Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit berdasarkan Permenkes No. 56 tahun 2014 adalah

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

jalan, dan gawat darurat. Sementar menurut American Hospital Association

(1978) dalam Vebriawati. H (2013: 6) menyatakan bahwa rumah sakit adalah

suatu institusi yang fungsi utamaya adalah memberikan pelayanan kepada

pasien-diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah

kesehatan, baik yag bersifat bedah maupun non bedah. Terkait dengan upaya

pembangunan kesehatan tersebut khususnya dalam pelayanan kesehatan

dirumah sakit, maka dibutuhkan sarana kesehatan sebagai tempat yang dapat

digunakan untuk penyelenggarakan upaya kesehatan yaitu salah satunya

rumah sakit. Rumah Sakit merupakan bagian yang integral dari keseluruhan

sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana

pembangunan kesehatan (Suparto. A, 2003:11). Rumah sakit sebagai salah

satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan

untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi

(Muninjaya, 2004: 220).

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009

tentang rumah sakit, adalah rumah sakit merupakan institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

1
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat, tugas dan fungsi rumah sakit menurut undang-undang no 44 tahun

2009 adalah menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, pemeliharaan

pelayanan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna

tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan medis.

Rumah sakit merupakan organisasi yang unik yang berbeda dengan

organisasi lain pada umumnya, rumah sakit merupakan organisasi kompleks

yang padat sumber daya manusia, padat modal, padat teknologi, dan

pengetahuan dan padat regulasi atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu

dengan kompleksitas yang ada dalam organisasi rumah sakit maka perlu

adanya perhatian yang lebih baik dalam pengelolaan sumber daya manusia

yang ada didalamnya, karena sumber daya manusia dalam rumah sakit inilah

penentu kelangsungan hidup organisasi (wirawan 2006: 22).

Salah satu jenis tenaga kesehatan di rumah sakit yang perlu

diberdayakan adalah tenaga keperawatan, hal ini karena jumlahnya paling

banyak dan paling lama kontak dengan klien dan keluarga dalam memberikan

pelayanan kesehatan di rumah sakit. Oleh karena itu pelayanan keperawatan

sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan mempunyai kontribusi yang

sangat menentukan mutu pelayanan rumah sakit, sehingga setiap upaya untuk

meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit harus juga disertai

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Gillies (1994 dalam Kurniadi. A:

2013: 78) menyatakan bahwa keberhasilan keperawatan dalam memberikan

pelayanan merupakan cerminan utama pelayanan kesehatan di rumah sakit

2
secara keseluruhan. Di rumah sakit, perawat menjalankan peran dan fungsinya

dalam berbagai unit kerja baik rawat inap, rawat jalan maupun sebagai

pengelola atau administrator. Salah satu tolak ukur dalam penilaian mutu

pelayanan keperawatan dirumah sakit adalah dengan menilai mutu pelayanan

keperawatan yang ada di ruang rawat inap. Diruang ruang ini semua kegiatan

keperawatan secara menyeluruh akan tanpak nyata dibandingkan dengan

ruang lainnya. Kegiatan diruang rawat inap banyak dilakukan oleh tenaga

pelaksana keperawatan (Swansburg, 2000 ; Gillies, 1994 : 45, Depkes RI,

2001; Depkes RI, 2002). Untuk itu perlu adanya leader atau pemimpin yang

mengatur keperawatan di rumah sakit yang dapat mengendelikan pelayanan

keperawatan. Dimana kepemimpinan merupakan salah satu aspek manajerial

dalam kehidupan organisasi dan merupakan suatu posisi kunci.

Terry. G (2006 : 495) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah

aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan

kelompok secara sukarela. Sementara Paul Hersey dalam Sunyoto (2012: 34)

mendefinisikan kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas

seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi

tertentu. Sementara Robbins dan Coulter (2010, 147) menyatakan bahwa a

process of leading a group and influencing that group to achieve its goal.

Kepemimpinan di artikan sebagai suatu proses memimpin kelompok dan

mempengaruhinya untuk mencapai tujuan.

Seorang Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat

mempengaruhi orang lain agar dapat bekerjasama untuk mencapai hasil yang

memuaskan bagi terjadinya perubahan yang bermanfaat, menurut Ruth M.

3
Trapper yang dikutip Cecep. T (2013,88) dalam manajemen pelayanan

keperawatan, kepemimpinan yang efektif yaitu menentukan tujuan yang jelas,

cocok, dan bermakna bagi kelompok. Memilih pengetahuan dan keterampilan

kepemimpinan dan bidang profesinya, memiliki kesadaran diri dan

menggunakannya untuk memahami kebutuhan sendiri serta kebutuhan orang

lain, berkomunikasi dengan jelas dan efektif, mengarahkan energi yang cukup

untuk kegiatan kepemimpinan, serta mengambil tindakan/ keputusan.

Kepemimpinan yang baik dapat membantu kinerja perawat pelaksana,

karena menciptakan disiplin dan tingkat motivasi kerja yang luar biasa bagi

perawat pelaksana untuk memberikan kemampuan terbaiknya dalam

memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh organisasinya, kepemimpinan

yang baik akan membuat perawat pelaksana berusaha lebih keras,

meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja perawat pelaksana serta

mempertahankan keunggulan kompetitif, dan disiplin menjadi kunci sukses

suatu organisasi sehingga seluruh elemen yang ada dapat berfungsi optimal.

Dalam meningkatkan kinerja perawat pelaksana diperlukan analisis terhadap

faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan dengan memperhatikan

kebutuhan dari perawat pelaksana, beberapa faktor yang mempengaruhi yakni:

kemampuan yang dimiliki,( bakat, minat, faktor kepribadian) usaha yang

dicurahkan etika kerja, kehadiran, rancangan tugas, dukungan organisasi yang

diterimanya pelatihan, pengembangan, peralatan teknologi, standar kinerja,

manajeman dan rekan kerja. Ketiga hal ini sangat menentukan kinerja

perawat pelaksana dimana bila salah satu faktor berkurang atau tidk ada maka

kinerja akan berkurang, ( Mathis, et all, 2006 dalam simbolon, 2012:84).

4
Kontribusi seorang pemimpin pelayanan keperawatan terhadap mutu

pelayanan kesehatan tergantung dari manajemen keperawatan, dan salah satu

ukuran keberhasilan pelayanan keperawatan yang baik adalah seberapa besar

kinerja para perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas

dengan mengikuti standar yang ditentukan tentu yang baik kepada klien dan

keluarganya (Gibson, 1997; Hansen dalam Swansburg, 2000 dalam Kurniadi.

