Anda di halaman 1dari 33

Executive Summary

I. ALUR KEKERASAN

Proses transisi menuju demokrasi telah berjalan hampir sepuluh


tahun sejak 1998 dan proses ini tidak berjalan mulus, salah satu
kerikil yang menghalangi laju roda demokrasi adalah kekerasan
terhadap kelompok agama/kepercayaan. Kekerasan terhadap
warga Ahmadiyah di Manis Lor Kab. Kuningan Jawa Barat dan
Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat, Al Qiyadah Al Islamiyah
di Padang, Sejumlah Gereja di Kab. Bandung Jawa Barat, dan
Syiah di Bangil Jawa Timur merupakan contoh kekerasan itu.
Timbul pertanyaan kenapa muncul kekerasan terhadap
kelompok-kelompok agama tersebut ? dan apa motif atau
kepentingan aktor yang melakukan kekerasan tersebut ? lalu
bagaimana dengan respon dari negara terhadap kekerasan
tersebut ? dan siapa aktor-aktor yang melakukan kekerasan ?
aturan hukum apasaja yang dilanggar ?

Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, maka


LBH Jakarta dan Kontras sebagai bagian dari Aliansi
Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama Dan Kepercayaan
(AKKKB) melakukan investigasi untuk mencari hal-hal yang
bisa menjelaskan phenomena kekerasan terhadap kelompok-
kelompok keagamaan tersebut. Lokasi investigasi adalah
wilayah yang secara riil merupakan tempat terjadinya kekerasan
terhadap kelompok-kelompok keagamaan tersebut seperti Pulau
Lombok NTB, Manis Lor Kab. Kuningan Jawa Barat, Al
Qiyadah Al Islamiyah di Padang, dan sejumlah gereja di Kab.
Bandung Jawa Barat.

Metode investigasi yang dilakukan adalah melakukan


wawancara secara mendalam (in depth interview) dengan pelaku
kekerasan, aparat penegak hukum, pemerintah lokal, korban
kekerasan, dengan harapan memperoleh informasi (data primer)
yang merupakan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan, dan
melakukan studi pustaka dan menelusuri informasi kekerasan

1
yang terjadi di beberapa daerah di sejumlah media masa (data
sekunder).

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap kelompok-kelompok agama


tersebut yang ditemukan oleh para investigator di lapangan
adalah sebagai berikut :

1. Intimidasi berupa terror dan ancaman terhadap kelompok-


kelompok agama dengan tujuan untuk keluar dari
ajarannya, misalnya dengan penyebaran pamphlet,
spanduk dan buku-buku yang substansinya menghasut
masyarakat untuk melakukan kekerasan terhadap
kelompok-kelompok agama;
2. Kebijakan pemerintah lokal dan fatwa MUI pusat dan
daerah yang memicu/memprovokasi masyarakat untuk
melakukan kekerasan terhadap kelompok-kelompok
agama non-mainstream;
3. Pengrusakan, penyegelan dan penutupan rumah ibadah dan
pengrusakan peralatan perlengkapannya, serta
pengrusakan terhadap tempat tinggal kelompok-kelompok
agama;
4. Hasutan-hasutan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh agama
lokal dan nasional untuk melakukan kekerasan terhadap
kelompok-kelompok agama;
5. Kekerasan fisik yang menyebabkan luka dan
meninggalnya korban sebagai akibat dari kekerasan
tersebut.

Kekerasan yang terjadi terhadap Syiah di Bangil Jawa Timur,


Ahmadiyah di Manis Lor dan Pulau Lombok NTB, Al Qiyadah
Al Islamiyah di Padang, sejumlah gereja di Kab. Bandung Jawa
Barat, mempunyai alur yang hampir sama, yaitu sebagai berikut
:

Tahapan pertama, pencucian otak akar rumput (brainwash)


untuk melakukan kekerasan melalui media seminar di tingkat

2
lokal, pengajian akbar, pengiriman akar rumput ke seminar
nasional, penataran di tingkat lokal.

Tahapan kedua, pra-kondisi sebelum melakukan kekerasan di


mana terdapat intimidasi seperti penyebaran spanduk dan
pamphlet serta buku-buku yang menghasut masyarakat untuk
melakukan kekerasan terhadap suatu kelompok agama.

Tahapan ketiga, aksi kekerasan yaitu melakukan pengrusakan,


penyegelan,penutupan paksa rumah ibadah dan tempat tinggal
milik kelompok agama minoritas, dan juga kekerasan fisik
terhadap pengikut kelompok agama minoritas.

Tahapan keempat, pengusiran paksa atau evakuasi paksa


pengikut dan disertai dengan tindakan kriminalisasi dari aparat
penegak hukum.

Kekerasan terhadap Syiah di Bangil, Ahmadiyah di Lombok


dan sejumlah gereja di Kab. Bandung masuk sampai ke tahapan
ketiga. Sementara kekerasan terhadap warga Ahmadiyah di
Pulau Lombok khususnya di perumahan Asri Ketapang Kab.
Lombok Barat masuk sampai ke tahapan ke empat. Aparat
Pemda Lombok Barat dan polisi melakukan evakuasi paksa
terhadap warga Ahmadiyah ke Asrama Transito di Mataram,
dan juga kekerasan terhadap Al Qiyadah Al Islamiyah masuk
sampai ke tahapan keempat di mana pengikut Al Qiyadah Al
Islamiyah dipaksa untuk dievakuasi ke Mapolres Padang,
bahkan mereka dikriminalkan oleh polisi karena melanggar
pasal 156 a KUHP.

Anatomi aktor-aktor kekerasan terhadap kelompok agama


minoritas dibagi kedalam dua kelompok yaitu

a. Aktor intelektual, yaitu mereka yang melakukan hasutan,


ajakan, memfasilitasi, merencanakan kekerasan dan
mempengaruhi masyarakat untuk melakukan kekerasan;

3
b. Aktor lapangan, yaitu mereka yang melakukan kekerasan
di lapangan, seperti melakukan intimidasi, menyerang,
merusak, dan menyegel rumah ibadah/tempat tinggal,
kriminalisasi korban.

Sebetulnya para aktor intelektual dan aktor lapangan bisa dijerat


pasal 160 jo. pasal 55 jo. 170 KUHP. Tetapi faktanya minim
sekali penegakan hukum terhadap para pelaku kekerasan, yang
ada hanyalah penegakan hukum terhadap aktor lapangan seperti
kasus kekerasan 13 desember 2007 di Manis Lor, sementara
aktor-aktor intelektual belum tersentuh penegakan hukum.
Kekerasan tersebut juga melanggar berbagai aturan hukum
mulai dari konstitusi yang berkaitan dengan hak hidup, hak
untuk melangsungkan kehidupan dan hak atas kebebasan
beragama, UU No.12/2005 tentang ratifikasi Kovenan Hak
Sipol, UU HAM No.39/1999, pasal 1 ayat (1) Deklarasi PBB
Tentang Hak-Hak Minoritas, pasal 1 ayat (1) Deklarasi PBB
tentang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi Dan
Diskriminasi Atas Dasar Agama, Etnis Dan Bahasa.

