Sinusitis maksilaris kronis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011), Sedangkan menurut Dorland (2000) sinusitis merupakan suatu peradangan membran mukosa yang dapat mengenai satu ataupun beberapa sinus paranasal. Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang (Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011). Sinus paranasal terdiri dari empat pasang rongga bertulang yang dilapisi oleh mukosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat semu yang bersilia. Rongga udara ini dihubungkan oleh serangkaian duktus yang mengalir ke dalam rongga hidung. Sinus paranasal terdiri dari, sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus sfenoidalis, dan sinus maksilaris (Brunner & Suddarth, 2001). Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun (Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Sinus maksila atau antrum highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar, dan yang pertama terbentuk, diperkirakan pembentukan sinus tersebut terjadi pada hari ke 70 masa kehamilan. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, yang kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml pada saat dewasa (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011). Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus merupakan permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya merupakan permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya merupakan dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus seminularis infundibulum etmoid (Mangunkusumo & Soetjipto, 2011). Sebagian besar kasus sinusitis melibatkan lebih dari satu sinus paranasal dan yang paling sering yaitu sinus maksilaris dan sinus etmoidalis. Hal ini disebabkan sinus maksila adalah sinus yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasarnya, dimana dasarnya merupakan dasar akar gigi sehingga sinusitis maksilaris sering berasal dari infeksi gigi (Manjoer, 2000). Berdasarkan perjalanan penyakit sinusitis maksilaris terbagi atas sinusitis akut, terjadi bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu, sinusitis subakut, terjadi bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan, dan sinusitis kronik, terjadi bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun (Adams dalam Manjoer, 2000). Insiden sinusitis didapat antara 1,3 - 1,5 per 100 kasus orang dewasa pertahun. Peneliti dari Norwegia mengemukakan insiden sinusitis yaitu 3,5 per 100 kasus pada orang dewasa dengan 7% pasien memiliki dua kali kunjungan dan 0,5% memiliki tiga kali atau lebih kunjungan selama periode 12 bulan (Hickner, 2005). Data dari DEPKES RI (2003) menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit (Mangunkusumo & Soetjipto, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis, sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita, Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, disamping itu drainase melalui infundibulum yang sempit, dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011). Keluhan utama pasien berupa hidung tersumbat dan disertai dengan nyeri tekan pada pipi dan ingus purulen, bisa disertai dengan gejala sistemik seperti demam. Pada sinusitis maksilaris kronis terdapat rasa penuh pada pipi dan nyeri ketok pada gigi. Dan gejala lainnya adalah sakit kepala, hipomia/anosmia, dan halitosis (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011). Sinusitis maksilaris diawali dengan sumbatan ostium sinus akibat proses inflamasi pada mukosa rongga hidung. Proses inflamasi ini akan menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus. Kejadian sinusitis ini dipermudah oleh faktor- faktor predisposisi baik lokal atau sistemik (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011). Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Profil Penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Profil Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis Di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui profil penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. 1.3.2 Tujuan Khusus Mengetahui distribusi kelompok umur penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. Mengetahui distribusi jenis kelamin penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. Mengetahui keluhan utama penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. Mengetahui distribusi etiologi sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. Mengetahui distribusi penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai penambahan dan pengembangan bagi kurikulum pendidikan khususnya di bidang Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher untuk membuat diagnosa kedokteran yang optimal. 1.4.2 Bagi Peneliti Penelitian ini dapat digunakan sebagai penelitian pemula, dan data yang didapat dari penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. 1.4.3 Bagi Masyarakat Sebagai sumber informasi pengetahuan tentang penderita sinusitis maksilaris kronis.