A, 2013: 46). Disamping itu, pemimpin harus dapat mempengaruhi perawat

dalam bekerja secara disiplin. Disiplin merupakan sikap dan perilaku

kepatuhan terhadap peraturan organisasi, prosedur kerja, kode etik, dan norma

budaya organisasi lainnya yang harus dipatuhi dalam memproduksi suatu

produk dan melayani konsumen organisasi (Wirawan, 2009: 138). Jika

pegawai melanggar aturan yang berlaku maka akan dikenakan sanksi atau

hukuman. Pegawai yang memiliki disiplin tinggi akan menghindari hukuman

atau sanksi yang diberikan dengan menyelesaikan pekerjaan secara cepat dan

benar sehingga kinerja menjadi baik (Handoko, 2001: 211).

Dengan begitu kinerja yang baik akan mendapat respon yang positif

dalam memberikan pelayana keperawatan kepada pasien. Dimana Kinerja

adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang

dalam suatu organisasi (Sedarmayanti, 2014:260). Sementara Rivai (2011:1)

berpendapat kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang,

sebagai prestasi kerja yang dihasilkan sesuai dengan peran dalam perusahaan.

Hal ini sama dengan yang diungkapkan mangkunegara (2007:14) yang

berpendapat kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang

5
dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa kinerja adalah hasil kerja

yang dapat dicapai baik perserorangan maupun kelompok dalam suatu

organisasi sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing dalam rangka

mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan dalam hal ini adalah kinerja

seorang perawat. Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu

dimensi individu dan dimensi organisasi. Dimensi individu melihat

produktivitas perawat dalam kaitannya dengan karakteristik-karakteristik

kepribadian individu perawat yang muncul dalam bentuk sikap mental dan

mengandung makna keinginan dan upaya individu perawat yang selalu

berusaha untuk meningkatkan kualitas keilmuannya. Sedangkan dimensi

keorganisasian melihat produktivitas perawat dalam kerangka hubungan teknis

antara masukan (input) dan keluaran (output). Oleh karena itu dalam

pandangan ini, terjadinya peningkatan kinerja seorang di rumah sakit tidak

hanya dilihat dari aspek kuantitas asuhan yang dihasilkan, tetapi juga dapat

dilihat dari aspek kualitas, yaitu meningkatnya kemajuan perawat serta

meningkatknya kepuasan klien sebagai penerima jasa pelayanan (Massofa,

2008:72 ).

Rivai (2011:4) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja

individu tenaga kerja yaitu kemampuan pekerja, motivasi, dukungan yang

diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan dengan

organisasi. Sementara tujuan penilaian kinerja menurut Sedarmayanti

(2014:264) yaitu mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan,

6
Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan

kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja, Sebagai dasar pengembangan

dan pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan

jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan,

mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan

bawahan, mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang

kepegawaian khususnya kinerja karyawan dalam bekerja, mengetahui

kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya

pegawai, dan hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan di bidang kepegawaian.

Sementara disisi lain tujuan dilaksanakan penilaian kinerja menurut

Milkovich (1991) dalam suyanto (2014:198) ialah untuk mengenali kekuatan

dan kelemahan karyawan, sehingga proses umpan balik sebagai motivator

dapat berjalan dengan baik untuk memperbaiki kesalahan karyawan dalam

bekerja dan penentuan alokasi rewards yang tepat sesuai dengan prestasi kerja

masing masing karyawan. Umpan balik bagi karyawan merupakan informasi

untuk mendapatkan bimbingan dan pembinaan agar terbentuk tingkat

kemampuan kerja dan usaha kerja karyawan.

Adapun manfaat penilaian kinerja menurut Sedarmayanti (2014:264)

adalah Meningkatkan prestasi kerja, Memberi kesempatan kerja yang adil,

Penyesuaian kompensasi, Mendiagnosi kesalahan desain pekerjaan, dan

Menilai proses rekrutmen dan seleksi. Sementara Desler. G (2013:293)

menyatakan bahwa dalam melakukan penilaian kinerja, ada beberapa hal yang

harus diperhatikan, yaitu pemahaman pekerjaan (kompetensi),

kualitas/kualitas kerja, perencanaan /organisasi, inisiatif /komitmen,

7
penyelesaian masalah /kreativitas, kerja tim dan kerja sama, kemampuan

berhubungan dengan orang lain, dan komunikasi (lisan dan tulisan). Dalam hal

ini, kinerja yang baik sangat penting dalam memberikan pelayanan dirumah

sakit khusus pelayann keperwaatan.

Dalam kegiatan pelayanan keperawatan maka dibutuhkan manajemen

keperawatan yang baik sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan sesuai

dengan apa yang diinginkan oleh manajemen, baik manajemen ruangan

ataupun manajemen rumah sakit, namun hal tersebut dapat berjalan apabila

kinerja perawat terlaksana dengan baik dan optimal yang diarahkan oleh

pimpinan dalam mencapai tujuan rumah sakit. Seperti dalam aspek kualitas

pekerjaan yang diselaesaikan, kuantitas pekerjaan, tanggungjawab dalam

melaksanakan pekerjaan dan inisiatif serta ketepatan dalam bekerja. Faktor

lain yang dapat dinilai adalah kecepatan dalam bekerja karena masih banyak

pasien yang berkunjung atau berobat ke rumah sakit merasakan kurang puasa

dengan kecepatan yang dilakukan oleh perawat, tingkat kemandirian, perilaku

selama bekerja dirasakan oleh pengunjung bahwa sikap perawat masih kurang

dari yang diharapkan, kurang komuniksai, kehadiran/ pemanfaatan waktu,

hubungan dengan staf lain, dan keteramapilan dalam bekerja di Rumah Sakit

SMC Kabupaten Tasikmalaya. Salah satunya yaitu kehadiran tepat waktu

dalam bekerja dimana kehadiran dalam melaksanakan tugas sebagai perawata

pelaksana keperawatan, untuk yang dinas pagi sekitar 95 % setiap jam hari

kerja hadir, dan untuk pelaksanaan shif, untuk shift pagi 60 %, shif siang 99%.

Adapun gambaran perawat dalam melaksanakan shif yaitu sebagai berikut:

8
100 100
95
100

80 60
60

40

20

0
Shif Pagi Shif Siang Shif Malam Dinas Pagi

Persentasi Kehadiran

Gambar 1.1 Presentasi kehadiran perawat per shif di RS SMC

Sumber: RS SMC Kabupaten Tasikmalaya

Sementara disisi lain sumber daya manusia di rumah sakit

khususnya ini tenaga perawat sangat penting dalam menjalankan tugas

memberikan pelayanan kepada pasien. Sumber daya manusia di Rumah Sakit

akan memiliki kinerja yang baik tentu diengaruhi oleh engetahuan

sumberdaya manusiannya. Untuk mengetahui tingkat pegentahua sumber daya

manusianya salah satunya dilihat dari tingkat pendidikannya. Adapun tingkat

pendidikan yang dimiliki oleh perawat pelaksana di Rumah Sakit Singaparna

Medika Citrautama yaitu sebagai berikut:

9
90
80 89
70 60
60
45
50
40
30
20
1
10
0
S1 Keperawatan Skep Ners D 4 Keperawatan D 3 Keperawatan