Terdapat perbedaan motif/kepentingan yang melandasi atau


menjadi pendorong para aktor intelektual dan lapangan untuk
melakukan kekerasan terhadap kelompok agama minoritas, yaitu
sebagai berikut:

1. Kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah di Manis Lor Kab.


Kuningan Jawa Barat, memperlihatkan ada kepentingan
politis elit lokal menjelang Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) Kuningan 2008, ini salah satu pemicu kekerasan
terhadap Ahmadiyah. Wakil Bupati sekarang sangat aktif
memfasilitasi keinginan aktor-aktor intelektual dan
lapangan dengan menyegel dan menutup sejumlah Mesjid
Ahmadiyah di Manis Lor, bahkan Wakil Bupati
memberikan janji politis jika dia terpilih menjadi Bupati di
Pilkada 2008. Begitu juga Bupati yang sekarang berusaha
memperoleh dukungan dari para aktor intelektual dan

4
lapangan, dengan memfasilitasi pertemuan dengan
kelompok pelaku kekerasan dan secara tiba-tiba Bupati
berubah keberpihakan pasca pertemuan dengan kelompok
penyerang. Awalnya Bupati mendukung keberadaan
Ahmadiyah di Manis Lor, namun setelah pertemuan
dengan kelompok penyerang akhirnya Bupati berubah
sikap. Ada juga kepentingan dari Lembaga Pengkajian dan
Penelitian Islam (LPPI) dan MUI untuk melarang
Ahmadiyah di Kuningan, di mana LPPI aktif memfasilitasi
pemuda-pemuda Manis Lor untuk hadir di seminar Anti-
Ahmadiyah 11 Agustus 2002, dan pasca seminar tersebut
eskalasi kekerasan terhadap Ahmadiyah di Manis Lor
semakin meningkat ;
2. Kasus Al Qiyadah Al Islamiyah di Padang, diperoleh fakta
bahwa motif ekonomi yang merupakan pemicu kekerasan
terhadap Al Qiyadah Al Islamiyah. Di mana Al Qiyadah
Al Islamiyah mempunyai unit usaha yang berkembang di
Padang, dan ini menjadi pesaing bisnis dari salah satu
aktor intelektual dibalik kekerasan terhadap Al Qiyadah Al
Islamiyah, dan dia memamfaatkan momentum fatwa MUI
Sumatera Barat (Sumbar) untuk mendesak Bakor Pakem
Sumbar untuk melarang Al Qiyadah Al Islamiyah, dan
juga melakukan pengrusakan atas unit usaha pengikut Al
Qiyadah Al Islamiyah;
3. Kasus kekerasan terhadap Syiah di Bangil Jawa Timur,
dilatarbelakangi oleh perseteruan antara Suni dan Syiah,
dan perseteruan tersebut menjadi sangat laten. Sebenarnya
MUI memfatwakan waspada terhadap Syiah dan belum
menyatakan sesat, tetapi di lapangan terdapat distorsi
informasi, dan menuduh Syiah adalah sesat, dan ini yang
memicu kekerasan;
4. Kasus kekerasan terhadap sejumlah gereja di Kab.
Bandung Jawa Barat, isu kristenisasi sengaja dihembuskan
oleh AGAP (Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan) yang
merupakan unit organisasi FUUI yang mempunyai afiliasi
politik ke Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Warga
kristiani kesulitan untuk memperoleh ijin mendirikan

5
rumah ibadah, walaupun sudah mendaftarkan permohonan
ke pemerintah lokal. Sementara AGAP menuduh rumah
tempat tinggal dijadikan gereja, dan AGAP khusus
didirikan untuk membendung kristenisasi di Jawa Barat.

II. ALUR DISKRIMINASI

Syiah

Diskriminasi berupa pembedaan perlakuan oleh aparat.


Dalam kasus Syiah di Bangil ini dimulai dari tidak
ditindaklanjutinya laporan kelompok Syiah akan adanya
kemungkinan ceramah yang bersifat hasutan, fitnah serta
provokasi oleh ust. Tohir Al Kaff. Meskipun aparat
kepolisian hadir saat ceramah tersebut tetapi tidak ada upaya
untuk menghentikannya, termasuk mendiamkan aksi setelah
ceramah berupa sweeping rumah anggota Syiah yang disertai
teror dan pengrusakan. Alasan yang dikemukakan adalah
jumlah aparat yang kurang.
Setelah terjadinya pengrusakan, lagi-lagi laporan kelompok
Syiah atas pengrusakan tersebut tidak ditindaklanjuti dengan
serius.
Diskriminasi perlakuan ini bisa dilihat dari perbandingan
dengan kasus lain. Dalam kasus lain, laporan anggota
masyarakat kontra Syiah cepat ditanggapi. Peristiwa bermula
saat pemuda kontra Syiah dan pemuda Syiah bertemu dan
saling memandang hingga akhirnya pemuda Syiah tersebut
mencekik leher pemuda kontra Syiah. Beberapa bulan setelah
laporan, kasus langsung di sidangkan ke pengadilan dengan
putusan menghukum pemuda Syiah dua bulan kurungan.
Perlu dilihat lebih jauh, apakah aparat kepolisian mengambil
sikap berbeda karena adanya fatwa MUI atau lebih karena
pemahaman umum di Indonesia bahwa Syiah
menyelewengkan ajaran Islam.

6
Al Qiyada

Fatwa MUI
MUI Sumbar mengeluarkan fatwa tentang al Qiyada sesat
pada September 2007,
Aksi kekerasan massa 2 Oktober 2007
Pernyataan Pemkot Padang memperkuat fatwa MUI
4 Oktober 2007 Pemerintah Kota Padang mengeluarkan
rekomendasi memperkuat fatwa MUI Sumatera Barat dengan
menyatakan bahwa Al Qiyadah Al Islamiyah merupakan
aliran sesat dan harus ditindak1

Pernyataan Gubernur Sumbar


Pada waktu yang sama, Gubernur Sumatera Barat, Gemawan
Fauzi menyatakan bahwa para pengikut ajaran Al Qiyadah
Al Islamiyah adalah kelompok-kelompok yang basic
agamanya lemah dan meminta masyarakat Sumatera Barat
tidak mudah mengikuti ajaran-ajaran baru yang tidak jelas
rujukannya2

Keputusan Bakor Pakem Sumbar


5 Oktober 2007 Bakor Pakem Sumbar di bawah pimpinan
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, mengeluarkan
Keputusan a.l: ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah adalah ajaran
sesat dan menyesatkan dan telah keluar dari ajaran Islam3,
melarang segala bentuk dan kegiatan ajaran Al Qiyadah Al
Islamiyah di Daerah Sumatera Barat, Barang siapa yang tidak
mengindahkan dan melanggar keputusan ini akan diambil
tindakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pernyataan Menteri Agama


7 Oktober Menteri Agama Maftuh Basyuni menyatakan
bahwa setiap paham yang berlaku di kalangan umat Islam
harus merujuk pada Al Quran dan Hadits. kalau tidak sesuai
1 Okezone Pemkot Padang Minta Al Qiyadah ditindak, 4 Oktober 2007
2 Padang Express Jangan Mudah Percaya Ajaran Baru, 4 Oktober 2007
3 Keputusan BAKOR PAKEM Sumatera Barat butir ini senada dengan fatwa MUI Sumatera Barat

7
dengan Al Quran dan Hadits jangan macam-macam. Setiap
aliran yang dinilai menodai ajaran agama yang berlaku di
Indonesia akan dijatuhi pasal penodaan agama oleh
Kejaksaan Agung RI. sesuai undang-undang, Kejagung
yang akan menjatuhkan sanksi, jadi Depag tidak
menghakimi4

Keputusan Jaksa Agung


Jaksa Agung No: Kep-116/A/JA/11/2007 kemudian juga ikut
mengelurkan surat keputusan yang senada dengan Bakor
Pakem Sumbar tanggal 9 Nopember 2007, yang memutuskan:
melarang aliran Al Qiyadah Al Islamiyah dalam segala
bentuknya di seluruh wilayah Indonesia, Memerintahkan
kepada jajaran Kejaksaan RI dan Tim Koordinasi PAKEM di
seluruh Indonesia untuk melakukan pengawasan terhadap
kegiatan Al Qiyadah Al Islamiyah tersebut dan melakukan
tindakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
apabila keputusan ini tidak diindahkan.

