dibuang ke kondensor sentral dengan perantara
pompa vakum.
4. Kristalisasi
Nira kental dari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam suatu pan vakum, yaitu tempat
dimana nira pekat hasil penguapan dipanaskan terus-menerus sampai mencapai kondisi
lewat jenuh, sehingga timbul kristal gula.
Sistem yang dipakai yaitu ABD, dimana gula A dan B sebagai produk, dan gula D dipakai
sebagai bibit (seed), serta sebagian lagi dilebur untuk dimasak kembali. Pemanasan
menggunakan uap dengan tekanan dibawah atmosfir dengan vakum sebesar 65 cmHg,
sehingga suhu didihnya 650C. Jadi kadar gula (sakarosa) tidak rusak akibat terkena suhu yang
tinggi. Hasil masakan merupakan campuran kristal gula dan larutan (Stroop). Sebelum
dipisahkan di putaran gula, lebih dulu didinginkan pada palung pendinginan (kultrog).
Pemisahan kristal dari larutannya dilakukan dengan menggunakan saringan yang bekerja
dengan gaya memutar (sentrifungal). Sistem kerjanya yaitu dengan menggunakan gaya
sentrifugal sehingga masakan diputar dan strop atau larutan akan tersaring dan kristal gula
tertinggal dalam puteran. Pada proses ini dihasilkan gula kristal dan tetes gula. Gula kristal
didinginkan dan dikeringakan untuk menurunkan kadar airnya. Tetes di transfer ke Tangki
tetes untuk di jual.
Air yang dikandung kristal gula hasil sentrifugasi masih cukup tinggi, kira-kira 20% . Gula
yang mengandung air akan mudah rusak dibandingkan gula kering,untuk menjaga agar tidak
rusak selama penyimpanan, gula tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan
dapat dilakukan dengan cara alami atau dengan memakai udara panas kira-kira 800c.
Pengeringan gula secara alami dilakukan dengan melewatkan SHS (Superieure Hoofd
Suiker) pada talang goyang yang panjang. Dengan melalui talang ini gula diharapkan dapat
kering dan dingin. Proses pengeringan dengan cara ini membutuhkan ruang yang lebih luas
dibandingkan cara pemanasan. Karena itu, pabrik-pabrik gula menggunakan cara
pemanasan. Cara ini bekerja atas dasar prinsip aliran berlawanan dengan aliran udara panas.
Perbedaan Fisik dan Kimia dari Bahan Mentah dan Bahan Hasil
Tebu / Nira
Kondisi dan sifat-sifat nira akan menetukan sifat dan mutu produk yang dihasilkan. Nira
mempunyai rasa manis berbau harum dan tidak berwarna. Rasa manis nira disebabkan
bahan-bahan dari berbagai jenis gula seperti sukrosa, fruktosa glukosa, dan maltosa. Di
samping itu, terdapat bahan lain seperti protein, lemak,air, dan pati (Gountara & Wijandi,
1985).
Menurut Reece (2003), komposisi padatan terlarut yang terdapat di dalam nira tebu yaitu
terdiri dari bahan gula (sukrosa, glukosa, fruktosa, oligosakarida), garam (garam organik
dan anorganik), asam organik (asam karboksilat dan asam amino). Adapun bahan-bahan
organik yang bukan gula seperti protein, pati, polisakarida terlarut, lilin, lemak, dan
fosfolipid.
Menurut Nubantonis (2004), bahan dalam nira tebu berdasarkan sifat fisika-kimianya
terbagi menjadi empat, terdapat sebagai berikut.
Kerusakan nira banyak sekali macamnya, namun pada umumnya nira dikatakan rusak jika
sukrosa dalam nira terinversi menjadi gula pereduksi yang terdiri dari glukosa dan fruktosa
dalam perbandingan yang sama (Indeswari, 1986). Inversi sukrosa ini dapat disebabkan
oleh suhu yang terlalu tinggi, derajat keasaman (pH) nira yang terlalu rendah atau tinggi
dan aktivitas mikroorganisme (Soerjadi, 1979).
Faktor yang mempengaruhi kerusakan pada tebu antara lain adalah penyimpanan setelah
di panen, semakin lamawaktu penyimpanan maka akan semakin rendah kadar sukrosanya.
Penyimpanan tebu biasanya di tumpuk dalam suatu ruangan, sehingga suhu didalam
menjadi lebih panas. Hal ini menyebabkan inversi pada sukrosa. Selain itu akan
merangsang tumbuhnya mikroorganisme yang menyebabkan batang tebu menjadi rusak.
Nira yang disimpan seleama enam jam akan kehilangan sukrosa sebanyak 14,3% (Gouatara
& Wijandi, 1985)
Gula
Menurut SNI 3140.3-2010, gula kristal putih (GKP) adalah gula yang dibuat dari tebu atau
bit melalui proses sulfitasi/karbonatasi/fosfatasi atau proses lainnya sehingga langsung
dapat dikonsumsi.
Sukrosa mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia antara lain sebagai berikut :
1. Sifat-sifat Fisika
Kristal sukrosa murni tidak bewarna atau transparan. Larutan sukrosa bersifat optis
aktif, yaitu mampu memutar bidang polarisasi cahaya searah dengan jarum jam
sebesar 66,530C pada suhu 200C (Honig, 1953). Jika dilihat dari sifat kelarutannya
maka kelarutan gula dalam air akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu.
Sukrosa larut dalam air dan tidak larut dalam bensin, eter, kloroform (Kuswuri, 2008).
2. Sifat-sifat Kimia
Sukrosa merupakan disakarida dengan rumus kimia C12H22O11. Sukrosa tersusun atas
glukosa dan fruktosa yang terkondensasi dengan ikatan glikosidik. Konfigurasi tersebut
menyebabkan sukrosa memiliki nama kimia D-Glukopironase-D-Fruktopironase
(Goutara dan Wijadi, 1975).
http://pik-puucho.blogspot.co.id/2013/12/proses-pembuatan-gula.html
https://deluk12.wordpress.com/makalah-proses-pembuatan-gula/
http://darsatop.lecture.ub.ac.id/2015/10/tanaman-tebu-saccarum-officinaru/
http://materi-kuliah-13.blogspot.co.id/2015/12/teknologi-pengolahan-gula.html