Gambar 1.2 Tingkat pendidikan perawat dii RS SMC

Sumber: RS SMC Kabupaten Tasikmalaya

Dari grafik diatas didapatkan tingkat pendidikan perawat di RS SMC

yaitu S1 Keperawatan 45 Orang, S1 Keperawatan dengan Ners sebanyak 60

orang, D3 Keperawatan 89 Orang, D4 Keperawatan 1 orang , lulusan dari spk

hampir sudah tidak ada. Walauun tingkat endidikan erawat di RS SMC

mayoritas perawat D.3 di bandingkan perawat S.1 Ners, diharakan dengen

pengetahuan yang dimiiliki memberikan kontribusi yang baik dalam

pelayanan keerawatan didalam rumah sakit. Dengan begitu diharapkan kinerja

yang dihasilkan dapat memuaskan masyarakat tentunya dengan mengikuti

SOP yang ditetapkan. Dimana kinerja perawat juga dapat dilihat dari

bagaimana perawat dapat melaksanakan asuhan kepetawatan sesuai dengan

standar operasional yang berlaku di Rumah Sakit Singaparna Medika

Citrautama dalam melakukan asuhan keperawatan memang sesuai dengan

standar operasional yang ada di rumah sakit, namununtuk pendokumentasian

segala tindakan keperawatan yang dilakukan tidak merata. Untuk mengetahui

10
tindakan perawat yang mengikuti stadar operasional di RS SMC yaitu sebagai

berikut:

60
50
40
30
20
10
0
Melakukan Melakukan tidak Melakukan
Pendokumentasian Tindakan sesuai dokumentasi dan
SOP SOP

Gambar 1.3 Perawat yang mengikuti SOP RS.SMC

Sumber : RS SMC Kabupaten Tasikmalaya

Dari gambar diatas diapatkan hasil perawat yang melakukan

pendokumentasian hanya 25%, yang melakukan tindakan keperawatan dengan

standar operasional hanya 60% dan yang tidak melakukan pendokumentasian

dan standar operasional 15%. Dengan melihat kenyataan tersebut diatas

perawat yang melakukan pendokumentasian masih tidak menyeluruh,

sehingga menyebebkan hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan ada, sehingga

dapat menimbulkan kerugian baik pada pasien, rumah sakit maupun pada

perawat itu sendiri. Salah stu contoh menyebabkan terjadinya keterlambatan

penyelesaian dekumentasi rekam medik, sehingga dapat memperlamabat

11
pengklaiman terutama pada pasien yang memiliki asuransi baik itu

Jamkesmas, Jamkesda atau askes.

Disamping itu, Gambar 1.3. tentang tindakan perawat sesuai SOP

mencerminkan kedisiplinan kerja dari perawat dalam menjalankan tugas.

Dimana perawat juga dituntut untuk disiplin dalam bekerja. Masalah

kedisiplinan kerja merupakan masalah yang perlu diperhatikan, sebab dengan

adanya kedisiplinan, dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi dalam

pencapaian tujuan organisasi (Hasibuan, 2003:203). Kecenderungan

penurunan produktivitas perusahaan salah satunya diakibatkan oleh perilaku

kerja para karyawan yang kurang disiplin, yang ditunjukan oleh perilaku

karyawan yang sering tidak masuk kerja, tertidur saat jam kerja sedang aktif,

atau pulang lebih awal dari jam kerja. Dengan sering tidak disiplinya SDM

maka target penyelesaian pekerjaan tidak pernah tercapai yang pada gilirannya

berpengaruh terhadap produktivitas kerja organisasi (Ilyas, 2001:4).

Siagian (2008 :305) menyatakan bahwa pendisiplinan pegawai adalah

suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk

pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai, sehingga secara sukarela berusaha

bekerja kooperatif dengan para pegawai yang lain serta meningkatkan prestasi

kerja. Disiplin kerja merupakan faktor penting dalam rangka pencapaian

tujuan organisasi, dimana merupakan tugas para manajer agar pegawai

memiliki kesadaran untuk mentaati semua peratran dan sadar akan tugas dan

tanggung jawabnya, dengan demikian disiplin dapat dilakukan sebagai bentuk

sikap, perilaku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan-peraturan dalam

organisasi baik tertulis maupun tidak tertulis.

12
Mangkunegara (2011 :129), mengemukakan bahwa terdapat dua

bentuk dimensi disiplin kerja, yaitu disiplin progesif dan disiplin preventif.

Disiplin preventif artinya tindakan tersebut bertujuan pokok yaitu mendorong

sumber daya manusia agar memiliki disiplin yang tinggi. Dengan indikator

yaitu absensi, kesadaran, pelaporan rekap data, SOP/ tata tertib yang jelas dan

dapat dipahami. Sementara disiplin progesif, artinya tindakan disiplin berupah

hukuman berat dengan maksud untuk memperbaiki sebelum hukuman lebih

berat dijatuhkan. Dengan indikator yaitu teguran lisan dan skorsing.

Sedarmayanti (2011 :223) berendaat bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja yaitu personal factor, leadeship factor, team factor dan

system factor. Adapun faktor- faktor yang data dinilai dalam pekerjaan

menurut Sedarmayanti, (2011 :106) yaitu:

1. Hasil kerja yaitu, keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja

(output) biasanya terukur, seberapa besar yang telah dihasilkan, beberapa

jumlahnya dan berapa besarnya kenaikannya, misalnya omset

pemasaran, jumlah keuntungan dan total perputaran asset dan lain-lain.

2. Perilaku yaitu, aspek tindak tanduk karyawan dalam melaksanakan

pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap dan perilakunya baik terhadap

sesame karyawan maupun kepada pelangganAtribut dan kompetensi

yaitu, kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai tuntutan jabatan,

pengetahuan, keterampilan dan keahliannya, seperti kepemimpinan,

insiatif dan komitmen.

13
3. Komparatif yaitu, membandingkan hasil kerja karyawan dengan

karyawan lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya

sesama sales berapa besar omset penjualan selama satu bulan.

Denga begitu kedisiplinan merupakan fungsi operatif manajemen

sumber daya manusia yang terpenting karena semakin baik disiplin kerjanya

akan semakin tinggi prestasi kerjanya yang dapat dicapai (Hasibuan, 2003:47).