Mengenai tindak kekerasan terhadap kelompok al Qiyada


terdapat pola sebagai berikut :

Melakukan pembiaran dengan tidak memberikan


perlindungan
Di depan mata para petugas kepolisian, di bawah komando
Kapoltabes Padang KBP Tri Agus Heru, para pelaku
kekerasan dengan bebasnya melakukan intimidasi, provokasi
dan menebarkan propaganda kebencian, lantas melakukan
pendobrakan dan perusakan terhadap harta benda milik
keluarga Dedi Priadi, tanpa antisipasi dari petugas kepolisian
yang ada di lokasi saat itu. Dalam hal ini tidak ada

4 Haluan Menag: Sesat, Aliran yang tak Merujuk Alquran dan Hadits, 7 Oktober 2007

8
penangkapan, penahanan, dan segala proses hukum lainnya
yang diatur menurut undang-undang5.
Evakuasi paksa korban + interogasi
Sebaliknya, petugas malah melakukan evakuasi paksa
terhadap seluruh anggota keluarga Dedi Priadi yang
menghuni rumah tersebut ke Poltabes Padang untuk
dilakukan pemeriksaan (interogasi).
Penyegelan rumah korban
Dan kemudian menyegel rumah Dedi Priadi dengan
menggunakan police line (pita polisi).
Penggeledahan + penyitaan barang-barang korban
Serta melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap
barang-barang milik Dedi Priadi dan keluarganya. Fenomena
ini menunjukan bahwa dalam peristiwa kekerasan tersebut,
yang seolah-olah menjadi tersangka adalah Dedi Priadi dan
keluarganya, bukan para pelaku kekerasan tersebut.
Laporan Tidak Ditindaklanjuti
Aparat kepolisian tidak menindaklanjuti laporan yang
diberikan oleh Dedi Priadi bersama isterinya, pada tanggal 2
Oktober 2007, terhadap tindak perusakan dan perbuatan tidak
menyenangkan yang dilakukan oleh para pelaku. Meskipun,
laporan tersebut dilakukan secara resmi dan diterima oleh
SPK Shief A Ipda Andra Anggasari.
Berdasarkan keterangan Kasat Reskrim, Kompol Mukti
Juharsa, SIK, pihak kepolisian masih mencari bukti-bukti
kuat untuk menjadikan seseorang sebagai tersangka atas
pelaporan Dedi Priadi dan isterinya. Padahal, aksi kekerasan
tersebut dilakukan di depan mata para petugas kepolisian.

Begitu pula sikap polisi terhadap laporan yang diberikan oleh


Juis Marlina (23 th) atas penganiayaan terhadap dirinya yang
dilakukan oleh keluarganya sendiri. Meskipun laporan sudah
diterima oleh pihak Poltabes Padang berdasarkan laporan
polisi No. LP/2005/K/X/2007-Tabes, sejak tanggal 18

5 UU No.8 Tahun 1981 (KUHAP) dan UU No.2 Tahun 2002 (UU Kepolisian RI) memberikan wewenang kepada

Kepolisian untuk melakukan penangkapan, penahanan, penyelidikan, penyidikan, dst. Terhadap semua orang yang melakukan
tindak pidana.

9
Oktober 2007, namun sampai saat ini laporan tersebut belum
ditindaklanjuti.
Kriminalisasi
Sebaliknya, laporan terhadap Dedi Priadi dan para pengikut
Al Qiyadah Al Islamiyah yang lain, atas tuduhan melakukan
tindak pidana penodaan agama, yang dilaporkan oleh 15
ormas Islam pada 8 Oktober 2007 berdasarkan laporan polisi
No. LP/1971/K/X/2007-Tabes dimana petugas yang
menerima adalah petugas yang sama, yakni SPK Shief A Ipda
Andra Anggasari, laporan ini langsung ditindaklanjuti oleh
jajaran Reskrim dengan memeriksa saksi pelapor, Ketua
Forum Libas Sumatera Barat, Khairul Amri, S.E., serta
tindakan-tindakan kepolisian lainnya, seperti penangkapan,
penahanan, dan penyidikan, sebagaimana diminta oleh para
pelapor.
Penangkapan dan penahanan
Pada tanggal 31 Oktober 2007, Dedi Priadi beserta isteri dan
5 pengikut Al Qiyadah lainnya ditangkap di Hotel Femina
oleh jajaran Reskrim dan Intelkam Poltabes Padang. Dimana
penangkapan tersebut sebenarnya sudah direncanakan
sebelumnya. Yakni dengan cara (trik) meyakinkan Dedi
Priadi beserta keluarganya untuk mengamankan diri di Hotel
Femina yang telah disiapkan oleh polisi. Trik ini dilakukan
oleh polisi karena Dedi Priadi sebelumnya tidak berada di
kota Padang, dan hanya dikenakan wajib lapor. Dalam
penangkapan tersebut, Poltabes mengerahkan pasukan
bersenjata dan dilakukan di depan umum dengan liputan
media.

Selanjutnya proses pemeriksaan di Poltabes Padang


dilakukan secara marathon (11 jam) tanpa istirahat, termasuk
di malam hari.

Pelanggaran terhadap hak-hak Tersangka yaitu :


a. Pada saat penangkapan terhadap Dedi Priadi beserta isteri
dan 5 pengikut Al Qiyadah Padang lainnya, petugas
kepolisian tidak menunjukan Surat Perintah Penangkapan.

10
Surat tersebut baru dibuat oleh pihak kepolisian keesokan
harinya, yaitu pada tanggal 1 Nopember 2007.
b. Dasar penangkapan dibuat secara mengada-ada. Seperti
yang termuat di dalam surat perintah penangkapan, Dedi
Priadi ditangkap dengan tuduhan bahwa berdasarkan bukti
yang cukup diduga keras telah melakukan tindak pidana
penodaan agama yang diketahui terjadi pada hari selasa
tanggal 2 Oktober 2007 sekitar jam 08.30 WIB di Jl. Dr.
Sutomo No. 12 Kec. Padang Timur, Padang. 2 Oktober
2007 adalah saat terjadi aksi kekerasan di kediaman Dedi
Priadi, yang membuatnya sekeluarga dievakuasi paksa ke
Poltabes Padang dan menjalani pemeriksaan.
c. Dedi Priadi dan para tersangka lainnya tidak diberikan
akses pada salinan Berita Acara Pemeriksaan. Alasan yang
diberikan oleh pihak kepolisian adalah karena mereka
tidak memintanya. Hal ini tidak mengherankan karena
polisi tidak memberitahukan hak-hak mereka sebagai
tersangka waktu pemeriksaan dilakukan.
d. Para penyidik dari Satuan Reskrim Poltabes Padang, yang
diperkirakan bernama Indra, Awal dan Syaholo sempat
meminta isteri Dedi Priadi untuk membayar sejumlah Rp
25 juta untuk mengubah keterangan memberatkan yang
termuat dalam BAP Dedi Priadi dan anak mereka, Gerry
Lufthi Yudistira. Dedi Priadi pernah menyerahkan uang
sejumlah Rp 1 juta kepada salah seorang penyidik yang
diperkirakan bernama Indra.
e. Isteri Dedi Priadi tidak diperkenankan meminta kembali
barang miliknya berupa 1 unit komputer desktop yang
sehari-hari digunakan untuk usaha wartel, padahal barang
tersebut tidak termasuk dalam daftar penyitaan. Pihak
penyidik hanya akan mengembalikan apabila barang
tersebut diganti dengan 1 unit komputer baru dengan
alasan bahwa barang tersebut merupakan barang bukti
yang sementara digunakan untuk kepentingan
penyelidikan.