Disiplin kerja perawat yang terdapat dalam suatu unit atau bangsal

keperawatan berbeda-beda. Ada perawat yang rajin dan tekun dalam bekerja

sehingga sangat produktif dan mempunyai kemampuan yang tinggi dalam

menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan asuhan

keperawatan.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Kristianawati (2003:86),

menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara gaya kepemimpinan

dengan motivasi kerja perawat. Hasil penelitian lain juga yang dikemukakan

oleh Mila (2009:157), dalam penelitiannya dengan judul Pengaruh

Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Kartyawan memiliki

pengaruh yang sangat signifikan terhadap kinerja karyawan. Disamping itu,

penelitian lain yang dikemukakan oleh Aswin (2013:132), dalam Tesis

dengan judul Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja Perawat

RS Bhayangkara Medan menunjukan variable kepemimpinan perawat Rumah

Sakit Bhayangkara Medan menjungkan adanya pengaruh yang signifikan

kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit

Bhayangkara Medan dan juga kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja

perawat. Dari 3 penelitian yang dilakukan sebelumnya didapatkan bahwa

14
pengaruh antara kepemimpinan, disiplin kerja dan kinerja perawat. Dimana

pimpinan dapat melakukan pengaruhnya terhadap perawat dalam

mendisiplinkan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan rumah

sakit. Disamping itu pimpinan dapat memberikan motivasi kerja kepada

perawat sesuai dengan kompetensinya agar bekerja sesuai dengan yang

diharapka rumah sakit. Ketika perawat bekerja dengan mematuhi standar

prosedur yang ditetapkan sesuai denga komptensinya, maka dengan begitu

akan menuntut perawat untuk bekerja lebih disiplin. karena kedisiplinan yang

dilakukan perawat akan mempengaruhi kinerja perawat dalam rumah sakit,

salah satunya perawat yang ada di Rumah Sakit Singaparna Medika

Citrautama.Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama atau lebih dikenal

dengan singkatan RS SMC, adalah rumah sakit umum pertama di Kabupaten

Tasikmalaya. RS SMC berdiri tahun 2011 dan saat ini memiliki status rumah

sakit Tipe C. Pada perkembangannya, RS SMC menjadi kepercayaan

masyarakat Kabupaten Tasikmalaya. Dalam meningkatkan pelayanan di RS

SMC mutu pelayanan medik harus ditingkatkan secara maksimal dan

bertujuan memberi kepuasan serta harapan sembuh bagi pasien disertai

peningkatan efisiensi dan produktivitas manajemen. Sebagai rumah sakit

pertama di kabupaten Tasikmalaya RS SMC dituntut dapat melayani beragam

kasus kesehatan di masyarakat Kabupaten Tasikmalaya.

Studi awal di rumah sakit RS SMC Kabupaten Tasikmalaya pengaruh

kepemimpinan dan disiplin kerja terhadap kinerja perawat berbeda dengan

rumah sakit swasta disekitarnya. Hal ini dikarenakan di rumah sakit ini secara

struktural akan dipengaruhi oleh aturan pemerintahan daerah yang memiliki

15
fokus iklim kerja, etos kerja dan disiplin kerja yang sudah terbentuk, sehingga

tentunya akan mempengaruhi perkembangan keperawatan yang ada

didalamnya.

Observasi awal yang telah dilakukan oleh peneliti di RS SMC pada

Oktober 2015 di dapatkan data, bahwa rumah sakit RS SMC merupakan

rumah sakit tipe C non pendidikan dengan status PPK-Badan Layanan Umum

Daerah Penuh milik Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Instalasi

yang ada meliputi rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, bedah sentral,

perawatan intensif, anestesi, radiologi, farmasi, gizi, laboratorium. Instalasi

rawat inap terdiri dari 9 ruang yang memiliki kapasitas 129 tempat tidur

dengan BOR rata-rata 88,26 %, LOS 3,97%, TOI 1,14%, BTO 6,29 %, NDR

20,08 %, GDR 40,87 %.Jumlah seluruh perawat diruang rawat inap dan rawat

jalan sebanyak 195 orang yang terdiri dari 52 Perawat PNS, 102 Perawat

kontrak, dan 41 Perawat Magang (RS SMC, Oktober 2015).

Dalam rangka meningkatkan kepemimpinan, disiplin dan kinerja yang

baik, RS SMC Kabupaten Tasikmalaya telah berupaya melakukan penataan

diberbagai bidang salah satunya adalah penataan dalam bidang sumber daya

keperawatan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh kepala Keperawatan antara

lain dengan melakukan supervisi harian untuk memberikan bimbingan, arahan

serta memotivasi perawat pelaksana agar gairah kerja sesuai tuntutan

profesional. Kebijakan lain adalah pemberian kesempatan meningkatkan

pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.

16
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul Pengaruh Kepemimpinan dan Disiplin kerja

terhadap Kinerja Perawat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya.

1.2 Identifkasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat di identifikasi

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Kepemimpinan yang ada di Rumah Sakit Singaparna

Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya?

2. Bagaimana Disiplin Kerja Perawat Di Rumah Sakit Singaparna Medika

Citrautama Kabupaten Tasikmalaya?

3. Bagaimana kinerja perawat di Rumah Sakit Singaparna Medika

Citrautama Kabupaten Tasikmalaya?

4. Bagaimana Pengaruh Kepemimpinan dan disiplin kerja terhadap kinerja

perawat secara parsial maupun simultan di Rumah Sakit Singaparna

Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya?

1.3 Tujuan

Berdasarkan uraian identifikasi masalah diatas, maka tujuan Penelitian

ini untuk mengetahui dan menganalisa tentang:

1. Kepemimpinan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama

Kabupaten Tasikmalaya.

2. Disiplin Kerja Perawat di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama

Kabupaten Tasikmalaya.

17
3. Kinerja Perawat di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama

Kabupaten Tasikmalaya.

4. Pengaruh Kepemimpinan dan disiplin kerja terhadap kinerja perawat

secara parsial maupun simultan di rumah sakit singaparna medika

citrautama Kabupaten Tasikmalaya

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini untuk menerapkan teori, menambah wawasan

meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dan penelitian dibidang

kepemimpinan terutama dalam manajemen keperawatan.

1.4.2 Bagi Instansi / Rumah Sakit

Bagi pengelola keperawatan dapat digunakan sebagai informasi dan

bahan pertimbangan dalam membuat aturan atau kebijakan untuk

meningkatkan kinerja perawat dan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Bagi Institusi pendidikan /Akademi

Sebagai penembah referensi yang dapat digunakan untuk penelitian

berikutnya, sebagai wacana ilmiah dan acuan untuk melaksanakan

penelitian-penelitin lebih lanjut khususnya hubungan tentang

kepemimpinan kepala ruangan dan motivasi terhadap kinerja perawat

pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

18
1.5 Kerangka Pemikiran

1.5.1 Kepemimpinan

Robbins dan Coulter (2012:488) menyampaikan bahwa

Leadership is what leaders do Its process of leading a group and

influencing that group to achieve its goals. Atau kepemimpinan adalah

apa yang pemimpin lakukan Itu adalah proses memimpin kelompok dan

mempengaruhinya untuk mencapai tujuan. Sehingga jika disimpulkan dari

beberapa pendapat di atas, bahwa kepemimpinan sebenarnya adalah

bagaimana pemimpin bisa mengajak karyawannya menuju tujuan.

Sementara Terry & Rue (dalam Usman, 2011: 280) menyatakan bahwa

kepemimpinan hubungan yang ada dalam diri seorang pemimpin,

mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan

tugas yang diinginkan. Sementara Rivai (2004:2) kepemimpinan

(leadership) adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada

pengikut-pengikutnya lewat prses komunikasi dalam upaya mencapai

tujuan organisasi. Akan tetapi menurut Kartono (2008:5-8) berpendapat

bahwa kepemimpinan merupakan salah relasi dan pengaruh antara

pemimpin dengan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan

berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis anatara pemimpin dengan

orang-orang yang dipimpinnya. The key role of a leader is to encourage

his followers to accomplish a common goal (Northouse 2010:143).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi

19
dan mengarahkan orang secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai

tujuan.

Sifat kepemimpinan tidak menjamin keberhasilan kepemimpinan

karena kepemimpinan dapat bersifat positif, namun ada pula yang bersifat

negatif. Newstrom (2011: 172) membagi sifat positif dibagi dalam

primary traits dan secondary traits. Primary traits (sifat primer) adalah :

1. Kejujuran dan integritas

2. Dorongan personal dan energy

3. Keinginan untuk memimpin

4. Percaya diri

Sedangkan secondary traits (sifat sekunder) dalam sifat positif

kepemimpinan di uraikan sebagai berikut:

1. Kemampuan kognitif

2. Karisma

3. Fleksibelitas dan adaptivitas

4. Kesayangan dan kehangatan positif

5. Kreatifitas dan originalitas

6. Pengetahuan tentang bisnis

Sedangkan untuk sifat negaif dalam kepemimpinan dapat berupa

sebagai berikut:

1. Narcissism yaitu sdimana pemimpin dipenuhi dengan kepentingan

mereka sendiri, mengumpulkan prestasinya sendiri, mencari-cari

kebaikan sendiri, dan mengesplorasi orang lain untuk keuntungan

sendiri.

20
2. Alpha dogs yaitu sifat sangat agresif, egosentris, mendominir, dan

mengontrol.

Campbell dan Samiec (2005: 123-128) menyatakan bahwa

kesuksesan seorang pemimpin menuju kinerja mengesankan apabila ia

menjalankan 5 dimensi kepemimpinan, antara lain:

1. Commanding yaitu mengambil alih tanggung jawab dan segera

mengambil keputusan untuk pencapaian kinerja secara cepat.

2. Visioning yaitu kecakapan komunikasi pemimpin dalam menjelaskan

kepada seluruh konstituen akan masa depan perusahaan.

3. Enrolling yaitu kecakapan dari sang pemimpin dalam menciptakan

peluang- peluang, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah.

Hal ini berhubungan dengan kecakapan manajerial.

4. Relating adalah satu yaitu harmoni. Sebagai pemimpin, ia harus bisa

membuat hubungan yang harmonis antara dirinya dengan para anak

buah atau bawahan. Di samping itu, para bawahannya juga memiliki

hubungan yang harmonis antara mereka.

5. Coaching ialah keahlian melatih. Seorang pemimpin akan melatih

bawahannya secara berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja

karyawan melalui proses pengembangan pada aktivitas sehari- hari,

yang dimaksudkan disini adalah bagaimana seorang pemimpin

Konsep kepemimpinan merupakan cara bagaimana

mengidentifikasi beberapa teori kepemimpinan yang ideal dan dapat

dilaksanakan di lapangan dengan mudah sehingga menguntungkan

organisasi. Dalam konsep kepemimpinan yang akan dibahas antara lain

21
pengertian, teori kepemimpinan, gaya kepemimpinan, dan kepemimpinan

dalam keperawatan (Kurniadi. A, 2013: 86). Agar tujuan keperawatan

tecapai diperlukan kegiatan dalam menerapkan keterampilan

kepemmpinan. Kron (2010:86) berpendapat bahwa kegiatan

kepemimpinan meliputi:

1. Perencanaan dan pengorganisasian.

2. Penugasan dan pengarahan.

3. Pemberan bmbingan.

4. Mendorong kerja sama dan pertisipasi.

5. Koordinasi.

6. Evaluasi keterampilan kerja.

Pemimpin yang melaksanakan fungsi kepemimpinan akan memulai

proses kepemimpinan. Kurniadi. A (2013:87) berpendapat bahwa proses

kepemimpinan memuat segala kegiatan sebagai berikut:

1. Penugasan/ directing seperti mengarahkan, memerintahkan, memberi

instruksi dan membuat rencana.

2. Pelaksanaan/ acting seperti membimbing, mendorong, memonitor dan

membuat pendelegasian

3. Evaluasi/ controlling seperti mengendalikan, mereview, mengkritik

dan menghargai.

4. Penghargaan/ reinforcement seperti memperbaiki, melakukan unpan

bali, memberikan penghargaan memberikan hukuman.

Menurut George R. Terry dalam Suswanto dan Priansa (2014:152-

153) mengemukakan delapan ciri dari pemimpin yaitu sebagai berikut|:

22
1. Energi, mempunyai kekuatan mental dan fisik

2. Stabilitas emosi, seorang pemimpin tidak boleh berpasangka jelek

erhadap bawahanya, ia tidak boleh cepat marah dan percaya pada diri

sendiri haus cukup besar.

3. Human relantionship, mempunyai pengetahuan tentang hubungan

manusia

4. Personal motivation, keinginan untuk menjadi pemimpin harus besar,

dan dapat memotivasi diri sendiri.

5. Communication skill, mempunyai kepecayaan untuk bekomunikasi.

6. Teaching Skill, mempunyai kepercayaaan untuk mengajarkan,

menjelaskan dan mengembangkan bawahanya.

7. Social skill, mempunyai keahlian dibidang social, supaya terjamin

kepercayaaan dan kesetian bawahan. Ia harus suka menolong, senang

jika bawahanya maju, peamah serta luwes dalam pegaulan.

8. Technical competent, mempunyai kepercayaan menganalisa,

merencanakan, mengorganisasikan, mendelegasikan wewenang,

mengambil keputusan dan mampu menyusun konsep.

Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan kemampuan dan

keterampilan seorang manajer keperawatan dalam mempengaruhi perawat

lain dibawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan

tanggungjawab dalam memberikan pelayanan keperawatan merupakan

suatu kegiatan yang komplek dan melibatkan berbagai individu. Agar

tujuan keperawatan tercapai diperlukan kegiatan dalam menerapkan

23
keterampilan kepemimpinan. Menurut Kurniadi. A (2013: 35), kegiatan

kepemimpinan dalam keperawatan meliputi :

1. Perencanaan dan pengorganisasian.

2. Penugasan dan penghargaan

3. Pemberian bimbingan

4. Mendorong kerjasama dan partisipasi

5. Koordinasi

6. Evaluasi penampilan kerja

1.5.2 Disiplin Kerja

Disiplin kerja adalah tindakan manajemen untuk menegakkan

standar organisasi (Davis dan Newstrom, 2007:87). Disiplin juga

merupakan bentuk pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang

teratur menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja dalam sebuah

organisasi, tindakan disiplin menuntut adanya hukuman terhadap

karyawan yang gagal memenuhi standar yang ditentukan. Oleh karena itu

tindakan disiplin tidak diterapkan secara sembarangan, melainkan

memerlukan pertimbangan bijak.