11
Selain diskriminasi yang dilakukan pemerintah, media juga
menunjukkan sikap serupa. Pemberitaan yang dilakukan oleh
media massa lokal terkait dengan kasus Al Qiyadah Padang
tidak dilakukan secara berimbang (cover both side). Tidak ada
pihak Al Qiyadah Padang yang diminta konfirmasi atau
klarifikasinya. Atas pemberitaan yang diskriminatif ini, persepsi
dan opini masyarakat berkembang ke arah yang keliru terhadap
posisi kasus Al Qiyadah Padang ini, dan semakin memojokan
mereka.

AHMADIYAH
Keluarnya SKB I dan II
Bakor Pakem mengeluarkan surat kepada Kapolres Kab.
Kuningan untuk melakukan penyelidikan terhadap Ustadz,
Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pengurus yang menganut
Ahmadiyah sesuai atas dasar pasal 156 a KUHP.
Bakor Pakem juga mengirimkan surat kepada Camat Kec.
Jalaksana untuk menertibkan KTP Jemaat Ahmadiyah dan
agar Kantor Urusan Agama (KUA) menolak pernikahan
Jemaat Ahmadiyah . Akibat surat ini terdapat 150 pasangan
yang tidak bisa dicatat pernikahannya. Hal ini berdampak
pada pendidikan anak-anak pasangan tersebut dan status
keluarga Jemaat Ahmadiyah. Begitu juga terdapat kesulitan
Jemaat Ahmadiyah untuk menjalankan ibadah haji.
Pemerintah daerah mendiamkan spanduk-spanduk yang
bernada intimidasi terhadap kebebasan menganut ajaran
agama warga JAI
Tindak kekerasan terhadap JAI Lombok tahun 1998, 2001,
2002, 2005, 2006 cenderung dibiarkan oleh kepolisian serta
tidak pernah ditindaklanjuti oleh kepolisian
Untuk tindakan penegakan hukum kasus penyerangan
Ahmadiyah tanggal 13 dan 18 Desember 2007, pihak Polres
Kab. Kuningan masih diskriminatif di mana hanya aktor

12
lapangan saja yang bisa dijerat oleh hukum, sementara para
aktor intelektual belum tersentuh oleh hukum.
388 Jemaat Ahmadiyah sempat mengungsi ke MaPolres
Lombok Timur. Di Mapolres Lombok Timur, mereka
mengalami intimidasi, dan bahkan pengurus Ahmadiyah
disekap dan tidak boleh keluar dari Mapolres dan dipaksa
untuk menandatangani surat untuk keluar dari Ahmadiyah.
Tidak tahan dengan kehidupan di Mapolres Lombok Timur,
akhirnya mereka diveakuasi ke Asrama Transito (transit
Transmigrasi) di Mataram.
Pemerintah daerah dan aparat keamanan setempat
membiarkan kekerasan dan pengusiran terhadap Jemaat
Ahmadiyah yang menempati rumah baru di Perumahan Bumi
Asri Ketapang Kecamatan (Kec) Lingsar Lombok Barat.
Akhirnya Jemaat Ahmadiyah dipaksa kembali ke Asrama
Transito.
GEREJA

Diskriminasi terhadap umat nasrani khususnya terkait dengan


tempat peribadatan dan hak beribadat sebagai berikut :
Penyegelan oleh Kades, Ketua RT dan Ketua RW
Tanggal 25 Oktober 1999, Kepala Desa, Ketua RT, dan
Ketua RW 14 melakukan penyegelan terhadap gereja yang
dipimpin oleh Bpk. Hermintoyo.
Rapat antara birokrasi pemerintahan di daerah dengan
pengurus gereja yang tidak imbang hingga kesepakatan
biasanya merugikan pihak gereja. 22 Agusutus 2005, rapat
bersama oleh muspika, Pengurus Gereja Sukapirus, koramil,
polsek dayeuh kolot, Kepala KUA, MUI, Kepala
Desa/kelurahan, dan para tokoh masyarakat. Kesepakatan
dari pertemuan tersebut adalah melakukan penghentian
kegiatan gereja sementara di Sukapirus.
Perintah penutupan oleh aparat dan pemerintahan di daerah
24 Agusuts 2005 ada perintah untuk dilakukannnya
penutupan gereja oleh Camat, Kapolsek, Danramil Dayeuh
Kolot kepada GKP Dayeuh Kolot.
Surat Camat, Bupati

13
1. 23 November 2007, keluar surat himbauan dari Camat
Dayeuh Kolot untuk tidak menggunakan gedung sebagai
tempat ibadah.
2. 3 September 2005, surat yang dikeluarkan oleh Bupati
Bandung tentang Larangan penggunaan rumah tinggal
dijpakai tempat ibadah, nomor : 4522/1829/Kesbang,
surat ditujukan kepada 12 Gereja di Kabupaten Bandung
3. 31 Agustus 2005 keluar surat yang dikeluarkan oleh
Camat Ketapang tentang Larangan Penggunaan Rumah
Tinggal dipakai Tempat Peribadatan, Nomor :
452.2/3.16/Dantrantib,
Pemerasan saat mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
1. Pihak kelurahan pernah mendatangi pihak gereja dan
meminta uang sebesar Rp. 300.000/kepala yang bertanda
tangan, jika ada 90 tanda tangan maka gereja haru
mengeluarkan anggaran sebesar Rp. 27.000.000,- .
2. Hal yang sama juga terjadi di gereja Adven tak jauh dari
Komplek Permata Cimahi. Untuk mengurus perizinan
gereja harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 60.000.000,-
/bangunan untuk memperlancar proses mendapatkan IMB.
6

Penyerangan terkesan di back up oleh kepolisian karena


pelaku melibatkan aparat kepolisian.
Polisi turut serta mengintimidasi pihak gereja seperti
menyatakan Anda menandatangani saja surat pernyataan ini
untuk meredam amuk massa. .7
Kepolisian menegaskan bahwa polisi hanya menjalankan
tugas pengamanan,8 namun sebenarnya informasi rencana
penyerangan sudah didapatkan oleh pihak gereja tapi tidak
ada tindakan pencegahan.
Surat kepolisian untuk menghentikan ibadah
Kapolsek Padalarang mengeluarkan surat tentang
penghentian sementara ibadah gereja di wilayah Komplek
Permata Cimahi, Tani Mulya, Kec. Ngamprah, Kab.

6 Keterangan disampaikan oleh Simon Timoson, Ketua Forum Komunikasi Kristiani Jawa Barat.
7 Disampaikan oleh oleh Ibu Henokh Hermintoyo
8 Keterangan diberikan oleh Kanit Polsek Dayeuh kolot

14
Bandung, nomor B/69/VIII/2005/Polsek, tertanggal 6
Agustus 2005
Pengaduan 6 (enam) pendeta ke Polsek Padalarang dan Polres
Bandung pada tanggal 2 Agusutus 2005 tidak ditindaklanjuti.
Laporan pengurus GKP Dayeuh Kolot pada tanggal 23
November 2007 tentang penyerangan tidak ditindaklanjuti.