Rivai (2010:825) disiplin kerja adalah alat yang digunakan para

manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia

untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk

meningkatkan kesadaran norma-norma sosial yang berlaku. Sementara

Hasibuan (2009:193), berpendapat bahwa disiplin merupakan kesadaran

serta kesediaan seseorang untuk mentaati peraturan yang ada di dalam

24
organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Hai ini sejalan dengan

Siagian (2006:278), berpendapat disiplin kerja merupakan suatu sikap

menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan

yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup

menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya

apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja

adalah tata cara yang digunakan sebagai alat untuk mengatur prilaku

sumber daya manusia dalam menata dan meningkatkan kesadaran sesuai

aturam untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.

Davis dan Newstrom, (985 dalam Sutrisno, 2009:100) menyatakan

bahwa disiplin mempunyai 3 (tiga) macam bentuk, yaitu :

1. Disiplin Preventif

Disiplin preventif adalah tindakan SDM agar terdorong untuk

menaati standar atau peraturan. Tujuan pokoknya adalah mendorong

SDM agar memiliki disiplin pribadi yang tinggi, agar peran

kepemimpinan tidak terlalu berat dengan pengawasan atau

pemaksaan, yang dapat mematikan prakarsa dan kreativitas serta

partisipasi SDM.

2. Disiplin Korektif

Disiplin korektif adalah tindakan dilakukan setelah terjadi

pelanggaran standar atau peraturan, tindakan tersebut dimaksud untuk

mencegah timbulnya pelanggaran lebih lanjut. Tindakan itu biasanya

25
berupa hukuman tertentu yang biasa disebut sebagai tindakan

disipliner, antara lain berupa peringatan, skors, pemecatan.

3. Disiplin Progresif

Disiplin progresif adalah tindakan disipliner berulang kali

berupa hukuman yang makin berat, dengan maksud agar pihak

pelanggar bisa memperbaiki diri sebelum hukuman berat dijatuhkan.

Prinsip-prinsip pendisiplinan yang dikemukakan Siagain

(2008:327) yaitu sebagai berikutnya:

1. Pendisiplinan dilakukan secara pribadi pendisiplinan seharusnya

dilakukan dengan memberikan teguran kepada karyawan. Teguran

jangan dilakukan di hadapan orang banyak. Karena dapat

menyebabkan karyawan yang ditegur akan merasa malu dan tidak

menutup kemungkinan menimbulkan rasa dendam yang dapat

merugikan organisasi.

2. Pendisiplinan harus bersifat membangun selain memberikan teguran

dan menunjukkan kesalahan yang dilakukan karyawan, harus disertai

dengan saran tentang bagaimana seharusnya berbuat untuk tidak

mengulangi lagi kesalahan yang sama.

3. Pendisiplinan harus dilakukan sacara langsung dengan segera Suatu

tindakan dilakukan dengan segera setelah terbukti bahwa karyawan

telah melakukan kesalahan. Jangan membiarkan masalah menjadi

kadaluarsa sehingga terlupakan oleh karyawan yang bersangkutan.

26
4. Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan dalam tindakan

pendisiplinan dilakukan secara adil tanpa pilih kasih. Siapapun yang

telah melakukan kesalahan harus mendapat tindakan pendisiplinan

secara adil tanpa membeda-bedakan.

5. Pimpinan hendaknya tidak melakukan pendisiplinan sewaktu

karyawan absen Pendisiplinan hendaknya dilakukan dihadapan

karyawan yang bersangkutan secara pribadi agar ia tahu telah

melakukan kesalahan. Karena akan percuma pendisiplinan yang

dilakukan tanpa adanya pihak yang bersangkutan.

6. Setelah pendisiplinan sikap dari pimpinan haruslah wajar kembali.

Sikap wajar hendaknya dilakukan pimpinan terhadap karyawan yang

telah melakukan kesalahan tersebut. Dengan demikian, proses kerja

dapat lancar kembali dan tidak kaku dalam bersikap.

Sementra Dessler (2008:56), juga mengemukakan bahwa yang

perlu diperhatikan dalam disiplin kerja adalah sebagai berikut :

1. Disiplin terhadap tugas kedinasan yang meliputi mentaati peraturan

kerja menyiapkan kelengkapan, dan melaksanakan tugas-tugas pokok.

2. Disiplin terhadap waktu yang meliputi menepati waktu tugas,

memanfaatkan waktu dengan baik, dan menyelesaikan tugas tepat

waktu.

3. Disiplin terhadap suasana kerja yang meliputi memanfaatkan

lingkungan tempat kerja, menjalin hubungan yang baik, dan menjaga

keseimbangan antara hak dan kewajiban.

27
4. Disiplin didalam melayani masyarakat: melayani pasien, dan melayani

masyarakat sekitar.

5. Disiplin terhadap sikap dan tingkah laku yang meliputi,

memeprhatikan tingkah laku, dan memperhatikan harga diri.

1.5.3 Kinerja Perawat

Kinerja atau performa sumber daya manusia (SDM) sebagai tenaga

kerja, pada dasarnya merupakan kualitas pengetahuan, keterampilan dan

sikap mental seorang pekerja. menurut Schriber (2002:10) performance

berakar pada kata to perform, yang berarti melakukan, menjalankan,

melaksanakan dan memenuhi atau menjalankan kewajiban. Atau kinerja

adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas

dalam suatu organisasi (Ilyas, 2001 dalam Kurniadi.A, 2013: 148). Atau

kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan

selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan

berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau

kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama

(Rivai, 2005:50). Hal ini sejalan juga dengan yang dikemukakan oleh

Sedarmayanti (2011:260) mengungkapkan bahwa kinerja merupakan

terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja,

sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan,

dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara

konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah

28
ditentukan). Amstrong dan Baron ( 2002: 7-8) mengemukakan bahwa

kinerja pegawai dipengaruhi oleh empat faktor yang dominan yaitu :

1. Faktor Kepemimpinan yang meliputi kualitas, bimbingan, dan

motivasi.

2. Faktor pribadi yang ,meliputi motivasi, disiplin, keterampilan dan

kompetensi

3. Faktor sistem yang meliputi, fasilitas kerja dan system pekerjaan.

4. Faktor situasional yang meliputi suasana lingkungan kerja, unsur

internal dan eksternal.

Dari uraian diatas disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil atau

tingkat keberhasilan seseorang dalam melakukan pekerjaan baik secara

individu maupun organisasi untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah

ditentukan. Sementara untuk kinerja keperawatan yaitu prestasi kerja yang

ditunjukan oleh perwat dalam melaksanakan tugas-tugas asuhan

keperawatan sehingga menghasilkan output yang baik kepada costumer

(organisasi, pasien, perawat itu sendiri) dalam kurun waktu tertentu

(Kurniadi. A, 2013: 148).

Gibson, Ivancevich & Donelly (1997: 67) dan Ilyas (2001: 56)

dalam Kurniadi. A (2013: 149), ada tiga hal yang mempengaruhi teori

kerja dan kinerja yaitu, faktor individu, organisasi dan psikologis. Faktor

individu meliputi kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan

demografis. Faktos psikologis terdiri dari presepsi, sikap, kepribadian,

belajar, dan motivasi. Faktor organisasi berakibat tidak langsung terhadap

prilaku dan kinerja individu, yang terdiri dari sumber daya,

29
kepemimpinan, imbalan, supervisi, struktur dan desain pekerjaan. Kinerja

perawat akan dipengaruhi oleh faktor-faktor demografis yaitu umur, jenis

kelamin, dan lama kerja. Adapun faktor psikologis perawat pelaksana yang

digunakan adalah presepsi, sikap, dan motivasi. Semuanya akan tercermin

dari hasil kinerja asuhan keperawatannya. Faktor organisasi tidak termasuk

pada penelitian ini sehingga dianggap semuanya dalam keadaan baik atau

mendukung proses keperawatan.

Giliies (1996 : 72) dalam Kurniadi. A (2013: 150) mengatakan

bahwa penilaian adalah suatu proses menilai tentang hasil asuhan

keperawatan pada pasien untuk mengevaluasi kelayakan dan keepektifan

tindakan. Standar asuhan keperawatan menurut ANA (American Nurses

Association) adalah standar I (pengkajian), standar II (diagnosa

keperawatan), standar III (identifikasi hasil), standar IV (implementasi) dan

standar V (evaluasi). Penelitian ini akan menerapkan standar asuhan

keperawatan dari Depkes RI (1997), dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal untuk mendapatkan informasi

kesehatan fasien dan menentukan masalah kesehatannya (Depkes RI,

1997 dalam Kurniadi, 2013: 51). Tahap pengkaijan antara lain

mengumpulkan data (obyektif dan subyektif), membuat analisis data

dan merumuskan diagnosa keperawatan. Aspek-aspek pengkajian

meliputi pemeriksaan fisik, status psikososial-spiritual, pola hidup

30
sehat, dilakuakan salam waktu 24 jam sesudah pasien masuk,

dilakukan oleh perawat bertanggung jawab terjadap pasien tersebut.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan jelas, singkat dan

pasti tentang masalah pasien serta pengembangan yang dapat

dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan (Depkes RI,

1997 dalam Kurniadi, 2013: 51). Diagnosa keperwatan dapat dibagi

menjadi aktual (masalahnya nyata) dan resiko (masalah akan terjadi

bila tidak dilakukan tindakan keperawatan). Rumus untuk menulis

diagnosa adalah PES (Problem Etilogi Syndrome). Adapun aspek

diagnosa keperawatan yaitu sesuai prioritas masalah, mencakup

kurangnya pengetahuan, dan dirumuskan dengan benar.

3. Perencanaan

Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan

yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai diagnosa

keperawatan yang telah ditentukan dengan terpenuhinya kebutuhan

pasien (Depkes RI, 1997 dalam Kurniadi, 2013: 51). Langkah-langkah

yang harus diikuti dalam membuat rencana asuhan keperawatan adalah

menetapkan urusan prioritas masalah, merumuskan tujuan yang akan

dicapai dan menentukan rencana tindakan keperawatan. Aspek pada

31
tahap perencanaan adalah rencana asuhan keperawatan dikembangkan

oleh perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut,

memuat tujuan dan kriteria hasil, mencakup tindakan observasi

keperawatan, mencakup terapi keperawatan, pendidikan kesehatan,

tindakan kolaborasi, rencana asuhan keperawatan melibatkan

pasien/keluarga.

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah

ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi (Depkes

RI, 1997 dalam Kurniadi, 2013: 51). Langkah-langkah tindakan

keperawatan adalah tahap persiapan (terutama alat dan bahan) dan

tahap pelaksanaan (mengutamakan keselamatan dan keamanan serta

kenyamanan pasien). Aspek-aspek yang ada pada tahap implementasi

adalah tindakan observasi, terapi keperawatan, pendidikan kesehatan,

dan kolaborasi serta respon pasien terhadap tindakan keperawatan.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta

pengkajian ulang rencana keperawatan (Depkes RI 1997 dalam

Kurniadi, 2013: 52). Langkah-langkah evaluasi yaitu mengumpulkan

data perkembangan pasien, menafsirkan perkembangan,

membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan,

mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar

32
normalnya. Penafsiran hasil evaluasi antara lain tujuan tercapai,

tercapai sebagaian, dan tujuan tidak tercapai. Aspek-aspek yang harus

ada pada tahap evaluasi adalah diagnosa keperawatan diievaluasi

setiap hari sesuai hasil SOAP dan diagnosa keperawatan yang sudah

teratasi terlihat didokumentasi.

1.5.4 Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat

Wahyudi (2009: 120) mengungkapkan bahwa kepemimpinan

diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggerakkan,

mengarahkan, sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara kerja setiap

anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja terutama dalam pengambilan

keputusan untuk kepentingan percepatan pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan. Sementara kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-

fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam

waktu tertentu (Wirawan, 2009: 67). Atau kinerja adalah sejauh mana

seseorang telah memainkan bagiannya dalam melaksanakan strategi

organisasi (Riniwati, 2011 dalam Mahendra. I. G dan Brahmasari. I. A,

2014: 26).

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

kepemimpinan yang baik akan mempengaruhi kinerja yang ada didalam

dirumh sakit, pemimpin akan berupaya memaksimalkan perannya kepada

karyawan dalam mamajukan rumah sakit atau perusahan untuk mencapai

tujuan dengan kinerja yang dihasilkan para pekerjanya. Dalam arti bahwa

kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah sakit. Hal

33
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Oluseyi,

S.(2009), menemukan bahwa kinerja karyawan sangat dipengaruhi oleh

kepemimpinan efektif. Hal ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh

Endro, dan Sujiono, M (2012) yang berpedapat bahwa adanya hubungan

yang hubungan positif bermakna antara kepemimpinan terhadap kinerja.

Kartono (2006: 36) mengungkapkan bahwa konsepsi mengenai

persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal

penting yaitu sebagai berikut:

1. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan

wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan

bawahan untuk berbuat sesuatu.

2. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang

mampu membawahi atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut

patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan

tertentu.

3. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan

atau keterampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari

kemampuan anggota biasa.

1.5.5 Pengaruh Displin Kerja terhadap Kinerja Perawat

Disiplin seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta

melaksanakan tugas-tugasnya, baik secara sukarela maupun karena

terpaksa. Kedisiplinan diartikan jika karyawan selalu datang dan pulang

tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik,

34
mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang

berlaku (Mahendra. I. G dan Brahmasari. I. A, 2014:26). Sementara

Wibowo (2012:7) berpendapat bahwa kinerja adalah suatu hasil yang

dicapai oleh karyawan dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya secara

efektif dan efisien.