AL HAQ

Para pengikut digerebek dan ditangkap tanpa prosedur hukum


dan dasar kesalahan yang jelas. Karena itu mereka dilepaskan
dan di pulangkan kembali ke daerah/rumah masing-masing.
Para pengikut dianggap sesat, sehingga saat proses
penangkapan yang dilakukan oleh Kepolisian Resort
Sumedang, selain diperiksa secara justicia juga ada proses
pembinaan

Senin, 19 November 2007 4 (empat) orang Para pengikut,


yaitu Khaiyaroh warga Gempolsari, Bandung; Siti
Maemunah warga, Way Serdang, Talang, Lampung; Yesi
Susanti warga Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan;
dan Winarti warga Kebumen digerebek oleh aparat,
ditangkap dan untuk kemudian dimintai keterangan serta di
nasihati/briefing oleh tim dari MUI/Depag setempat, mereka
di berikas status korban penipuan, setelah itu kemudian
dilepaskan kembali

B. Antar Kasus

Tindakan diskriminatif yang paling menonjol yang terdapat di


hampir seluruh kasus adalah laporan tidak ditindaklanjuti dan
pembiaran terjadinya tindak kekerasan. Setelah 2 hal ini,

15
tindakan memperlakukan korban seperti pelaku juga menjadi
pola antara lain berupa tindakan kepolisian menyegel tempat
yang diserang, mengevakuasi korban ke kantor polisi dan
menginterogasi hingga akhirnya korban dikriminalisasi atau
diancam dikriminalkan.

Tindakan birokrasi di daerah ternyata juga memegang peranan


akan terjadinya diskriminasi terhadap korban. Walaupun
tindakan tersebut tidak berupa tindakan hukum (mengeluarkan
surat, himbauan atau pernyatan), dalam beberapa kasus tindakan
tersebut seakan mempunyai kekuatan hukum serta menimbulkan
implikasi hukum bagi korban.

Dari pola-pola diskriminasi baik dilihat dari sikap aparat


maupun kebijakan yang dikeluarkan, terlihat tidak adanya
netralitas dan sikap mengamini penyesatan yang ditimpakan
kepada korban.

III. PERAN dan RELASI AKTOR

Lembaga
Kedutaan Besar Asing Pengkajian MUI
Islam

Ulama lokal

Polisi
korban Paramiliter

Pemerintah
Daerah
Media
Kejaksaan
Military
Ormas Keagamaan
Masyarakat

16
Dari temuan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa ada peran-
peran aktor, baik non-pemerintah, pemerintah, maupun asing,
yang memiliki keterlibatan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap terjadinya kekerasan.

A. Aktor Non-Pemerintah

1. Lembaga Keagamaan
a. Majelis Ulama
- Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI terhadap kelompok
keagamaan minoritas memicu tindak kekerasan di
berbagai wilayah. Dalam hal ini para pelaku kekerasan
menggunakan fatwa tersebut sebagai alat legitimasi
tindakannya. Dan MUI membiarkan fatwanya dijadikan
legitimasi. Sehingga ada korelasi erat antara fatwa dan
tindak kekerasan.

Terbukti bahwa kelompok-kelompok yang menjadi


target kekerasan termasuk yang diberikan fatwa oleh
MUI, baik MUI Pusat maupun daerah.
1) Pada tahun 1984 mengeluarkan fatwa agar
masyarakat ahlu sunnah waspada terhadap paham
ajaran Syiah.
2) Pada tahun 1980 dan 2005 mengeluarkan fatwa
bahwa Ahmadiyah sesat dan menyesatkan.
3) Pada tahun 2007 MUI Sumatera Barat mengeluarkan
fatwa yang menyatakan bahwa ajaran Al Qiyadah Al
Islamiyah adalah ajaran sesat dan menyesatkan, dan
telah keluar dari ajaran Islam.

Perlu diperhatikan bahwa dalam komposisi


kepengurusan MUI, khususnya komisi pengkajian, ada
orang-orang yang selama ini bersikap keras terhadap
kelompok minoritas keagamaan korban kekerasan.
Diantaranya, terdapat nama Ir. H. Ismail Yusanto, M.Sc
yang merupakan juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia,
dan ada H. Amin Djamaludin yang sudah bertahun-

17
tahun mempropagandakan perang terhadap Ahmadiyah
melalui buku-bukunya, seminar, tabligh, dan brosur-
brosur.

- Selain melalui fatwa, MUI juga terlibat dalam


melakukan pelarangan terhadap kegiatan korban
kekerasan di daerahnya. Khususnya dalam kasus
Ahmadiyah di Kuningan, MUI adalah pihak yang
mendorong terbutnya, bahkan ikut menandatangani,
SKB I dan SKB II soal pelarangan Ahmadiyah
bersama-sama jajaran Pemerintah Daerah Kuningan.

SKB ini kemudian memperkuat legitimasi para pelaku


kekerasan untuk melakukan kekerasan terhadap
Ahmadiyah.

- Pada kasus kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah


Lombok, MUI berperan dalam turut menyebarkan
propaganda melalui jaringan anggota MUI NTB. MUI
menyebarkan secara gratis buku hasil penelitian LPPI
mengenai kesesatan Ahmadiyah. Buku ini menjadi satu-
satunya referensi bagi para Tuan Guru di wilayah ini
untuk menilai ajaran Ahmadiyah.

b. Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI)

- Lembaga yang diketuai oleh Amin Djamaluddin ini


telah melakukan pengkajian terhadap beberapa aliran
keagamaan yang dinilai menyimpang. Khususnya
terhadap aliran Ahmadiyah, LPPI tidak hanya
melakukan pengkajian, lebih dari itu, lembaga ini
melakukan pula penyebarluasan publikasi-publikasi
yang menjelaskan soal penyimpangan Ahmadiyah.

- Pada kasus Ahmadiyah Manislor, LPPI aktif


memfasilitasi pemuda-pemuda Kab. Kuningan untuk
ikut seminar nasional tahun 2002 soal anti Ahmadiyah.

18
Hasil dari seminar tersebut, terbentuk gerakan anti
ahmadiyah (GERAH) di Kab. Kuningan dengan target
operasi penyerangan Ahmadiyah di Manis Lor. LPPI
juga aktif memberikan buku-buku/informasi tentang
Ahmadiyah kepada instansi-instansi pemerintah dan
penegak hukum di Kab. Kuningan. LPPI juga
melakukan koordinasi dengan Gerah untuk melakukan
penyerangan Ahmadiyah di Manis Lor 13 dan 18
desember 2007. Kantor LPPI berpusat di Jakarta
dengan ketuanya adalah Amin Jamaludin, yang juga
merupakan anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI).

- Selain di Kuningan LPPI aktif mendukung gerakan anti-


Ahmadiyah di Lombok, dan Amin Jamaludin sendiri
bahkan hadir di sebuah pertemuan untuk membahas
Ahmadiyah awal tahun 2002 di Lombok dan aktif
memberikan materi-materi/buku-buku tentang kesesatan
Ahmadiyah melalui MUI Propinsi NTB. Kantor LPPI
yang berpusat di Jakarta sepertinya mengendalikan
penyerangan terhadap Ahmadiyah, karena intensitas
penyerangan terhadap Ahmadiyah semakin meningkat
pasca pertemuan yang difasilitasi oleh LPPI tersebut.

c. Hizbut Tahrir Indonesia

- Dalam beberapa aksi kekerasan, seperti yang terjadi


terhadap kelompok Al Qiyadah, dan propaganda anti
Ahmadiyah, organisasi ini tampak terlibat aktif dan
mempunyai peran yang tidak kecil, melalui media
online dan cetak.

d. Yayasan Al Bayyinat

- Yayasan ini berkedudukan di Surabaya, Jawa Timur


dan merupakan lembaga yang khusus didirikan untuk
memberantas syiah. Lembaga ini diketuai oleh Tohir Al

19
Kaff, dan banyak membuat publikasi yang menjelaskan
penyimpangan ajaran syiah. Lembaga ini terafiliasi
dengan Rabithah Alawiyah, sebuah perkumpulan
komunitas Alawiyin Indonesia.

- Komposisi lembaga ini terbagi menjadi dua kelompok


Rijalulbayyinat, yaitu:
1) Kelompok pertama adalah Rijalulbayyinat yang
disebut dengan Tokoh Tokoh WAROUSSITAR.
Mereka adalah Syibanul Alawiyyin ( Sesepuh
Habaib ) yang menjadi panutan dan Rujukan
Albayyinat. Dari mereka Albayyinat mendapat
pengarahan dan nasehat serta dukungan. Sehingga
semua gerakan atau aktivitas Albayyinat dalam
pantauan dan izin mereka.
2) Kelompok kedua adalah RIJALULBAYYINAT
FIDH DHOHIR. Mereka adalah aktivis aktivis
Albayyinat yang bermain dilapangan. Sesuai dengan
keahlian masing-masing, maka dari mereka ada yang
menulis buku, ada yang menerjemahkan buku-
buku dari bahasa Arab kedalam bahasa Indonesia.
Juga ada yang berceramah dari kota kekota, dalam
rangka memberi informasi kepada masyarakat akan
bahaya Syiah. Serta ada yang mengkader saudara-
saudara kita dalam rangka menghadapi gerakan
Syiah di Indonesia. Kebanyakan dari mereka adalah
Alumnus Saudi Arabia, Mesir, India dan dalam
negeri. Mereka adalah pelaksana kegiatan Organisasi
Albayyinat.

e. Forum Ulama Umat Islam

- Lembaga yang dipimpin oleh KH Athian Ali ini


dideklarasikan pada tahun 2001, di Masjid Al Furqaan,
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Lembaga ini terafiliasi dengan Majelis Mujahidin
Indonesia (MMI). Kegiatan utama FUUI adalah

20
melaksanakan tarbiyah dan mengatasi pemurtadan baik
secara intelektual maupun secara teknis di lapangan.
Untuk menghadapi maraknya aliran-aliran sesat, maka
dibentuklah Tim Investigasi Aliran Sesat (TIAS),
sedangkan untuk mengatasi soal pemurtadan, dibentuk
Barisan Anti Pemurtadan (BAP).

- FUUI dengan beberapa ormas Islam lain membentuk


wadah untuk melakukan penekanan yang lebih besar
terhadap aliran-aliran yang mereka cap sesat. dengan
membentuk Aliansi Umat Islam (ALUMI)

2. Paramiliter

Paramiliter sangat berperan besar dalam kasus-kasus


kekerasan terhadap kelompok minoritas keagamaan.
Paramiliter inilah yang melakukan propaganda/penghasutan,
mobilisasi massa, intimidasi, sampai dengan tindak kekerasan
di lapangan. Beberapa kelompok Paramiliter yang ditemukan
dalam kasus kekerasan dalam investigasi adalah sebagai
berikut:

a. Front Pembela Islam (FPI)

- Elemen yang melakukan penutupan dan penghentian


gereja juga termasuk dari Front Pembela Islam (FPI)
wilayah Kabupaten Bandung, namun jumlahnya hanya
sedikit. Untuk wilayah kota Bandung yang bersebalahan
dengan Kabupaten Bandung, kekerasan terhadap gereja
justru kecil dilakukan. Namun pelaku kekerasan di Kota
Bandung adalah organ yang sama yakni FPI, yang
membedakan adalah pelaku lapangannya saja.

b. Himpunan Masyarakat Ahlul Sunnah Wal Jamaah


(HAMAS)

21
- Dalam kasus kekerasan yang menimpa Syiah, kelompok
HAMAS teridentifikasi sebagai kelompok yang
melakukan aksi anti Syiah di Jawa Timur. Kelompok
yang didirikan pada bulan April 2007 ini merupakan
gabungan dari beberapa organisasi keagamaan seperti;
Al-Irsyad, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), NU,
Salafiah, dan Al-Bayyinat.

c. Barisan Anti Pemurtadan (BAP)

- Kelompok ini merupakan bentukan Divisi Anti


Pemurtadan FUUI yang diketuai oleh Suryana
Nurfatwa. Keanggotaannya direkrut dari pendidikan
dan pelatihan yang diselenggarakan oleh FUUI. Sampai
saat ini keanggotaanya mencapai 3000 orang, dan yang
aktif menjadi laskar dan terkoordinir sekitar 200-an
orang.

- Modus operandi BAP, diantaranya: menerima laporan


atau mencari sendiri informasi pemurtadan di daerah.
Setelah betul-betul akurat, BAP langsung menentukan
bahwa tempat itu sudah layak diantisipasi. Lalu BAP
mengirimkan surat formal ke muspika setempat, camat,
polsek, koramil, bahwa di situ ada pelanggaran terhadap
SK dua menteri. Kalau tidak direspon, BAP menutup
sendiri lokasi pemurtadan itu.9

d. Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP)

- AGAP yang diketuai oleh M. Mukmin sering memimpin


dalam setiap aksi penghentian peribadatan di gereja.
Mereka akan bergerak ketika ada isu tentang orang
islam yang mengganti agamanya kepada agama lain.
Secara Organisasi, AGAP merupakan divisi dari Forum
Ulama Umat Islam di tingkat Nasional.

9
Keterangan Ketua Divisi Anti Pemurtadan FUUI, Suryana Nurfatwa. Lihat di http://www.suara-
islam.com/

22
- AGAP beserta BAP selalu bergerak melakukan
penghentian peribadatan dan penyerangan gereja ketika
ada informasi kristenisasi di wilayah Bandung. Mereka
melakukannya melalui pesantren-pesantren ataupun
pengajian-pengajian dan khotbah-khotbah.

e. Komite Penegakan Syariat Islam (KPSI) Sumatera Barat


- Kelompok yang dideklarasikan di Padang ini, Sumatera
Barat pada 28 Juli 2006 diketuai oleh H. Irfianda
Abidin. Kelompok ini yang selalu memimpin dalam
aksi penyerangan terhadap kediaman Pimpinan Al
Qiyadah Padang, aksi demonstrasi di Poltabes Padang
dan aksi penyerbuan terhadap kantor LSM PUSAKA.
Dalam beberapa aksi tersebut, beberapa organisasi lain
yang ikut bergabung diantaranya:

1) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Sumatera


Barat
2) Komite Penegakan Syariat Islam (KPSI) Sumatera
Barat
3) Forum Peduli Sumatera Barat (FPSB) Putih
4) Majelis Tinggi Adat Ala Minang Kabau
(MTAAMK)
5) Front Tokoh Pembela Syariat
6) Gerakan Lima Ribu (GALIBU) Minang
7) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Sumatera Barat
8) FAKTA
9) Forum Pembela Masyarakat Islam
10) Forum Lintas Bersama (LIBAS)
11) Front Mahasiswa Pembela Syariat
12) Front Pembela Islam (FPI)

f. Gerakan Anti Ahmadiyah (GERAH)

- Tidak ada informasi yang menyebutkan secara pasti


tanggal berapa Gerah didirikan. Akan tetapi Gerah

23
melakukan gerakan secara intensif melakukan
penyerangan Ahmadiyah dengan target utama adalah
pelarangan Ahmadiyah di Kuningan setelah seminar
nasional anti Ahmadiyah 2002 yang difasilitasi oleh
LPPI. Nasirudin yang merupakan warga Manis Lor dan
masih mempunyai hubungan keluarga dengan tokoh
JAI Manis Lor adalah ketua Gerah.

g. Remaja Mesjid Al Huda (Rudal) Manis Lor

- Remaja Mesjid Al Huda (Rudal) Manis Lor, aktif


menyebarkan selebaran anti Ahmadiyah di Jalan
menuju Manis Lor. Bahkan juga memberikan kontribusi
untuk membedakan antara warga Ahmadiyah dan non-
Ahmadiyah, hal ini untuk memudahkan penyerangan
terhadap warga Ahmadiyah di Manis Lor. Rudal sendiri
terbentuk setelah seminar nasional anti Ahmadiyah
tahun 2002, aktif melakukan koordinasi dengan
Kompak untuk ikut melakukan penyerangan terhadap
Ahmadiyah Manislor.