Dari definisi itu disimpulkan bahwa disiplin kerja dengan disiplin

orang akan bekerja sesuai dengan prosedur dan ketetapan yang ditetapkan

oleh rumah sakit agar perawat tersebut bekerja secara profesional dalam

menjalankan tugasnya. Dengan begitu disiplin kerja akan memengaruhi

kinerja perawat dalam menjalankan tugas, semakin disiplin perawat itu,

seharusnya semakin bagus pelayanan atau kinerja yang dihasilkan oleh

rumah sakit. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

dikemukakan Susanty, A, dan Baskoro, SW (2012), bahwa adanya

pengaruh antara disiplin kerja terhadap kinerja karyawan. Hal ini sama

dengan yang diungkapkan oleh Endro, dan Sujiono, M (2012), dalam

penelitiannya yang menyebutkan bahwa ada hubungan positif bermakna

disiplin kerja terhadap kinerja. di samping itu, ada penelitian lain yang

dilakukan oleh Pomalingo.R, Mandey. S.L, dan Yantje Uhing. Y (2015:

537) yang mengatakan adanya pengaruh positif dan signifikan antara

disipin kerja terhadap kinerja pegawai.

35
1.5.6 Pengaruh Kepemimpinan dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja

Perawat

Syaiful (2009: 114) menyatakan bahwa kepemimpinan berasal dari

kata pemimpin, maksudnya adalah orang yang dikenal oleh dan berusaha

mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisir visinya. Sementara

Kartono (2006: 2) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan cabang

dari kelompok ilmu administrasi, khususnya ilmu administrasi negara.

Dalam kepemimpinan itu terdapat hubungan antara manusia yaitu,

hubungan mempengaruh dari pemimpin dan hubungan kepatuhan-ketaatan

para pengikut karena dipengaruhi oleh kewibawaan pemimpin. Para

pengikut terkena pengaruh kekuatan dari pemimpinnya, dan bangkitlah

secara spontan rasa ketaatan pada pemimpin. Nitisemito (2008:36)

mengemukakan disiplin sebagai suatu sikap, perilaku dan perbuatan yang

sesuai dengan peraturan dari perusahaan, baik tertulis maupun tidak

tertulis. Sementara Mangkunegara (2011:67) mendefinisikan kinerja

adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang telah dicapai oleh

seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Dari uraian diatas di didapatkan gambaran bahwa kepemimpinan

dan disiplin kerja sangat dalam pengelolaan rumah sakit sangat penting

dimana kemajuan rumah sakit yang ditunjang dengan kepemimpinan yang

baik dan disiplin kerja dari perawat yang tinggi menjadi ujung tombak.

Tentu dengan kepemimpinan yang baik dan disiplin kerja perawat yang

tinggi akan menghasilkan kinerja yang positif. Dengan kata lain bahwa

36
kepemimpinan dan disiplin kerja berpegaruh pada kinerja perawat di

rumah sakit. Hal ini sama dengan yang diungkapkan dalam penelitian

oleh Soleha. K.L, Anton Tirta Komara.A.T, dan Sudia. Y.(2012: 47) yang

mengatakan bahwa adanya pengaruh antara kepemimpinan dan disiplin

kerja terhadap kinerja pegawai. Hal ini menunjukan bahwa kepemimpinan,

disilin kerja dan kinerja adalah salah satu elemen yang saling terkait dalam

pengelolaan rumah sakit dalam mencapai tujuan yang berangkat dari visi

dan misi rumah sakit tersebut.

Dalam melaksanakan pekerjaannya, seorang pemimpin dituntut

untuk dapat bertindak adil terhadap bawahannya agar tujuan dari

organisasi dapat terlaksana dengan lancar. Berkaitan dengan hal tersebut

Stephen P. Robbin (2006:432) mengemukakan pendapatnya bahwa

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelompok

menuju pencapaian sasaran. Dari pendapat Robbins di atas, maka jelaslah

bahwa kepemimpinan seseorang akan dihargai oleh bawahannya

(karyawan) jika pemimpin tersebut dapat menghargai dari apa yang telah

dikerjakan oleh karyawannya. Kemampuan seseorang dalam memimpin

sangat diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pemimpin

yang berhasil adalah pemimpin yang dapat memengaruhi bawahannya

bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, ini sejalan dengan

pendapat Gary Yukl (2010:22) berasumsi bahwa kepemimpinan

melibatkan proses pengaruh yang berkaitan dengan memudahkan kinerja

tugas kolektif. Artinya secara tersirat menjelaskan bahwa terdapat

hubungan yang erat antara kepemimpinan dengan kinerja.

37
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan dalam

meningkatkan kinerja karyawannya adalah dengan mendisiplinkan

karyawannya. Keith Davis dan John W. Newstrom (dalam Hariandja,

2009:300), menyebutkan bahwa beberapa pendekatan untuk meningkatkan

disiplin yaitu meliputi disiplin preventif, disiplin korektif, dandisiplin

progresif. Ditegakkannya disiplin, bukan hanya untuk karyawan saja,

tetapi juga bagi pengelola perusahaan (manajemen).

Berdasarkan Uraian kerangka pemikiran diatas maka di gambarkan

kerangka pemikiran konseptual penelitian ini yaitu:

Kepemimimpinan (X1)
1. Perencanaan dan pengorganisasian.
2. Penugasan dan pengarahan.
3. Pemberian bimbingan.
4. Mendorong kerja sama dan
Kinerja Perawat (Y)
pertisipasi.
5. Koordinasi. 1. Pengkajian
6. Evaluasi keterampilan kerja 2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan
(Kron, 2010: 86)
4. Implementasi
5. Evaluasi
Disiplin Kerja (X2)
1. Disiplin Preventif (mendorong SDM untuk (Giliies, 1996, dalam
mentaati standar atau peraturan Kurniadi. A, 2013: 150)
2. Disiplin Korektif (tindakan indispliner,
peringatan, skors, pemecatan)
3. Disiplin Progresif ( tindakan indispliner
yang dilakukan berulang kali)

(Davis dan Newstrom, 1985 dalam Sutrisno


(2009:100)

Gambar 1.4 Paradigma Konseptual Penelitian

38
6.1 Hipotesis
Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran diatas maka

hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Hipotesis utama adalah:

Terdapat pengaruh kepemimpinan dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja

Perawat (Y) secara parsial maupun simultan di RS SMC Kabupaten

Tasikmalaya.

Sub Hipotesis adalah :

1. Kepemimpinan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja perawat di

RS SMC Kabupaten Tasikmalaya.

2. Disiplin Kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja Perawat di

RS SMC Kabupaten Tasikmalaya.

39

Anda mungkin juga menyukai