h. Kompak ( Komponen Muslim Kab. Kuningan)

- Kompak adalah gabungan ormas di Kab. Kuningan


dengan target utama adalah pelarangan Ahmadiyah di
Kuningan. Kompak ini merupakan organisasi induk
ormas-ormas yang anti Ahmadiyah. Aktif melakukan
koordinasi untuk melarang Ahmadiyah, memfasilitasi
rapat-rapat untuk mengkoordinir penyerbuan ke
Ahmadiyah 13 dan 18 Desember 2007. Kompak ini
didirikan secara mendadak sebelum penyerbuan masa
pada 13 dan 18 Desember 2007. Gerakan Kompak
tersususun dan terorganisir secara rapih, tetapi tidak
jelas mengenai sumber pendanaannya.

i. Aliansi Masyarakat Anti Ahmadiyah (AMANAH)

24
- Lembaga ini berpusat di Kabupaten Lombok Tengah
dan diketuai oleh L. Kusumah Wijaya yang kerap
melakukan teror dan tekanan kepada pihak pemerintah
agar warga Ahmadiyah meninggalkan wilayah Lombok
Tengah.

3. Media

Dalam berbagai aksi kekerasan yang terjadi, media memiliki


kontribusi tidak langsung terhadap aksi kekerasan tersebut.
Pemberitaan yang cenderung tidak cover both side membuat
persepsi yang keliru dari publik terhadap peristiwa yang
terjadi. Publik sebaliknya relatif mendukung aksi-aksi
kekerasan terhadap para korban. Media-media berikut ini
diantaranya yang membuat pemberitaan yang berpihak pada
para penyerang.

a. Harian Republika
- Harian ini kerap memberitakan peristiwa-peristiwa
terkait dengan aksi kekerasan yang menimpa baik
kelompok Ahmadiyah, syiah, Al Qiyadah, atau umat
kristiani, dari perspektif pelaku.

b. Majalah Sabili
- Majalah ini gencar dalam melakukan propaganda anti
Ahmadiyah, anti syiah, anti Al QIyadah, anti Al Haq,
dan anti kristenisasi.
- Bahasa yang digunakan oleh majalah ini adalah bahasa
yang provokatif tanpa data pendukung yang valid.

c. Padang Ekspress

4. Individu

Dalam aksi kekerasan tersebut, beberapa nama berikut ini


tampil menonjol dan berkontribusi atas terjadinya kekerasan.

25
a. Tohir Al Kaff
- Ketua Yayasan Al Bayyinat Surabaya dan alumni dari
Yayasan Pesantren Islam (YAPI) yang dimiliki oleh
Jamaah Syiah. Ia tampil di berbagai forum dan aksi
penentangan terhadap syiah.

b. Ustadz Nurkholis
- mantan wakil MUI Kabupaten Pasuruan yang aktif
dalam kegiatan anti Syiah baik pada aksi April 2007
maupun November 2007

c. Irfianda Abidin
- Ketua KPSI Sumatera Barat ini merupakan aktor
dominan dalam melakukan aksi penyerangan dan
demonstrasi untuk memerangi Al Qiyadah di Padang. Ia
merupakan pelaku bisnis di bidang perminyakan (usha
pom bensi), meubel, property, dan jasa pendidikan
(lembaga kursus komputer). Ia termasuk dalam lima
besar distributor kain yang menyuplai toko-toko di
Jambi dan Riau. Dan salah seorang Pengurus Daerah
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Wilayah
Sumatera Barat dengan posisi Dewan Pertimbangan co-
departemen. Ia pernah memiliki hubungan bisnis
dengan Dedi Priadi di bidang perminyakan, sewaktu
Dedi Priadi masih aktif di PT. USBA.
- Irfianda Abidin memiliki kedekatan dengan Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) dengan tujuan agar PKS
dapat dibiayai olehnya. Akan tetapi ia tidak masuk
dalam struktur partai.
- Selain aktif di KPSI, ia juga terlibat di organisasi lain,
seperti Forum Peduli Sumatera Barat (FPSB) Putih,
Majelis Tinggi Adat Ala Minang Kabau (MTAAMK),
Front Tokoh Pembela Syariat, Gerakan Lima Ribu
(GALIBU) Minang

26
d. Selain Irfianda Abidin, ada nama-nama lain yang terlibat
aktif bersama dalam aksi kekerasan terhadap komunitas Al
Qiyadah di Padang, diantaranya:
- Jelfatrollah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Sumatera
Barat
- Mat, purnawirawan POLRI yang kemudian membentuk
organisasi yang bernama FAKTA
- Amrin Mansyur , Forum Pembela Masyarakat Islam
- Khoirul Amri, S.E., Forum Lintas Bersama (LIBAS)
- Muhammad Sidiq, Front Mahasiswa Pembela Syariat

e. M. Mukmin

- Ia merupakan ketua AGAP dan adalah seorang dosen di


Universitas Sanggabuana, Bandung. Nama sebelum M.
Mukmin adalah Hanibal Sitompul, nama ini diubah
setelah ia menjadi mualaf. Tak lama setelah menjadi
mualaf ia naik haji dan pasca ini ia terlibat di AGAP.
Penyandang sabuk hitam dan 4 karate ini berbadan
besar, berumuur sekita 42 tahun.

f. Razulaini Yanto Silalahi

- ia memiliki hubungan dengan Aliansi Gerakan Anti


pemurtadan (AGAP), hal ini disebabkan
kemunculannya dibeberapa aksi penyerangan dan
penghentian peribadatan gereja di beberapa wilayah

g. Suryana Nurfatwa

- Merupakan ketua Barisan Anti Pemurtadan yang turut


pula terlibat dalam aksi menentang keberadaan gereja di
Bandung

h. Nasrudin

27
- yang merupakan warga Manis Lor dan masih
mempunyai hubungan keluarga dengan tokoh JAI
Manis Lor adalah ketua Gerah. Dia aktif di Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), pernah mencalonkan diri
menjadi anggota DPRD Kab, Kuningan sampai dia
mengundurkan diri dari struktur pemerintahan desa,
akan tetapi tidak terpilih.

i. Tuan Guru Sibawae

- Ia aktif dalam menyebarkan propaganda anti


Ahmadiyah di Lombok Timur. Ia merupakan pendiri
kelompok pam swakarsa yang disegani yang bernama
AMPHIBI, dan menjadi loyalis Gubernur NTB saat ini,
HL. Serinata.

j. Tuan Guru Muhammad Izzi

- Ia aktif dalam menyebarkan propaganda anti


Ahmadiyah di Lombok Tengah dan Lombok Barat, dan
merupakan pimpinan pondok pesantren di sana.

B. Aktor Pemerintah

1. Pemerintah Daerah

a. Bupati dan Wakil Bupati Kuningan

- Bupati dan wakil bupati kab. Kuningan terlibat untuk


memperebutkan pengaruh di dalam isu Ahmadiyah
untuk kepentingan Pilkada 2008. Bupati Kuningan
awalnya berpihak kepada Ahmadiyah, tetapi kemudian
setelah bertemu dengan Kompak, berubah seratus
derajat memihak dan membenarkan Kompak.
Sementara wakil bupati memberikan janji politik

28
kepada salah satu kelompok penyerang jika
memenangkan Pilkada 2008

b. Pemda Kab. Lombok Tengah, Timur, Barat

- Pemda Kab. Lombok Tengah, Timur dan Barat


melakukan upaya intimidasi agar Jemaat Ahmadiyah
keluar dari Ahmadiyah, bahkan ada upaya paksa agar
Jemaat Ahmadiyah keluar dari Ahmadiyah misalnya
dipaksa untuk menandatangi surat pernyataan keluar
dari Ahmadiyah. Bahkan Pemda Sumbawa melarang
warganya untuk tinggal di wilayahnya.

- Pemda-Pemda di Lombok dan Sumbawa dengan


sengaja melakukan upaya lokalisasi Ahmadiyah di satu
tempat, seperti yang menimpa Jemaat Ahmadiyah di
Ketapang Lombok Barat yang pernah beberapa kali
dipindahkan ke Asrama Transito di mana mereka tidak
boleh meninggalkan Asrama tersebut.

c. Pemda Bandung

- Dalam kasus penutupan gereja, aparat pemerintah


Bandung, mulai dari mulai dari aparat tingkat RT, RW,
Kelurahan, Kecamatan, Bupati, Kapolsek, sampai
dengan danramil, turut terlibat dalam aksi penutupan,
penyegelan, dan pelarangan keberadaan gereja.

d. Pemda Kota Padang

- Pemerintah Kota Padang mengeluarkan rekomendasi


memperkuat fatwa MUI Sumatera Barat dengan
menyatakan bahwa Al Qiyadah Al Islamiyah
merupakan aliran sesat dan harus ditindak

e. Pemda Propinsi Sumatera Barat

29
- Gubernur Sumatera Barat, Gemawan Fauzi menyatakan
bahwa para pengikut ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah
adalah kelompok-kelompok yang basic agamanya
lemah dan meminta masyarakat Sumatera Barat tidak
mudah mengikuti ajaran-ajaran baru yang tidak jelas
rujukannya

2. Kepolisian

a. dalam kasus kekerasan yang menimpa kelompok Syiah,


polisi tidak bertindak secara cepat. Dalam peristiwa
pelemparan dan perusakan masjid, polisi yang berada di
lokasi dan waktu kejadian tidak melakukan apapun

b. dalam kasus perkelahian antara pemuda syiah dan suni,


perkara cepat diproses dengan menjatuhi hukuman
terhadap pemuda syiah

c. Pada peristiwa kekerasan tanggal 2 Oktober 2007 yang


menimpa kelompok Al Qiyadah di Padang, tepatnya di
kediaman Dedi Priadi, Aparat kepolisian yang bertugas di
lokasi saat kekerasan terjadi, di bawah komando
Kapoltabes Padang KBP Tri Agus Heru, tidak
memberikan perlindungan. aparat kepolisian malah
melakukan evakuasi paksa terhadap seluruh penghuni
rumah yang seluruhnya berjumlah 11 orang. Dengan
menggunakan sebuah truk yang sudah dipersiapkan
sebelumnya, polisi membawa mereka ke Poltabes Padang
lalu melakukan interogasi, penggeledahan rumah dan
penyitaan barang terhadap Dedi Priadi sekeluarga.
Kemudian aparat kepolisian memasang police line (garis
polisi) mengelilingi rumah tersebut. Sedangkan Laporan
pengikut Al Qiyadah terkait dengan kekerasan yang
dialami tidak ditindaklanjuti

30
d. Kapoltabes Padang, KBP Tri Agus Heru, melakukan
pembiaran terhadap aksi penyerangan dan perusakan yang
dilakukan oleh para pelaku kekerasan pada tanggal 2
Oktober 2007 di kediaman Dedi Priadi di Jl. Dr. Sutomo
Nomor 12 Kota Padang. Aparat kepolisian di bawah
komandonya tidak memberikan perlindungan kepada
korban kekerasan, malah sebaliknya melakukan evakuasi
paksa para korban ke Poltabes Padang dengan
menggunakan truk yang telah dipersiapkan sebelumnya.

e. Kasat Reskrim, Kompol Mukti Juharsa, SIK., melakukan


diskriminasi dan kriminalisasi terhadap para pengikut Al
Qiyadah Jaziroh Padang. Di bawah komandonya, para
penyidik lebih mendahulukan pemeriksaan terhadap Dedi
Priadi dan para pengikut Al Qiyadah lainnya, sementara
laporan polisi atas tindak pidana perusakan yang telah
lebih dahulu dilaporkan oleh Dedi Priadi dan isterinya,
sampai saat ini belum ditindak lanjuti, meskipun tindakan
tersebut dilakukan di depam mata aparat kepolisian.

f. Pada kasus Lombok, Kepolisian melakukan pembiaran


kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah, bahkan cenderung
mendukung kekerasan tersebut di mana kepolisian
melakukan upaya paksa untuk mengevakuasi Jemaat
Ahmadiyah ke lokasi lain. Ketika penyerangan terjadi,
harta milik Jemaat Ahmadiyah dijarah oleh kelompok
penyerang dan juga sama sekali tidak ada penegakan
hukum. Begitu juga upaya penegakan hukum sangat
minim, para pelaku baik aktor intelektual maupun
lapangan masih berkeliaran dan terus melakukan provokasi
untuk mengusir Ahmadiyah dari bumi Lombok.

3. Kejaksaan/Bakor Pakem

a. Pada kasus Ahmadiyah di Manis Lor, Kuningan, Bakor


Pakem yang diketuai oleh Kepala kejaksaan negeri
Kuningan membuat rekomendasi pelarangan terhadap

31
Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan, yang diberikan kepada
Pemerintah Daerah Kab. Kuningan. Bakor Pakem
sebelumnya juga mengeluarkan surat yang ditujukan kepada
Polres Kuningan untuk melakukan penyidikan terhadap
PNS anggota Ahmadiyah. Bakor Pakem juga mengirimkan
surat kepada pemerintah kecamatan dan kelurahan untuk
tidak melayani pembuatan KTP warga Ahmadiyah. Bakor
Pakem juga melayangkan surat kepada KUA Kuningan agar
tidak melayani pencatatan perkawinan warga Ahmadiyah

b. Pada kasus Al Qiyadah Padang, BAKOR PAKEM Propinsi


Sumatera Barat mengeluarkan kebijakan yang diskriminatif,
yakni pembatasan terhadap hak berkeyakinan kelompok Al
Qiyadah Jaziroh Padang.

4. TNI
- Pihak Kodim melakukan penahanan terhadap Jemaat
Ahmadiyah, dan ikut melakukan intimidasi Jemaat
Ahmadiyah agar keluar dari Ahmadiyah. Jika mereka
tidak keluar dari Ahmadiyah maka akan ada upaya
kekerasan yang dilakukan oleh massa.

C. Aktor Asing

1. Kedutaan Besar
- Kedutaan Besar Saudi Arabia ditemukan terlibat secara
tidak langsung dengan aksi kekerasan terhadap
kelompok Ahmadiyah. Pada, tahun 1984, Kedutaan
mengirimkan nota diplomatik yang ditujukan kepada
Departemen Agma (Depag) yang pada intinya meminta
pelarangan Ahmadiyah di Indonesia. Dengan adanya
surat tersebut, rangkaian tindak kekerasan dan
diskrikminasi terus terjadi.
- Khusus di wilayah Lombok, seorang atase kedutaan
besar Saudi Arabia turut terlibat dalam seminar

32
propaganda anti Ahmadiyah. Ulama Pakistan juga
memberikan kontrbusi untuk melarang Ahmadiyah di
Lombok dan Sumbawa melalui pertemuan yang
difasilitasi oleh LPPI di mana Ulama tersebut
memberikan contoh larangan Ahmadiyah di negaranya.

33

Anda mungkin juga menyukai